Vous êtes sur la page 1sur 55

LAPORAN AKHIR

PROGRAM INSENTIF PENELITI DAN PEREKAVASA LIPI


TAHUN 2010

JUDUL KEGIATAN/PENELITIAN

PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TELEMETRI


GPS KONTINYU UNTUK PENELITIAN GEMPABUMI
Dl WILAYAH SUMATERA

PENELITI PENGUSUL :

Dr.lr. Danny Hilman Natawidjaja

JENIS INSENTIF :
]
[~---------------R_IS_E_T_T_E_RA_P_A_N______________~

BIDANG FOKUS :
TEKNOLOGIINFORMASI DAN KOMUNIKASI

PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI


LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

LEMBARPENGESAHAN
SATUAN KERJA PENANDA TANGAN KONTRAK

1. Judul Kegiatan

Pengembangan Sistem Jaringan Telemetri GPS


Kontinyu untuk Penelitian Gempabumi di Wilayah
Sumatera

2. Bidang Fokus

Teknologi lnformasi dan Komunikasi

3. Peneliti Pengusul
Nama Lengkap
Jenis Kelamin

Dr.lr. Danny Hilman Natawidjaja


Laki-laki

4. Surat Perjanjian
Nom or
Tanggal

09/SU/SP/Insf-Ristek/IV/1 0
06 April 2010

5. Biaya Total 2010

Rp. 130.000.000,-

Disetujui:
Pusat Pe litian Geoteknologi
ala,

~I
~\

Peneliti Pengusul,

~~-~ .

~ Dr.lr. lskanda

Zulkarnain
NIP. 19590414 985031003

---

---~

-1

Dr.lr. Danny Hilman Natawidjaja


NIP.196112111987031005

ii

PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TELEMETRI GPS


KONTINYU UNTUK PENELITIAN GEMPABUMI
Dl WILAYAH SUMATERA

RINGKASAN
Pengembangan sistem statsiun GPS kontinyu SuGAr (Sumatran GPS
Array) digunakan untuk mengukur defonnasi kerak bumi secara kontinyu dari proses
gempabumi yang

te~adi

di bag ian barat Sumatra, yaitu pada zona "megathrusf'.

Hasil pengukuran berupa "raw data" dikirimkan melalui jaringan satelit ke Hub Station
di Puslit Geoteknologi-LIPI. Kemudian raw data GPS ini diolah dan dianalisis
sehingga menghasilkan keluaran berupa "time series dari pergerakan bumi dari
setiap lokasi statsiun GPS. Dari masing-masing time series ini kemudian dapat
diolah lebih lanjut untuk menghasilkan besar /kecepatan dan arah pergerakan dari
masing-masing titik lokasi tersebut.

Dari data time series dan vektor pergerakan

tektonik dari waktu ke waktu, khususnya yang berhubungan dengan proses


gempabumi antar gempa ("interseismic") ketika kejadian ("coseismic") dan setelah
kejadian

("post-seismic/transient

deformation"),

dapat

dimodelkan

untuk

memperkirakan bagaimana karakteristik dan tingkah laku dari suatu patahan gempa.
lnformasi ini dapat dipakai untuk keper1uan prediksi dan mitigasi potensi gempa
besar di masa datang. Selain metoda GPS ini, juga dilakukan penelitian geologi
lapangan dan juga survey geologi-geofisika taut dengan kapal riset untuk
memetakan bathimetri detil dan melakukan survey seismik refleksi. Survey laut ini
ditujukan untuk mengetahui struktur detil bawah permukaan dari patahan gempa di
perairan barat Sumatra dan juga adanya potensi longsoran besar di bawah laut yang
berpotensi untuk menghasilkan tsunami.
Pada tahun pertama (2009) telah dibangun laboratorium baru untuk
penerimaan dan pengolahan data GPS di Geoteknologi LIPI.

Selain itu juga

melakukan kegiatan pemeliharaan dan servis dari semua statsiun GPS sehingga
pada akhir tahun 2009 semua statsiun GPS dalam kondisi beroperasi dengan baik .
Pada tahun 2010 ini akan dilakukan "upgrade" dari receiver GPS lama yang
memakai Micro-Z diganti dengan receiver Trimble Net-RS yang lebih besar kapasitas
dan kemampuannya.

Selain itu akan dilakukan pengolahan raw data GPS sejak


iii

tahun 2002 sampai 201 0 secara komprehensif sehingga dapat dianalisis dan dikaji
dan untuk mempelajari kelakuan dan karakteristik tektonik dan gempabumi di
Sumatra barat agar bisa digunakan dalam prediksi potensi gempabumi. Disamping
data GPS, juga akan dilakukan analisis dan kompilasi data geofisika laut dari
penelitian sebelumnya sehingga hasilnya nanti dapat dikombinasikan dengan data
hasil pengukuran GPS juga dari studi koral paleogeodesi untuk melakukan analisispemodelan yang lebih terpadu dari semua metoda yang dilakukan ini.
Pada tahun 2010 ini, penelitian lapangan difokuskan ke wilayah Aceh dan
Sumatra Utara, khususnya di wilayah Kep. Banyak, Simelue dan Nias, sehubungan
dengan

te~adinya

dua kali gempa besar pad a bulan April 2010 di wilayah tersebut

yang mana cukup banyak membuat kerusakan dan kepanikan di kalangan


penduduk. Pekerjaan lapangan ini bertujuan untuk meneliti dan mendokumentasi
gejala alam yang berhubungan dengan gempa besar tersebut, khususnya fenomena
adanya pengangkatan dan penurunan mukabumi.
Sejalan dengan penelitian sumber gempa di wilayah NAD, maka pada
tahun ini pengolahan data hasil survey geologi-gefisika laut juga difokuskan ke
wilayah yang sama supaya hasilnya bisa diintegrasikan secara terpadu.

iv

PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadlirat Allah SWT bahwa atas perkenannya
dapat melaksanakan kegiatan penelitian dengan judul : Pengembangan Sistem
Jaringan Telemetri untuk Penelitian Gempabumi di Wilayah Sumatera. Penelitian ini
merupakan kegiatan Program lnsentif Bagi Peneliti dan Perekayasa Lembaga llmu
Pengetahuan Indonesia bekerjasama dengan Kementrian Negara Riset dan
Teknologi.
Kegiatan ini kami usulkan berdasarkan kenyataan bahwa kebutuhan akan
informasi yang cepat dan akurat sangat diperlukan dalam menunjang kinerja
penelitian di bidang kebumian yang terkait dengan gempabumi dan tsunami yang
telah dan mungkin akan terjadi di wilayah Indonesia. Keadaan geografis dan jarak
menjadi kendala utama untuk mendapatkan informasi yang cepat dan akurat, oleh
karena itu, sangat penting untuk mengembangkan sistem jaringan telemetri yang
mampu mencatat, menyimpan dan menampilkan data dan informasi riil dari lapangan
secara kontinyu.
Kami mengucapkan terimakasih kepada jajaran pimpinan Lembaga llmu
Pengetahuan Indonesia dan Kementrian Negara Riset dan Teknologi yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini.
Mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat sedikit memberikan kontribusi
terhadap kegiatan penelitian dan pengkajian dibidang ilmu pengetahuan kebumian,
khususnya yang berkaitan dengan gempabumi dan tsunami.
Dengan

menggunakan

sistem

ini

diharapkan

para

pihak

yang

berkepentingan juga dapat dengan cepat dan akurat memberikan informasi keadaan
yang sebenamya kepada masyarakat.

Bandung, 22 November 2010


Tim Peneliti,
1. Dr.lr. Danny Hilman Natawidjaja (Koordinator)
2. Dr.lr. Haryadi Permana (Peneliti)
3. lr. lka Atman Satya (Perekayasa)
4. Agus Men Riyanto (Teknisi)

DAFTAR lSI

LEMBAR IDENTITAS ........................................................................................


LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................

ii

RINGKASAN ...................... ................................................................... .... .. .......

iii

PRAKATA .................................................................................................... ......

iv

DAFTARISI.................................................................................................. .....

vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................

vii

BAB 1. PENDAHULUAN ...... ........ ................ ........ ........ ................ ......... ....... .. ...

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN MASALAH .....................

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT ................................ ................ ................ ... ..

20

BAB 4. METODOLOGI ......................................................................................

21

BAB 5. HASIL DAN ANALISIS PENDAHULUAN ........ ................ ........ ...... .. .... .

24

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

38

DAFTAR PUSTAKA ... .. ........ ........ .. ...... .... ... ......... ........ ...... .. .. ...... .......... ...... .....

39

vi

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.

Jejaring cGPS (Global Positioning System) SuGAr di


wilayah Nias, kep.Banyak, dan Simelue. ............................ ....

Gam bar 2.1.

Pantai di baratlaut P. Simelue yang terangkat oleh gaya


tektonik sekitar 150cm ... .... ........................... ... ........................

Gambar 2.2.

Peta perubahan muka bumi di Simelue dari hasil


pengukuran koral mikroatol (Tim LIPI - Caltech, 2005).
Garis biru (penuh dan putus-putus) adalah kontur yang
menghubungkan daerah yang terangkat sama besar.
Satuan dalam em. Garis hitam tebal adalah batas selatan
dari daerah yang terangkat. Di selatan garis itu, bagian
selatan pulau turun ....... ...................... .....................................

Gambar 2.3.

Pulau yang naik dan turun terlihat pada citra satelit. (a)
Sebelum gempa gugusan terumbu karang disekeliling
pulau ter1ihat samar-samar. (b) Setelah gempa terumbu
karang menjadi putih berkilau karena terangkat ke atas
air. (c) sebelum gempa gugusan terumbu karang ter1ihat
lebih terang karena dekat air. (d) Setelah gempa terumbu
karang

menjadi

lebih

gelap

karena

tenggelam

(dimodifikasi dari [Meltzner eta/.. 2005]) ........................ ..... ....


Gambar 2.4.

Data GPS, koral, dan citra satelit dari pergerakan bumi


pada waktu gempa Aceh-Andaman . Bulatan merah dan
biru adalah data lokasi yang naik dan turun dari citra
satelit. Segitiga yang menunjuk ke atas dan ke bawah
adalah data lokasi turun dan naik dari pengukuran koral
dan GPS. Tanda panah hitam adalah data pergerakan
horisontal dari pengukuran GPS.

Garis oranye adalah

sumbu yang memisahkan wilayah yang naik dan yang


turun pad a waktu gempa ( sumber: [ Chlieh et a/., in
press]) ......................................................................... ........ .. ...
Gambar 2.5.

Model gempabumi Aceh-Andaman.


sumber

gempabumi

26

Desember

Memper1ihatkan
2004

adalah

pergerakan bumi pada bidang zona subduksi. Bidang

vii

sumber

gempa

ini

ber1<emiringan

-12

ke

timur,

panjangnya sampai 1500-km Iebar 150-km. Blok bumi di


atasnya bergerak ke barat sampai 30 meter. Zona merah
muda adalah bagian yang bergerak paling besar. Panah
hitam adalah data pergerakan dari pengukuran GPS.
Panah merah adalah dari model (sumber: [Chlieh eta/., in
press]) ......................................................................................
Gambar 2.6.

Photo pantai Nias yang terangkat 3 meter. Terumbu


karang yang banyak tumbuh pada paparan pasang-surut
ini kebanyakan mati karen a terangkat ke atas air .. .................

12

Gambar 2.7 A. Tsunami dari gempa 26 Desember 2004 di Sirombu Nias


yang

rusak

parah,

B.

Setelah

dihantam

tsunami

Pelabuhan Sirombu ini terangkat hampir 3m ketika gempa


Maret 2005, C. Pantai di timurlaut P. Nias yang terangkat
sekitar 1m, D. Survey dengan RTK GPS untuk mengukur
besar pengangkatan terumbu karang di P. Hinako, barat
Nias ..........................................................................................
Gambar 2.8.

13

Koral mikroatol di pantai timur Simelue yang merekam


pengangkatan dari 3 kejadian gempabumi pada tahun
2002 (Mw7.4), 2004 (Mw 9.2), dan 2005 (Mw 8.7) .................

Gambar 2.9.

13

Pantai di bagian selatan P. Simelue terangkat sampai


150cm pada waktu gempa Maret 2005.

Photo ini

memperlihatkan pembentukan tebing pantai baru yang


bergeser ke arah laut setelah. Besamya pengangkatan
dapat diukur dari ketinggian tebing pantai lama ke yang
baru ................................................................................ ........ ..
Gambar 2.10. A.Pulau

Bale yang turun

14

1m. Air pasang terlihat

menggenangi hampir ke tengah pulau, B. Desa Haloban


turun 50cm. Sebagian rumah-rumah sekarang berada di
bawah air sehingga tidak dapat dihuni lagi ......... ......... ...... .. ...
Gambar 2.11. Perubahan muka bumi yang

te~adi

15

karena gempa Nias,

28 Maret 2005. P. Simelue dan bagian barat P. Banyak


dan Nias naik sampai maximum 3m. Kota Sinabang naik
1 - 1.5m. Kecamatan Bale turun 1m. Kota Singkil turun
0.5 - 1.5m.

Perubahan muka bumi ini mencerminkan


viii

besamya pergerakan lempeng dan gempabumi yang


terjadi (dimodifikasi dari Briggs eta/, 2006) ............................

16

Gambar 2.12. Model sumber gempabumi Nias-Simelue, 28 Maret 2005.


Bayangan kuning-merah-gelap menggambarkan besar
pergeseran bumi pada bidang kontak zona subduksi yang
menjadi sumber gempa.

Di bawah Nias maximum

pergeseran 12m dan di Simelu Sm.

Pergeseran ini

mengecil ke barat dan timur dari sumber gempanya.


Panah hitam adalah data pergerakan permukaan dari
GPS. Panah merahmuda adalah pergerakan dari model
sumber gempa. Titik-titik hijau adalah lokasi pengamatan
koral mikroatol untuk data naik dan turun. (dimodifikasi
dari Briggs eta/., 2006) ............... .............................................

17

Gambar 2.13. A. Sebelum gempa Maret 2005, kebun pohon kelapa ini
mati tenggelam di dasar laut karena pulau ini turun
per1ahan-lahan sejak gempa besar terakhir tahun 1861,
B. Ketika gempa terjadi pantai ini naik lebih dari 2m
sehingga kebun pahon kelapa sekarang menjadi ditengah
daratan .....................................................................................

19

Gambar 4.1.A. Mempergunakan koral porites mikroatol untuk mengukur


naik dan turunnya daratan/pantai. Prinsipnya: koral mati
kalau berada di atas muka laut. A. Koral tidak terangkat
seluruhnya sehingga hanya bagian atasnya saja yang
mati.

Besar naiknya pantai diukur dari bagian atas

mikroatol sampai bagian koral yang masih hidup.

B.

Koral terangkat seluruhnya sehingga mati total. Besamya


pengangkatan diukur dari bagian atas koral mati sampai
muka air-laut (surut). C. Pantai turun sehingga koral
mikroatol tenggelam.

Besamya pantai turun diukur dari

permukaan koral ke muka laut. (dimodifikasi dari Briggs et


all [2006] ..... .... .......... ... ......... .. ....................... ......... ..................

22

Gambar 4.1.8. Photo koral yang terangkat. Besamya pengangkatan


dapat diukur dari permukaan koral (=muka laut sebelum
gempa) ke batas koral yang masih hidup (=muka laut
setelah gempa) ......... .............................................. .................

22
ix

Gambar 4.3.

Photo statsiun GPS LIPI-Caltech yang terdiri dari kubah


berisi antena yang didirikan di atas empat kaki besi yang
sangat kokoh dan tiang dengan kotak putih yang berisi
alat penerima data yang tersambung kepada sel matahari
sebagai sumber tenaganya. A. GPS di Aceh Jaya. B,
GPS di Bandara Lasikin, Sinabang, C. GPS di Lewak,
Simelue, D. GPS di Lahewa, Nias ...................................... .....

Gambar 5.1.

23

Memper1ihatkan lokasi patahan dan pola pergerakan (slip)


yang terjadi pada waktu gempa tahun 2005 (Mw8.7).
Statsiun cGPS di Sinabang (BSIM) dan Lahewa (LHWA)
memperlihatkan besar dan arah pergerakan horisontal
yang terjadi. Gempa 6 April 201 0 (Mw7 .8) terjadi pad a
"seismic gap" atau "slip gap" dari gempa tahun 2005 ...... .......

Gambar 5.2.

24

Solusi "focal mechanism" dari gempa 6 April 201 0


memperlihatkan bahwa gempa ini disebabkan oleh suatu
patahan naik bersudut landai (thrust) pada kedalaman
-20km.

Bidang patahan berarah Baratlaut-Tenggara

dengan kemiringan -1 0 derajat ke arah timurlaut ...... .. ...........


Gambar 5.3.

25

Peta patahan gempa dan besar pergerakan dari gempa 6


April 2010 (Mw 7.8). Tanda bintang adalah lokasi dari
episenter gempa (sumber USGS) ...........................................

Gambar 5.4.

Slip gempa April 2010 (Mw7.8) tepat berada pada "slip


gap" dari gempa 2005 (Mw8.7) ................................................

Gambar 5.5.

26

27

Hasil pengukuran pengangkatan dan penurunan dari


melihat posisi koral mikroatol terhadap airmuka laut dari
penelitian lapangan yang dilakukan pad a bulan Juni 2010 ....

28

Gambar 5.6.A. Model A lsumber gempa dari hasil pemodelan elastik


berdasarkan data GPS ................... .... .............. .............. ... ......

29

Gambar ~.6 . 8 . Model B:sumber gempa dari hasil pemodelan elastik


berdasarkan data GPS ....... ... .................... .... .......... ... .............

30

Gambar 5.7.A. Model pola deformasi tektonik gempa April2010 (Mw7.8)


berdasarkan Model A. Daerah yang diwamai merah
adalah wilayah yang mengalami pengangkatan tektonik,
sedangkan daerah yang diwamai biru adalah wilayah
yang mengalami penurunan. Kontur interval adalah 10 em....

31
X

BABI. PENDAHULUAN
Wilayah

Sumatra

dengan

kondisi

alamnya

yang

rawan

bencana

gempabumi dan tsunami, terutama setelah terjadi rentetan gempa-gempa besar


dalam 10 tahun terakhir ini, sangat memer1ukan penelitian intensif dan sistem
pemantauan bencana yang dapat mengirimkan data dan informasi secara kontinyu
dan juga analisis sumber gempabumi yang komprehensif dan terpadu.
LIPI dengan

bekerjasama dengan

beberapa mitra asing (Tectonic

Observatory Caltech; Earth Observatory of Singapore, NTU; dan IPGP, France)


menerapkan berbagai teknologi dan metoda untuk menggali informasi sumber
gempa dan menganalisis datanya untuk dapat memahami perilaku gempa dan
potensinya di masa datang.
Penelitian yang dilakukan termasuk melakukan pemetaan detil dari Sesar
Sumatra yang merupakan jalur gempabumi di daratan. Dari peta detil patahan aktif
serta hubungannya dengan sejarah kegempaan, diketahui bahwa pola dan
karakteristik kegempaan dan efek bencananya sangat ditentukan oleh segmentasi
patahannya. Kemudian, sudah dilakukan juga pengukuran kecepatan gerak relatif
(i.e. sliprates) di tiga tempat dari Sesar Sumatra.

Hasilnya menunjukan bahwa

pergerakan patahan Sumatra makin cepat keUtara yang

berkisar mulai dari 5

mm/tahun kemudian meningkat sampai dengan 30 mm/tahun. Kecepatan gerak ini


dapat dipakai untuk alat ukur tingkat produktifitas gempabumi.
Kemudian untuk meneliti sumber gempa di lepas pantai barat Sumatra,
yakni pada zona megathrust dipakai metoda paleogeodesi dengan mempergunakan
terumbu karang jenis porites mikroatol. Metoda ini berhasil merekonstruksi siklus
gempabumi besar di zona megathrust atau zona subduksi dangkal di masa lalu
sampai ratusan tahun kebelakang . Dari data ini kemudian dapat dianalisa potensi
bahaya gempabumi dan tsunami di masa datang.
Kemudian, sejak tahun 2002 telah dikembangkan jejaring continous GPS
(cGPS) untuk studi pergerakan tektonik dari mukabumi dan menganalisa potensi
sumber gempa bumi, khususnya pada zona subduksi Sumatra. Penelitian GPS ini
dimulai dengan memasang 6 buah stasiun GPS permanent. Kemudian pada tahun

2003 dan 2004 sebelum gempa-tsunami Aceh, sudah ditambahkan 12 stasiun baru
sehingga jumlahnya menjadi 18 stasiun. Saat itu jaringan stasiun GPS baru meliputi
wilayah Sumatra Barat, Mentawai dan Kep. Batu, belum ada di Sumatra Utara dan
Aceh.

Kemudian pada tahun 2005 awal, ditambah lagi 4 buah stasiun yang

ditempatkan di Pulau Nias, Simelue, Kep. Banyak dan di dekat Banda Aceh (Lamno).
Selanjutnya, pada pertengahan tahun 2005 dan awal tahun 2006, tambahan 9 buah
stasiun dipasang, sehingga sekarang jaringan kami sudah mempunyai 27 stasiun
kontinyu GPS. Dalam tahun 2007-2009 stasiun GPS ditambah lagi sebanyak 7 unit
sehingga totalnya menjadi 34 stasiun GPS.

Satu diantaranya tidak beroperasi

karena beberapa komponennya dicuri, dan satu lagi yang terpasang pada menara
mercusuar di P. Mega dicabut karena menara lama-nya dirobohkan untuk dig anti
dengan menara baru. Jadi sampai akhir tahun 2009 yang beroperasi untuk seluruh
Sumatra adalah sebanyak 32 statsiun. Di wilayah P.Nias, Kep. Banyak dan P.
Simelue, statsiun GPS yang sudah terpasang ada 6 sta, yaitu statsiun LEWK, BSIM,
PBLI, LHWA, BITI, dan BTHL. Namun, statsiun LHWA sudah sejak setahun lalu
tidak beroperasi dikarenakan kendala sosial setempat yang membuat kami tidak bisa
memperbaiki statsiun ini.
Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan akan informasi yang
cepat dan akurat sangat diperlukan dalam menunjang kinelja penelitian diberbagai
bidang utamanya bidang kebumian yang pada saat ini masalah kebencanaan yang
terkait dengan gempabumi dan tsunami yang telah dan mungkin akan terjadi di
wilayah Indonesia. Keadaan geografis dan jarak menjadi kendala utama untuk
mendapatkan informasi yang cepat dan akurat, oleh karena itu sangat diperlukan
suatu sistem yang dapat mengetahui parameter-parameter yang diperlukan yang
berkaitan dengan gempa dan tsunami bagaimanapun kondisi geografis dan jarak
tempuhnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengembangkan sistem telemetri
yang mampu mencatat, menyimpan dan menampilkan data dan informasi riil dari
lapangan secara kontinyu, sehingga dengan menggunakan sistem ini diharapkan
para pihak yang berkepentingan dapat dengan cepat dan akurat memberikan
informasi keadaan sebenamya kepada masyarakat.

LEWK

"'

\
BSIM

PBLI

%
' ,. "t:V''

.... ..

LHWA

BIT I

20

40

80 Kilometers

BTHL

Gambar 1. Jejaring cGPS (Global Positioning System) SuGAr di wilayah Nias, kep.Banyak,
dan Simelue.

Untuk meneliti kondisi struktur patahan gempa di bawah laut juga berbagai
fenomena alam yang menyertainya dalam lima tahun terakhir ini sudah dilakukan
survey geologi-geofisika laut dengan memakai kapal riset.

Survey yang dilakukan

meliputi pemetaan topografi bawah laut dan survey seismik refleksi multi channel
dengan resolusi tinggi . Penelitian ini dilakukan dengan bekerjasama dengan IPGP,
France dan banyak institusi lainnya.

VVilayah penelitian meliputi hampir seluruh

wilayah barat Sumatra, dimulai dari wilayah Andaman, Simelue, Nias, Kep. Batu,
Kep. Mentawai, sampai P. Enggano.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN MASALAH

Data yang dihasilkan oleh stasiun GPS SuGAr telah berhasil merekam
pergerakan permukaan bumi yang terjadi ketika gempa-gempa besar, termasuk
gempa Aceh tahun 2004 [Subarya et al, 2004; Natawidjaja, 2005], gempa Nias tahun
2005 [Briggs et al, 2006; Hsu et al, 2006], dan gempa Bengkulu tahun 2007 [Konca
et al, 2008; Sieh et al, 2008]. Data GPS suGAr ini sekarang menjadi acuan sumber
data dunia karena sangat penting untuk menentukan besar dan lokasi sumber
gempa yang terjadi dan juga untuk mengkaji proses-proses bumi yang terjadi
sebelum dan sesudah gempa besar (i.e. pre-slip, after slip). Kajian data GPS ini juga
terbukti sudah dapat membantu mengkuantifikasikan potensi gempa besar yang
dapat terjadi di masa datang, seperti halnya untuk wilayah Padang-Mentawai [Briggs,
et al., 2006; Nalbant, 2005; Natawidjaja, 2005; Natawidjaja, et al., 2006; Chlieh et al,

2005; Sieh et al, 2008].

Gempa-Tsunami Aceh tahun 2004 (Mw9.15)


Pada tgl 26 Desember 2004 terjadi gempabumi yang sangat besar dengan
kekuatan mencapai skala Mw9.15. Gempa di bawah laut ini telah membangkitkan
tsunami yang melanda wilayah disekeliling Lautan Andaman dengan ketinggian
gelombang maksimum mencapai 30 meter di daerah Galang, NAD. Tsunami maut
ini merenggut korban jiwa lebih dari 200 ribu orang.
Pada waktu gempa 2004 bagian utara Simelue naik sampai 150cm
(Gambar 2.1). Paparan terumbu karang dangkal di zona-pasang surut yang tadinya
terendam air sekarang berada di atas air, alias menjadi daratan (Gbr.2.4). Dengan
kata lain, garis pantai menjadi menjauh ke laut, dan daratan bertambah beberapa
puluh sampai beratus-ratus meter. Kontras dengan bagian utara, bagian selatan dari
Simelue malah turun sampai beberapa puluh em. Penenggelaman bagian Selatan
Pulau Simelue yang hanya beberapa puluh sentimeter tentunya tidak se-dramatis
daerah utara yang terangkat, namun hal ini banyak dirasakan oleh penduduk
setempat. Mereka mengamati bahwa air laut makin menjorok kearah darat,
mendekati rumah-rumah mereka.

Gambar 2.1. Pantai di baratlaut P. Simelue yang terangkat oleh gaya tektonik sekitar 150cm

December

2004

150
100

..

755o .
25

Simeulue
Gambar 2.2. Peta perubahan muka bumi di Simelue dari hasil pengukuran koral mikroatol
(Tim LIPI - Caltech, 2005). Garis biru (penuh dan putus-putus) adalah kontur yang
menghubungkan daerah yang terangkat sama besar. Satuan dalam ern. Garis hitam tebal
adalah batas selatan dari daerah yang terangkat. Di selatan garis itu, bagian selatan pulau
turun.
5

Dari banyak pengukuran di 39 lokasi survey, kemudian dibuat peta


perubahan muka bumi dari Simelue (Gambar 2.2.). Batas antara wilayah yang naik
dan turun terlihat berada di tengah-tengah Pulau Simelue. Batas ini menandai batas
selatan dari sumber gempabumi atau bagian lempeng yang tersobek di bawah bumi
takala gempa terjadi. Jadi, prinsipnya dengan mengukur deformasi yang terjadi di
permukaan kita dapat mengetahui sumber patahan gempa dan besar pergerkan
tektonik.

Analisa Citra Satelit dari Gempa Aceh


Pengukuran naik dan turunnya muka bumi dengan metoda mikroatol di atas
sangat akurat. Ketelitiannya antara 5 - 10 em. namun metoda ini cukup mahal dan
seringkali tidak mudah kalau untuk memetakan wilayah yang sangat luas. Untuk itu
diperlukan metoda Bantu lainnya, yang walaupun tidak begitu akurat, tapi dapat
memetakan perubahan muka bumi untuk wilayah luas dengan cepat dan lebih
murah. Untuk itu pengukuran dibantu dengan metoda analisa citra satelit [Meltzner
et a/., 2005).

Prinsipnya dari image citra satelit yang diambil sebelum dan sesudah
gempa kita dapat melihat dan mengukur perubahan muka bumi yang terjadi (Gambar
2.3). Terumbu karang yang mengelilingi pulau terlihat agak buram sebelum
gempabumi karena berada di bawah airlaut.

Apabila pantai ini terangkat maka

terumbu karang yang sekarang berada di atas air akan lebih banyak merefleksikan
sinar matahari sehingga terlihat lebih terang dalam citra image yang diambil setelah
gempabumi. Demikian pula sebaliknya, apabila pantai tenggelam, maka citra image
setelah gempabumi akan memperlihatkan gugusan terumbu karang yang lebih
buram karena berada lebih jauh di bawah air, dan air laut pun terlihat naik ke daratan
(Gambar 2.3).

PULAU ANDAMAN DAN NICOBAR

SEBELUM
GEMPA

SETELAH
GEMPA

Gambar 2.3. Pulau yang naik dan turun terlihat pada citra satelit. (a) Sebelum gempa
Gugusan terumbu karang disekeliling pulau terlihat samar-samar. (b) Setelah gempa
terumbu karang menjadi putih berkilau karena terangkat ke atas air. (c) sebelum gempa
gugusan terumbu karang terlihat lebih terang karena dekat air. (d) Setelah gempa terumbu
karang menjadi lebih gelap karena tenggelam (dimodifikasi dari [Meltzneret a/., 2005])

Pengukuran GPS (Global Positioning System)


Orang dapat juga mengukur pergerakan dengan cara mengukur titik-titik
monument geodesi yang telah dipasang di berbagai lokasi dengan peralatan mobile
GPS. Dengan cara ini maka orang dapat menghitung besamya pergerakan pada

waktu gempa, yaitu jarak dari titik monument sebelum dan setelah gempabumi.
Data GPS yang

terlihat pada Gambar 2.4 menunjukan

besamya

pergerakan muka bumi dari pengukuran GPS, di wilayah bagian Barat Sumatra
Utara- Aceh sampai Kep. Andaman. Terlihat bahwa wilayah/zona mukabumi dari
Aceh sampai dengan Kep. Andaman bergerak sampai sekitar 8m (=pergerakan di
permukaan) ke arah barat.
Fenomena ini adalah fakta alam dari kekuatan gempa yang luarbiasa
dahsyat. Gempa tahun 2004 ini menyebabkan banyak koloni terumbu karang,

tennasuk di utara P. Simelue menjadi tersembul di pennukaan air dan mati, pulaupun menjadi bertambah luas karena wilayah perairan dangkal di sekitamya sekarang
sudah menjadi daratan.
90"

15

10

I
I

Data pergerakan waktu gempa


Horizontal

t urun Garis Nol (axis antara


nalk
wilayah naik dan turun)
Gerak Vertikal ~iijiiii;:=:;:;.-~
(meter)
3 2 - 1 0 1 2 3
Naik Turun

.6.

Minimum dari dtra satelit

GPS dan pengukuran !<.oral

gs

1oo

Gambar 2.4. Data GPS, koral, dan citra satelit dari pergerakan bumi pada waktu gempa
Aceh-Andaman. Bulatan merah dan biru adalah data lokasi yang naik dan turun dari citra
satelit. Segitiga yang menunjuk ke atas dan ke bawah adalah data lokasi turun dan naik dari
pengukuran koral dan GPS. Tanda panah hitam adalah data pergerakan horisontal dari
pengukuran GPS. Garis oranye adalah sumbu yang memisahkan wilayah yang naik dan
yang turun pada waktu gempa ( sumber: [Ch/ieh eta/., in press])

Model Sumber Gempabumi Aceh


Gabungan data pergerakan bumi dari pengukuran lapangan, analisa citra
satelit, dan GPS dipakai untuk membuat model (defonnasi kerak bumi) dari sumber

gempa bumi Aceh-Andaman. Hasil pemodelan menunjukan bahwa bidang zona


subduksi yang pecah sewaktu gempa bumi adalah sepanjang -1600km, Iebar
Pergeseran pada bidang zona subduksi yang berkemiringan 12-15

-100km.

adalah sampai maximum 30 m ke barat (Gambar 2.5).

Kemiringan sudut zona

subduksi ini dianalisa dari data seismik.

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

101

15

15

14

14
Horizontal

13

observed

12

Vertical

13

12

, 1m

1m
rnudellcd

11

11
0

10

20

30
10

CoseismiC Shp (m)

10

9
8

26/1212005 Epicenter

9
8

0
89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

101

Gambar 2_5_ Model gempabumi Aceh-Andaman _ Memperlihatkan sumber gempabumi 26


Desember 2004 adalah pergerakan bumi pada bidang zona subduksi. Bidang sumber gempa
ini berkemiringan -12 ke timur, panjangnya sampai 1500-km Iebar 150-km. Blok bumi di
atasnya bergerak ke barat sampai 30 meter. Zona merah muda adalah bagian yang
bergerak paling besar. Panah hitam adalah data pergerakan dari pengukuran GPS. Panah
merah adalah dari model ( sumber: [Chlieh eta/., in press])
9

Gempa Nias-Simelue tahun 2005 (Mw8.6)


Hanya tiga bulan setelah bencana besar di bulan Desember 2004, terjadi
lagi gempa besar di wilayah Simelue dan Nias, yaitu pada tanggal 28 Maret 2005.
Gempabumi ini sumbemya adalah segmen zona subduksi yang persis di selatannya
segmen zona subduksi yang bergerak ketika gempa 26 Desember 2004.
Seperti halnya sewaktu gempa Aceh-Andaman tahun 2004, gempa tahun
2005 inipun mengangkat sebagian wilayah terutama bagian barat Pulau Nias yang
terangkat sampai 3 meter, tennasuk pelabuhan Sirombu di pantai Nias barat
sekarang sudah tidak berfungsi lagi. Wilayah selatan Pulau Simelue juga terangkat
1 s/d 1.5m, tennasuk Kota Sinabang sehingga tampak air laut sepertinya menjadi
susut di sepanjang pantai. Kota Gunung Sitoli terletak di sekitar sumbu pemisah
antara wilayah yang naik di barat dan wilayah yang turun di timur sehingga kota ini
posisinya tetap, alias tidak naik dan tidak turun. Sebaliknya desa dan kota
kecamatan di wilayah timur, seperti Desa Halo ban di P. Tuanku, Banyak dan Kec.
Bale, turun 0.5 dan 1m. Hal ini menyebabkan banyak rumah-rumah di tepi pantai di
Haloban dan Bale terendam di bawah air sehingga tidak bisa dihuni lagi.
Di daerah Nias pemah terjadi gempa raksasa (M-8.5) tahun 1861. Waktu
itu tsunaminya besar dan banyak memakan korban jiwa di Nias. Kemudian, tahun
1907 terjadi lagi gempa lebih kecil (M-7.6) di daerah Simelue. Namun, meskipun
gempa-nya tidak begitu besar tapi tsunami tahun 1907 ini sangat besar dan
memakan korban jiwa ribuan orang di Simelue.

Menurut kabar jumlah korban ini

lebih dari 50% populasi Pulau Simelue waktu itu. Dari pengamatan lapangan dan
wawancara dengan penduduk setempat

diperkirakan tinggi gelombang tsunami

pada tahun 1907 di Simelue sekitar dua kali lebih besar dari tsunami Aceh pada
bulan Desember 2004. Bencana tsunami tahun 1907 inilah yang kami duga menjadi
asal-usul cerita SMONG di Simelue. Smong adalah bahasa Simelue untuk tsunami.
Setelah bencana tahun 1907, para orang tua mewasiatkan pesan pad a anakanaknya bahwa "apabila nanti ada kejadian bumi bergoncang dan airlaut di pantai
surut itu pertanda smong, maka cepatlah lari ke bukit, tinggalkan harta benda".
Pesan turun-temurun ini terbukti ampuh menyelamatkan penduduk Simelue ketika
kejadian gempa dan tsunami Aceh karena penduduk berhasil menyelamatkan diri lari
ke tempat yang lebih tinggi di belakang perkampungan mereka.
beberapa orang saja yang meninggal terkena tsunami.

Hanya ada

Tapi perlu diingat bahwa

lO

tsunami Aceh tidak sebesar yang terjadi tahun 1907. Kalau saja sama besamya
mungkin ceritanya menjadi agak berbeda. lni menjadi bukti bahwa hanya karena
masyarakat berpengetahuan sedikit saja tentang bagaimana menyelamatkan diri dari
tsunami sudah sangat berguna, namun tentunya hal ini perlu ditambah dengan
persiapan yang lebih matang lagi agar lebih efektif.
Jadi sejak gempa raksasa tahun 1861 (M-8.5) di segmen Nias, sudah 145
tahun-an zona subduksi ini mengumpulkan energi regangan kembali akibat himpitan
tektonik; artinya sudah cukup matang. Proses pergerakan lempeng yang terjadi pada
suatu segmen sumber gempa pada waktu gempabumi akan melepaskan ketegangan
akibat tekanan tektonik yang terkumpul selama beratus tahun sehingga segmen
patahan itu menjadi rilek. Tapi sebaliknya, hentakan gempabumi dahsyat pada suatu
segmen patahan akan memberikan tekanan pada segmen patahan di sekitarnya
sehingga menjadi lebih tegang [Stein eta/., 1997].

Jadi apabila kondisi segmen

patahan gempa di sekitar sumber gempabumi sudah cukup matang maka proses
pemicuan bisa terjadi seperti halnya gempa Nias-Simelue yang terjadi hanya 3 bulan
setelah gempa Aceh-Andaman [Nalbant, 2005).
Ketika gempa Nias-Simelue terjadi, tim peneliti gempa LIPI dan mitra
asingnya sudah memasang beberapa unit statsiun GPS di wilayah ini, tepat di atas
dan sekitar sumber gempa, sehingga pergerakan tektonik yang terjadi sebelum,
sewaktu dan setelah gempa terekam dengan baik oleh alat pemantau ini. Selain itu
di sekeliling P. Nias banyak dijumpai populasi koral mikroatol yang dapat digunakan
untuk mengukur pangangkatan dan penurunan. Kami melakukan pengukuran pada
banyak lokasi yang terangkat/turun. Gabungan hasil pengukuran GPS dan koral ini
memberikan data deformasi (perubahan) permukaan bumi dari gempa zona
subduksi yang paling lengkap dan detil di dunia. Data semacam ini sangat langka
dan penting untuk memahami proses gempabumi.

Perubahan mukabumi yang terjadi pada waktu gempa Nias 2005


Perubahan mukabumi yang terjadi pada waktu gempa Nias ter1ihat sangat
spektakuler di wilayah Nias dan selatan Simelue. Wilayah yang terangkat paling
besar adalah di sepanjang tepian pantai barat Nias dan di bagian selatan P. Simelue.
Pengangkatan maximum adalah 3m, yaitu di bagian baratdaya Nias (Gambar 2.6).
Wilayah Sirombu yang yang hancur terkena terjangan tsunami pada bulan Desember
2004 (Gambar 2.14a), pada waktu gempa Maret 2005 terangkat hampir 3m. Akibat
11

gempa dan pengangkatan tektonik ini pelabuhan Sirombu tidak dapat dipakai lagi
(Gambar 2.7b).

Pengukuran besar pengangkatan tektonik dilakukan dengan

mengukur besar pengangkatan pada terumbu karang dengan alat bantu geodesi
(Gambar 2.8).

Gambar 2.6. Photo pantai Nias yang terangkat 3 meter. Terumbu karang yang banyak
tumbuh pada paparan pasang-surut ini kebanyakan mati karena terangkat ke atas air.

12

Photo: D.H. Natawidjaja, 2005

Gambar 2.7 A Tsunami dari gempa 26 Desember 2004 di Sirombu Nias yang rusak parah, B.
Setelah dihantam tsunami Pelabuhan Sirombu ini terangkat hampir 3m ketika gempa Maret
2005, C. Pantai di timurlaut P. Nias yang terangkat sekitar 1m, D. Survey dengan RTK GPS
untuk mengukur besar pengangkatan terumbu karang diP. Hinako, barat Nias.

Photo: D.H. Natawidjaja, April 2005

Gambar 2.8. Koral mikroatol di pantai timur Simelue yang merekam pengangkatan dari 3
kejadian gempabumi pada tahun 2002 (Mw7.4}, 2004 (Mw 9.2), dan 2005 (Mw 8.7).

13

Di selatan Simelue pangangkatan maximum adalah -150cm (Gambar


2.15). Besarnya pengangkatan pada waktu gempa Maret 2005 ini makin mengecil
ke bagian utara sampai Ocm di ujung utara pulau. lni adalah kebalikannya dengan
yang terjadi pada waktu gempa Aceh, Desember 2004 di mana bagian utara Pulau
Simelue sebaliknya naik 150cm, sedangkan bagian selatan turun (Gambar 2.9).
Jadi, setelah mengalami dua kejadian gempa raksasa secara beruntun Pulau
Simelue menjadi terangkat -150cm seluruhnya. Demikian uniknya P. Simelue yang
menjadi tempat rendevouz-nya dua gempa raksasa ini.

Gambar 2.9. Pantai di bagian selatan P. Simelue terangkat sampai 150cm pada waktu
gempa Maret 2005. Photo ini memperlihatkan pembentukan tebing pantai baru yang
bergeser ke arah laut setelah. Besamya pengangkatan dapat diukur dari ketinggian tebing
pantai lama ke yang baru.

Berbeda dengan wilayah di bagian barat, wilayah timur Simelue, Banyak


dan Nias mengalami penurunan tektonik sampai lebih dari 1 meter.

Dibeberapa

tempat akibat dari penurunan muka bumi ini sangat dramatis. Banyak rumah-rumah
perkampungan yang sekarang ini tidak dapat dihuni karena sudah berada di bawah
air seperti yang terlihat di Pulau Bale {Gam bar 2.1 OA) dan Desa Haloban (Gam bar
2.108).
14

Photo: D. H. Natawidjaja, 26 Mei 2005

Gambar 2.10 A. Pulau Bale yang turun 1m. Air pasang terlihat menggenangi hampir ke
tengah pulau, B. Desa Haloban turun 50cm. Sebagian rumah-rumah sekarang berada di
bawah air sehingga tidak dapat dihuni lagi.

Seluruh data naiklturunnya muka bumi kemudian kami plot dan lalu dibuat
analisa kontur-nya, yaitu garis yang menghubungkan lokasi-lokasi yang sama nilai
pengangkatan/penurunannya (Gambar 2.11 ).

15

250 kontur daerah terangkat (em)


- - -100 kontur daerah yang turun (em)

Kep.Batu

P.Pini

Statsiun GPS, tanda panah adalah


gerakan waktu gempa 28 Maret 2005

Gambar 2.11. Perubahan muka bumi yang terjadi karena gempa Nias, 28 Maret 2005. P.
Simelue dan bagian barat P. Banyak dan Nias naik sampai maximum 3m. Kota Sinabang
naik 1 - 1.5m. Kecamatan Bale turun 1m. Kota Singkil turun 0.5 - 1.5m. Perubahan muka
bumi ini mencerminkan besarnya pergerakan lempeng dan gempabumi yang terjadi
(dimodifikasi dari Briggs et at, 2006).

Dari pola dan besarnya pergerakan muka bumi seperti yang terjadi
(Gambar 2.11) kita bisa menghitung berapa besarnya pergeseran lempeng pada
bidang kontak zona subduksi berdasarkan model deformasi elastik (Gambar 2.12).
Terlihat bahwa pergeseran maximum terjadi persis di bawah P. Nias bagian utara,
yaitu mencapai 11 meter, sedangkan di bawah P. Simelue bag ian selatan
pergeseran terjadi mencapai 8 meter (Gambar 2.12). Pergeseran lempeng sampai
ke bawah P. Simuk (Kep. Batu) di selatan. Di sini pergeseran mencapai -3 meter
dan membuat P. Simuk terangkat -25cm. Model sumber gempabumi Nias-Simelue
ini menunjukkan bahwa kekuatan gempanya mencapai Mw 8. 7 [Briggs eta/., 2006].
16

m 12

10

0
Skala
model
pergerakan
GempaNias

Gambar 2.12. Model sumber gempabumi Nias-Simelue, 28 Maret 2005. Bayangan kuningmerah-gelap menggambarkan besar pergeseran bumi pada bidang kontak zona subduksi
yang menjadi sumber gempa. Di bawah Nias maximum pergeseran 12m dan di Simelu 8m.
Pergeseran ini mengecil ke barat dan timur dari sumber gempanya. Panah hitam adalah data
pergerakan permukaan dari GPS. Panah merahmuda adalah pergerakan dari model sumber
gempa. Titik-titik hijau adalah lokasi pengamatan koral mikroatol untuk data naik dan turun.
(dimodifikasi dari Briggs eta/., 2006).

Kapan gempa selanjutnya di Segmen Nias-Simelue?


Gempabumi adalah siklus alam.

Pada perioda antar gempa pulau Nias

turun perlahan-lahan dan ketika gempa Pulau naik seketika (Gambar 2.13). Nias
dan Simelue dalam kurun 200 tahun terakhir ini sudah mengalami 4 kali bencana
gempabumi dan tsunami, yaitu tahun 1861 (M-8.5), 1907 (M-7.4), 2004 (M9.2), dan
2005 (M8.7).

Gempabumi terakhir yang memecahkan segmen (sumber gempa)

yang sama dengan gempa 2005 adalah gempabumi tahun 1861. Dengan kata lain,
segmen gempa Nias-Simelue ini terakhir melepaskan simpanan energi tektoniknya
-145 tahun lalu. Tentunya kita, terutama masyarakat lokal ingin mengetahui kapan

gempabumi dan tsunami akan terjadi lagi di wilayah ini. Seperti halnya dengan

17

gempa Aceh-Andaman, proses akumulasi dan pelepasan energi (tektonik) gempa di


Nias-Simelue pun dapat kita hitung-hitung, sebagai berikut ini.
Di atas kita sudah bahas bahwa pergeseran maximum yang terjadi pada
waktu gempa 2005 adalah 9 - 11 meter; sedangkan kecepatan penunjaman
(=penghimpitan Lempeng Nias-Simelue oleh lempeng Samudera Hindia) adalah -40
mm/tahun.

Jadi waktu yang diper1ukan oleh proses tektonik untuk memproduksi

gempabumi sebesar yang tanggal28 Maret 2004 lagi adalah sekitar 225-275 tahun.
Kenyataannya, gempabumi sebelumnya yang terjadi di segmen ini adalah tahun
1861.

Dengan kata lain "ellapsed time" (=kurun waktu untuk meng-akumulasi

tekanan tektonik kembali sejak gempa terakhir) baru 145 tahun. Dalam 145 tahun ini
lempeng Nias-Simelue baru tertekanlterhimpit= 145 tahun x 4cmltahun- 5.5 meter.
Bagaimana ini dapat terjadi?
Adanya ketidakcocokan perhitungan waktu akumulasi tekanan tektonik dan
besamya tekanan (=pergeseran lempeng) adalah hal yang umum diamati di banyak
sumber gempa lain di dunia. Ada beberapa hal yang membuat prediksi gempabumi
jadi tidak sederhana. Pertama, perhitungan simpel di atas mengasumsikan bahwa
proses siklus gempabumi adalah proses deformasi elastik mumi, artinya sama
halnya dengan sistem per pegas semua energi regangan yang terkumpul setelah kita
menghimpit per tersebut akan dilepaskan seluruhnya dalam hentakan balik ketika
per tersebut kita lepaskan. Meskipun secara umum atau untuk jangka sangat
panjang {meliputi sekian banyak siklus gempa) sistem dari sumber gempabumi sama
seperti sistem per pegas ini, namun detil dari proses untuk 1-2 siklus gempa saja
umumnya tidak mumi seperti proses deformasi elastik. Dalam kasus gempa NiasSimelue, boleh jadi bahwa gempabumi tahun 1861 tidak melepaskan seluruh energi
tektonik yang terakumulasi sebelumnya. Jadi, mungkin pada bidang kontak zona
subduksi yang pada gempa tahun 2005 bergerak sebanyak 11 meter ini sudah ada
simpanan (energi pegas) sebanyak -S.Sm yang tidak dilepaskan pada waktu gempa
tahun 1861, sehingga hanya diper1ukan waktu 145 tahun untuk menghasilkan
pergeseran sebanyak 11m.

Boleh jadi juga kenaikan tegangan tektonik akibat

tertendang oleh Gempa Aceh-Andaman membuat segmen Nias-Simelue ini meledak


prematur.

18

Sebelum gempa

Koleksi foto: K. Sieh

Gambar 2. 13. A. Sebelum gempa Maret 2005, kebun pohon kelapa ini mati tenggelam di
dasar laut karena pulau ini turun perlahan-lahan sejak gempa besar terakhir tahun 1861 , B.
Ketika gempa terjadi pantai ini naik lebih dari 2m sehingga kebun pahon kelapa sekarang
menjadi ditengah daratan.

19

BAB Ill. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan umum dari kegiatan ini adalah meneruskan penelitian gempabumi di


wilayah Sumatra yang sudah dirintis sejak tahun 1990 dan juga melanjutkan
pengembangan sistem jejaring GPS Kontinyu SuGAr dan pemrosesan serta analisis
datanya yang sudah dimulai sejak tahun 2002. Disamping itu hasil penelitian dengan
SuGAr ini dikombinasikan dengan hasil penelitian geologi dan survey geofisika laut
sehingga dapat dilakukan analisis yang komprehensif dan terpadu.
Manfaat dari kegiatan riset ini adalah untuk terus meng-"up-date" dan
meninggikan "state of art" dari pengetahuan kegempabumian di Sumatra yang
sekarang ini sudah menjadi salah satu referensi utama di dalam negeri dan dunia
internasional, baik untuk bidang ilmiah ataupun untuk aplikasinya dibidang mitigasi
bencana dan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi potensi bencana gempa dan
tsunami di masa datang.
Sasaran Tahun Kedua (2010)
a. Meneruskan membangun sistem database dan pengolahan dan
analisis data GPS di ruang laboratorium Bencana yang baru, yaitu
LabEarth (Laboratory for Earth Hazard), di Puslit Geoteknologi
LIP I.
b. Pengolahan dan analisa data GPS, khususnya data gempa bumi
besar di wilayah NAD pada bulan April 2010.
c. Pengolahan data survey geofisika: bathimetri dan seismik refleksi
khususnya untuk wilayah NAD.
d . Analisa gempa terpadu (geologi, geofisika , geodesi) di wilayah
Kep.Banyak, Nias, dan Simelue untuk mengkaji lebih jauh potensi
kegempaan di wilayah ini

20

BAB IV. METODOLOGI

Ada beberapa teknik dan metodologi yang akan dilakukan untuk analisis
data primer gempabumi, sbb:
1. Metoda pengukuran pengangkatan dan penurunan bumi akibat proses gempa
dengan

memakai

koral

mikroatol

(sejenis

terumbu

karang)

yang

pertumbuhannya sangat sensitif terhadap turun naiknya muka laut.


2. Metoda analisis pergerakan tektonik dengan GPS kontinyu
3. Metoda survey laut untuk memetakan bathimetri dan struktur tektonik bawah
perrnukaan. Dalam kegiatan ini yang akan dilakukan adalah mengolah data
yang sudah diperoleh dari penelitian tahun-tahun

sebelumnya untuk

diintegrasikan dengan aspek geologi dan geodesi-nya.


Koral mikroatol tumbuh dari sejenis terumbu karang, genus porites yang

hidup di zona pasang-surut di tepi pantai. Porites pertumbuhannya sangat


dipengaruhi oleh perubahan tinggi muka airlaut. Pertumbuhan koral mikroatol tidak
bisa melebihi tinggi airlaut minimum (air surut). Apabila pantai terangkat maka tubuh
mikroatol yang tersembul ke atas air akan mati. Bagian koral yang masih berada
dalam air akan tetap hidup (Gambar 4.1.A-A). Batas bagian koral hidup dan yang
mati ini dapat jelas diamati dilapangan. Apabila koral terangkat seluruhnya, maka
akan mati total (Gambar 4.1.A-B). Dalam hal ini kita harus mencari muka air laut
setelah gempa pada koral mikroatol lain yang berada di lokasi lebih dalam sehingga
ada bagian tubuhnya yang masih terendam air dan hidup. Apabila tanda muka air
laut setelah gempa ini tidak dapat ditemukan pada tubuh kora maka kita dapat
menghitungnya dari pengukuran lapangan dan kurva pasang-surut yang dihitung
dengan metoda tertentu [Meltzner et a/., 2006].

Sebaliknya apabila muka pantai

turun, maka koral akan tenggelam (Gambar 4.1.A-C). Besarnya penenggelaman ini
juga dapat diukur dari tinggi permukaan mikroatol ke tinggi air laut (surut) setelah
gempabumi.

21

Sebelum gempa

Setelah gempa

Porites

A
naik

---r::;1---.------lpra-gempa
~~~ l~ "::nj _~mP'

emJ:>C!

---r-:=1--------l hidup )

turun

Gambar 4.1. A Mempergunakan koral porites mikroatol untuk mengukur naik dan turunnya
daratanlpantai. Prinsipnya: koral mati kalau berada di atas muka laut A Koral tidak
terangkat seluruhnya sehingga hanya bagian atasnya saja yang mati. Besar naiknya pantai
diukur dari bagian atas mikroatol sampai bagian koral yang masih hidup. B. Koral terangkat
seluruhnya sehingga mati total. Besamya pengangkatan diukur dari bagian atas koral mati
sampai muka air-laut (surut}. C. Pantai turun sehingga koral mikroatol tenggelam. Besamya
pantai turun diukur dari permukaan koral ke muka laut (dimodifikasi dari Briggs et all [2006].

Measuring uplift using coral


microatolls

Gambar 4.1.8. Photo koral yang terangkat Besamya pengangkatan dapat diukur dari
permukaan koral (=muka laut sebelum gempa) ke batas koral yang masih hidup (=muka laut
setelah gempa).
22

Selain dari koral mikroatol dan citra satelit, pergerakan mukabumi ini juga
terekam di statsiun-statsiun GPS (kontinyu) (Gambar 4.2).

Alat GPS ini dapat

merekam pergerakan bumi dari titil lokasi antenna GPS dengan sangat akurat
(ketelitian sub-mm pertahun). Prinsipnya, sejumlah satelit GPS yang mengitari bumi
memancarkan gelombang yang dapat ditangkap oleh antenna GPS, sehingga alat
penerima data GPS ("receiver") mencatat jarak antara antenna dengan satelit-satelit
yang tertangkap sinyalnya. Posisi dari satelit-satelit tersebut setiap saat dapat
diketahui dengan sangat akurat, sehingga posisi dari lokasi GPS setiap saat dapat
diketahui. Dengan cara ini maka besarnya laju dan arah dari pemampatan kerak
(tekanan tektonik) pada saat sebelum gempabumi dapat dihitung. Demikian juga
apabila terjadi gempa maka besarnya pergerakan dari lokasi GPS dapat diketahui.

Photo: J. Galetzka
Gambar 4.2. Photo statsiun GPS LIPI-Caltech yang terdiri dari kubah berisi antena yang
didirikan di atas empat kaki besi yang sangat kokoh dan tiang dengan kotak putih yang berisi
alat penerima data yang tersambung kepada set matahari sebagai sumber tenaganya. A.
GPS di Aceh Jaya. B, GPS di Bandara Lasikin, Sinabang, C. GPS di Lewak, Simelue, D.
GPS di Lahewa, Nias.

23

BAB V. HASIL DAN ANALISIS PENDAHULUAN


5.1. Studi Kasus Gempa Aceh April 2010 di Kep. Banyak (Mw7 .8)
5.1.1. Data-Analisis Global Teleseismik
Wilayah NAD sudah menjadi perhatian nasional dan dunia baik dari segi
ilmiah maupun mitigasi bencana karena sejak tahun 2004 terjadi gempa besar yang
bertubi tubi, mulai dengan gempa besar tahun 2002 (M7 .6) di Simelue, kemudian
gempa Aceh-Andaman bulan December tahun 2004 (M9.2), disusul dengan gempa
Nias-Simelue bulan Maret 2005, dan terakhir terjadi lagi gempa besar pada tanggal 6
April 2010 (Mw7.8) dengan episenter di dekat P. Tuanku, Kep. Banyak (Gbr. 5.1).
Tak cukup sampai di sini, satu bulan berikutnya kembali terjadi lagi gempa besar
dengan magnitude Mw7.5, masih di sebelah utara dari gempa 6 April tersebut.

Pergerakan
Gempa Nias
2005 (8.5 SR)

P.SIMELUE

P.NIAS
4

Gambar 5.1 . Memperlihatkan lokasi patahan dan pola pergerakan (slip) yang terjadi pada
waktu gempa tahun 2005 (Mw8. 7). Statsiun cGPS di Sinabang (BSIM) dan Lahewa (LHWA)
memperlihatkan besar dan arah pergerakan horisontal yang terjadi. Gempa 6 April 2010
(Mw7.8) terjadi pada "seismic gap" atau "slip gap" dari gempa tahun 2005.

24

Menurut analisis focal mechanisms atau analisis mekanisme pergerakan


patahan dari data teleseismik yang dlakukan oleh USGS,

gempa 6 April 2010

tersebut adalah berasal dari pergerakan patahan naik - landai (Gbr.4.3) pada
kedalaman sekitar 20 km. Hal ini mengindikasikan bahwa gempa tersebut memang
merupakan gempa megathrust, sama dengan gempa tahun 2005.

Global CMT Project Moment Tensor Solution


April 6, 2010, NORTHERN SUMATRA, INDONESIA, KW 7.8

Goran Ekstro
Meredith Nettles
CENTROID-MOMENT-TENSOR SOLUTION
GCHT EVENT:
C20100406221SA
DATA: II IU CU IC G GE
L.P.BODY WAVES:l10S, 28SC, T SO
~~TLE WAVES:
106S, 277C, T lSO
SURFACE WAVES: 95S, 191C, T 50
TIMESTAMP:
Q-20100406211911
CENTROID LOCATION:
ORIGIN T!ME:
22:15:19.3 0.1
LAT: 2.05N O.Ol;LO.: 96.11E 0.01
DEP: 19.7 0.4;TRIANG HOUR: 18.6
MOMENT TE SOR: SCALE 10* 27 D-CM
RR 1.740 0.010; TT -1.030 0.006
PP -0.710 0.006; RT 4.010 0.104
RP -3.450 0.094; TP 0.780 0.004
PRINCIPAL AXES:
l.(T) VAL 5.595;PLG 54;AZM 41
2. (N)
-0.075;
0;
31
J.(P)
-5.520;
36;
220
BEST DBLE.COUPLE:MO 5.56*10* 27
NPl: STRIKE 308;DIP 9;SLIP
87
NP2: STRIKE 13l;DIP 8l;SLIP
90

- 11111111111111--1111111111111111 ' 1111--1111111111111111 1111111-----11111 1111111111111 111-------1111111111111


1111111---------1111111111 . 11111111-----------11111111
II 111111-------------111 ' 1 I 1111111111---------------11111##111111 111-----------------1111#11111#11 ------------------1111111111111
-----------------111111111------ p -------------1111111
-----------------11

Gambar 5.2. Solusi "focal mechanism" dari gempa 6 April 201 0 memperlihatkan bahwa
gempa ini disebabkan oleh suatu patahan naik bersudut landai (thrust) pada kedalaman
-20km. Bidang patahan berarah Baratlaut-Tenggara dengan kemiringan -10 derajat ke arah
timurlaut.
25

Analisis "finite-fault model" dari data "waveform" gempa yang juga dilakukan
oleh

USGS memperlihatkan bahwa pergerakan yang menghasilkan gempa

berkekuatan Mw7 .8 tersebut adalah sampai 2 meter dengan pola penyebaran slip
seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 5.3.

96'E

97'E

98'E

Gambar 5.3. Peta patahan gempa dan besar pergerakan dari gempa 6 April 2010 (Mw 7.8).
Tanda bintang adalah lokasi dari episenter gempa (sumber USGS).

Apabila pola slip pergerakan gempa April 2010 ini kita plot pada pola slip
gempa Nias 2005, maka jelas terlihat bahwa slip 2010 mengisi 'kekosongan' dari
pola penyebaran slip gempa 2005 (Gambar 5.4).

Artinya gempa 2010 ini bisa


26

dikatakan masih merupakan 'gempa susulan' (aftershock) yang besar dan terjadi
sangat telat.

Gempa susulan adalah proses gempa-gempa yang terjadi setelah

gempa utama-nya dalam proses menuju kesetimbangan baru atau disebut juga
sebagai "healing process".

'15 ~
10m
1 m 5 m.

2"N

1"N

96"E

gsE

Gambar 5.4. Slip gempa April 2010 (Mw7.8) tepat berada pada "slip gap" dari gempa 2005
(Mw8.7).

5.1.2. Pengukuran Penurunan/Pengangkatan di Lapangan


Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Juni 2010 lalu selama 2 minggu.
Tujuan dari penelitian lapangan utamanya aclalah untuk mengkaji proses deformasi
tektonik ini guna meneliti lebih lanjut sumber patahan gempa dan evolusi tektonik
kegempaan di wilayah ini.

Pengukuran ini dilakukan dengan cara mengukur posisi

terumbu karang jenis koral mikroatoll dengan dibandingkan dengan tinggi muka
airlaut. Pengukuran ini juga dibantu dengan mewawancarai penduduk yang tinggal
di dekat garis pantai.

27

Hasil pengukuran posisi koral mikroatol yang banyak terdapat di P.


Bangkaru

menunjukan

bahwa

pulau

ini

ketika

gempa

April

2010

tidak

memperlihatkan ada kenaikan ataupun penurunan sehingga kelihatannya "hingeline"


atau garis netral dari deformasi gempa melalui lokasi ini (Gambar 5.5.)
Menuju ke arah timur, semua lokasi pengukuran menunjukan bahwa
wilayah ini mengalami penurunan dengan nilai yang bervariasi dari 10 sampai
dengan 30 em seperti terlihat pada Gambar 5.5. Perlu diketahui bahwa nilai
pengukuran ini belum final karena belum dikoreksi oleh pengaruh variasi pasangsurut pada waktu pengukuran sehingga nilai ini nanti bisa berubah beberapa puluh
senti meter.
Sebaliknya, ke arah barat dari P.Bangkaru, data koral menunjukan bahwa
wilayah ini mengalami pengangkatan beberapa puluh sentimeter.

Pengukuran

dilakukan diP. Babi dan P. Lasia yang mendapatkan hasil pengangkatan sebesar 20
sampai dengan 40 sentimeter (Gam bar 5.5).

SUMATRA
P. SIMELUE

Sinabang

+20cm

-Ocm

30

15 '
I

.60 Kilometers
r

P. NIAS

Gambar 5.5. Hasil pengukuran pengangkatan dan penurunan dari melihat posisi koral
mikroatol terhadap airmuka laut dari penelitian lapangan yang dilakukan pada bulan Juni
2010.

28

5.1.3. DATA - ANALISIS GPS Kontinyu


Sampai laporan ini ditulis baru data GPS dari dua buah statsiun yang sudah
diolah dan dianalisa, yaitu dari statsiun BSIM yang terletak di 8andara Sinabang dan
P8LI di Pulau Balai. Dari dua data ini kemudian dibuat model inverse 3-D elastik
untuk memperkirakan patahan gempa dan besarnya slip atau pergerakan yang
terjadi.

Ada dua model sumber gempa terbaik yang mendekati data GPS yaitu

Model A (Gambar 5.6 A) dan model 8 {Gambar 5.6 8). Hasil pemodelan deformasi
tektonik dari keduanya ter1ihat pada Gbr. 5.7 A dan Gbr 5.7 8.

97

40
Slip (m)
'"\
~

3.0
2.5

2.0

30

Gambar 5.6 A Model A lsumber gempa dari hasil pemodelan elastik berdasarkan data GPS

29

96

9r

98

40
Slip (m)
~

''
~

30

...

''

3.0
2.5
2.0

Gambar 5.6 B. Model B:sumber gempa dari hasil pemodelan elastik berdasarkan data GPS

30

96"30'

96"45'

97"00'

97"15'

97"30'

97"45'

2"45' 4--------+--------~------~------_.--------~

2"30'

Uplift (em
50
40
30
20
10

2"1 5'

2"00'

-10
-20
-30

-40
-50

Gambar 5.7 A Model pola deformasi tektonik gempa April2010 (Mw7.8) berdasarkan Model
A. Daerah yang diwarnai merah adalah wilayah yang mengalami pengangkatan tektonik,
sedangkan daerah yang diwarnai biru adalah wilayah yang mengalami penurunan. Kontur
interval adalah 10 em.

96"30'

96"45'

97"00'

97"15'

97"30'

97"45'

2"45' ~-------4--------~------~------~~--~--~

2"30'

2"1 5'

2"00'

Gambar 5.7 B. Model pola deformasi tektonik gempa April2010 (Mw7.8) berdasarkan Model
B.
31

Untuk saat ini sukar untuk menentukan yang mana dari kedua model A & B
di atas yang paling baik. Selanjutnya setelah semua data GPS diolah dan dianalisa,
demikian juga data pengangkatan dan penurunan dari pengukuran di lapangannya
sudah dikoreksi dengan baik akan dilakukan pemodelan inversi yang lebih baik.

5.2.Studi Patahan Aktif di Bawah Laut di Wilayah NAD


Gempa Aceh 2004 telah memberikan pengetahuan baru bahwa sumber
gempa dan rambatannya bukan hanya berasal dari zona subduksi dimana terjadi
pergeseran antar lempeng, akan tetapi dapat berasal dari bagian intra lempeng
seperti gempa-gempa Nias (2005) Pangandaran (2006), Bengkulu (2007), gempa
Sipora (2008), gempa Padang (2009) atau gempa Sinabang 2010. Untuk kasus
gempa Aceh 2004, penyebaran tenaga gempa tersebut tidak sampai kepada bagian
palung (Trench) seperti dijelaskan oleh Sibuet et al., 2007. Energi gempa tersebut
dirambatkan melalui patahan-patahan aktif bawah laut (splay fault) atau mengaktifasi
patahan yang telah ada. Akan tetapi kurangnya informasi mengenai jenis dan
sebaran patahan bawah laut, tidak seperti penyebaran patahan di darat, contohnya
peta struktur Patahan Sumatra (Sieh dan Natawidjaja, 2000) menyulitkan dalam
menjelaskan setiap fenomena gempa yang

te~adi

khususnya di kawasan lepas

pantai barat Sumatra. Beberapa tulisan tentang patahan bawah laut di sekitar
kawasan Aceh antara lain Pubellier et al, 2005; Sibuet et al, 2007; Berglar et al.,
2009 dan Chauhan et al., 2009.

32

go

91 '

92"

93

94 '

95'

96"

97

98'

99

1()()"

90

91 '

92 "

93

94

95

96

97"

98'

99

100'

Gambar 5.8. Catatan kegempaan mulai 1976 sampai dengan 26 Desember 2004, kedalaman
0-70 km (kiri). Setelah gempa besar Aceh 2004 dan 5 hari setelahnya (kanan), kejadian
gempa terkumpul pada lokasi tertentu. Bulatan besar gempa Aceh 2004 dan gempa Nias
(2005). Bulatan hitam: ekstensi; bulatan putih: kompresi (Sibuet et al, 2007 dan Sibuet et al. ,
2010).

Sebelum terjadinya gempa Aceh 2004, kegempaan berlangsung secara


menerus di sepanjang Patahan Sumatra (di darat) sedangkan kegempaan di bawah
laut terjadi sepanjang Patahan West Andaman (Gambar 5.8), Patahan Betee dan
menerus ke selatan sepanjang Patahan Mentawai.
Setelah terjadi gempa Desember 2004, dan setelahnya, kejadian gempa
tersebar mengelompok di daerah tertentu seperti terlihat pada Gambar 5.9 (kanan).
Gempa-gempa tersebut tidak tersebar sekitar palung maupun penerusan Patahan
West Andaman. Untuk menjelaskan fenomena tersebut dicoba dianalisis beberapa
peta struktur bawah laut yang sudah terbit. Pubellier et al (2005) menerbitkan peta
struktur regional di kawasan utara Sumatra. Di kawasan lepas pantai, beberapa
struktur patahan pada kawasan busur muka seperti patahan geser menganan,
penerusan Patahan West Andaman dan patahan Aceh back thrust (Chauhan et al,
2009).

33

(.
I

1"

t,

,
/

Gambar 5.9. Peta struktur regional (darat dan lepas pantai) kawasan Sumatra bagian utara
(Pubellier et al. , 2005).

Sibuet et al. (2007) menjelaskan secara rinci komponen struktur geologi


pada sistim busur muka Sumatra bagian utara melalui analisis batimetri dan
geofisika (Gambar 5.1 0). Kawasan lepas pantai tersebut disusun oleh beberapa
patahan anjak seperti Patahan Anjak Utama (Major Frontal Thrust) , Patahan Anjak
Bawah (Lower Thrust), patahan anjak tengah (Median thrust Fault) dan Patahan
anjak atas (Upper Thrust). Ke arah timur, Cekungan Aceh dibatasi oleh patahan
geser menganan West Andaman seperti hasil penelitian Berglar et al., (2009)dan
patahan Aceh Backthrust. Chauhan et al., 2009 melalui penelitaian seismic dalam
menyimpulkan patahan West Andaman adalah patahan back thrust berpasangan
dengan Aceh Backthrust.

34

Gambar 5.10. Unsur struktur lepas pantai berdasarkan anal isis batimetri dan geofisika (Sibuet
et al. , 2007).

Analisis peta batimetri dari Permana drr, (201 0), melengkapi hasil analisis
struktur dari Sibuet et al., (2007) seperti dipertihatkan pada Gambar 5.11 . Selain
patahan anjak dikenali patahan-patahan berarah utara-selatan yang diperkirakan
sebagai patahan geser (Graindorge et al.,2008) dan Berglar et al. , 2009). Patahan
geser tersebut merupakan respon terhadap meningkatnya derajat kemiringan zona
penunjaman dari kawasan Simeulue ke arah utara Sumatra. Sistim patahan tersebut
berkembang pada Busur Muka Aceh yang disusun oleh Tinggian Busur Muka Aceh
dan Cekungan Aceh.

35

.,

..;;..___ _ _--=..

Gambar 5. 11 . Pola struktur lepas pantai berdasarkan penafsiran peta batimetri. Selain
patahan anjak, dikenali patahan-patahan berarah utara-selatan yang diperkirakan sebagai
patahan geser.

Kompilasi seluruh hasil analisis struktur utama kawasan utara Sumatra dan
kawasan lepas pantai barat kawasan utara Sumatra disajikan pada Gambar 5.12.
Subduksi miring Lempeng Hindia sepanjang Palung Sunda direspon oleh patahanpatahan anjak dalam sistim akresi pada busur muka antara lain zona patahan anjak
bawah (6) atau zona deformasi, patahan anjak tengah dan patahan anjak atas (4 dan
5). Ke arah timur, cekungan busur muka (Cekungan Aceh) dibatasi oleh patahan
backthrust Aceh (5). Di sisi selatan, patahan tersebut bersambung dengan patahan
36

geser Bate'e (2). Selain patahan anjak, meningkatnya derajat kemiringan lempeng
tersubduksi membentuk sistim patahan - patahan geser menganan membentuk pola

en echelon (splay fauln) . Semua komponen shear kemungkinan diakomodasi oleh


patahan geser tersebut. Patahan-patahan tersebut mulai dari palung menerus ke
arah utara, diperkirakan sebagai patahan paling muda karena memotong pola umum
patahan anjak berarah relatif baratlaut-tenggara. Salah satu patahan tersebut
bersambung dengan patahan West Andaman (7) sedangkan lainnya menerus
sampai Nicobar.
95

96

97
-

sa
7

1500
B

a
I

-3000 h

X,
e
I
r

-4500

3
-6000

2J
1--92

2"

93"

94

95

96

97

sa

Gambar 5.12. Pola struktur lepas pantai barat Sumatra bagian utara. 1). Sistim patahan geser
Patahan Sumatra; 2). Patahan geser Bate'e; 3). Patahan anjak Aceh-Simeulue; 4). Patahan
Anjak Atas; 5). Patahan Anjak Tengah; 6). Patahan anjak Bawah atau zona deformasi frontal;
7). Sistim patahan geser Aceh-Andaman dan Aceh-Nicobar. Disisi barat, zona subduksi
sepanjang Palung Sunda.

37

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Dari hasil pembahasan studi literatur di atas terlihat bahwa wilayah Sumatra
Utara dan Aceh ini, khususnya di perairan sekitar P. Simelue, Nias, dan Kep.
Banyak masih berpotensi untuk menghasilkan gempa besar.
2.

Peta dan pola slip gempa memperlihatkan bahwa gempa 6 April 2010 adalah
merupakan pelepasan energi gempa yang masih tersisa setelah gempa 2005,
yaitu pada zona "slip gap".

3. Menurut catatan sejarah besamya tsunami tahun 1861 lebih besar dari tahun
2005.

Kami menduga bahwa waktu itu gempabumi merobek bag ian bidang

kontak zona subduksi diantara pulau dan palung laut dalam, sehingga pergesean
lempeng yang terjadi mengangkat bagian laut dalam dan mendorong banyak
volume air ke atas. Pada waktu gempa tahun 2005, bagian luar (=antara pulau
dan palung) umumnya tidak banyak bergeser. Fakta ini sangat penting untuk
memperhitungkan potensi gempabumi dan tsunami di masa depan. Kami curiga
bahwa lokasi sumber gempa tahun 1907 adalah di bagian zona subduksi di dekat
palung !aut ini, sehingga walaupun kekuatan (magnitude) gempanya tidak begitu
besar (M-7 .6) tapi tsunaminya besar. Kalau ini benar, maka boleh jadi masih
ada energi tektonik di bagian barat luar ini yang berpotensi untuk menjadi sumber
gempa-tsunami di masa datang. Hal ini masih menjadi obyek untuk penelitian
dan analisa lebih lanjut.
4. Berdasarkan analisis peta struktur lepas pantai, dapat dijelaskan sekitar
perambatan energi gempa pada Desember 2004 lalu. Gempa Aceh 2004
kemungkinan besar dirambatkan ke utara melalui patahan geser Aceh - West
Andaman dan patahan geser Aceh - Nicobar. Oleh karena itu diperkirakan
patahan-patahan tersebut bergerak aktif bersama dengan patahan Backthrust
Aceh pada saat terjadinya gempa Aceh pada Desember 2004.

5. Kep.Banyak dilewati oleh suatu struktur patahan besar yaitu zona Patahan
Batee. Hal ini kelihatannya berkaitan dengan 'slip gap' dari gempa tahun 2005.

38

DAFTAR PUSTAKA

Agus Men Riyanto. Fitri Listiyani, Didik Pratawijaya, 2008, Pengembangan Sistem
Otomasi Perpustakaan Puslit Geoteknologi-LIPI. Proseding Pusat Penelitian
Geotekno/ogi.

Agus Men Riyanto, Dedi Mulyadi, Wilda Naily, Didik Pratawijaya, 2009, Peningkatan
Kualitas Konten dan Pemanfaatan Sistem lnformasi Geoteknologi. Proseding
Pusat Penelitian Geoteknologi.
Berglar, K., Gaedicke, C., Dieter Franke, D., Ladage, S., Frauke Klingelhoefer, F.,
Djajadihardja, Y.S. 2009. Structural evolution and strike-slip tectonics off
north-western Sumatra. Tectonophysics PI/: S0040-1951(09)00562-9; doi:
10.1 016/j.tecto.2009.1 0.003. Accepted date: 6 October 2009
R.W. Briggs, K. Sieh, A.J. Meltzner, D. Natawidjaja, et al., 2006. Deformation and
slip along the Sunda megathrust in the great 2005 Nias-Simeulue earthquake,
Science, vol. 311, no. 5769, pp. 1897-1901.
C. Subarya, M. Chlieh, L. Prawirodirdjo, J.P. Avouac, Y. Bock, K. Sieh, A. Meltzner,

D. Natawidjaja, and R. McCaffrey, 2006, Plate-boundary deformation


associated with the great Sumatra-Andaman earthquake: Nature, p. doi:
10.1038/nature04522.
Chauhan, A.P.S, Singh, S.C. Nugroho D. Hananto, N.D., Carton, H., Klingelhoefer,

F., Dessa, J.-X., Pennana, H., White, N. J. 6 Graindorge7 D. and Sumatra


OBS Scientific Team. 2009. Seismic imaging of forearc backthrusts at
northern

Sumatra

subduction

zone.

Geophys.

J.

Int.

(2009)

doi:

10.1111~.1365-246X.2009.04378.x

Chlieh, M., J.P. Avouac, K.Sieh, D.H. Natawidjaja, and J.Galetzka (2008):
Heterogeneous coupling of the Sumatran megathrust constrained by geodetic
and paleogeodetic measurements, Journal of Geophysical Research.
Dessa, J-X., F. Klingelhoefer, D. Graindorge, C. Andre, H. Pennana, M.A. Gutscher,
A. Chauhan, S. C. Singh, and the SUMATRAOBS scientific team. 2008.
Megathrust Earthquakes Can Nudeate in the Fore-arc Mantle: Evidence
From the 2004 Sumatra Event. Sciences.
Dean, S. McNeill, L. Henstock, T, Djajadiharja, Y.S. and Pennana, H. 2009.
Contrasting decollement development and prism deformation across the
Sumatra 2004/2005earthquake rupture boundary. (submit).
39

Danny Hilman Natawidjaja, Agus Men Riyanto, 2009, The Development of


Continuous GPS and Seismograph Telemetry Network System in Sumatra
Region. Proseding Sinergi 0/KTI-LIPI.
Graindorge, D., F. Klingelhoefer, J-C Sibuet, L. McNeill, T. J. Henstock, S. Dean, MA Gutscher, J. X. Dessa, H. Pennana, S. C. Singh, H. Leau, N. White, H.
Carton, J. A. Malod, C. Rangin, K. G. Aryawan, A. K. Chaubey, A. Chauhan,
D. R. Galih, C. J. Greenroyd, A. Laesanpura, J. Prihantono, G. Royle, U.
Shankar. 2008. Impact of lower plate structure on upper plate deformation at
the NW Sumatran convergent margin from seafloor morphology. Earth and

Planetary Science Letters 275 (2008) 201-210.


Hsu, Y., M.Simmons, J.P. Avouac, J. Galetza, K. Sieh, M. Chlieh, D.H. Natawidjaja,

L. Prawirodirjo, and Y. Bock (2006): Frictional afterslip following the 2005


Nias-Simelue earthquake in Sumatra, Science vol.312: 1922-1926
Hasanuddin Z.Abidin, Heri Andreas, Teruyuki Kato, Takeo Ito, lrwan Meilano,
Fumiaki Kimata, Danny H. Natawidjaja, Hery Harjono (2008),

Crustal

deformation Studies in Java (Indonesia) using GPS, Proceeding of the


International Symposium on the Restoration Program from Giant Earthquakes
and Tsunamis, January 22-24, 2008, Phuket Thailand.

H. Pennana, S.C. Singh & Research Team(N. Hananto, A. Chauhan, M. Denolle, A.


Hendriyana, Sumirah, A.W. Djaja, E. Rohendi, C. Sudjana, J. Prihantono,
D.O. Wardhana). 2008.

Submarine landslide and Localized Tsunami

Potentiality of mentawai Basin, Sumatra, Indonesia. Electronic publication.


ICTW, Nusa Dua, Bali. Kementerian Riset dan Teknologi.
I. Hadi S., Agus Men Riyanto, Bambang Setiadi, 2007, Pengembangan Sistem
lnformasi Sumberdaya Kebumian dan Akuatik. Proseding Pusat Penelitian

Geoteknologi.
Konca, A.O., J-P Avouac, A. Sladen, A.J. Meltzner, K. Sieh, P. Fang, Z. Li, J.
Galetzka, J. Genrich, Mohamed Chlieh, Danny H. Natawidjaja, Yehuda
Bock, Eric J. Fielding, Chen Ji & Don V. Heimberger (2008), Partial rupture of
a locked patch of the Sumatra megathrust during the 2007 earthquake
sequence. Nature, Vo/.456 pp 631-635
Meltzner, A.J., K. Sieh, M. Abrams, D.C. Agnew, K.W. Hudnut, J.-P. Avouac, and
D.H. Natawidjaja, 2006, Uplift and subsidence associated with the great
Aceh-Andaman earthquake of 2004, Journal of Geophysical Research, v.3,

82, 802407, doi:10.1029


40

Munasri, Haryadi Permana, Agus Men Riyanto, Yunarto, Dudi Prayudi, 2003,
Sistem lnformasi Kebumian Sebagai Sarana Penunjang Dalam Penyediaan
lnformasi Geologi Daerah Karangsambung. Laporan Penelitian.
Nalbant, S.S., S. Steacy, K. Sieh, and D. Natawidjaja, 2006, Earthquake risk on the
Sunda trench. Nature, v. 435:757-758
Natawidjaja, D., and K. Sieh, 2000.

A continuous 400-year-long paleogeodetic

record of aseismic and seismic subduction from a coral microatoll, West


Sumatra, Indonesia.

American Geophysical Union Fall Meeting, Oral

presentation and abstract in EOS, Transactions, AGU, vol.81, no.48, F897


Natawidjaja, D.H. (2007).

gempa dan tsunami.

Tectonic setting Indonesia dan pemodelan sumber


Narasumber dan Makalah disajikan pada Pelatihan

Pemodelan Tsunami Run-Up, RISTEK, 20-24 Agustus 2007.


Natawidjaja, D.H. (2007):

Earthquake and Tsunami sources of Indonesia:

Developing research-based disaster mitigation".

Invited speaker and full

paper in proceeding of The lntemational Symposium on Dissaster in


Indonesia: Problems and Solutions. Anda/as University, Padang, 26-28 Juli,
2007
Natawidjaja, D.H. (2007). Potensi Gempa dan Tsunami di Sumatra Barat.

Narasumber pada Seminar "Recovery pasca gempa tanggal 6 maret 2007 di


Sumatra Barat", POLITEKNIK Universitas Andalas, Padang 12Juni 2007
Natawidjaja, D.H. (2007): "Indonesian Earthquake and Tsunami Source Parameters

and Hazard Models: How to mitigate effectively and plan EWS" . Invited
speaker and full paper in Proceeding of the lnternasional Conference for
Earthquake and Tsunami Risk Management for Resilient Community, CCOP
and Badan Geologi Jakarta 2&3 April 2007.
Natawidjaja, D.H., K. Sieh, S. Ward, H. Cheng, R.L. Edwards, J. Galetzka, and B.W.

Suwargadi, 2004. Paleogeodetic records of seismic and aseismic subduction


from central Sumatran microatolls, Indonesia, Journal of Geophysical
Research, 109(84): 4306, 1-34.
Natawidjaja,

D.H.

(2008): "Evaluasi Bahaya Patahan Aktif,

Tsunami,

dan

Goncangan Gempa". Makalah disampaikan sebagai keynote speaker dalam


Seminar dan Pameran HAKI (Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia) di
Jakarta, 19-21 Agustus 2008.

Publikasi dalam Presiding, ISBN: 978-979-

98441-9-4

41

Natawidjaja, D.H., Kerry Sieh, Aron Meltzner (2008). The 2007 megathrust

earthquake and their predecessors in west Sumatra, Indonesia, and


anticipation of the next larger event. Invited speaker - oral presentation,
Proceeding of the International Symposium on the Restoration Program from
Giant Earthquakes and Tsunamis, Phuket Thailand, p: 7-8., January 22-24,
2008
Natawidjaja, D.H., and H.

Ha~ono

(2007), Indonesian tsunami and earthquake's

source parameters: how to mitigate effectively and plan EWS. Invited speaker
and Paper in Proceeding for International Seminar on Earthquake and
Tsunami Risk and Hazard Management for Resilient Communities, CCOP
and Geological Agency, 2-3 April 2007, Jakarta.
Natawidjaja, D.H. (2006) "Aceh-Andaman Megathrust Earthquake 2004". Invited

speaker and paper in Proceeding of The Field Wise Seminar and


International Symposium

on

Geological Engineering,

AUN SEED -

Dept. Geology, UGM, 3-4 August 2006, Jogyakarta.


Natawidjaja, D.H. (2005), The Past, recent, and future giant earthquakes of the

Sumatran megathrust, Invited lecture and Lecture notes of Program of Asian


Academic Seminar, Nagoya University Press, Japan, printed in January 2006;
in Asian Academic Seminar "JASS05 Great Earthquakes in the Plate
Subduction, Sponsors: Nagoya University and the JSPS, Nagoya, Japan,
September 27- October 4, 2005.
Natawidjaja, D.H. (2004).

Crustal vertical motion from paleogeodetic data of the

Sumatran subduction zone, 1950 to 2003: Steady vs episodic strain


accumulation, AGU Fall Meeting, San Fransisco, USA, December, 2004
Natawidjaja, D.J::LK. Sieh, S.N. Ward, L. Edward, B.W. Suwargadi, J. Galetzka. The

seismic subduction cycle in Sumatra, Indonesia: Evidence from coral


microatolls. Presented as an oral presentation in the IAGA-IASPEI meeting in
Hanoi, Vietnam, August 2001
Natawidjaja, D., K. Sieh and S.N. Ward. Active tectonics of the Sumatran plate

margin and its seismic threats to Indonesia and the Southeast Asia.
Presented as a poster presentation in the IAGA-IASPEI meeting in Hanoi,
August2001
Natawidjaja, D.H. and Triyoso, W. (2007): The Sumatran fault zone: from source to

hazard. Journal of Earthquake and Tsunami, Vol.1, No.1: 21-47

42

Natawidjaja, D., Sieh, K., Galetzka, J., Suwargadi, B., Cheng, H., and Edwards, R.
(2007), lnterseismic deformation above the Sunda megathrust recorded in
coral microatolls of the Mentawai Islands, West Sumatra: Journal of
Geophysical Research, v.112, 802404, doi:10.1029.
Natawidjaja, D., Sieh, K., Chlieh, M., Galetzka, J., Suwargadi, B., Cheng, H.,
Edwards, R.L., Avouac, J.-P., and Ward, S., (2006), Source Parameters of
the great Sumatran megathrust earthquakes of 1797 and 1833 inferred from
coral microatolls.: Journal of Geophysical Research, v. 111. 806403, doi:
10.1029
Permana, H., Handayani, L., dan Gaffar, E.Z. 2010. Studi Awal Pola Struktur Bususr
Muka Aceh, Sumatra Bagian Utara (INDONESIA): Penafsiran dan Analisis
Peta Batimetri. Akan terbit dalam Jumal Geologi Kelautan, Desember 201 0.
Permana, H, Hananto. N.D., Ma'ruf, M., E. Kusmanto, E., Santoso, P.O. dan Avianto,
P. 2008 .. F. Klingelhoefer (1), J.-X. Dessa, H. Permana, D. Graindorge, S.
Dean, N. White, H. Carton, S. Singh, and A. Chauhan. 2006. For the SAGEROBS TEAM. First results from the SAGER-OBS deep seismic cruise
(July/August 2006) offshore Sumatra.
Pubellier, M., Rangin, C and Le Pichon, X. 2005. Deep Offshore Tectonics of South
East Asia (Dotsea). A synthesis of deep marine data in Sotheast Asia.
Memoires de Ia Societe Geologique de France, 2005, n.s., no. 176
R.W. Briggs, K. Sieh, A.J. Meltzner, D. Natawidjaja, et al., 2006. Deformation and
slip along the Sunda megathrust in the great 2005 Nias-Simeulue earthquake,
Science, vol. 311, no. 5769, pp. 1897-1901.
Rivera, L, K. Sieh, D. Heimberger, and D. Natawidjaja, 2002. A comparative study
of the Sumatran subduction zone earthquake of 1935 and 1984. Bulletin of
the Seismological Society of America, 92, 1721-1736, 2002.
Robert Delinom, Yunarto, Agus Men Riyanto, Darius Kabanga, Tito SL. Soempono,
2005, Pengembangan Sistem lnformasi Sumberdaya Kebumian Dan Akuatik
(EARlS). Laporan Penelitian.
S.P.S. Gulick, J.A. Austin, Jr., N.L.B. Bangs, K.M. Martin, L.M. McNeill, T.J.
Henstock, J.M. Bull, S. Dean, Y. Djadjadihardja, H. Pennana. 2009. Thick
Consolidated Sediments Allow Rupture to Reach the Trench During
December 2004 Sumatra-Andaman Great Earthquake. AGU Abstract
Sean P. S. Gulick, James A. Austin, Jr., Nathan L. B. Bangs, Lisa M. McNeill, Kylara
M. Martin, Timothy J. Henstock, John M. Bull, Simon Dean, Yusuf S.
43

Djajadihardja,

Haryadi

Pennana.

2010

(submit).

Thick Consolidated

Sediments Allow Rupture to Reach the Trench During 2004 SumatraAndaman Earthquake and Tsunami.
Sengara,

I.W.,

Hendarto,

P.Sumiarta,

D.H.

Natawidjaja,

Wahyu

Triyoso

"Probabilistic Seismic Hazard Mapping for Sumatra Island (2008). Makalah


yang

disampaikan

sebagi

presentasi oral dan dipublikasikan

dalam

Proceeding pada International Conference on Earthquake Engineering and


Disaster Mitigation, 14-15 April, 2008 di Jakarta.
Sengara, I.W., Hendarto, P.Sumiarta, D.H. Natawidjaja, Wahyu Triyoso (2008),
Probabilistic Seismic Hazard Mapping for Sumatra Island,

Makalah yang

disampaikan sebagi presentasi oral dan dipublikasikan dalam Proceeding


pada International Conference on Earthquake Engineering and Disaster
Mitigation, 14-15 April, 2008 di Jakarta.
Sibuet, J.-C., Rangin, C., Le Pichon, X., Singh, S., Cattaneo, A., Graindorge,
D.,Kiingelhoefer, F., Lin, J.-Y., Malod, J.A., Maury, T., Schneider, J.-L.,
Sultan, N., Umber, M., Yamagushi, H., the "Sumatra aftershocks" team, 2007.
26th December 2004 Great Sumatra-Andaman Earthquake: Seismogenic
Zone and Active Splay Faults. Earth and Planet. Sci. Lett., 263, pp. 88-103.
doi:1 0.1 016/j.epsl2007.09.005.
Sibuet, J-C, Rangin, C., Le Pichon, X., Gaedicke, C., Lin, J-Y. and Nabil Sultan., N.
(in preparation). The Great Sumatra-Andaman earthquake and tsunami:
where are we?
Sieh, K., Danny H. Natawidjaja, A.J. Meltzne, C.C. Shen, B.W. Suwargadi, J.
Galetzka, Kue-Shu LiHai, Cheng, R.L. Edwards (2008), Paleogeodetic
Evidence for Earthquake Supercycles on the Sunda Megathrust, Mentawai ,

Science Volume 322 pp 1674-1678


Sieh, K., and D. Natawidjaja, 2000. Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia.
Journal of Geophysical Research, 105, 28,295-28,326.

Sieh, K., S.N. Ward, D.H._Natawidjaja and B.W. Suwargadi, 1999.

Sumatran

subduction kinematics from a paleogeodetic transect. Geophysical Research


Letters, 26, 3141-3144.

Sieh, K. and D.H. Natawidjaja, 2001. The Seismic Threat Posed by Faults in
Sumatra to Singapore and Its Neighbors. Proceeding of The Eight East AsiaPacific Conference on Structural Engineering and Construction, Singapore, 5
-7 Dec.

44

Sieh, K. and D.H. Natawidjaja, et al., 2000. Paleogeodetic and paleoseismologic


constraints on the earthquake cycle of the Sumatran subduction zone.
Proceeding of the HOKUDAN lntemational Symposium and School of Active
Faulting, Japan, Janury 1tt'-2ff', 2000.

Sieh, K., Natawidjaja, D.H. et al (2004}. "The giant subduction earthquakes of 1797
and 1833, West Sumatra: Characteristic couplets, uncharacteristic slip", AGU
Fall Meeting, San Fransisco, USA, December, 2004
Singh, S. C., N. Hananto, A. P. S. Chauhan, H. Pennana, M. Denolle, A.
Hendriyana, D. Natawidjaja, Unearthing of active back-thrusts and landslides
at the NE Margin of Mentawai Islands, SW Sumatra, Nature Geoscience
(accepted), 2008
Sieh, K. and Natawidjaja, D.H. 2000. Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia.
J. Geophys. Res. 105:28295-326

Stebbin, C., Natawidjaja, D.H., et al (2004) " Mitigating the effects of large
subduction-zone earthquakes in western Sumatra, AGU Fall Meeting, San
Fransisco, USA, December, 2004
Tonny P. Sastramihardja, Yunarto, Tito SL. Soempono, Agus Dharma, Agus Men
Riyanto, Yatti Setiati, Adde Tatang, Apong Suhanah, 2002, Pengembangan
Sistem Pengolahan Data Puslilt Geoteknologi LIPI. Laporan Penelitian.
Tito SL. Soempono, Robert Delinom, Suwijanto, Eko Soebowo, Yunarto, Djedi S.
Widarto,

Ida

Narulita,

Agus

Men

Riyanto,

Adde

Tatang,

2003,

Pengembangan Sistem lnformasi Sumberdaya Kebumian dan Akuatik.


Laporan Penelitian.

45

Vous aimerez peut-être aussi