Vous êtes sur la page 1sur 3

TAFSIR AL-MARIFAH

Dr. Musthafa Umar, Lc. MA

Menafkahkan Harta Yang Dicintai



Kamu sekali-kali tidak memperoleh (sampai kepada) kebaikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.[Q.S. Ali Imran : 92]

Pada ayat yang terdahulu telah diterangkan bahwa harta yang dimiliki oleh orang-orang
kafir tidak akan bermanfa'at bagi mereka, khususnya untuk membebaskan/menyelamatkan diri
dari siksaan Allah, ayat ini pula menerangkan bahwa harta yang dimiliki oleh orang-orang
beriman merupakan sarana untuk mendapatkan balasan kebaikan dan Ridho Allah SWT, Allah
berfirman : Kamu sekali-kali tidak memperoleh (sampai kepada) kebaikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. [Q.S. Ali Imran : 92]
Ayat ini dalam bentuk penyampaiannya berbentuk nafyu-lighoyah, maksudnya ;
'menidakkan lalu menetapkan sampai masa tertentu. Pada potongan pertama, Allah menidakkan
dengan tegas bahwa orang-orang beriman tidak akan memperoleh kebaikan yang sempurna, lalu
pada potongan berikutnya menetapkan bahwa apabila mampu menafkahkan harta yang dicintai
maka kebaikan yang sempurna akan didapatkan. Bentuk penyampaian yang seperti ini
mengandungi ketegasan dalam perkara yang disampaikan dan sekaligus menerangkan tentang
pentingnya perkara yang disebutkan itu.
Ayat ini menerangkan tentang pentingnya menafkahkah harta, lebih khusus lagi adalah
harta yang kita cintai. Semakin dicintai harta tersebut maka semakin tinggi nilainya apabila ia
dinafkahkan. Hal itu adalah karena penentu tingginya nilai amalan didalam Islam dapat diketahui
dari beratnya amalan tersebut ketika dilakukan. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang lelaki :
"Wahai Rasulullah, shadaqah apakah yang paling besar pahalanya?". Beliau menjawab: "Kamu
bershadaqah ketika kamu dalam keadaan sehat dan kikir, takut menjadi faqir dan berangan-angan
jadi orang kaya. [H. R. Bukhari]

Download audio kajiannya di: www.tafaqquhstreaming.com


Twitter: @tafaqquhonline | Facebook: www.facebook.com/tafaqquhtv

Memahami perkara ini maka para sahabat berusaha untuk menafkahkan harta yang paling
mereka cintai. Lain orang lain pula harta yang dicintai ; Abu Thalhah RA adalah diantara sahabat
yang paling kaya dari kalangan kaum Anshor di Madinah, ia memiliki kebun kurma, dan harta
benda yang paling dicintainya adalah Bairuha' (sumur yang ada di kebun itu) yang menghadap
ke masjid dan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sering memasuki kebun itu dan meminum
airnya yang baik tersebut. Berkata, Anas; ketika turun firman Allah Ta'ala (QS Ali 'Imran: 92):
Abu Thalhah mendatangi Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam lalu berkata; "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Allah Ta'ala telah berfirman: "Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai",
dan sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairuha' itu dan aku mensedekahkannya di
jalan Allah dengan berharap kebaikan dan simpanan pahala di sisiNya, maka ambillah wahai
Rasulullah sebagaimana petunjuk Allah kepadamu". Dia (Anas) berkata,: "Maka Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: Wah, inilah harta yang menguntungkan, inilah harta yang
menguntungkan. Sungguh aku sudah mendengar apa yang kamu niatkan dan aku berpendapat
sebaiknya kamu sedekahkan buat kerabatmu". Maka Abu Thalhah berkata,: "Aku akan
laksanakan wahai Rasulullah. Maka Abu Thalhah membagi untuk kerabatnya dan anak-anak
pamannya". Hadits ini juga dikuatkan oleh Rauh dan berkata, Yahya bin Yahya dan Isma'il dari
Malik: "Pahalanya mengalir terus". (H. R. Bukhari)
Sahabat yang lain adalah Zaid bin Haritsah RA, harta yang paling ia cintai adalah seekor
kuda yang bernama 'Sabl'. Ketika ayat 92 dari surah Ali Imran ini turun maka ia
menyedekahkannya dengan memberikannya kepada Rasulullah. Ketika kuda tersebut digiring
oleh anaknya untuk diberikan kepada Rasulullah, baginda melihat wajah Zaid bin Haritsah
berubah, namun Rasulullah segera bersabda : Sesungguhnya Allah telah menerimanya darimu
(wahai Zaid)! (Diriwaytkan oleh Ibnu Abi Hatim ; lihat Tafsir Al-Qurthuby dan Al-Alusy)
Begitu pula dengan Abdullah bin Umar RA yang memerdekakan hamba sahaya yang
sangat ia cintai. Mengapa mereka mampu menafkahkan harta yang paling mereka cintai ?
Bukankah itu sesuatu yang berat untuk dilakukan seperti yang terlihat dari wajah Zaid bin
Haritsah ketika kudanya ia berikan ? Jawabannya adalah kerana mereka meyakini bahwa apa
yang akan mereka peroleh jauh lebih berharga dari apa yang mereka berikan. Atau dengan
perkataan lain, kesenangan Akhirat jauh lebih berharga daripada kesenangan Dunia, dan apabila
untuk mendapatkan kesenangan Akhirat tersebut adalah dengan melepaskan kesenangan Dunia
maka mereka akan melakukannya meskipun hawa nafsu mereka berat untuk menunaikannya.
Hasan Al-Bashri berkata :Sesungguhnya kamu tidak akan mendapatkan apa yang disukai oleh
imanmu sehinggalah kamu meninggalkan apa yang disukai oleh hawa nafsumu.
Perkataan Al-Birr didalam ayat ini diterjemahkan dengan 'kebaikan', namun apabila
melihat kepada asal maknanya dari sisi bahasa mengandungi makna luas. Perkataan Al-Birr
biasanya juga dipakaikan kepada kedua orang tua, seperti Birrul walidaini yang artinya
'berbuat baik kepada kedua orangtua', maknanya ; seorang anak hendaklah meluaskan perbuatan
baik kepada kedua orangtua seluas-luasnya, atau sesempurna mungkin. Maka perkataan AlDownload audio kajiannya di: www.tafaqquhstreaming.com
Twitter: @tafaqquhonline | Facebook: www.facebook.com/tafaqquhtv

Birr didalam ayat ini maknanya 'kebaikan yang sempurna'. Kebaikan yang sempurna adalah
yang dikejar oleh setiap hamba yang beriman, meskipun untuk mendapatkannya mesti
menafkahkan harta yang paling dicintai. Hanya orang yang bersungguh-sungguh saja yang akan
memperolehnya, maka Allah menggunakan perkataan tanaal (memperoleh) yang maknanya
mendapatkan pemberian yang Allah janjikan dengan kesungguhan yang diusahakan.

Kemudian dipenghujung ayat diterangkan bahwa apapun yang diinfakkan maka


sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, maksudnya ; apapun yang diinfakkan oleh seorang
hamba maka sesungguhnya Allah akan memberikan balasan kebaikan dari sisi-Nya. Allah tidak
menyebutkan perkataan akan memberikan balasan secara terang, tetapi cukup dengan
menyebutkan bahwa diri-Nya Maha Mengetahui ; karena dengan perkataan Maha Mengetahui
sudah mengandung makna memberikan balasan, bahkan juga mengandung makna supaya
berhati-hati dalam menginfakkan harta, jangan sampai tidak ikhlas karena Allah Maha
Mengetahui niat yang tersimpan didalam hati, bahkan juga mengandung makna untuk tidak sedih
apabila hanya mampu memberi sedikit karena Allah Maha Mengetahui keadaan kita, bahkan
juga mengandung makna bahwa meskipun manusia tidak mengetahui perbuatan kita dalam
menginfakkan harta namun Allah Subhanahuwata'ala Maha Mengetahui.
Jadi ayat ini merupakan seruan bagi orang-orang beriman supaya memanfa'atkan harta
yang mereka miliki untuk memperoleh kebaikan yang sempurna. Peluang tersebut diberikan
kepada mereka dan tidak diberikan kepada orang-orang kafir. Alangkah ruginya orang-orang
beriman yang menyia-nyiakan peluang yang berharga yang telah Allah berikan kepadanya!
Wallahu A'lam.

Al-Faqiir Ilaa Rabbih, Musthafa Umar.

Download audio kajiannya di: www.tafaqquhstreaming.com


Twitter: @tafaqquhonline | Facebook: www.facebook.com/tafaqquhtv

Vous aimerez peut-être aussi