Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
JUDUL KEGIATAN/PENELITIAN
PENELITI PENGUSUL :
JENIS INSENTIF :
]
[~---------------R_IS_E_T_T_E_RA_P_A_N______________~
BIDANG FOKUS :
TEKNOLOGIINFORMASI DAN KOMUNIKASI
LEMBARPENGESAHAN
SATUAN KERJA PENANDA TANGAN KONTRAK
1. Judul Kegiatan
2. Bidang Fokus
3. Peneliti Pengusul
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
4. Surat Perjanjian
Nom or
Tanggal
09/SU/SP/Insf-Ristek/IV/1 0
06 April 2010
Rp. 130.000.000,-
Disetujui:
Pusat Pe litian Geoteknologi
ala,
~I
~\
Peneliti Pengusul,
~~-~ .
~ Dr.lr. lskanda
Zulkarnain
NIP. 19590414 985031003
---
---~
-1
ii
RINGKASAN
Pengembangan sistem statsiun GPS kontinyu SuGAr (Sumatran GPS
Array) digunakan untuk mengukur defonnasi kerak bumi secara kontinyu dari proses
gempabumi yang
te~adi
Hasil pengukuran berupa "raw data" dikirimkan melalui jaringan satelit ke Hub Station
di Puslit Geoteknologi-LIPI. Kemudian raw data GPS ini diolah dan dianalisis
sehingga menghasilkan keluaran berupa "time series dari pergerakan bumi dari
setiap lokasi statsiun GPS. Dari masing-masing time series ini kemudian dapat
diolah lebih lanjut untuk menghasilkan besar /kecepatan dan arah pergerakan dari
masing-masing titik lokasi tersebut.
("post-seismic/transient
deformation"),
dapat
dimodelkan
untuk
memperkirakan bagaimana karakteristik dan tingkah laku dari suatu patahan gempa.
lnformasi ini dapat dipakai untuk keper1uan prediksi dan mitigasi potensi gempa
besar di masa datang. Selain metoda GPS ini, juga dilakukan penelitian geologi
lapangan dan juga survey geologi-geofisika taut dengan kapal riset untuk
memetakan bathimetri detil dan melakukan survey seismik refleksi. Survey laut ini
ditujukan untuk mengetahui struktur detil bawah permukaan dari patahan gempa di
perairan barat Sumatra dan juga adanya potensi longsoran besar di bawah laut yang
berpotensi untuk menghasilkan tsunami.
Pada tahun pertama (2009) telah dibangun laboratorium baru untuk
penerimaan dan pengolahan data GPS di Geoteknologi LIPI.
melakukan kegiatan pemeliharaan dan servis dari semua statsiun GPS sehingga
pada akhir tahun 2009 semua statsiun GPS dalam kondisi beroperasi dengan baik .
Pada tahun 2010 ini akan dilakukan "upgrade" dari receiver GPS lama yang
memakai Micro-Z diganti dengan receiver Trimble Net-RS yang lebih besar kapasitas
dan kemampuannya.
tahun 2002 sampai 201 0 secara komprehensif sehingga dapat dianalisis dan dikaji
dan untuk mempelajari kelakuan dan karakteristik tektonik dan gempabumi di
Sumatra barat agar bisa digunakan dalam prediksi potensi gempabumi. Disamping
data GPS, juga akan dilakukan analisis dan kompilasi data geofisika laut dari
penelitian sebelumnya sehingga hasilnya nanti dapat dikombinasikan dengan data
hasil pengukuran GPS juga dari studi koral paleogeodesi untuk melakukan analisispemodelan yang lebih terpadu dari semua metoda yang dilakukan ini.
Pada tahun 2010 ini, penelitian lapangan difokuskan ke wilayah Aceh dan
Sumatra Utara, khususnya di wilayah Kep. Banyak, Simelue dan Nias, sehubungan
dengan
te~adinya
dua kali gempa besar pad a bulan April 2010 di wilayah tersebut
iv
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadlirat Allah SWT bahwa atas perkenannya
dapat melaksanakan kegiatan penelitian dengan judul : Pengembangan Sistem
Jaringan Telemetri untuk Penelitian Gempabumi di Wilayah Sumatera. Penelitian ini
merupakan kegiatan Program lnsentif Bagi Peneliti dan Perekayasa Lembaga llmu
Pengetahuan Indonesia bekerjasama dengan Kementrian Negara Riset dan
Teknologi.
Kegiatan ini kami usulkan berdasarkan kenyataan bahwa kebutuhan akan
informasi yang cepat dan akurat sangat diperlukan dalam menunjang kinerja
penelitian di bidang kebumian yang terkait dengan gempabumi dan tsunami yang
telah dan mungkin akan terjadi di wilayah Indonesia. Keadaan geografis dan jarak
menjadi kendala utama untuk mendapatkan informasi yang cepat dan akurat, oleh
karena itu, sangat penting untuk mengembangkan sistem jaringan telemetri yang
mampu mencatat, menyimpan dan menampilkan data dan informasi riil dari lapangan
secara kontinyu.
Kami mengucapkan terimakasih kepada jajaran pimpinan Lembaga llmu
Pengetahuan Indonesia dan Kementrian Negara Riset dan Teknologi yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini.
Mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat sedikit memberikan kontribusi
terhadap kegiatan penelitian dan pengkajian dibidang ilmu pengetahuan kebumian,
khususnya yang berkaitan dengan gempabumi dan tsunami.
Dengan
menggunakan
sistem
ini
diharapkan
para
pihak
yang
berkepentingan juga dapat dengan cepat dan akurat memberikan informasi keadaan
yang sebenamya kepada masyarakat.
DAFTAR lSI
ii
iii
iv
DAFTARISI.................................................................................................. .....
vi
vii
BAB 1. PENDAHULUAN ...... ........ ................ ........ ........ ................ ......... ....... .. ...
20
21
BAB 5. HASIL DAN ANALISIS PENDAHULUAN ........ ................ ........ ...... .. .... .
24
38
DAFTAR PUSTAKA ... .. ........ ........ .. ...... .... ... ......... ........ ...... .. .. ...... .......... ...... .....
39
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.2.
Gambar 2.3.
Pulau yang naik dan turun terlihat pada citra satelit. (a)
Sebelum gempa gugusan terumbu karang disekeliling
pulau ter1ihat samar-samar. (b) Setelah gempa terumbu
karang menjadi putih berkilau karena terangkat ke atas
air. (c) sebelum gempa gugusan terumbu karang ter1ihat
lebih terang karena dekat air. (d) Setelah gempa terumbu
karang
menjadi
lebih
gelap
karena
tenggelam
gempabumi
26
Desember
Memper1ihatkan
2004
adalah
vii
sumber
gempa
ini
ber1<emiringan
-12
ke
timur,
12
rusak
parah,
B.
Setelah
dihantam
tsunami
13
Gambar 2.9.
13
Photo ini
14
te~adi
15
16
Pergeseran ini
17
Gambar 2.13. A. Sebelum gempa Maret 2005, kebun pohon kelapa ini
mati tenggelam di dasar laut karena pulau ini turun
per1ahan-lahan sejak gempa besar terakhir tahun 1861,
B. Ketika gempa terjadi pantai ini naik lebih dari 2m
sehingga kebun pahon kelapa sekarang menjadi ditengah
daratan .....................................................................................
19
B.
22
22
ix
Gambar 4.3.
Gambar 5.1.
23
Gambar 5.2.
24
25
Gambar 5.4.
Gambar 5.5.
26
27
28
29
30
31
X
BABI. PENDAHULUAN
Wilayah
Sumatra
dengan
kondisi
alamnya
yang
rawan
bencana
bekerjasama dengan
2003 dan 2004 sebelum gempa-tsunami Aceh, sudah ditambahkan 12 stasiun baru
sehingga jumlahnya menjadi 18 stasiun. Saat itu jaringan stasiun GPS baru meliputi
wilayah Sumatra Barat, Mentawai dan Kep. Batu, belum ada di Sumatra Utara dan
Aceh.
Kemudian pada tahun 2005 awal, ditambah lagi 4 buah stasiun yang
ditempatkan di Pulau Nias, Simelue, Kep. Banyak dan di dekat Banda Aceh (Lamno).
Selanjutnya, pada pertengahan tahun 2005 dan awal tahun 2006, tambahan 9 buah
stasiun dipasang, sehingga sekarang jaringan kami sudah mempunyai 27 stasiun
kontinyu GPS. Dalam tahun 2007-2009 stasiun GPS ditambah lagi sebanyak 7 unit
sehingga totalnya menjadi 34 stasiun GPS.
karena beberapa komponennya dicuri, dan satu lagi yang terpasang pada menara
mercusuar di P. Mega dicabut karena menara lama-nya dirobohkan untuk dig anti
dengan menara baru. Jadi sampai akhir tahun 2009 yang beroperasi untuk seluruh
Sumatra adalah sebanyak 32 statsiun. Di wilayah P.Nias, Kep. Banyak dan P.
Simelue, statsiun GPS yang sudah terpasang ada 6 sta, yaitu statsiun LEWK, BSIM,
PBLI, LHWA, BITI, dan BTHL. Namun, statsiun LHWA sudah sejak setahun lalu
tidak beroperasi dikarenakan kendala sosial setempat yang membuat kami tidak bisa
memperbaiki statsiun ini.
Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan akan informasi yang
cepat dan akurat sangat diperlukan dalam menunjang kinelja penelitian diberbagai
bidang utamanya bidang kebumian yang pada saat ini masalah kebencanaan yang
terkait dengan gempabumi dan tsunami yang telah dan mungkin akan terjadi di
wilayah Indonesia. Keadaan geografis dan jarak menjadi kendala utama untuk
mendapatkan informasi yang cepat dan akurat, oleh karena itu sangat diperlukan
suatu sistem yang dapat mengetahui parameter-parameter yang diperlukan yang
berkaitan dengan gempa dan tsunami bagaimanapun kondisi geografis dan jarak
tempuhnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengembangkan sistem telemetri
yang mampu mencatat, menyimpan dan menampilkan data dan informasi riil dari
lapangan secara kontinyu, sehingga dengan menggunakan sistem ini diharapkan
para pihak yang berkepentingan dapat dengan cepat dan akurat memberikan
informasi keadaan sebenamya kepada masyarakat.
LEWK
"'
\
BSIM
PBLI
%
' ,. "t:V''
.... ..
LHWA
BIT I
20
40
80 Kilometers
BTHL
Gambar 1. Jejaring cGPS (Global Positioning System) SuGAr di wilayah Nias, kep.Banyak,
dan Simelue.
Untuk meneliti kondisi struktur patahan gempa di bawah laut juga berbagai
fenomena alam yang menyertainya dalam lima tahun terakhir ini sudah dilakukan
survey geologi-geofisika laut dengan memakai kapal riset.
meliputi pemetaan topografi bawah laut dan survey seismik refleksi multi channel
dengan resolusi tinggi . Penelitian ini dilakukan dengan bekerjasama dengan IPGP,
France dan banyak institusi lainnya.
wilayah barat Sumatra, dimulai dari wilayah Andaman, Simelue, Nias, Kep. Batu,
Kep. Mentawai, sampai P. Enggano.
Data yang dihasilkan oleh stasiun GPS SuGAr telah berhasil merekam
pergerakan permukaan bumi yang terjadi ketika gempa-gempa besar, termasuk
gempa Aceh tahun 2004 [Subarya et al, 2004; Natawidjaja, 2005], gempa Nias tahun
2005 [Briggs et al, 2006; Hsu et al, 2006], dan gempa Bengkulu tahun 2007 [Konca
et al, 2008; Sieh et al, 2008]. Data GPS suGAr ini sekarang menjadi acuan sumber
data dunia karena sangat penting untuk menentukan besar dan lokasi sumber
gempa yang terjadi dan juga untuk mengkaji proses-proses bumi yang terjadi
sebelum dan sesudah gempa besar (i.e. pre-slip, after slip). Kajian data GPS ini juga
terbukti sudah dapat membantu mengkuantifikasikan potensi gempa besar yang
dapat terjadi di masa datang, seperti halnya untuk wilayah Padang-Mentawai [Briggs,
et al., 2006; Nalbant, 2005; Natawidjaja, 2005; Natawidjaja, et al., 2006; Chlieh et al,
Gambar 2.1. Pantai di baratlaut P. Simelue yang terangkat oleh gaya tektonik sekitar 150cm
December
2004
150
100
..
755o .
25
Simeulue
Gambar 2.2. Peta perubahan muka bumi di Simelue dari hasil pengukuran koral mikroatol
(Tim LIPI - Caltech, 2005). Garis biru (penuh dan putus-putus) adalah kontur yang
menghubungkan daerah yang terangkat sama besar. Satuan dalam ern. Garis hitam tebal
adalah batas selatan dari daerah yang terangkat. Di selatan garis itu, bagian selatan pulau
turun.
5
Prinsipnya dari image citra satelit yang diambil sebelum dan sesudah
gempa kita dapat melihat dan mengukur perubahan muka bumi yang terjadi (Gambar
2.3). Terumbu karang yang mengelilingi pulau terlihat agak buram sebelum
gempabumi karena berada di bawah airlaut.
terumbu karang yang sekarang berada di atas air akan lebih banyak merefleksikan
sinar matahari sehingga terlihat lebih terang dalam citra image yang diambil setelah
gempabumi. Demikian pula sebaliknya, apabila pantai tenggelam, maka citra image
setelah gempabumi akan memperlihatkan gugusan terumbu karang yang lebih
buram karena berada lebih jauh di bawah air, dan air laut pun terlihat naik ke daratan
(Gambar 2.3).
SEBELUM
GEMPA
SETELAH
GEMPA
Gambar 2.3. Pulau yang naik dan turun terlihat pada citra satelit. (a) Sebelum gempa
Gugusan terumbu karang disekeliling pulau terlihat samar-samar. (b) Setelah gempa
terumbu karang menjadi putih berkilau karena terangkat ke atas air. (c) sebelum gempa
gugusan terumbu karang terlihat lebih terang karena dekat air. (d) Setelah gempa terumbu
karang menjadi lebih gelap karena tenggelam (dimodifikasi dari [Meltzneret a/., 2005])
waktu gempa, yaitu jarak dari titik monument sebelum dan setelah gempabumi.
Data GPS yang
besamya
pergerakan muka bumi dari pengukuran GPS, di wilayah bagian Barat Sumatra
Utara- Aceh sampai Kep. Andaman. Terlihat bahwa wilayah/zona mukabumi dari
Aceh sampai dengan Kep. Andaman bergerak sampai sekitar 8m (=pergerakan di
permukaan) ke arah barat.
Fenomena ini adalah fakta alam dari kekuatan gempa yang luarbiasa
dahsyat. Gempa tahun 2004 ini menyebabkan banyak koloni terumbu karang,
tennasuk di utara P. Simelue menjadi tersembul di pennukaan air dan mati, pulaupun menjadi bertambah luas karena wilayah perairan dangkal di sekitamya sekarang
sudah menjadi daratan.
90"
15
10
I
I
.6.
gs
1oo
Gambar 2.4. Data GPS, koral, dan citra satelit dari pergerakan bumi pada waktu gempa
Aceh-Andaman. Bulatan merah dan biru adalah data lokasi yang naik dan turun dari citra
satelit. Segitiga yang menunjuk ke atas dan ke bawah adalah data lokasi turun dan naik dari
pengukuran koral dan GPS. Tanda panah hitam adalah data pergerakan horisontal dari
pengukuran GPS. Garis oranye adalah sumbu yang memisahkan wilayah yang naik dan
yang turun pada waktu gempa ( sumber: [Ch/ieh eta/., in press])
-100km.
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
15
15
14
14
Horizontal
13
observed
12
Vertical
13
12
, 1m
1m
rnudellcd
11
11
0
10
20
30
10
10
9
8
26/1212005 Epicenter
9
8
0
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
lebih dari 50% populasi Pulau Simelue waktu itu. Dari pengamatan lapangan dan
wawancara dengan penduduk setempat
pada tahun 1907 di Simelue sekitar dua kali lebih besar dari tsunami Aceh pada
bulan Desember 2004. Bencana tsunami tahun 1907 inilah yang kami duga menjadi
asal-usul cerita SMONG di Simelue. Smong adalah bahasa Simelue untuk tsunami.
Setelah bencana tahun 1907, para orang tua mewasiatkan pesan pad a anakanaknya bahwa "apabila nanti ada kejadian bumi bergoncang dan airlaut di pantai
surut itu pertanda smong, maka cepatlah lari ke bukit, tinggalkan harta benda".
Pesan turun-temurun ini terbukti ampuh menyelamatkan penduduk Simelue ketika
kejadian gempa dan tsunami Aceh karena penduduk berhasil menyelamatkan diri lari
ke tempat yang lebih tinggi di belakang perkampungan mereka.
beberapa orang saja yang meninggal terkena tsunami.
Hanya ada
lO
tsunami Aceh tidak sebesar yang terjadi tahun 1907. Kalau saja sama besamya
mungkin ceritanya menjadi agak berbeda. lni menjadi bukti bahwa hanya karena
masyarakat berpengetahuan sedikit saja tentang bagaimana menyelamatkan diri dari
tsunami sudah sangat berguna, namun tentunya hal ini perlu ditambah dengan
persiapan yang lebih matang lagi agar lebih efektif.
Jadi sejak gempa raksasa tahun 1861 (M-8.5) di segmen Nias, sudah 145
tahun-an zona subduksi ini mengumpulkan energi regangan kembali akibat himpitan
tektonik; artinya sudah cukup matang. Proses pergerakan lempeng yang terjadi pada
suatu segmen sumber gempa pada waktu gempabumi akan melepaskan ketegangan
akibat tekanan tektonik yang terkumpul selama beratus tahun sehingga segmen
patahan itu menjadi rilek. Tapi sebaliknya, hentakan gempabumi dahsyat pada suatu
segmen patahan akan memberikan tekanan pada segmen patahan di sekitarnya
sehingga menjadi lebih tegang [Stein eta/., 1997].
patahan gempa di sekitar sumber gempabumi sudah cukup matang maka proses
pemicuan bisa terjadi seperti halnya gempa Nias-Simelue yang terjadi hanya 3 bulan
setelah gempa Aceh-Andaman [Nalbant, 2005).
Ketika gempa Nias-Simelue terjadi, tim peneliti gempa LIPI dan mitra
asingnya sudah memasang beberapa unit statsiun GPS di wilayah ini, tepat di atas
dan sekitar sumber gempa, sehingga pergerakan tektonik yang terjadi sebelum,
sewaktu dan setelah gempa terekam dengan baik oleh alat pemantau ini. Selain itu
di sekeliling P. Nias banyak dijumpai populasi koral mikroatol yang dapat digunakan
untuk mengukur pangangkatan dan penurunan. Kami melakukan pengukuran pada
banyak lokasi yang terangkat/turun. Gabungan hasil pengukuran GPS dan koral ini
memberikan data deformasi (perubahan) permukaan bumi dari gempa zona
subduksi yang paling lengkap dan detil di dunia. Data semacam ini sangat langka
dan penting untuk memahami proses gempabumi.
gempa dan pengangkatan tektonik ini pelabuhan Sirombu tidak dapat dipakai lagi
(Gambar 2.7b).
mengukur besar pengangkatan pada terumbu karang dengan alat bantu geodesi
(Gambar 2.8).
Gambar 2.6. Photo pantai Nias yang terangkat 3 meter. Terumbu karang yang banyak
tumbuh pada paparan pasang-surut ini kebanyakan mati karena terangkat ke atas air.
12
Gambar 2.7 A Tsunami dari gempa 26 Desember 2004 di Sirombu Nias yang rusak parah, B.
Setelah dihantam tsunami Pelabuhan Sirombu ini terangkat hampir 3m ketika gempa Maret
2005, C. Pantai di timurlaut P. Nias yang terangkat sekitar 1m, D. Survey dengan RTK GPS
untuk mengukur besar pengangkatan terumbu karang diP. Hinako, barat Nias.
Gambar 2.8. Koral mikroatol di pantai timur Simelue yang merekam pengangkatan dari 3
kejadian gempabumi pada tahun 2002 (Mw7.4}, 2004 (Mw 9.2), dan 2005 (Mw 8.7).
13
Gambar 2.9. Pantai di bagian selatan P. Simelue terangkat sampai 150cm pada waktu
gempa Maret 2005. Photo ini memperlihatkan pembentukan tebing pantai baru yang
bergeser ke arah laut setelah. Besamya pengangkatan dapat diukur dari ketinggian tebing
pantai lama ke yang baru.
Dibeberapa
tempat akibat dari penurunan muka bumi ini sangat dramatis. Banyak rumah-rumah
perkampungan yang sekarang ini tidak dapat dihuni karena sudah berada di bawah
air seperti yang terlihat di Pulau Bale {Gam bar 2.1 OA) dan Desa Haloban (Gam bar
2.108).
14
Gambar 2.10 A. Pulau Bale yang turun 1m. Air pasang terlihat menggenangi hampir ke
tengah pulau, B. Desa Haloban turun 50cm. Sebagian rumah-rumah sekarang berada di
bawah air sehingga tidak dapat dihuni lagi.
Seluruh data naiklturunnya muka bumi kemudian kami plot dan lalu dibuat
analisa kontur-nya, yaitu garis yang menghubungkan lokasi-lokasi yang sama nilai
pengangkatan/penurunannya (Gambar 2.11 ).
15
Kep.Batu
P.Pini
Gambar 2.11. Perubahan muka bumi yang terjadi karena gempa Nias, 28 Maret 2005. P.
Simelue dan bagian barat P. Banyak dan Nias naik sampai maximum 3m. Kota Sinabang
naik 1 - 1.5m. Kecamatan Bale turun 1m. Kota Singkil turun 0.5 - 1.5m. Perubahan muka
bumi ini mencerminkan besarnya pergerakan lempeng dan gempabumi yang terjadi
(dimodifikasi dari Briggs et at, 2006).
Dari pola dan besarnya pergerakan muka bumi seperti yang terjadi
(Gambar 2.11) kita bisa menghitung berapa besarnya pergeseran lempeng pada
bidang kontak zona subduksi berdasarkan model deformasi elastik (Gambar 2.12).
Terlihat bahwa pergeseran maximum terjadi persis di bawah P. Nias bagian utara,
yaitu mencapai 11 meter, sedangkan di bawah P. Simelue bag ian selatan
pergeseran terjadi mencapai 8 meter (Gambar 2.12). Pergeseran lempeng sampai
ke bawah P. Simuk (Kep. Batu) di selatan. Di sini pergeseran mencapai -3 meter
dan membuat P. Simuk terangkat -25cm. Model sumber gempabumi Nias-Simelue
ini menunjukkan bahwa kekuatan gempanya mencapai Mw 8. 7 [Briggs eta/., 2006].
16
m 12
10
0
Skala
model
pergerakan
GempaNias
Gambar 2.12. Model sumber gempabumi Nias-Simelue, 28 Maret 2005. Bayangan kuningmerah-gelap menggambarkan besar pergeseran bumi pada bidang kontak zona subduksi
yang menjadi sumber gempa. Di bawah Nias maximum pergeseran 12m dan di Simelu 8m.
Pergeseran ini mengecil ke barat dan timur dari sumber gempanya. Panah hitam adalah data
pergerakan permukaan dari GPS. Panah merahmuda adalah pergerakan dari model sumber
gempa. Titik-titik hijau adalah lokasi pengamatan koral mikroatol untuk data naik dan turun.
(dimodifikasi dari Briggs eta/., 2006).
turun perlahan-lahan dan ketika gempa Pulau naik seketika (Gambar 2.13). Nias
dan Simelue dalam kurun 200 tahun terakhir ini sudah mengalami 4 kali bencana
gempabumi dan tsunami, yaitu tahun 1861 (M-8.5), 1907 (M-7.4), 2004 (M9.2), dan
2005 (M8.7).
yang sama dengan gempa 2005 adalah gempabumi tahun 1861. Dengan kata lain,
segmen gempa Nias-Simelue ini terakhir melepaskan simpanan energi tektoniknya
-145 tahun lalu. Tentunya kita, terutama masyarakat lokal ingin mengetahui kapan
gempabumi dan tsunami akan terjadi lagi di wilayah ini. Seperti halnya dengan
17
gempabumi sebesar yang tanggal28 Maret 2004 lagi adalah sekitar 225-275 tahun.
Kenyataannya, gempabumi sebelumnya yang terjadi di segmen ini adalah tahun
1861.
tekanan tektonik kembali sejak gempa terakhir) baru 145 tahun. Dalam 145 tahun ini
lempeng Nias-Simelue baru tertekanlterhimpit= 145 tahun x 4cmltahun- 5.5 meter.
Bagaimana ini dapat terjadi?
Adanya ketidakcocokan perhitungan waktu akumulasi tekanan tektonik dan
besamya tekanan (=pergeseran lempeng) adalah hal yang umum diamati di banyak
sumber gempa lain di dunia. Ada beberapa hal yang membuat prediksi gempabumi
jadi tidak sederhana. Pertama, perhitungan simpel di atas mengasumsikan bahwa
proses siklus gempabumi adalah proses deformasi elastik mumi, artinya sama
halnya dengan sistem per pegas semua energi regangan yang terkumpul setelah kita
menghimpit per tersebut akan dilepaskan seluruhnya dalam hentakan balik ketika
per tersebut kita lepaskan. Meskipun secara umum atau untuk jangka sangat
panjang {meliputi sekian banyak siklus gempa) sistem dari sumber gempabumi sama
seperti sistem per pegas ini, namun detil dari proses untuk 1-2 siklus gempa saja
umumnya tidak mumi seperti proses deformasi elastik. Dalam kasus gempa NiasSimelue, boleh jadi bahwa gempabumi tahun 1861 tidak melepaskan seluruh energi
tektonik yang terakumulasi sebelumnya. Jadi, mungkin pada bidang kontak zona
subduksi yang pada gempa tahun 2005 bergerak sebanyak 11 meter ini sudah ada
simpanan (energi pegas) sebanyak -S.Sm yang tidak dilepaskan pada waktu gempa
tahun 1861, sehingga hanya diper1ukan waktu 145 tahun untuk menghasilkan
pergeseran sebanyak 11m.
18
Sebelum gempa
Gambar 2. 13. A. Sebelum gempa Maret 2005, kebun pohon kelapa ini mati tenggelam di
dasar laut karena pulau ini turun perlahan-lahan sejak gempa besar terakhir tahun 1861 , B.
Ketika gempa terjadi pantai ini naik lebih dari 2m sehingga kebun pahon kelapa sekarang
menjadi ditengah daratan.
19
20
Ada beberapa teknik dan metodologi yang akan dilakukan untuk analisis
data primer gempabumi, sbb:
1. Metoda pengukuran pengangkatan dan penurunan bumi akibat proses gempa
dengan
memakai
koral
mikroatol
(sejenis
terumbu
karang)
yang
sebelumnya untuk
turun, maka koral akan tenggelam (Gambar 4.1.A-C). Besarnya penenggelaman ini
juga dapat diukur dari tinggi permukaan mikroatol ke tinggi air laut (surut) setelah
gempabumi.
21
Sebelum gempa
Setelah gempa
Porites
A
naik
---r::;1---.------lpra-gempa
~~~ l~ "::nj _~mP'
emJ:>C!
---r-:=1--------l hidup )
turun
Gambar 4.1. A Mempergunakan koral porites mikroatol untuk mengukur naik dan turunnya
daratanlpantai. Prinsipnya: koral mati kalau berada di atas muka laut A Koral tidak
terangkat seluruhnya sehingga hanya bagian atasnya saja yang mati. Besar naiknya pantai
diukur dari bagian atas mikroatol sampai bagian koral yang masih hidup. B. Koral terangkat
seluruhnya sehingga mati total. Besamya pengangkatan diukur dari bagian atas koral mati
sampai muka air-laut (surut}. C. Pantai turun sehingga koral mikroatol tenggelam. Besamya
pantai turun diukur dari permukaan koral ke muka laut (dimodifikasi dari Briggs et all [2006].
Gambar 4.1.8. Photo koral yang terangkat Besamya pengangkatan dapat diukur dari
permukaan koral (=muka laut sebelum gempa) ke batas koral yang masih hidup (=muka laut
setelah gempa).
22
Selain dari koral mikroatol dan citra satelit, pergerakan mukabumi ini juga
terekam di statsiun-statsiun GPS (kontinyu) (Gambar 4.2).
merekam pergerakan bumi dari titil lokasi antenna GPS dengan sangat akurat
(ketelitian sub-mm pertahun). Prinsipnya, sejumlah satelit GPS yang mengitari bumi
memancarkan gelombang yang dapat ditangkap oleh antenna GPS, sehingga alat
penerima data GPS ("receiver") mencatat jarak antara antenna dengan satelit-satelit
yang tertangkap sinyalnya. Posisi dari satelit-satelit tersebut setiap saat dapat
diketahui dengan sangat akurat, sehingga posisi dari lokasi GPS setiap saat dapat
diketahui. Dengan cara ini maka besarnya laju dan arah dari pemampatan kerak
(tekanan tektonik) pada saat sebelum gempabumi dapat dihitung. Demikian juga
apabila terjadi gempa maka besarnya pergerakan dari lokasi GPS dapat diketahui.
Photo: J. Galetzka
Gambar 4.2. Photo statsiun GPS LIPI-Caltech yang terdiri dari kubah berisi antena yang
didirikan di atas empat kaki besi yang sangat kokoh dan tiang dengan kotak putih yang berisi
alat penerima data yang tersambung kepada set matahari sebagai sumber tenaganya. A.
GPS di Aceh Jaya. B, GPS di Bandara Lasikin, Sinabang, C. GPS di Lewak, Simelue, D.
GPS di Lahewa, Nias.
23
Pergerakan
Gempa Nias
2005 (8.5 SR)
P.SIMELUE
P.NIAS
4
Gambar 5.1 . Memperlihatkan lokasi patahan dan pola pergerakan (slip) yang terjadi pada
waktu gempa tahun 2005 (Mw8. 7). Statsiun cGPS di Sinabang (BSIM) dan Lahewa (LHWA)
memperlihatkan besar dan arah pergerakan horisontal yang terjadi. Gempa 6 April 2010
(Mw7.8) terjadi pada "seismic gap" atau "slip gap" dari gempa tahun 2005.
24
tersebut adalah berasal dari pergerakan patahan naik - landai (Gbr.4.3) pada
kedalaman sekitar 20 km. Hal ini mengindikasikan bahwa gempa tersebut memang
merupakan gempa megathrust, sama dengan gempa tahun 2005.
Goran Ekstro
Meredith Nettles
CENTROID-MOMENT-TENSOR SOLUTION
GCHT EVENT:
C20100406221SA
DATA: II IU CU IC G GE
L.P.BODY WAVES:l10S, 28SC, T SO
~~TLE WAVES:
106S, 277C, T lSO
SURFACE WAVES: 95S, 191C, T 50
TIMESTAMP:
Q-20100406211911
CENTROID LOCATION:
ORIGIN T!ME:
22:15:19.3 0.1
LAT: 2.05N O.Ol;LO.: 96.11E 0.01
DEP: 19.7 0.4;TRIANG HOUR: 18.6
MOMENT TE SOR: SCALE 10* 27 D-CM
RR 1.740 0.010; TT -1.030 0.006
PP -0.710 0.006; RT 4.010 0.104
RP -3.450 0.094; TP 0.780 0.004
PRINCIPAL AXES:
l.(T) VAL 5.595;PLG 54;AZM 41
2. (N)
-0.075;
0;
31
J.(P)
-5.520;
36;
220
BEST DBLE.COUPLE:MO 5.56*10* 27
NPl: STRIKE 308;DIP 9;SLIP
87
NP2: STRIKE 13l;DIP 8l;SLIP
90
Gambar 5.2. Solusi "focal mechanism" dari gempa 6 April 201 0 memperlihatkan bahwa
gempa ini disebabkan oleh suatu patahan naik bersudut landai (thrust) pada kedalaman
-20km. Bidang patahan berarah Baratlaut-Tenggara dengan kemiringan -10 derajat ke arah
timurlaut.
25
Analisis "finite-fault model" dari data "waveform" gempa yang juga dilakukan
oleh
berkekuatan Mw7 .8 tersebut adalah sampai 2 meter dengan pola penyebaran slip
seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 5.3.
96'E
97'E
98'E
Gambar 5.3. Peta patahan gempa dan besar pergerakan dari gempa 6 April 2010 (Mw 7.8).
Tanda bintang adalah lokasi dari episenter gempa (sumber USGS).
Apabila pola slip pergerakan gempa April 2010 ini kita plot pada pola slip
gempa Nias 2005, maka jelas terlihat bahwa slip 2010 mengisi 'kekosongan' dari
pola penyebaran slip gempa 2005 (Gambar 5.4).
dikatakan masih merupakan 'gempa susulan' (aftershock) yang besar dan terjadi
sangat telat.
gempa utama-nya dalam proses menuju kesetimbangan baru atau disebut juga
sebagai "healing process".
'15 ~
10m
1 m 5 m.
2"N
1"N
96"E
gsE
Gambar 5.4. Slip gempa April 2010 (Mw7.8) tepat berada pada "slip gap" dari gempa 2005
(Mw8.7).
terumbu karang jenis koral mikroatoll dengan dibandingkan dengan tinggi muka
airlaut. Pengukuran ini juga dibantu dengan mewawancarai penduduk yang tinggal
di dekat garis pantai.
27
menunjukan
bahwa
pulau
ini
ketika
gempa
April
2010
tidak
Pengukuran
dilakukan diP. Babi dan P. Lasia yang mendapatkan hasil pengangkatan sebesar 20
sampai dengan 40 sentimeter (Gam bar 5.5).
SUMATRA
P. SIMELUE
Sinabang
+20cm
-Ocm
30
15 '
I
.60 Kilometers
r
P. NIAS
Gambar 5.5. Hasil pengukuran pengangkatan dan penurunan dari melihat posisi koral
mikroatol terhadap airmuka laut dari penelitian lapangan yang dilakukan pada bulan Juni
2010.
28
Ada dua model sumber gempa terbaik yang mendekati data GPS yaitu
Model A (Gambar 5.6 A) dan model 8 {Gambar 5.6 8). Hasil pemodelan deformasi
tektonik dari keduanya ter1ihat pada Gbr. 5.7 A dan Gbr 5.7 8.
97
40
Slip (m)
'"\
~
3.0
2.5
2.0
30
Gambar 5.6 A Model A lsumber gempa dari hasil pemodelan elastik berdasarkan data GPS
29
96
9r
98
40
Slip (m)
~
''
~
30
...
''
3.0
2.5
2.0
Gambar 5.6 B. Model B:sumber gempa dari hasil pemodelan elastik berdasarkan data GPS
30
96"30'
96"45'
97"00'
97"15'
97"30'
97"45'
2"45' 4--------+--------~------~------_.--------~
2"30'
Uplift (em
50
40
30
20
10
2"1 5'
2"00'
-10
-20
-30
-40
-50
Gambar 5.7 A Model pola deformasi tektonik gempa April2010 (Mw7.8) berdasarkan Model
A. Daerah yang diwarnai merah adalah wilayah yang mengalami pengangkatan tektonik,
sedangkan daerah yang diwarnai biru adalah wilayah yang mengalami penurunan. Kontur
interval adalah 10 em.
96"30'
96"45'
97"00'
97"15'
97"30'
97"45'
2"45' ~-------4--------~------~------~~--~--~
2"30'
2"1 5'
2"00'
Gambar 5.7 B. Model pola deformasi tektonik gempa April2010 (Mw7.8) berdasarkan Model
B.
31
Untuk saat ini sukar untuk menentukan yang mana dari kedua model A & B
di atas yang paling baik. Selanjutnya setelah semua data GPS diolah dan dianalisa,
demikian juga data pengangkatan dan penurunan dari pengukuran di lapangannya
sudah dikoreksi dengan baik akan dilakukan pemodelan inversi yang lebih baik.
te~adi
pantai barat Sumatra. Beberapa tulisan tentang patahan bawah laut di sekitar
kawasan Aceh antara lain Pubellier et al, 2005; Sibuet et al, 2007; Berglar et al.,
2009 dan Chauhan et al., 2009.
32
go
91 '
92"
93
94 '
95'
96"
97
98'
99
1()()"
90
91 '
92 "
93
94
95
96
97"
98'
99
100'
Gambar 5.8. Catatan kegempaan mulai 1976 sampai dengan 26 Desember 2004, kedalaman
0-70 km (kiri). Setelah gempa besar Aceh 2004 dan 5 hari setelahnya (kanan), kejadian
gempa terkumpul pada lokasi tertentu. Bulatan besar gempa Aceh 2004 dan gempa Nias
(2005). Bulatan hitam: ekstensi; bulatan putih: kompresi (Sibuet et al, 2007 dan Sibuet et al. ,
2010).
33
(.
I
1"
t,
,
/
Gambar 5.9. Peta struktur regional (darat dan lepas pantai) kawasan Sumatra bagian utara
(Pubellier et al. , 2005).
34
Gambar 5.10. Unsur struktur lepas pantai berdasarkan anal isis batimetri dan geofisika (Sibuet
et al. , 2007).
Analisis peta batimetri dari Permana drr, (201 0), melengkapi hasil analisis
struktur dari Sibuet et al., (2007) seperti dipertihatkan pada Gambar 5.11 . Selain
patahan anjak dikenali patahan-patahan berarah utara-selatan yang diperkirakan
sebagai patahan geser (Graindorge et al.,2008) dan Berglar et al. , 2009). Patahan
geser tersebut merupakan respon terhadap meningkatnya derajat kemiringan zona
penunjaman dari kawasan Simeulue ke arah utara Sumatra. Sistim patahan tersebut
berkembang pada Busur Muka Aceh yang disusun oleh Tinggian Busur Muka Aceh
dan Cekungan Aceh.
35
.,
..;;..___ _ _--=..
Gambar 5. 11 . Pola struktur lepas pantai berdasarkan penafsiran peta batimetri. Selain
patahan anjak, dikenali patahan-patahan berarah utara-selatan yang diperkirakan sebagai
patahan geser.
Kompilasi seluruh hasil analisis struktur utama kawasan utara Sumatra dan
kawasan lepas pantai barat kawasan utara Sumatra disajikan pada Gambar 5.12.
Subduksi miring Lempeng Hindia sepanjang Palung Sunda direspon oleh patahanpatahan anjak dalam sistim akresi pada busur muka antara lain zona patahan anjak
bawah (6) atau zona deformasi, patahan anjak tengah dan patahan anjak atas (4 dan
5). Ke arah timur, cekungan busur muka (Cekungan Aceh) dibatasi oleh patahan
backthrust Aceh (5). Di sisi selatan, patahan tersebut bersambung dengan patahan
36
geser Bate'e (2). Selain patahan anjak, meningkatnya derajat kemiringan lempeng
tersubduksi membentuk sistim patahan - patahan geser menganan membentuk pola
96
97
-
sa
7
1500
B
a
I
-3000 h
X,
e
I
r
-4500
3
-6000
2J
1--92
2"
93"
94
95
96
97
sa
Gambar 5.12. Pola struktur lepas pantai barat Sumatra bagian utara. 1). Sistim patahan geser
Patahan Sumatra; 2). Patahan geser Bate'e; 3). Patahan anjak Aceh-Simeulue; 4). Patahan
Anjak Atas; 5). Patahan Anjak Tengah; 6). Patahan anjak Bawah atau zona deformasi frontal;
7). Sistim patahan geser Aceh-Andaman dan Aceh-Nicobar. Disisi barat, zona subduksi
sepanjang Palung Sunda.
37
1. Dari hasil pembahasan studi literatur di atas terlihat bahwa wilayah Sumatra
Utara dan Aceh ini, khususnya di perairan sekitar P. Simelue, Nias, dan Kep.
Banyak masih berpotensi untuk menghasilkan gempa besar.
2.
Peta dan pola slip gempa memperlihatkan bahwa gempa 6 April 2010 adalah
merupakan pelepasan energi gempa yang masih tersisa setelah gempa 2005,
yaitu pada zona "slip gap".
3. Menurut catatan sejarah besamya tsunami tahun 1861 lebih besar dari tahun
2005.
Kami menduga bahwa waktu itu gempabumi merobek bag ian bidang
kontak zona subduksi diantara pulau dan palung laut dalam, sehingga pergesean
lempeng yang terjadi mengangkat bagian laut dalam dan mendorong banyak
volume air ke atas. Pada waktu gempa tahun 2005, bagian luar (=antara pulau
dan palung) umumnya tidak banyak bergeser. Fakta ini sangat penting untuk
memperhitungkan potensi gempabumi dan tsunami di masa depan. Kami curiga
bahwa lokasi sumber gempa tahun 1907 adalah di bagian zona subduksi di dekat
palung !aut ini, sehingga walaupun kekuatan (magnitude) gempanya tidak begitu
besar (M-7 .6) tapi tsunaminya besar. Kalau ini benar, maka boleh jadi masih
ada energi tektonik di bagian barat luar ini yang berpotensi untuk menjadi sumber
gempa-tsunami di masa datang. Hal ini masih menjadi obyek untuk penelitian
dan analisa lebih lanjut.
4. Berdasarkan analisis peta struktur lepas pantai, dapat dijelaskan sekitar
perambatan energi gempa pada Desember 2004 lalu. Gempa Aceh 2004
kemungkinan besar dirambatkan ke utara melalui patahan geser Aceh - West
Andaman dan patahan geser Aceh - Nicobar. Oleh karena itu diperkirakan
patahan-patahan tersebut bergerak aktif bersama dengan patahan Backthrust
Aceh pada saat terjadinya gempa Aceh pada Desember 2004.
5. Kep.Banyak dilewati oleh suatu struktur patahan besar yaitu zona Patahan
Batee. Hal ini kelihatannya berkaitan dengan 'slip gap' dari gempa tahun 2005.
38
DAFTAR PUSTAKA
Agus Men Riyanto. Fitri Listiyani, Didik Pratawijaya, 2008, Pengembangan Sistem
Otomasi Perpustakaan Puslit Geoteknologi-LIPI. Proseding Pusat Penelitian
Geotekno/ogi.
Agus Men Riyanto, Dedi Mulyadi, Wilda Naily, Didik Pratawijaya, 2009, Peningkatan
Kualitas Konten dan Pemanfaatan Sistem lnformasi Geoteknologi. Proseding
Pusat Penelitian Geoteknologi.
Berglar, K., Gaedicke, C., Dieter Franke, D., Ladage, S., Frauke Klingelhoefer, F.,
Djajadihardja, Y.S. 2009. Structural evolution and strike-slip tectonics off
north-western Sumatra. Tectonophysics PI/: S0040-1951(09)00562-9; doi:
10.1 016/j.tecto.2009.1 0.003. Accepted date: 6 October 2009
R.W. Briggs, K. Sieh, A.J. Meltzner, D. Natawidjaja, et al., 2006. Deformation and
slip along the Sunda megathrust in the great 2005 Nias-Simeulue earthquake,
Science, vol. 311, no. 5769, pp. 1897-1901.
C. Subarya, M. Chlieh, L. Prawirodirdjo, J.P. Avouac, Y. Bock, K. Sieh, A. Meltzner,
Sumatra
subduction
zone.
Geophys.
J.
Int.
(2009)
doi:
10.1111~.1365-246X.2009.04378.x
Chlieh, M., J.P. Avouac, K.Sieh, D.H. Natawidjaja, and J.Galetzka (2008):
Heterogeneous coupling of the Sumatran megathrust constrained by geodetic
and paleogeodetic measurements, Journal of Geophysical Research.
Dessa, J-X., F. Klingelhoefer, D. Graindorge, C. Andre, H. Pennana, M.A. Gutscher,
A. Chauhan, S. C. Singh, and the SUMATRAOBS scientific team. 2008.
Megathrust Earthquakes Can Nudeate in the Fore-arc Mantle: Evidence
From the 2004 Sumatra Event. Sciences.
Dean, S. McNeill, L. Henstock, T, Djajadiharja, Y.S. and Pennana, H. 2009.
Contrasting decollement development and prism deformation across the
Sumatra 2004/2005earthquake rupture boundary. (submit).
39
Crustal
Geoteknologi.
Konca, A.O., J-P Avouac, A. Sladen, A.J. Meltzner, K. Sieh, P. Fang, Z. Li, J.
Galetzka, J. Genrich, Mohamed Chlieh, Danny H. Natawidjaja, Yehuda
Bock, Eric J. Fielding, Chen Ji & Don V. Heimberger (2008), Partial rupture of
a locked patch of the Sumatra megathrust during the 2007 earthquake
sequence. Nature, Vo/.456 pp 631-635
Meltzner, A.J., K. Sieh, M. Abrams, D.C. Agnew, K.W. Hudnut, J.-P. Avouac, and
D.H. Natawidjaja, 2006, Uplift and subsidence associated with the great
Aceh-Andaman earthquake of 2004, Journal of Geophysical Research, v.3,
Munasri, Haryadi Permana, Agus Men Riyanto, Yunarto, Dudi Prayudi, 2003,
Sistem lnformasi Kebumian Sebagai Sarana Penunjang Dalam Penyediaan
lnformasi Geologi Daerah Karangsambung. Laporan Penelitian.
Nalbant, S.S., S. Steacy, K. Sieh, and D. Natawidjaja, 2006, Earthquake risk on the
Sunda trench. Nature, v. 435:757-758
Natawidjaja, D., and K. Sieh, 2000.
and Hazard Models: How to mitigate effectively and plan EWS" . Invited
speaker and full paper in Proceeding of the lnternasional Conference for
Earthquake and Tsunami Risk Management for Resilient Community, CCOP
and Badan Geologi Jakarta 2&3 April 2007.
Natawidjaja, D.H., K. Sieh, S. Ward, H. Cheng, R.L. Edwards, J. Galetzka, and B.W.
D.H.
Tsunami,
dan
98441-9-4
41
Natawidjaja, D.H., Kerry Sieh, Aron Meltzner (2008). The 2007 megathrust
Ha~ono
source parameters: how to mitigate effectively and plan EWS. Invited speaker
and Paper in Proceeding for International Seminar on Earthquake and
Tsunami Risk and Hazard Management for Resilient Communities, CCOP
and Geological Agency, 2-3 April 2007, Jakarta.
Natawidjaja, D.H. (2006) "Aceh-Andaman Megathrust Earthquake 2004". Invited
on
Geological Engineering,
AUN SEED -
margin and its seismic threats to Indonesia and the Southeast Asia.
Presented as a poster presentation in the IAGA-IASPEI meeting in Hanoi,
August2001
Natawidjaja, D.H. and Triyoso, W. (2007): The Sumatran fault zone: from source to
42
Natawidjaja, D., Sieh, K., Galetzka, J., Suwargadi, B., Cheng, H., and Edwards, R.
(2007), lnterseismic deformation above the Sunda megathrust recorded in
coral microatolls of the Mentawai Islands, West Sumatra: Journal of
Geophysical Research, v.112, 802404, doi:10.1029.
Natawidjaja, D., Sieh, K., Chlieh, M., Galetzka, J., Suwargadi, B., Cheng, H.,
Edwards, R.L., Avouac, J.-P., and Ward, S., (2006), Source Parameters of
the great Sumatran megathrust earthquakes of 1797 and 1833 inferred from
coral microatolls.: Journal of Geophysical Research, v. 111. 806403, doi:
10.1029
Permana, H., Handayani, L., dan Gaffar, E.Z. 2010. Studi Awal Pola Struktur Bususr
Muka Aceh, Sumatra Bagian Utara (INDONESIA): Penafsiran dan Analisis
Peta Batimetri. Akan terbit dalam Jumal Geologi Kelautan, Desember 201 0.
Permana, H, Hananto. N.D., Ma'ruf, M., E. Kusmanto, E., Santoso, P.O. dan Avianto,
P. 2008 .. F. Klingelhoefer (1), J.-X. Dessa, H. Permana, D. Graindorge, S.
Dean, N. White, H. Carton, S. Singh, and A. Chauhan. 2006. For the SAGEROBS TEAM. First results from the SAGER-OBS deep seismic cruise
(July/August 2006) offshore Sumatra.
Pubellier, M., Rangin, C and Le Pichon, X. 2005. Deep Offshore Tectonics of South
East Asia (Dotsea). A synthesis of deep marine data in Sotheast Asia.
Memoires de Ia Societe Geologique de France, 2005, n.s., no. 176
R.W. Briggs, K. Sieh, A.J. Meltzner, D. Natawidjaja, et al., 2006. Deformation and
slip along the Sunda megathrust in the great 2005 Nias-Simeulue earthquake,
Science, vol. 311, no. 5769, pp. 1897-1901.
Rivera, L, K. Sieh, D. Heimberger, and D. Natawidjaja, 2002. A comparative study
of the Sumatran subduction zone earthquake of 1935 and 1984. Bulletin of
the Seismological Society of America, 92, 1721-1736, 2002.
Robert Delinom, Yunarto, Agus Men Riyanto, Darius Kabanga, Tito SL. Soempono,
2005, Pengembangan Sistem lnformasi Sumberdaya Kebumian Dan Akuatik
(EARlS). Laporan Penelitian.
S.P.S. Gulick, J.A. Austin, Jr., N.L.B. Bangs, K.M. Martin, L.M. McNeill, T.J.
Henstock, J.M. Bull, S. Dean, Y. Djadjadihardja, H. Pennana. 2009. Thick
Consolidated Sediments Allow Rupture to Reach the Trench During
December 2004 Sumatra-Andaman Great Earthquake. AGU Abstract
Sean P. S. Gulick, James A. Austin, Jr., Nathan L. B. Bangs, Lisa M. McNeill, Kylara
M. Martin, Timothy J. Henstock, John M. Bull, Simon Dean, Yusuf S.
43
Djajadihardja,
Haryadi
Pennana.
2010
(submit).
Thick Consolidated
Sediments Allow Rupture to Reach the Trench During 2004 SumatraAndaman Earthquake and Tsunami.
Sengara,
I.W.,
Hendarto,
P.Sumiarta,
D.H.
Natawidjaja,
Wahyu
Triyoso
disampaikan
sebagi
dalam
Makalah yang
Sumatran
Sieh, K. and D.H. Natawidjaja, 2001. The Seismic Threat Posed by Faults in
Sumatra to Singapore and Its Neighbors. Proceeding of The Eight East AsiaPacific Conference on Structural Engineering and Construction, Singapore, 5
-7 Dec.
44
Sieh, K., Natawidjaja, D.H. et al (2004}. "The giant subduction earthquakes of 1797
and 1833, West Sumatra: Characteristic couplets, uncharacteristic slip", AGU
Fall Meeting, San Fransisco, USA, December, 2004
Singh, S. C., N. Hananto, A. P. S. Chauhan, H. Pennana, M. Denolle, A.
Hendriyana, D. Natawidjaja, Unearthing of active back-thrusts and landslides
at the NE Margin of Mentawai Islands, SW Sumatra, Nature Geoscience
(accepted), 2008
Sieh, K. and Natawidjaja, D.H. 2000. Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia.
J. Geophys. Res. 105:28295-326
Stebbin, C., Natawidjaja, D.H., et al (2004) " Mitigating the effects of large
subduction-zone earthquakes in western Sumatra, AGU Fall Meeting, San
Fransisco, USA, December, 2004
Tonny P. Sastramihardja, Yunarto, Tito SL. Soempono, Agus Dharma, Agus Men
Riyanto, Yatti Setiati, Adde Tatang, Apong Suhanah, 2002, Pengembangan
Sistem Pengolahan Data Puslilt Geoteknologi LIPI. Laporan Penelitian.
Tito SL. Soempono, Robert Delinom, Suwijanto, Eko Soebowo, Yunarto, Djedi S.
Widarto,
Ida
Narulita,
Agus
Men
Riyanto,
Adde
Tatang,
2003,
45