Vous êtes sur la page 1sur 4

<instrumentasi>

Acuan Vibrasi
Rangkuman Diskusi Mailing List Migas Indonesia April 2003
Pertanyaan : Oktavianus P. Adiatma
Saya mau menanyakan beberapa hal mengenai masalah vibrasi
1. Apakah yang dimaksud dengan istilah RMS, Zero to Peak dan Peak to Peak?
2. Sebagai acuan vibrasi mana yang lebih baik untuk dipakai RMS, Zero to
Peak atau peak to peak?
Tanggapan 1 : Bambang S. Santoso
Mas Octavianus,
Seingat saya,
RMS = Root Mean Square (akar kuadrat rata-rata)
Zero to Peak = dari axis (zero) ke puncak
Peak to Peak = dari puncak/lembah terendah ke puncak tertinggi
jadi nilai peak to peak adalah 2 X zero to peak.
Bila signature vibrasi sudah diperoleh, maka ketiga nilai di atas dapat diperoleh
melalui software tertentu. Untuk dua yang terakhir bisa dilihat juga via oscilloscope.
Yang membantu kita adalah penggunaan yang konsisten. Bila saat equipment masih
baru, vibrasi dinyatakan dalam peak to peak misalnya, maka untuk selanjutnya
secara periodik sebaiknya diukur / direcord peak to peak nya.
Manapun yang dipilih dari ketiga ukuran tsb, bila ada trending yang meningkat
secara mendadak atau gradual, perlu diteliti melalui filtering , analysis spectrum,
bode plot dll sehingga bisa di diagnosa permasalahan yang menyebabkan kenaikan
vibrasi tsb.
Tanggapan 2 : Humala Oloan
Mas Octavianus,
Menambahkan penjelasan dari Mas Bambang,
Ada Lima scaling factor yang biasa digunakan dalam analisa vibrasi:
RMS = Root Mean Square (akar kuadrat rata-rata, atau 0.7 x peak)
Zero to Peak = dari axis (zero) ke puncak
Peak to Peak = dari puncak/lembah terendah ke puncak tertinggi atau sama
dgn 2 x peak
Average = 0.58 x peak, namun scale ini jarang digunakan.
Overall = Mengukur jumlah peak dalam frekwensi band tertentu atau sama
jika kita menggunakan alat ukur vibrasi yang portable atau semacam
vibrometer.

Sebagai acuan vibrasi, semuanya bisa digunakan tergantung referensi yang ada pada
kita sebagai pembanding. Jika referensi pembanding yang digunakan adaalah ISO
2372, maka Peak (Inch/sec) dan RMS (mm/sec) yang digunakan. Jika kita punya
referensi vibrasi equipment waktu di test di pabrik pembuat dalam Peak to Peak atau
Average, atau yang lain, maka scaling factor tersebut yang dipakai. Biasanya sebuah
vibration data collector punya fasilitas untuk menampilkan unit vibrasi yang kita
inginkan.
Namun demikian yang paling penting mengunakan scaling factor yang konsisten
dalam proses spectrum analysis. Dalam analysis ini, sebuah spektrum vibrasi yang
diambil di lapangan di urai berdasarkan frekwensi kerusakan seperti Unbalance,
missalignment, bearing defect, dll. Tingkat kerusakannya bisa dilihat dari besarnya
amplitude (peak, RMS, yll) pada frekwensi.
Sedangkan laju kerusakan (Failure rate) dilihat dari perbandingan amplitude dari
spektrum vibrasi yang diambil sekarang dengan sebelumnya. Nah untuk
perbandingan ini lah diperlukan konsistensi terhadap penggunaan scalling factor
yang sama agar aple to aple.
Tanggapan 3 : Bambang Sugiharta
Mas Octavianus,
Hanya sekadar menambahkan apa yang dikatakan oleh Mas Bambang dan Mas
Humala, bahwa ketiga2nya sama. Tidak ada yang lebih baik, karena semuanya
adalah besaran amplitudo yang dipakai untuk menentukan besarnya defect.
Tanggapan 4 : Restoto
Saya coba menambahkan,
1. RMS adalah Root Mean Square atau 0.707 x (tinggi amplitude dari reference ke
peak sinusoidal vibrasi). Biasanya digunakan dalam pembacaan dengan
menggunakan acceleration mapun velocity transducer.
2. Zero to Peak, artinya tinggi amplitude dari sumbu reference ke peak sinusoidal
vibrasi.
3. Peak to Peak adalah pembacaan amplitude vibrasi dari puncak bawah ke puncak
pertama atas. Biasanya nilainya 2 x zero to peak. Displacement transducer
menggunakan nilai ini.
4. Mana yang lebih baik sebagai acuan? Tergantung transducer mana yang kita
gunakan. Seperti misalnya, kita menggunakan displacement transducer maka pasti
menggunakan peak-to-peak.
Tanggapan 5 : Anas Rosyadi
Mas Oktavianus,
Saya nambahin nih...Sebelum menjawab ke pertanyaan yg diajukan, mari kita
bahas sedikit mengenai bagaimana cara menggambarkan vibrasi. Berbicara
vibrasi, maka kita akan mengenal : 1. Amplitudo 2. Frekuensi (f=1/T) 3. Fasa

AMPLITUDO menyatakan simpangan (level) vibrasi, bisa dinyatakan dalam 3


satuan :
- acceleration (G's), 1 G = 9.81 m/s2.
- velocity (mm/s or inch/sec)
- displacement (microns or mils = inch/1000)
Nah ketiga satuan di atas bisa dinyatakan dalam RMS, PEAK ATAU PEAK-PEAK
(bukan sebagai satuan). Kalau utk machinery vibration, Mas Oktavianus dpt
mengacu ke ISO 10816-1:1995 - "evaluation of machine vibration by
measurement on non-rotating part" (sbg pengganti ISO 2372), di dalam
standard tsb vibrasi dinyatakan dalam mm/s (RMS). Instrumentasi utk
vibration data logger saat ini pada umumnya bisa menampilkan ketiga satuan
tsb, krn secara matematis kita bisa mengkonversikananya (khusus utk sinyal
sinusoidal) utk frekuensi tertentu. Saya kirimkan vibration calculator sbg
utk bermain2 dgn satuan tsb dan juga paper "basic vibration primer". Paper
saya kemarin juga membahas mengenai pengenalan vibrasi. Common practise di
dunia persilatan vibrasi utk pemakain satuan sbb :
English Metric
1. Displacement Mils microns Peak-to-Peak
2. Acceleration G's G's RMS
3. Velocity in/sec mm/s RMS or Peak
---Konversinya sbb :
Pk = 0 to A (Peak)
P-P = 2.0 X A (Peak-to-Peak)
RMS = 0.707 X Pk
(Root Mean Square)
Pk = 1.414 X RMS
Avg. = 0.637 X Pk
Note: The conversions above are true only for sine waves.
---Vibration data logger yg hanya menampilkan nilai OVERALL, biasanya vibrasi
dinyatakan dalam velocity (mm/s or inch/s) RMS.
FREKUENSI, merupakan jumlah siklus yg terjadi dalam waktu tertentu (detik
misalnya), biasa dinyatakan dalam RPM, CPM (cycle per minute), Hz, atau
ORDER.
FASA, menyatakan hubungan relatif antara 2 sinyal. Utk vibrasi banyak
digunakan pada bode plot (utk mendeteksi adanya natural frequency), ODS,
membedakan antara misalignment atau bent shaft dll, mechanical looseness,
soft foot dll... Dinyatakan dalam derajat, 0 - 360 derajat.
Kembali ke pertanyaan mana yg lebih baik? Bukannya pada pk, pk-pk atau RMS,

tetapi adalah pemilihan satuan dan transducer yg dipakainya. Wah bisa


puanjang nih ngejelasinnya, belum lagi ttg machinery fault diagnostic dll.
Singkatnya, utk mengukur relative vibration pada mesin dgn SLEEVE BEARING,
gunakan proximity probe, keluarannya microns(PEAK-PEAK), casing vibration
dgn rentang frekuensi 2 - 2000 Hz, gunakan velocity mm/s or ips (RMS - bila
mengacu ke ISO 10816, utk frekuensi tinggi > 1000 Hz(utk deteksi bearing
failure, gear problem, lack of lubrication, rotor bar pass frequency dll),
gunakan ACCELERATION, RMS. Utk aplikasi lebih detil, mungkin dalam seri imel
berikutnya. Mungkin Pak Zainal atau temen2 dari Lab Dinamika atau temen2
lainnya bisa nambahin...
Mas Oktavianus dr safety dept? kalo berhubungan dgn manusia, ceritanya akan
lain lagi, akan menyangkut ke human vibration, ada hand-arm vibration dan
Whole Body Vibration.
Beberapa bacaan ttg vibrasi yg cukup bagus :
"Machinery Vibration Handbook", by Vibration Institute "Simplified Handbook
of Vibration Analysis" ,Volume I & II by Art Crawford, Computational System
Inc. (CSI)
Tanggapan 6 : Bambang S. Santoso
Pak Anas,
Saya kira penjelasan dan coverter nya akan bermanfaat sekali bagi praktisi vibrasi.
Saya sudah agak lupa, tetapi masih tertarik dg topik ini, barangkali bisa
mengingatkan:
Kebanyakan vibrasi dapat didekati dengan interferensi (penggabungan) beberapa
signal sinusoidal.
Apakah bisa diberikan contoh vibrasi yang tidak sinusoidal atau tidak dapat didekati
dengan penggabungan signal-signal sinusoidal ?
Numpang pertanyaan lain:
Apakah vibrasi mesin pesawat commersial sekarang ini, di ukur / monitor juga oleh
pilot ? Jenis transducer apakah yang digunakan ?
Seingat saya, waktu masih di IPTN dan kursus untuk Fokker F28, monitor vibrasi tsb.
tidak ada.

Vous aimerez peut-être aussi