Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status Perkawinan
Agama
Suku
No. Rekam Medik
Tanggal Masuk RS
Tanggal Pemeriksaan
: sdr K. A
: 17 thn
: Laki-laki
: Trengguli Wonosalam Demak
: Pelajar
: Belum Menikah
: Islam
: Jawa
: 085098
: 27 Oktober 2014
: 27 Oktober 2014
ANAMNESIS
Riwayat keluhan pasien diperoleh secara autoanamnesis dan
alloanamnesis ( ibu pasien) yang dilakukan pada tanggal : 27 Oktober
2014
A. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluarga ke IGD RSUD dengan keluhan
nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari yang lalu. Nyeri perut awalnya
dirasakan di daerah ulu hati dan hilang timbul. Nyeri kemudian
dirasakan di perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus dan
tidak menjalar, nyeri semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Nyeri
bertambah saat aktivitas, sedikit berkurang saat berbaring.
Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan, mual, muntah 3x isi
makanan. Pasien mengalami demam sejak 1 hari SMRS, demam
dirasakan terus-menerus sepanjang hari.
Pasien BAB kurang lancer terakhir BAB 1 hari yang lalu sedikit ,
flatus jarang, BAK normal. Pasien belum memeriksakan penyakitnya
ke dokter hanya minum obat yang dibelikan ibunya di warung dan
keluhan tidak berkurang. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Keluhan Serupa
2. Riwayat trauma
3. Alergi Obat dan Makanan
4. Riwayat Asma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
1
: disangkal
: disangkal
C. Riwayat Keluarga
1. Riwayat Penyakit Serupa
2. Riwayat Asma
: disangkal
: disangkal
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2014 di bangsal
Kenanga
1. Keadaan umum
: sedang, tampak kesakitan
2. Kesadaran
: compos mentis, GCS: E4V5M6 : 15
3. Tanda Vital
1. Tekanan darah
: 110/80 mmHg
2. Nadi
: 86/menit, reguler, kuat, isi cukup
3. Frekuensi nafas
: 22x/menit, tipe thorakoabdominal
4. Suhu
: 38.1C, per axiler
4. Status Gizi
BB
= 45 kg
TB
= 152 cm
BMI = 45
= 19.5 kg/m2 (harga normal = 18,5-22,5 kg/m2)
2
(1,5)
Kesan : normoweight
5. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sebagian beruban,
mudah rontok (-), tidak mudah dicabut (+), luka (-)
a. Wajah
Simetris, eritema (-), ruam muka (-), luka (-).
b. Mata
Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem
palpebra (-/-), sianosis (-), pupil isokor (3mm/ 3mm), reflek
cahaya direct/indirect (+/+), perdarahan subkonjungtiva (-/-)
c. Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi
pendengaran (-)
d. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-),
sekret (-), fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)
e. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat(-)
lidah tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-)
2. Leher
Leher simetris, retraksi suprasternal (-), deviasi trachea (-), ,
pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
3. Thorax
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), jejas (-).
Jantung
a. Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
b. Palpasi
: Iktus kordis tidak kuat angkat
c. Perkusi :
Batas jantung
Kiri atas
: SIC II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah
: SIC V 2 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Kanan atas
: SIC II linea parasternalis dextra
Kanan bawah
: SIC IV linea parasternalis dextra
Pinggang jantung : SIC II-III parasternalis sinistra
Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler, bising (-), gallop
(-).
Paru - Paru
a. Inspeksi :
Normochest, sela iga tidak melebar, gerakan pernafasan
simetris kanan kiri, retraksi intercostae (-).
b. Palpasi
:
Ketinggalan gerak
Depan
-
Belakang
-
Fremitus
Depan
Belakang
N
N
N
c. Perkusi
N
N
N
N
N
N
N
N
N
Depan
Sonor
Sonor
Sonor
Belakang
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
d. Auskultasi :
Suara dasar vesikuler
Depan
+
+
+
Belakang
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Tonus sfingter ani baik, ampula rekti tidak kolaps, mukosa rektum licin, tidak
berbenjol-benjol, massa (-), nyeri pada jam 11, Sarung tangan Feses -, Darah -,
Lendir -.
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium Darah (tanggal 28 Oktober 2014)
Keterangan
Hematologi rutin
28/10/2014
Satuan
Nilai rujukan
Hb
13,9
g/dl
11,5-16
Hct
37
35-49
AL
AT
AE
16,4
230
4,86
10/l
10/l
10/l
4,0-11
150-440
3,8-5,2
86,8
28,6
33
13,4
fl
pg
g/dl
%
82-95
27-31
32-36
11,6-14,8
82
29,9
7,5
%
%
%
50-70
20-40
2-8
3.10
4.5
82
negatif
Detik
Detik
10-18
20-40
Indeks eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hitung jenis
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Koagulasi
Waktu Protrombin
CT
GDS
HbSAg
negatif
RESUME
Subjektif:
Laki-laki umur 17 tahun di antar keluarga ke IGD dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah sejak 2 hari. Nyeri awalnya mulai di ulu hati kemudian terasa nyeri
di perut kanan bawah. Demam sejak 1 hari yang lalu dirasakan terus menerus
sepanjang hari, muntah sebanyak 3 x berisi makanan dan terasa mual.
Objektif:
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak kesakitan, TD 110/80
mmHg, N 86 x/menit, RR 22 x/menit, S 38,1 oC. Dari pemriksaan abdomen
didapatkan nyeri tekan dan lepas tekan pada region hypogastrium serta defans
muscular terutama pada region iliaca dextra. Mcburney sign (+) Rebound
tenderness (+) Rovsing Sign (+) Obturator sign (+). Dari pemeriksaan rectal
toucher terdapat nyeri di arah jam 11. Laboratorium darah rutin menunjukkan
adanya peningkatan leukosit 16.400 l dan netrofil segmen sebesar 82%.
Alvarado skor
Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut 1
kanan bawah
Mual muntah
Anoreksia
Nyeri perut kanan bawah
Nyeri lepas
Demam diatas 37,5
Leukosistosis
Leukosit shift to the left
Total
V.
VI.
1
1
2
1
1
2
1
10
VII.
PROGNOSIS
Qua ad vitam
Qua ad functionam
: Dubia ad sanam
: Dubia ad sanam
Qua ad sanationam
: Dubia ad sanam
FOLLOW UP
Tanggal
28/10/2014
Penatalaksanaan
IVFD Ringer laktat 20 tpm
Inj ceftriaxone 2x 1 gram iv
Inf metronidazole 3x 500 mg iv
Inj gentamicin 2x 80 mg iv
Inj ketorolac 2x 1 amp iv
Inj ondancetron 3x1 amp iv
Inj ranitidine 2x1 amp iv
Po paracetamol tablet 3x 500 mg
Pro op laparotomy appendectomy
A: Appendicitis Akut
29/10/2014
12.00
30/10/2014
31/10/2014
1/11/2014
BLPL
ciprofloxacin tablet 2x 500 mg
Metronidazole tablet 3 x 500 mg
Ranitidine 2x 1 tab
Asam mefenamat tablet 3 x 500 mg
kontrol di poli bedah
TINJAUAN PUSTAKA
APPENDICITIS AKUT
DEFINISI
Appendicitis adalah peradangan pada appendiks dahulu disebut dengan
typhlitis (inflamasi dari caecum) oleh dupuytren. Appendiks baru diketahui
menyebabkan penyakit pada abad 19. Appendiktomi pertama dilakukan tahun
1736 oleh Claudius amyand. Titik Mc burney diperkenalkan pertama kali oleh
Charles McBurney (1889).
EPIDEMIOLOGI
Peradangan pada appendiks merupakan salah satu masalah operasi yang
paling sering ditemukan. Satu dari setiap 2000 orang di dunia pernah mengalami
appendektomi. Paling sering terjadi di Amerika dan Inggris (dunia barat), jarang
terjadi di Asia dan Afrika. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan
makanan
berserat
dalam
menu
sehari-hari.
Appendicitis
diasosiasikan dengan kurangnya diet tinggi protein. Pada benua Asia, insidens
10
Selama
Kedudukan
persambungan antara caecum dan appendiks, dan dapat menjadi tanda yang sangat
berguna untuk mengidentifikasi appendiks.
Appendiks
merupakan
organ
11
cm). Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun
demikian, pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit pada ujungnya.
parasimpatis
sedangkan
persarafan
itu
nyeri
visceral
pada
12
adalah appendicitis gangrenosa tanpa disertai ruptur, dan hampir 90% kasus
adalah appendicitis gangrenosa dengan ruptur.
PATOGENESIS
Obstruksi
proksimal
dari
lumen
appendiks
merupakan
close-loop
obstruction, dan produksi sekresi normal yang terus menerus dari mukosa
appendiks menyebabkan distensi. Normalnya kapasitas lumen appendiks hanya
0,1 mL. Sekresi sebanyak 0,5 mL meningkatkan tekanan intraluminal menjadi 60
cm H2O.
menyebabkan rasa tidak enak, rasa nyeri yang tumpul dan merata pada midabdomen atau epigastrium bawah.
seperti kram perut sering menyertai. Distensi terus bertambah akibat sekresi
mukosa yang terus menerus dan multiplikasi dari bakteri appendiks yang cepat.
Distensi yang besar ini biasanya menimbulkan reflek mual dan muntah. Dengan
meningkatnya tekanan dalam rongga appendiks, tekanan vena menjadi besar.
Kapiler dan venula tertutup, tapi aliran masuk arteriola tetap sehingga
menghasilkan pembesaran dan kongesti.
13
14
TANDA
Appendisitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat
jarang pada neonatus dan bayi, appendisitis akut kadang-kadang dapat terjadi
dan diagnosis appendisitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri
merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri
tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu
akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual
seiring dengan perkembangan penyakit.
Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang
terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis,
nyeri dapat mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada
periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga
merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau
pelvis.
Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejala
dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan
kencing dan distensi kandung kemih.
Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah
onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi
sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal
yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis
selain appendisitis. Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti
atau perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan appendisitis1.
15
Pada appendisitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika
suhu tubuh diatas 38,6
(%)
100
100
90
75
50
(nyeri
periumbilikal
kemudian
50
16
Rovsings sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ
abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik.
Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri
sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi
pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari
phlegmon atau abscess. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks
yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas
pada saat dilakukan manuver ini.
17
Dasar anatomis terjadinya obturator sign adalah appendiks yang terinflamasi yang
terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat
dilakukan manuver ini.
Blumbergs sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan
nyeri di RLQ)
18
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Pada laboratorium darah terdapat leukositosis ringan (10.000 18.000 /
mm3) yang didominasi > 75% oleh sel polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to
the left) pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien dengan akut
appendicitis dan appendicitis tanpa komplikasi. Sedangkan leukosit > 18.000 /
mm3 meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi appendiks dengan / tanpa
abses. Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung diagnosa appendicitis
adalah C-reaktif protein.
bakteri yang dibentuk di hepar. Kadar serum mulai meningkat pada 6 12 jam
setelah inflamasi jaringan. Tetapi pada umumnya, pemeriksaan ini jarang
19
Pada appendicitis
diidentifikasi sebagai blind end, tanpa peristaltik usus. Kriteria sonografi untuk
20
21
Tanda
Pemeriksaan Lab
bawah
Mual muntah
anoreksia
Nyeri perut kanan bawah
Nyeri lepas
Demam diatas 37,5 C
Leukositosis
Hitung jenis leukosit shift
1
1
2
1
1
2
1
to the left
22
Total
10
Interpretasi :
1-4 : sangat mungkin bukan appendicitis akut
5-7 : sangat mungkin appendicitis akut
8-10 : pasti appendicitis akut
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia
dan jenis kelamin.
Pada anak-anak balita
gastroenteritis akut.
Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3
tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri
divertikulitis hampir sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu
pada
daerah
periumbilikal.
Pada
pencitraan
dapat
diketahui
adanya
24
25
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus
TERAPI
Terapi Medikamentosa
Menurut Eriksson dan Granstrom, inisial kesuksesan terapi dengan
medikamentosa sebesar 95%, akan tetapi dengan follow up yang singkat
didapatkan angka rekurensi sebesar 35%. Karena adanya rekurensi yang tinggi
inilah, standar terapi untuk appendicitis akut adalah operatif
Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa
analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien
apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat
sehingga analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan
cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum
diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole. Hal ini
secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi
seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal. 3,4
Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam
klavulanat, imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian
antibiotik juga masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan
apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan perforasi
memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari
Open appendectomy
Incisi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
26
1.
2.
Incisi ini
subcutis, dan fascia. Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah
serabutnya. Setelah itu akan tampak peritoneum parietal yang disayat secukupnya
untuk meluksasi caecum. Teknik inilah yang paling sering dikerjakan karena
keuntungannya tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma
operasi minimum pada alat-alat tubuh dan masa istirahat pasca bedah yang lebih
pendek karena penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi
terbatas, sulit diperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat
diperluas dengan memotong otot secara tajam.
3. Incisi Roux (muscle cutting incision)
Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc Burney, hanya sayatannya
langsung menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan arah serabut sampai
tampak peritoneum. Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas, mudah
diperluas, sederhana, dan mudah. Sedangkan kerugiannya adalah diagnosis yang
harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, lebih banyak memotong saraf dan
pembuluh darah sehingga perdarahan menjadi lebih banyak, masa istirahat pasca
bedah lebih lama karena adanya benjolan yang mengganggu pasien, nyeri pasca
27
operasi lebih sering terjadi, kadang-kadang ada hematoma yang terinfeksi, dan
masa penyembuhan lebih lama.
4. Incisi paramedian / pararektal. Tetapi jenis incisi ini jarang dilakukan.
Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m. Rectus abdominis dextra
secara vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Keuntungannya, teknik
ini dapat dipakai pada kasus-kasus appendiks yang belum pasti dan kalau perlu
sayatan dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan ini
tidak secara langsung mengarah ke appendiks atau caecum, kemungkinan
memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar, dan untuk menutup luka operasi
diperlukan jahitan penunjang.
Appendektomi laparoskopi
Pertama kali dikerjakan oleh Semm pada
tahun 1983.
Appendektomi laparoskopi
28
biasanya bisa di kuadran kiri bawah, epigastrium, dan kuadran kanan atas
tergantung lokasi dari appendiks.
Kontraindikasi relatif untuk dilakukan appendektomi laparoskopi antara lain
:
Obesitas
Bila hal-hal tersebut tejadi, maka lebih baik dilakukan open appendektomi.
Tabel 3. Perbandingan Open Appendectomy dan Appendektomi Laparoskopi
Open
Lama operasi
appendectomy
Butuh waktu
sebentar
Alat
dibutuhkan
Harga
Infeksi
yang
luka
operasi
Abses
intraabdominal
Nyeri
post
operasi
Reaktivitas
Appendektomi
laparoskopi
Lebih lama
Lebih sedikit
Lebih banyak
Lebih murah
Lebih mahal
Lebih sering
Lebih jarang
Lebih jarang
3x lebih sering
Lebih lama
Lebih cepat
Lebih lama
Lebih cepat
29
DAFTAR PUSTAKA
30
publication.php?doc=PI08.
Lee, D. 2006. In Marks, J W (Ed). Appendicitis and Appendectomy. Available at :
http://www.medicinenet.com/appendicitis/article.htm.
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W I., Setiowulan W. 2000. Apendisitis. In
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 2. Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Page 310.
Sjamsuhidajat, R. Jong, W D. 2007. UsusHalus, Apendiks, Kolon, dan
Anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. Hal 865 - 75.
Way, L W. 2006. Appendix. In Doherty, G M (Ed). A Lange Medical Book.
Current Surgical Diagnosis and Treatment. International Edition. 12th Edition. McGraw
Hill. United States of America. Page 648 52.
31