Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Secara tradisional
perdarahan
terjadi setelah persalinan dengan jumlah darah yang keluar lebih dari 500 ml. Tanda
dan gejala yang muncul pada perdarahan paska persalinan ditampilkan pada Tabel 2.
maupun dengan perkiraan, tetap memerlukan perhatian medis yang serius karena lima
persen pasien dengan perdarahan yang signifikan memenuhi kriteria perdarahan
paska persalinan. Bagi ibu hamil dengan anemia berat, kehilangan darah 200-250 ml
saja dapat berakibat fatal. Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan karena di
negara berkembang terdapat banyak ibu hamil yang menderita anemia berat.
Saat setelah kelahiran bayi dan jam-jam pertama paska persalinan adalah
sangat penting untuk pencegahan, diagnosis dan penanganan perdarahan.
Dibandingkan dengan resiko lain pada ibu seperti infeksi, maka kasus perdarahan
dengan cepat dapat mengancam jiwa. Faktor etiologi pertama dari perdarahan paska
persalinan dini dapat diklasifikasikan dalam empat kategori,yaitu :
1. Atonia uteri
2. Adanya produk kehamilan yang tetinggal dalam rahim
3. Trauma terhadap traktus genitalis
4. Gangguan faktor pembekuan darah
Pada referat ini pembahasan mengenai perdarahan paska persalinan akan lebih
dikhususkan tentang atonia uteri dan ruptur uteri.
ATONIA UTERI
Adalah suatu kegagalan uterus untuk berkontraksi lima belas detik setelah
dilakukan rangsangan taktil terhadap fundus uteri. Atonia uteri dapat pula diartikan
sebagai kelelahan pada otot uterus sehingga tidak mampu lagi berkontraksi, padahal
kontraksi uterus diperlukan untuk konstriksi pembuluh darah besar yang terbuka
akibat pelepasan plasenta.
3. tindakan anestetik
4. kelainan plasenta
5. infeksi uterus
6. pembedahan Caesar
7. laserasi traktus genitalia
Seorang wanita dengan paritas yang tinggi mempunyai resiko yang lebih
besar terhadap terjadinya atonia uteri karena adanya kelemahan serabut miometrium
sehingga tidak bisa berkontraksi dengan baik atau secara tidak langsung dikarenakan
peningkatan insidensi terjadinya faktor predisposisi lain seperti persalinan yang tidak
normal dan plasenta previa sedangkan kelainan uterus ataupun luka parut paska
operasi uterus sebelumnya
dalam
larutan
garam
fisiologis
60
gtt/menit
Dosis lanjutan
IM : 10 unit
IV: Infus 20 unit Ulangi 0,2 mg IM 400 mcg 2-4 jam
dalam
larutan
fisiologis
gtt/menit
IV setiap 2-4 jam
Maksimal Tidak lebih dari 3 Total 1 mg atau 5 Total
Dosis
1200
per hari
atau 3 dosis
Kontraindikasi
oksitosin
Tidak
Nyeri
boleh Preeklampsia,
memberi
IV vitium
mcg
kontraksi,
kordis, asma
3. Lakukan
uji
pembekuan
darah
sederhana.
Kegagalan
terbentuknya
pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat dipecah
dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati
Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan,
maka perlu dilakukan kompresi bimanual internal
Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi, maka
1. lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika
2. lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah
ligasi.
uterus berkontraksi
?
ya
1.
2.
3.
Uterus berkontraksi ?
teruskan KBI selama 5 menit
Ya
keluarkan tangan perlahan-lahan
Tidak
pantau kala empat dengan ketat
4.
5.
6.
7.
8.
Uterus berkontraksi ?
Pantau ibu dengan ketat selama kala IV
Ya
Tidak
9. Rujuk segera
10. Dampingi ibu ke tempat rujukan
11. Lanjutkan infus Ringer Laktat + 20 unit oksitosin
dalam 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan
RUPTURE UTERI
Ruptura uteri merupakan penyebab pendarahan pasca salin yang cukup jarang.
Insidensinya berkisar 1 dalam 20.000 persalinan. Factor-faktor yang mengakibatkan
ruptura uteri diantaranya adalah :
1. Penipisan patologis dari myometrium.
2. Pengosongan uterus secara tiba-tiba.
3. Relaksasi dini/patologis dari dinding uterus karena pemakaian anastesi umum
atau induksi yang berlebihan dari oksitosin.
4. Adanya sisa perlekatan dari plasenta.
5. Penarikan secara paksa dari tali pusat.
Ruptura uteri dibagi menjadi tiga baerdasarkan tingkatannya :
1. Ruptura uteri tingkat satu/incomplete
Fundus uteri rupture sampai menyentuh ostium uteri externa. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan pervaginal dan adanya kesulitan untuk
mempalpasi fundus uteri di dinding abdomen.
2. Ruptura uteri tingkat dua/complete
Seluruh uterus mengalami rupture sampai ke vagina.
3. Ruptura uteri tingkat tiga
Untuk menangani ruptura uteri perlu penangan sedini mungkin, dimana dokter
harus langsung melakukan reposisi manual terlebih dahulu. Reposisi dilakukan tanpa
menggunakan tenaga yang kuat dan jika tidak langsung berhasil, perlu untuk
dilakukan reposisi uterus ke dalam vagina dulu dan langsung melakukan pencegahan
syok.sebaiknya jika terdapat sisa plasenta maka sebaiknya dibiarkan saja dulu.
Karena jika dilakukan pelepasan sisa plasenta justru akan memicu pendarahan yang
lebih parah.
Dalam proses reposisi uterus terdapat beberapa mekanisme yang digunakan, yaitu
:
1. Reposisi dengan pendorongan.
Reposisi ini dilakukan dengan anastesi umum dan secara bertahap. Penekanan
pertama kali dilakukan pada daerah corpus yang terakhir kali mengalami
ruptur, sampai pada akhirnya menangani daerah fundus. Bagian paling sulit
adalah ketika melewati lingkaran retraksi diantara segmen atas dan bawah
uterus. Ketika uterus sudah kembali ke posisi normal, tangan tetap berada
didalam rongga uterus sampai ergometri atau oksitosin mulai bekerja dan
menghasilkan kontraksi yang adekuat.
2. Reposisi dengan tekanan hidrostatik.
Jika dorongan dengan tangan gagal, maka perlu dilakukan reposisi dengan
menggunakan metode OSullivans hydrostatik. Ujung dari pipa air
dimasukkan kedalam fornix posterior dan asisten menutup daerah vulva
disekitar lengan operator. Ciran saline hangat dilairkan kedalamnya ( bias
sampai 10 liter) sampai tekanan cairan tersebut akan mengembalikan uterus
ke posisi semula.
REFERENSI
1. Cunningham, F.G, et al. 2004. Williams Obsetrics 22nd edition. New York.
McGraw-Hill : 824-838.
2. Departemen Kesehatan RI. 2004.
S.R.
2004.
Kesehatan
Ibu
http://www.pikiran_rakyat.com/cetak/1004/03/kesehatan.htm
dan
(diakses
Anak.
24
November 2006).
6. Okudaira, S, et al. 2003. UterinePerforation Following Manual Removal of
he Placenta. http://www.nms.ac.jp/jnms/ (diakses 24 November 2006).
7. Sherris, J. 2002. Managing Complication in Pregnancy and Childbirth.
http://www.path.org/resources/pub_outlook.htm (diakses 24 November 2006).
REFARAT
PERDARAHAN POST PARTUM
DISUSUN OLEH :
SITI ACHDA Z (C1103150)
AHMADO OKATRIA (C11050166)
LUSI SANDRA H (C11050171)