Vous êtes sur la page 1sur 9

TUGAS FARMAKOLOGI II

ANTAGONIS H1 GENERASI BARU

DISUSUN OLEH:
KELAS A
KELOMPOK 7

MUH. SYARIFURISMAN
MUSFIRAH
NUR FAUZIAH KASIM
NUREVA RAMLI
NURFAEDAH KARIM
NURNANENGSIH

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


MAKASSAR
JURUSAN FARMASI
2013

ANTAGONIS H-1 GENERASI BARU


A. Antihistamin Penghambat Reseptor H1 (AH1)
Antihistamin H1 merupakan salah satu obat terbanyak dan terluas digunakan di
seluruh dunia. Fakta ini membuat perkembangan sekecil apapun yang berkenaan
dengan obat ini menjadi suatu hal yang sangat penting. Semisal perubahan dalam
penggolongan antihistamin H1. Dulu, antihistamin-H1 dikenal sebagai antagonis
reseptor histamin H1. Namun baru-baru ini, seiring perkembangan ilmu farmakologi
molekular, antihistamin H1 lebih digolongkan sebagai inverse agonist ketimbang
antagonis reseptor histamin H1.
Suatu obat disebut sebagai inverse agonist bila terikat dengan sisi reseptor yang
sama dengan agonis, namun memberikan efek berlawanan. Jadi, obat ini memiliki
aktivitas intrinsik (efikasi negatif) tanpa bertindak sebagai suatu ligan. Sedangkan suatu
antagonis bekerja dengan bertindak sebagai ligan yang mengikat reseptor atau
menghentikan kaskade pada sisi yang ditempati agonis. Beda dengan inverse agonist,
suatu antagonis sama sekali tidak berefek atau tidak mempunyai aktivitas intrinsik.
B. Penggolongan Antihistamin H1 (AH1)
1. Antihistamin (AH1) Generasi Pertama
- Azatadine
- Azelastine
- Chlorpheniramine
- Clemastine
- Cyproheptadine
- Dexchlorpheniramine
- Hydroxyzine
- Prometazine
- Tripelenamine
2. Antihistamin (AH1) Generasi Kedua
- Cetirizine
- Loratadine
- fexofenadin
- astemizol
3. Antihistamin (AH1) Generasi Ketiga
- desloratadin
- levocetirizin
Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang signifikan. Generasi
pertama lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek antikolinergik yang lebih
nyata. Hal ini dikarenakan generasi pertama kurang selektif dan mampu berpenetrasi

pada sistem saraf pusat (SSP) lebih besar dibanding generasi kedua. Sementara itu,
generasi kedua lebih banyak dan lebih kuat terikat dengan protein plasma, sehingga
mengurangi kemampuannya melintasi otak.
Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua, berupa
metabolit (desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer (levocetirizine). Pencarian
generasi ketiga ini dimaksudkan untuk memperoleh profil antihistamin yang lebih baik
dengan efikasi tinggi serta efek samping lebih minimal.
C. Farmakologi
Sebagai inverse agonist, antihistamin H1 beraksi dengan bergabung bersama dan
menstabilkan reseptor H1 yang belum aktif, sehingga berada pada status yang tidak
aktif. Penghambatan reseptor histamin H1 ini bisa mengurangi permeabilitas vaskular,
pengurangan pruritus, dan relaksasi otot polos saluran cerna serta napas. Secara klinis,
antihistamin H1 generasi pertama ditemukan sangat efektif berbagai gejala rhinitis
alergi reaksi fase awal, sepertirhinorrhea, pruritus, dan sneezing. Tapi, obat ini kurang
efektif untuk mengontrol nasal congestion yang terkait dengan reaksi fase akhir.
Sementara itu antihistamin generasi kedua dan ketiga memiliki profil farmakologi
yang lebih baik. Keduanya lebih selektif pada reseptor perifer dan juga bisa
menurunkan lipofilisitas, sehingga efek samping pada SSP lebih minimal. Di samping
itu, obat ini juga memiliki kemampuan anti alergi tambahan, yakni sebagai antagonis
histamin. Antihistamin generasi baru ini mempengaruhi pelepasan mediator dari sel
mast dengan menghambat influks ion kalsium melintasi sel mast atau membaran basofil
plasma, atau menghambat pelepasan ion kalsium intraseluler dalam sel. Obat ini
menghambat reaksi alergi dengan bekerja pada leukotriene dan prostaglandin, atau
dengan menghasilkan efek anti-platelet activating factor.
Antihistamin H1 diduga juga memiliki efek anti inflamasi. Hal ini terlihat dari
studi in vitro desloratadine, suatu antihistamin H1 generasi ketiga. Studi menunjukkan,
desloratadine

memiliki

efek

langsung

pada

mediator

inflamatori,

seperti

menghambat pelepasan intracellular adhesion molecule-1(ICAM-1) oleh sel epitel


nasal, sehingga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori dan imunomodulatori.
Kemampuan tambahan inilah yang mungkin menjelaskan kenapa desloratadine secara
signifikan bisa memperbaiki nasal congestion pada beberapa double-blind, placebocontrolled studies. Efek ini tak ditemukan pada generasi sebelumnya, generasi pertama
dan kedua. Sehingga perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk menguak misteri dari efek
tambahan ini.

D. Farmakokinetik
Setelah pemberian oral atau parenteral, antihistamin H1 diabsorpsi secara
baik. Pemberian antihistamin H1 secara oral efeknya timbul 15-30 menit dan maksimal
setelah 1-2 jam, mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Ikatan
dengan protein plasma berkisar antara 78-99%. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru
sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Sebagian
besar antihistamin H1dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed-function
oxygenase system, tetapi dapat juga melalui paru-paru dan ginjal. Konsentrasi plasma
yang relatif rendah setelah pemberian dosis tunggal menunjukkan kemungkinan terjadi
efek lintas pertama oleh hati. Antihistamin H1 dieksresi melalui urin setelah 24 jam,
terutama dalam bentuk metabolitnya.
Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki waktu
paruh cukup panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin hanya 2 jam. Waktu paruh
metabolit aktif juga sangat berbeda jauh dengan obat induknya, seperti astemizole 1,1
hari sementara metabolit aktifnya, N-desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5
hari. Hal inilah yang mungkin menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih
eksis meski kadarnya dalam darah sudah tidak terdeteksi lagi. Waktu paruh beberapa
antihistamin H1 menjadi lebih pendek pada anak dan jadi lebih panjang pada orang tua,
pasien disfungsi hati, dan pasien yang menerima ketokonazol, eritromisin, atau
penghambat microsomal oxygenase lainnya.
E. Penggunaan Klinis (Indikasi)
Antihistamin H1 berguna untuk pengobatan simptomatik berbagai penyakit alergi
dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan. Antihistamin generasi pertama
digunakan untuk mengatasi hipersensitifitas, reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi
musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini
juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan.
Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping
untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep aid, antiparkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai pre-medikasi
atau sesudah anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan
sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan untuk motion sickness, pre- dan
postoperative atau obstetric sedation.
F. Efek Samping
Pada dosis terapi, semua antihistamin H1 menimbulkan efek samping walaupun
jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Terdapat

variasi yang besar dalam toleransi obat antar individu, kadang-kadang efek samping ini
sangat mengganggu sehingga terapi perlu dihentikan.
Efek Samping Antihistamin H1 Generasi Pertama :
- Alergi : fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
- Kardiovaskular : hipotensi postural, palpitasi, refleks takikardia, trombosis vena
-

pada sisi injeksi (IV prometazin)


Sistem Saraf Pusat : drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue,

bingung, reaksi extrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi


Gastrointestinal : epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)
Genitourinari : urinary frequency, dysuria, urinary retention
Respiratori : dada sesak, wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal burning

(nasal spray)
Antihistamin Generasi kedua dan ketiga :
- Alergi : fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
- SSP : mengantuk/ drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi
- Respiratori : mulut kering
- Gastrointestinal : nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine, fexofenadine)
Efek samping SSP sebanding dengan placebo pada uji klinis, kecuali cetirizine
yang tampak lebih sedatif ketimbang placebo dan mungkin sama dengan generasi
pertama. Efek samping pada respiratori dan gastrointestinal lebih jarang dibanding
generasi pertama.
Beberapa efek samping lain dari antihistamin :
a. Efek sedasi
Dari hasil penelitian oleh perocek, dibandingkan difenhidramin 250 mg
dengan loratadine dosis tunggal 20 mg. Hasilnya memperlihatkan efek sedasi
difenhidramin

lebih

besar

dibanding

loratadine.

Jadi

loratadine

tidak

mempengaruhi kemampuan mengendarai, tingkat kewaspadaan siang hari dan


produktifitas kerja. Juga loratadin menghilangkan gejala rhinitis alergi musiman
secara efektif dan absorbsi oralnya sangat cepat serta memiliki masa kerja yang
panjang, sehingga cukup diberikan sekali dalam sehari.
b. Gangguan psikomotor
Yaitu gangguan dalam pekerjaan yang melibatkan fungsi psikomotor,
merupakan masalah yang menjadi perhatian dalam terapi yang menggunakan
antihistamin. Efek samping terlihat saat pasien melakukan kegiatan dengan resiko
fisik seperti mengendarai mobil, berenang, gulat, atau melakukan pekerjaan
tangan. Gangguan fungsi psikomotor adalah efek yang berbeda dari terjadinya
sedasi (rasa mengantuk).
c. Gangguan kognitif
Adalah gangguan terhadap kemampuan belajar, konsentrasi atau ketrampilan
di tempat bekerja. Dari hasil penelitian memperlihatkan antihistamin generasi

pertama terutama difenhidramin menyebabkan gangguan kemampuan belajar,


konsentrasi, atau ketrampilan di tempat kerja. Sedangkan loratadin meniadakan
efek negative dari rhinitis alergi terhadap kemampuan belajar.
d. Efek kardiotoksisitas
Antihistamin selama ini dianggap sebagai obat yang aman, tetapi sejak akhir
tahun 80-an mulai muncul beberapa jenis antihistamin yang digunakan dengan
dosis yang berlebihan. Sehingga dapat menyebabkan pasien yang menggunakan
mengalami gangguan pada jantung (kardiotoksisitas).
Untuk pasien yang aktif bekerja harus berhati-hati dalam menggunakan
antihistamin, karena beberapa antihistamin memiliki efek samping sedasi
(mengantuk), gangguan psikomotor dan gangguan kognitif. Akibatnya bila
digunakan oleh orang yang melakukan pekerjaan dengan tingkat kewaspadaan
tinggi sangat berbahaya.

G. Kontra Indikasi
Antihistamin generasi pertama:
-

Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural


Bayi baru lahir atau premature
Ibu menyusui
Narrow-angle glaucoma
Stenosing peptic ulcer
Hipertropi prostat simptomatik
Bladder neck obstruction
Penyumbatan pyloroduodenal
Gejala saluran napas atas (termasuk asma)
Pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI)
Pasien tua.

Antihistamin generasi kedua dan ketiga :


-

Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural.

H. Obat-Obat Antihistamin H1
1. CHLORPHENIRAMINE
Indikasi
: Alergi seperti rhinitis, urtikaria,asma bronchial, udem
angloneuritik, dermatitis atopik, alergi eksim, gatal.
Dosis
: 3-4 x sehari
Kontra Indikasi
: serangan asma, bayi prematur
Perhatian
: Glaukoma, wanita hamil, retensi urin, hipertrifi prostat.
Efek Samping
: Sedasi, gangguan GIT, efek antimuskarinik, hipertensi,
kelemahan otot.
Kemasan
Nama paten

: Tablet 4 mg
: Pehachlor

2. PROMETAZINE
Indikasi

: Pengobatan & pencegahan mual & muntah yg berhubungan

dg gastroenteritis, vertigo km sindrom Meniere & labirintitis, mabuk kendaraan,


mual pasca operasi.
Kontra Indikasi
Perhatian

: Asma, hipersensitif
: Dapat mengganggu

kemampuan

mengemudi

atau

menjalankan mesin.
Efek Samping

Mengantuk,

sedasi,

penglihatan

kabur,

disorientasi,

peningkatan TD, ruam kulit, fotosensitivitas.


Kemasan
Nama Paten
3. CETIRIZINE
Indikasi

: Tablet salut selaput 4 mg, 25 mg; ampul 4 mg/2ml; sirup


: Nufapreg, Avopreg, Phenergan
: Pengobatan rhinitis alergi menahun ataupun musiman, dan

urtikaria idiopatik kronik.


Farmakologi
: Cetirizine merupakan antihistamin potensial yang memiliki
efek sedasi (kantuk) ringan dengan sifat tambahan anti alergi.
Kontra Indikasi
:
-

Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap kandungan dalam obat.

Wanita menyusui, karena kandungan aktif cetirizine diekskresi pada air susu
ibu.

Dosis:
-

Dewasa dan anak usia diatas 12 tahun : 1 tablet 10 mg, 1 kali sehari
Penggunaan pada penderita gangguan fungsi ginjal : dosis sebaiknya dikurangi
menjadi tablet sehari.

Perhatian

: Kejadian mengantuk telah dilaporkan pada beberapa pasien

yang mengkonsumsi Cetirizine; oleh karena itu hati-hati bila mengendarai


kendaraan atau mengoperasikan mesin. Penggunaan Cetirizine bersamaan dengan
alkohol atau depresan sistem saraf pusat lainnya sebaiknya dihindari karena dapat
terjadi peningkatan penurunan kewaspadaan dan kerusakan sistem saraf pusat.
Interaksi Obat

: Penelitian dengan diazepam dan cimetidine menunjukkan

kejadian interaksi obat. Sama seperti antihistamin lain, disarankan untuk


menghindari konsumsi alkohol yang berlebihan.

Kemasan
4. LORATADINE
Indikasi

: Cetirizine 10 mg tablet.

: Rinitis alergi seperti bersin, pilek, rasa gatal pada hidung, rasa

gatal dan terbakar pada mata.


Farmakologi
: Loratadine

adalah

antihistamin

kerja

panjang

yang

mempunyai selektivitas tinggi terhadap reseptor histamin-H1 perifer dan afinitas


yang rendah terhadap reseptor-H1 di sususnan saraf pusat. Loratadine juga
mempunyai afinitias lemah terhadap reseptor adrenergik alfa dan reseptor
asetilkolin.
Perhatian

: Hati-hati bila diberikan pada wanita yang sedang menyusui,

karena Loratadine dieksresikan dalam air susu ibu.


Interaksi Obat
: Hati-hati pemakaian bersama obat-obat yang menghambat
metabolisme hati seperti ketoconazole,
Dosis
:
- Dewasa, usia lanjut, anak 12 tahun tahun atau lebih : 10 mg sehari .
- Anak-anak usia 2 12 tahun : BB > 30 kg : 10 mg sehari BB 30 kg : 5 mg
-

sehari.
Khasiat dan keamanan penggunaan pada anak-anak usia dibawah 2 tahun

belum terbukti
Kontra Indikasi
: Hipersensitif atau idiosinkrasi terhadap komponennya
Kemasan
: Loratadine 10 mg tablet; Loratadine 5 mg / 5 mL Sirup.
Nama Paten
: Claritin 10 mg tablet
5. FEXOFENADINE
Indikasi
: Meredakan gejala-gejala yang berhubungan dengan alergi
seperti rinitis alergika & urtikaria (biduran/kaligata) idiopatik kronik pada orang
dewasa & anak berusia 12 tahun atau lebih.
Dosis
: Dewasa & anak 12 tahun : 1 kali sehari 1 tablet
Pemberian Obat
: Berikan sebelum makan. Jangan diberikan bersama jus buah.
Efek Samping
: Sakit kepala, mengantuk, mual, pusing, lelah
Interaksi Obat
: pemakaian bersama dengan antasida yang mengandung
Aluminium dan Magnesium Hidroksida dalam waktu 15 menit menyebabkan
penurunan bioavailabilitas Feksofenadin HCl.
Kemasan
: Tablet salut film OD 120 mg
Nama Paten
: Telfast OD 120 mg tablet
6. ASTEMIZOL
Indikasi
: Rinitis alergi, konjungtivitis alergi, urtikaria kronis dan
kondisi alergi lainnya.
Dosis
: Dewasa dan anak usia diatas 12 tahun: sehari 10 mg; 6-12
tahun: sehari 5 mg; usia dibawah 6 tahun: 2 mg/kgBB/hari
Perhatian
: Gangguan hati, hipokalemia.
Efek Samping
: Kenaikan berat badan pada pemakaian jangka panjang.

Interaksi Obat
: azoles, makrolida
Nama Paten
: Comaz 10 mg tablet
7. DESLORATADIN
Indikasi
:
- Menghilangkan gejala pada hidung dan bukan hidung dari rinitis alergika
-

(musiman dan sepanjang tahun).


Terapi simtomatik (hanya untuk menghilangkan gejalanya saja) gatal-gatal,
mengurangi jumlah dan ukuran hives (penyakit dengan rasa gatal

dengan

bintik-bintik merah dan bengkak) pada pasien dengan urtikaria idiopatik


kronis (biduran menahun yang tidak diketahui sebabnya).
Perhatian
: Hamil, menyusui
Efek Samping
: Faringitis, mulut kering, nyeri otot, ketagihan tidur, nyeri saat
haid.
Kemasan
: Tablet salut-selaput 5 mg
Dosis
: Dewasa dan anak berusia 12 tahun ke atas: 5 mg sekali sehari
Penyajian
: Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak.
Nama Paten
: Aerius tablet 5 mg
8. LEVOCETIRIZINE
Indikasi
: Rinitis alergi musiman, rinitis alergi perenial, urtikaria
idiopatik kronik, rinitis alergi persisten.
Dosis
: Dewasa dan anak diatas 12 tahun: sehari 1x5 mg
Perhatian
: Pasien dengan gangguan herediter intoleransi galaktosa,
defisiensi laktose atau malabsorpsi glukosa-galaktosa.
Efek Samping
: Sakit kepala, somnolen, mulut kering, rasa lelah.
Nama Paten
: Xyzal 5 mg tablet

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Buku Saku Obat Generik. Aesculapius: Makassar.
Anonim. 2010. Antihistamin. http://www.welcometomyblog-antihistamin.com. Diakses pada
tanggal 30 November 2013.
Anonim. http://www.apotikantar.com. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013.
Anonim.2013. Trade Names of Generic Drugs. http://www.merckmanual.com. Diakses pada
tanggal 1 Desember 2013.
Susanto, Lim. 2013. Produsen Obat Berkualitas dan Ekonomis: PT. Hexpharm Jaya
Laboratoties. http://hexpharmjaya.com. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013.

Vous aimerez peut-être aussi