Vous êtes sur la page 1sur 13

BAB VI

ANTI INFLAMASI

I.

TUJUAN
1. Mengenal cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek anti inflamasi
suatu obat.
2. Memahami mekanisme kerja obat anti inflamasi.

II.

PRINSIP
Suntikkan subkuta karagen pada telapak kaki belakang tikus yang
menyebabkan udem, yang dapat diinhibisi oleh obat-obat anti inflamasi yang
diberikan sebelumnya. Volume udem dapat diukur dengan alat pletysmometer dan
dibandingkan terhadap udem yang tidak diberi obat anti inflamasi dinilai dari
persentase proteksi yang diberikan terhadap pembentukan udem.

III.

TINJAUAN PUSTAKA
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat- zat
mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat
perbaikan jaringan ( Mycek, 2001 ).
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena
infeksi kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang
memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen
menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang
cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut
radang (Rukmono, 2000).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian
diikuti oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.),
suhu (panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet),
listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai
agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu
terjadi cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian)

jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya
cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang
disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya proses
fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Rukmono, 2000).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh
darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan,
kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah
besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang
disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam
jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam
jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang
menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin,
beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem
pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang
dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton, 1997).
Proses inflamasi ini juga dipengaruhi dengan adanya mediator-mediator
yang berperan, di antaranya adalah sebagai berikut (Abrams, 2005) :
1. Amina vasoaktif : histamin dan 5-hidroksi tritophan (5-HT/serotonin).
Keduanya terjadi melalui inaktivasi epinefrin dan norepinefrin secara
2.

bersama-sama.
Plasma protease : kinin, sistem komplemen dan sistem koagulasi fibrinolitik,

3.

plasmin, lisosomalesterase, kinin, dan fraksi komplemen.


Metabolik asam arakidonat : prostaglandin, leukotrien ( LTB4 LTC4, LTD4,

4.
5.

LTE4, 5-HETE (asam 5-hidroksi-eikosatetraenoat)).


Produk leukosit enzim lisosomal dan limfokin.
Activating factor dan radikal bebas.
Banyak obat obat antiinflamasi yang bekerja dengan jalan menghambat

sintesis salah satu mediator kimiawi yaitu prostaglandin. Sintesis prostaglandin


yaitu (Mycek, 2001 ) :
Asam arakidonat , suatu asam lemak 20 karbon adalah prekursor utama
prostaglandin dan senyawa yang berkaitan. Asam arakidonat terdapat dalam
komponen fosfolipid membran sel, terutama fosfotidil inositol dan kompleks lipid
lainnya. Asam arakidonat bebas dilepaskan dari jaringan fosfolipid oleh kerja
fosfolipase A2 dan asil hidrolase lainnya. Melalui suatu proses yang dikontrol oleh
hormon dan rangsangan lainnya. Ada 2 jalan utama sintesis eukosanoid dari asam
arakidonat yaitu :

1.

Jalan siklo-oksigenase
Semua

eikosanoid

berstruktur

cincin

sehingga

prostaglandin,

tromboksan, dan prostasiklin disintesis melalui jalan siklo oksigenase. Telah


diketahui dua siklo-oksigenase : COX-1 dan COX-2 Yang pertama bersifat
ada dimana mana dan pembentuk, sedangkan yang kedua diinduksi dalam
respon terhadap rangsangan inflamasi.
2.

Jalan lipoksigenase
Jalan lain, beberapa lipoksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat
untuk membentuk HPETE, 12-HPETE dan 15-HPETE yang merupakan
turunan peroksidasi tidak stabil yang dikorvensi menjadi turunan hidroksilasi
yang sesuai (HETES) atau menjadi leukotrien atau lipoksin, tergantung pada
jaringan.
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang

lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup
pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang
utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda
radang

mencakup rubor

(kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa

sakit),

dan

tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad


terakhir yaitu functio laesa(perubahan fungsi) ( Mitchell, 2003).
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi
pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih
banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat
terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti,
menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 2005).
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.
Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang
memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih
banyak dari pada ke daerah normal (Rukmono, 2000).
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif

lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang
meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang (Rukmono,2000).
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringanjaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat meradang (Rukmono, 2000).
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang
(Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal.
Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi
jaringan yang meradang (Abrams, 2005).
Obat obat yang digunakan untuk sebagai anti inflamasi non steroid
antara lain ( Mycek, 2001 ):
1. Aspirin dan salisilat lain
Mekanisme kerjanya : efek antipiretik dan anti inflamasi salisilat
terjadi karena penghambatan sintesis prostaglandindi pusat pengatur panas
dan hipotalamus dan perifer di daerah target. Lebih lanjut, dengan
menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitisasi
reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanis dan kimiawi.
2. Derivat asam propionat
Obat obat ini menghambat reversible siklo-oksigenase dan karena
itu, seperti aspirin menghambat sintesis prostaglandin tetapi tidak
menghambat leukotrien.

3. Asam Indolasetat
Yang termasuk dalam grup obat - obat ini adalah indometasin,
sulindak dan etolondak. Semua mempunyai aktivitas antiinflamasi , analgetik
dan antipiretik. Bekerja dengan cara menghambat siklo-oksigenase secara
reversible. Umumnya tidak digunakan untuk menurunkan demam.

4. Derivat oksikam
Pada waktu ini, hanya piroksikam yang tersedia di amerika serikat.
Anggota lain dalam grup ini sedang diselidiki dan mungkin akan disediakan
juga. Mekanisme kerjanya belum jelas, tetapi piroksikam digunakan untuk
pengobatan artritis rematoid, spondilitis ankilosa, dan osteoartritis.
5. Fenamat
Asam mefenamat dan meklofenamat tidak mempunyai anti inflamasi
dibandingkan obat AINS yang lain. Efek samping seperti diare dapat berat
dan berhubungan dengan peradangan abdomen.
6. Fenilbutazon
Fenilbutazon mempunyai efek anti inflamasi kuat tetapi tetapi
aktivitas analgetik dan antipiretiknya lemah. Obat ini bukan merupakan obat
first line.
7. Obat obat lain
a. Diklofenak
Penghambat siklo oksigenase. Diklofenak digunakan untuk
pengobatan jangka lama arthritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis
ankilosa.
Ketorolak
Obat ini bekerja sama seperti obat AINS yang lain
c. Tolmetin dan nabumeton
Tolmetin dan nabumeton sama kuatnya dengan aspirin dalam

b.

mengobati artritis rematoid atau osteoartritis dewasa.

IV.

ALAT DAN BAHAN


HEWAN PERCOBAAAN
Mencit
ALAT
Tempat tikus
Suntikan 1ml
Stopwatch
Timbangan mencit
Spidol
BAHAN
Natrium diklofenak 0,26mg/20gBB

Konsentrasi Natrium diklofenak 0,65mg/ml


NaCMC 1% BB
Karagen 0,05ml
V.

CARA KERJA
1. Sebelum mulai percobaan masing-masing mencit dikelompokkan dan
ditimbang bobot badannya, krmudian diberi tanda pengenal untuk setiap tikus.
2. Dengan spidol berikan tanda batas pada sendi kaki belakang kiri untuk setiap
mencit, agar pemasukan kaki mencit kedalam air raksa setiap kali selalu sama.
3. Ukur volume kaki mencit dan dinyatakan sebagai volume dasar untuk setiap
mencit. Pada setiap kali pengukuran volume supaya diperiksa tinggi cairan
pada alat dan dicatat sebelum dan sesudah pengukuran. Usahakan jangan
sampai ada air raksa yang tumpah.
4. Penyuntikan dimulai untuk obat secara intraperitoneal. Mencit control hanya
diberi larutan gom. Pada menit ke 25 disuntikkan larutan karagen pada telapak
kaki kirit mencit dan untuk semuanya diberikan volume 0,05ml.
5. 30 menit kemudian volume kaki yang disuntikkan karagen diukur pada alat
dan dicatat. Lakukan pengukuran yang sama setiap 30 menit, 60 menit, dan 90
menit. Catat perbedaan volume kaki setiap 30 menit pengukuran.
6. Hasil-hasil pengamatan dimuat didalam tabel untuk setiap kelompok, tabel
harus memuat persentase kenaikkan volume kaki setiap 30 menit (untuk
masing-masing mencit). Perhitunmgan persentase kenaikkan volume kaki
dilakukan dengan membandingkannya terhadap volume dasar sebelum
penyuntikkan karagen.
7. Selanjutnya untuk setiap kelompok dihitung persentase rata-rata dan
dibandingkan persentase yang yang diperoleh kelompok yang diberi obat
terhadap kelompok control. Perhitungan dilakukan untuk setiap pengukuran.

rataratakelompok kontrol rata rata kelompok obat


100
rataratakelompok kontrol

8. Gambarkan grafik variasi persentase inhibisa udem yang tergantung pada


waktu (pada kelompok yang diberi dosis).
VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
Berat mencit
Berat mencit control
Natrium diklofenak

: 32g
: 20g
: 0,26mg/20gBB

Konsentrasi Natrium diklofenak


VAO
BBmencit Dosis obat
VAO=
konsentrasi obat

VAO=

: 0,65mg/ml
:

32 g 0,26 mg/20 gBB


0,65 mg/ml
= 0,64ml

NaCMC
NaCMC=

1
20 g
100
= 0,2ml

Perhitungan volume udem


Volume udem = volume pengukuran volume awal
Volume udem 30 menit = 0,23 0,24
= -0,01
Volume udem 60 menit = 0,20 0,24
= -0,04
Volume udem 90 menit = 0,15 0,24
= -0,09
Perhitungan % Inhibisi
Inhibisi=

EC Et
100
EC

Inhibisi 30 menit=

0,11 (0,01)
100
0,11
= 109,09%

Inhibisi 60 menit=

0,10 (0,04 )
100
0,10
= 140%

Inhibisi 90 menit=

0,14 (0,09 )
100
0,14
= 164,28%

PEMBAHASAN
Inflamasi diartikan sebagai suatu respon protektif normal terhadap luka
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat- zat
mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat
perbaikan jaringan.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui efek obat obat antiinflamasi
terhadap hewan coba Mencit (Mus musculus ). Alasan pemilihan mencit sebagai
hewan coba adalah agar pengamatan terhadap pembengkakan kaki mencit mudah
diamati dan diukur.
Berdasarkan hasil percobaan dapat diamati bahwa mencit yang
diperlakukan sebagai kontrol mengalami pembengkakan (radang) pada kakinya
yang disuntikkan dengan karagenan. Radang yang ditandai dengan bertambahnya
volume kaki mencit setelah pemberian karagenan (udem). Karagenan merupakan
suatu zat asing (antigen) yang bila masuk kedalam tubuh akan merangsang
pelepasan mediator radang seperti histamin sehingga menimbulkan radang akibat
antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen tersebut untuk melawan pengaruhnya.

Dalam percobaan ini digunakan obat antiinflamasi yaitu Na. diklofenak.


Diklofenak merupakan obat antiinflamasi golongan asam karboksilat derivat asam
fenilasetat.
Pemberian Na-Diklofenak sebagai anti inflamasi dapat menurunkan
aktifitas peradangan yang disebabkan karagenan tersebut. Mekanisme kerja obat
ini adalah menghambat jalan enzim siklo-oksigenase sehingga pembentukan
prostaglandin terhambat.
Dari hasil pengamatan di peroleh hasil pengukuran yang kurang akurat
dimana pada saat pengukuran pertama diperoleh hasil pengukuran kaki mencit
yang besar yaitu 0,24 pengukuran yang kurang akurat ini bias disebabkan pada
saat pengukuran kaki mencitnya bergoyang, maka didapat hasil pengukuran yang
kurang akurat. Hal ini juga bias terjadi karena ukuran kaki mencit yang
mempuhyai berat badan 32g mempunyai ukuran kaki yang besar.
Akan tetapi setelah pemberian karagensia seharusnya ukuran kaki mencit
bertambah besar, tapi dari hasil yang didapat ukuran kaki mencit mengalami
pengurangan ukuran. Hasil yang didapat pada menit ke 30 memberikan ukuran
0,23 pada menit ke 60 ukuran kaki mencit baertambah mengalami pengurangan
ukuran 0,20 pada menit ke 90 ukuran kaki mencit terus mengalami pengurangan
ukuran menjadi 0,15.
Hasil pengukuran yang kurang akurat bias terjadi karena beberapa factor
yang diantaranya yaitu :
1. Pada

saat

penyuntikan

karagensia,

tidak

tersuntikkan

secara

keseluruhan. Sehingga mengakibatkan kaki mencait yang tidak terlalu


bengkak.
2. Kasalahan-kasalahan yang mungkin terjadi pada saat pengukuran .
3. Kesalahan dalam pemberian dosis obat.
VII.

KESIMPULAN
1. Efek yang ditimbulkan akibat pemberian karagenan pada hewan percobaan
adalah terjadinya udem, yang terlihat dari bertambahnya volume kaki tikus
setelah diukur dengan plestimometer.
2. Na diklofenak memberikan efek antiinflamasi, mengurangi udem pada kaki
tikus akibat pemberian karagenan.
3. Inflamasi terjadi karena reaksi antara antigen dengan antibodi yang dapat
merangsang pelepasan mediator radang sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh kapiler dan migrasi fagosit ke daerah radang, yang mengakibatkan
hyperemia dan udem pada daerah terjadinya inflamasi.

4. Gejala-gejala inflamasi adalah: rubor (merah), kalor (panas), tumor


(bengkak), dolor (sakit), dan fungtio laesa, yaitu berkurangnya fungsi
fisiologis tubuh.
VIII.

JAWABAN PERTANYAAN-PERTANYAAN
1. Bahas hasil-hasil yang diperoleh dari segi aktivitas obat antiinflamasi yang
diberikan !
Jawab :
Persen inhibisi tiap kelompok yang didapat : Kelompok 1 didapatkan
% inhibisi t30 = -27,27%, t60 = -40%, t90 = 42,85%, Pada kelompok 2
didapatkan % inhibisi t30 = 45,45%, t60= 70%, t90 =92,85%. Pada kelompok
3 didapatkan % inhibisi t30= 109,09%, t60= 140%, t90= 164,28%. Pada
kelompok 4 % inhibisi t30= 0%, t60=40%, t90=57,14%. Pada kelompok 5 %
inhibisi t30= -54,54%, t60= 10%, t90=28,57%. Pada kelompok 6 % inhibisi
t30= 81,81%, t60= 90%, t90=92,85%.
Obat anti inflamasi yang bagus seharusnya obat yang memiliki dosis
yang lebih tinggi, sehingga memberikan efek terapi yang lebih baik dan
inhibisinya lebih bagus . Namun kenyataannya dari data di atas dapat dilihat
bahwa obat antiinflamasi/ inhibisi lebih baik untuk Na diklofenak yaitu yang
dengan dosis 0,26 mg/20gBB pada kelompok 2, sedang kan pada kelompok 3
yang menggunakan obat dan dosis yang sama itu malah memberikan hasil
minus pada volume udemnya. Dan untuk obat asetosal itu dari percobaan yang
memiliki dosis yang paling tinggi lah ( 5mg/20gBB ) yang dapat menurun kan
volume udem yang besar. Kesalahan pada obat Na diklofenak mungkin di
karenakan kesalahan pada saat percobaan.
Kesalahan hasil ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor kesalahan
seperti :
a. Kaki mencit yang diinduksi tidak terlalu bengkak
b. Kesalahan dalam pengukuran
c. Kesalahan dalam pemberian dosis obat pada mencit.
2. Apakah sama mekanisme kerja antiinflamasi asetosal dan endometazin ?
jelaskan !
Jawab ;
1. Cara Kerja Aspirin
Cara Kerja Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat AntiInflamasi Non-Steroid atau NSAID) lain yaitu menghambat sintesa
prostaglandin dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1

& COX-2). Asam mefenamat mempunyai efek antiinflamasi, analgetik


(antinyeri) dan antipiretik
2. Cara kerja Indometasin
Indometasin merupakan derivat indolilasetat.Khasiatnya kuat dan
dapat disamakan dengan diklofenak. Tetapi lebih sering menimbulkan efek
samping khususnya efek ulcerogen dan pendarahan occult (Tan Hoan Tjay,
2002).
Indometasin memiliki efek antiinflamasi dan analgesik-antipiretik
yang kira-kira sebanding dengan aspirin.Telah terbukti bahwa indometasin
memiliki efek analgetik perifer maupun sentral. Secara in vitro,
indometasin

menghambat

enzim

siklooksigenase.Seperti

kolkisin,

indometasin menghambat motilitas leukosit polimorfonuklear.


Indometasin merupakan penghambat prostagladin yang terkuat, ia
di absorpsi dengan baik setelah pemberian per oral dan sebgian besar
terikat oleh protein plasma. Metabolisme yang terjadi di hati, dalam bentuk
yang tak berubah dan metabolit tak aktif. Obat ini di eksresikan ke dalam
empedu dan urin.
Indometasin menghambat prostagladin dengan cara membentuk
ikatan dengan enzim siklooksigenase sehingga asam arachidonat tidak
dapat

berikatan

dengan

enzim

dan

prostagladin

tidak

dapat

terbentuk.Kompleks enzim-indometasin ini sifatnya reversible, artinya,


indometasin dapat lepas dari enzim. Bersifat time dependent karenaketika
kompleks enzim-indometzsin bertaha dalam selang waktu tertentu, dapat
terjadi konformasi pada enzim yang akan menghasilkan ikatan yang lebih
kuat dengan indometasin.
Dapat dilihat bahwa mekanisme kerja aspirin sama dengan
indometasin, menghambat kerja prostaglandindengan cara membentuk
ikatan dengan enzim siklooksigenase.

IX.

DAFTAR PUSTAKA
Hamor, G.H.,(1996), ZAT ANTIRADANG NONSTEROID, dalam, Foye,
W.O., (Editor),

Mitchell, R.N. & Cotran, R.S.2003. Inflamasi akut dan kronik.


Philadelphia: Elsevier Saunders
Tjay, T.H., dan Rahardja,K., (2002), OBAT-OBAT PENTING, KHASIAT,
PENGGUNAAN, DAN EFEK-EFEK SAMPINGNYA, Cetakan Kedua, Edisi
Kelima, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta,

LAPORAN PRATIKUM

FARMAKOLOGI I

ANTIINFLAMASI

Oleh :

Kelompok : 2B Ganjil
Sri Merlia Jasril

1101101

Tanggal : 12 Desember 2012


Dosen :
Asisten : 1. Anggrek Wiranti
2. Deri Islami

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
PEKANBARU
2012

Vous aimerez peut-être aussi