Vous êtes sur la page 1sur 30

BAB I

PENDAHULUAN
Spektroskopi

massa

merupakan

teknik

yang

penting

dalam

mengindentifikasi senyawa yang tidak diketahui, mempelajari struktur


molekul dan melacak prinsip fundamental kimia dan telah diaplikasikan
dalam berbagai bidang (1).
Spektrometer massa bekerja dengan mengionisasi molekul dan
mengurutkan

serta mengidentifikasikan ion berdasarkan perbandingan

massa-muatan (mass-to-charge, m/z). dua komponen utama dari proses


ini ialah sumber ion, yang menghasilkan ion, dan penganalisa massa,
yang mengurutkan ion tersebut (2). Berbagai teknik ionisasi dapat
digunakan dalam spektrometri massa, salah satunya ialah teknik ionisasi
kimia (1).
Awalnya, ionisasi kimia diangggap sebagai pengganggu karena sering
memunculkan puncak palsu akibat reaksi yang terjadi pada gas latar.
Namun pada tahun 1960, peneliti menyadari bahwa reaksi molekul-ion ini
dapat menjadi suatu informasi unik bagi analit dan dikembangkan menjadi
suatu metode yang disebut dengan ionisasi kimia (3). Selain itu, ionisasi
elektron terkadang menyebabkan fragmentasi besar-besaran dimana tidak
ada molekul ion yang diamati sehingga untuk menghindari masalah ini,
digunakan teknik soft ionization yang salah satunya ialah teknik ionisasi
kimia (4).
Makalah berikut akan membahas mengenai ionisasi kimia, sumber ion

untuk

ionisasi

kimia,

sensitivitas

ionisasi

kimia,

metode-metode

pembentukan ion pada ionisasi kimia dan contoh-contoh gas reagen yang
dapat digunakan, metode pemasukan sampel serta analit yang dapat diuji
dengan metode ini. Diharapkan agar makalah ini dapat memperbanyak
ilmu mengenai teknik ionisasi kimia dalam spektroskopi massa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Umum Spektroskopi Massa
Spektroskopi

massa

merupakan

teknik

yang

penting

dalam

mengindentifikasi senyawa yang tidak diketahui, mempelajari struktur


molekul dan melacak prinsip fundamental kimia. Spektrometri massa
merupakan teknik untuk menimbang molekul, berdasarkan pergerakan
partikel bermuatan, yang disebut ion, dalam suatu bidang elektrik atau
magnetik.

Aplikasi

spektroskopi

massa

meliputi

indentifikasi

dan

kuantifikasi pestisida dalam sampel air, identifikasi steroid pada atlet,


menentukan logam dalam tingkat satuan ppq (Parts per Quadrillion) dalam
sampel air, mencari kehidupan di Mars, mempelajari efek sudut benturan
molekular pada mekanisme reaksi dan lain-lain. Umumnya penelitian
mengenai spektrometri massa berfokus pada pembentukan ion fase gas,
aspek kimia dari ion dan aplikasi dari spektrometri massa (1).

Gambar 1. Diagram Blok Spektrometer Massa (Sumber: Van Bramer SE. An


Introduction to Mass Spectrometry. 1998. Pp. 4)

Gambar 1 merupakan diagram blok yang menunjukkan bagian-bagian


utama dari spectrometer massa. Inlet mentransfer sampel ke dalam

vakum dari spectrometer massa. Pada bagian sumber, molekul sampel


netral diionisasi kemudian dibawa ke penganalisa massa. Penganalisa
massa

merupakan

jantung

dari

spectrometer massa. Bagian

ini

memisahkan ion-ion berdasarkan perbandingan massa dan muatan (mass


to charge ratio, m/z). setelah ion dipisahkan, ion ini dideteksi dan sinyal
ditransfer ke dalam sistem data untuk dianalisis. Semua spectrometer
massa juga memiliki sistem vakum untuk mempertahankan tekanan
rendah, yang disebut dengan vakum tinggi, yang dibutuhkan untuk
operasi. Vakum ini meminimalisasi reaksi ion-molekul, penyebaran dan
netralisasi ion. Pada beberapa percobaan, tekanan pada daerah sumber
ion atau bagian dari spektrometri massa secara sengaja ditingkatkan
untuk mempelajari reaksi ion-molekul namun pada keadaan normal, hal ini
dapat mengganggu (1).
II.2 Teknik Ionisasi
Berbagai teknik ionisasi dapat digunakan dalam spektrometri massa.
Kebanyakan teknik ionisasi mengeksitasi molekul analit netral yang
kemudian mengeluarkan elektron untuk membentuk kation radikal (M +).
Teknik ionisasi lain melibatkan reaksi ion molekul yang menghasilkan ion
adisi (MH+). Pertimbangan paling penting adalah status fisik dari analit dan
energi ionisasi. Ionisasi elektron dan ionisasi kimia hanya cocok untuk
ionisasi fase gas. Fast atom bombardment, spektrometri massa ion
sekunder, electrospray, dan matrix assisted laser desorption (MALDI)
digunakan untuk mengionisasi sampel fase kondensasi. Energi ionisasi

bersifat signifikan karena mengontrol jumlah fragmentasi yang diamati


pada spektrum massa. Meskipun fragmentasi mempersulit analisis
spektrum massa, hal ini dapat memberi informasi untuk identifikasi
komponen yang tidak diketahui. Beberapa teknik ionisasi sangat lembut
dan hanya memproduksi ion molekular, beberapa teknik lainnya sangat
berenergi dan menyebabkan ion mengalami fragmentasi besar-besaran
(1).
II.3 Teknik Ionisasi Kimia
Pada awal perkembangan spektrosmetri massa, ketika kecepatan
pompa dan kualitas vakum masih rendah, puncak palsu muncul pada
spektra hasil disebabkan oleh reaksi yang terjadi pada gas latar.
Interferensi ini dianggap mengganggu dan setelah teknologi vakum
dikembangkan, gangguan ini menghilang dari spektra dan pertimbangan
selama hampir 50 tahun (1). Ionisasi elektron terkadang menyebabkan
fragmentasi besar-besaran dimana tidak ada molekul ion yang diamati
sehingga untuk menghindari masalah ini, digunakan teknik soft ionization
dan pada tahun 1960-an, peneliti menyadari bahwa reaksi molekul-ion ini
dapat menjadi suatu informasi unik bagi analit dan dikembangkan menjadi
suatu metode yang disebut dengan ionisasi kimia (3).
Pada ionisasi kimia (CI), spesies terionisasi baru terbentuk ketika
molekul gas berinteraksi dengan ion. Ionisasi kimia dapat melibatkan
transfer sebuah elektron, proton atau spesies bermuatan lainnya antara
reaktan. Reaktan ini berupa: i) analit netrat M dan ii) ion dari gas reagen.

Ionisasi

kimia

berbeda

dengan

metode

ionisasi

lainnya

karena

menggunakan proses bimolekular untuk menghasilkan ion analit (4).


Terbentuknya reaksi bimolekular membutuhkan benturan antara
molekul ion dalam jumlah besar selama dwelltime dari reaktan pada
sumber ion, yang diperoleh dengan meningkatkan tekanan partial gas
reagen secara signifikan. Dengan mengganggap terjadinya benturan
silang

dan waktu tinggal sumber ion 1 s, sebuah molekul akan

mengalami 30-70 pada tekanan sumber ion mencapai 2.5 10 2 Pa (4).


Teknik ionisasi kimia tidak cocok untuk mencocokkan puncak (secara
manual maupun menggunakan computer) maupun berguna untuk
elusidasi struktur; penggunaan utamanya ialah untuk deteksi ion
molekular dan menentukan berat molekul (5).
II.4 Sumber Ion untuk Ionisasi Kimia
Sumber ion untuk ionisasi kimia hampir menyerupai sumber ion
ionisasi elektron. Pada sumber ion ionisasi elektron moderen dapat ditukar
menjadi operasi ionisasi kimia dalam hitungan detik jika instrumen
dirangkai sebagai kombinasi sumber ion EI/CI. Perubahan tersebut
membutuhkan modifikasi pada sumber ion EI mengacu pada kebutuhan
tekanan

hinggi

untuk

gas

reagen

(beberapa

10 2

Pa)

tanpa

memperbolehkan kebocoran yang besar ke dalam sumber ion induk. Hal


ini dilakukan dengan memasang dinding dalam secara aksial, misalnya
silinder kecil, ke dalam volume ion sehingga hanya terdapat lubang yang
sempit sebagai tempat keluar-masuk ion pengionisasi primer, inlet dan

paparan ion keluar. Portal untuk inlet referensi, kromatografi gas (KG) dan
pelacak utama (Direct Probe, DIP) harus dipasang dengan erat ke sistem
inlet selama operasi berlangsung, DIP kosong dipasang meski ketika inlet
lainnya memperbolehkan aliran sampel ke dalam volume ion (4)
Gas reagen dimasukkan secara langsung ke dalam volume ion untuk
memastikan tekanan maksimum di dalam dengan kehilangan sumber ion
induk yang minimum (Gambar 2). Selama proses ionisasi kimia, tekanan
pada sumber ion induk secara tipikal meningkat sebesar 20-50 faktor bila
dibandingkan dengan tekanan lingkungan dari instrumen, yaitu 5 10 4
103 Pa. selain itu, kecepatan pompa yang cukup ( 200 ls 1) merupakan
hal yang penting untuk mempertahankan operasi yang stabil untuk mode
ionisasi kimia. Energi untuk elektron primer dipilih untuk diatur pada
kisaran sekitar 200 eV, karena energi yang rendah dapat mempersulit
penetrasi gas reagen (4).

Gambar 2. Gambaran skematik dari sumber ion untuk ionisasi kimia (sumber:
Gross JH. Mass Spectrometry: A Textbook. 2nd Edition. 2010. Pp. 333)

II.5 Sensitivitas Ionisasi Kimia


Proses ionisasi pada ionisasi kimia merupakan hasil dari satu atau
beberapa

reaksi

kompetisi

kimia

sehingga

sensitivitasnya

sangat

bergantung pada kondisi percobaan. Selain energi elektron primer dan


arus elektron, gas reagen, tekanan gas reagen dan suhu sumber ion
harus ditampilkan bersama dengan data sensitivitas untuk membuat suatu
perbandingan (4)
II.6 Jalur Pembentukan Ion pada Ionisasi Kimia
Terdapat empat jalur utama pembentukan ion dari suatu analit netral
M pada ionisasi kimia (4):
a. transfer proton
M + [BH]+ [M+H]+ + B [1]
b. adisi elektrofilik
M + X+ [M+X]+ [2]
c. Pemisahan anion
M + X+ [MA]+ + AX [3]
d. pertukaran muatan
M + X+ M+ + X [4]
Meskipun transfer proton secara umum menghasilkan molekul analit
terprotonasi, [M+H]+, analit asam dapat juga membentuk ion [MH] yang
melimpah dengan memprotonasi analit netral lainnya. Adisi elektrofilik
umumnya terjadi dengan pengikatan dari ion reagen lengkap pada
molekul analit, misalnya [M+NH 4]+ bila ammonia digunakan sebagai gas
reagen. Pemisahan hidrida merupakan bentuk pemisahan anion yang
paling melimpah, misalnya alcohol alifatik menghasilkan ion

[MH] +

dibanding ion [M+H]. ketika reaksi [1] sampai [3] mengahsilkan

ion

elektron yang setara, pertukaran ion [4] menghasilkan ion radikal dengan
energi internal yang bersfat sama dengan ion molekular pada ionisasi
elekron (EI) berenergi rendah. Ion-ion [M+H] + dan [MH]+ sebagai ion
kuasimolekular karena ion-ion ini terdiri dari molekul analit utuh dan dapat
terdeteksi sebagai kesatuan, tidak berupa ion molekular ketika ionisasi
kimia atau metode ionisasi lembut lainnya dilakukan. Biasanya, istilah ini
juga diaplikasikan pada ion [M+alkali] + yang dihasilkan oleh metode
ionisasi lembut lainnya (4).
II.6.1 Ionisasi Kimia dengan Protonasi
Terbentuknya ion [M+H]+ disebabkan proses bimolekular antar ion dan
bagian netral suatu molekul disebut autoprotonasi atau self-CI. Biasanya,
autoprotonasi merupakan fenomena yang tidak diinginkan pada EI-MS.
Ion [M+1] yang berasal dari autoprotonasi menjadi lebih banyak seiring
dengan peningkatan tekanan dan penurunan suhu dari sumber ion
pembentukan ion [M+1] dipermudah bila analit bersifat sangat mudah
menguap

atau

memiliki

hidrogen

asamsehingga

self-CI

dapat

menyebabkan interprentasi spektra massa yang salah baik disebabkan


oleh estimasi berlebihan dari nomor atom karbon pada puncak isotopic

13

maupun adanya indikasi massa molekul yang lebih besar 1 u. Namun


pada CI-MS dengan gas reagen berupa metana atau amonia, proses
autoprotonisasi justru dimanfaatkan untuk menghasilkan ion reaktan (4).
II.6.1.1 Plasma Gas Reagen Metana
Peningkatan tekanan parsial dari metana di atas nilai standar pada EI

dari 104 Pa ke 102 Pa secara signifikan mengganggu spectrum massa


yang dihasilkan. Ion molekular CH 4+, 16 m/z, hampir menghilang
sedangkan spesies baru CH 5+ terdeteksi pada 17 m/z. selain itu terbentuk
beberapa ion dengan massa yang lebih besar, kebanyakan dalam bentuk
C2H5+ pada 29 m/z, dan C3H5+ pada 41 m/z (Gambar 3) (4).

Gambar 3. Perbandingan spektra metana terhadap ionisasi elektron pada tekanan


sumber ion berbeda (a) mencapai 10 4 Pa, (b) mencapai 102 Pa. gambar 3b mewakili
spekrtrum gas reagen metana pada umumnya dalam ionisasi kimia ion positif
(Sumber: Gross JH. Mass Spectrometry: A Textbook. 2nd Edition. 2010. Pp.335 )

Spektra ion positif metana pada ionisasi kimia dapat dijelaskan


sebagai hasil kompetisi dan reaksi bimolekular pada sumber ion sebagai
berikut (4):
CH4 + e CH4+, CH3+, CH2+, CH+, C+, H2+, H+
CH4+ + CH4 CH5+ + CH3
CH3+ + CH4 C2H7+ C2H5+ + H2
CH2+ + CH4 C2H4+ + H2
CH2+ + CH4 C2H3+ + H2 + H
C2H3+ + CH4 C3H5+ + H2
C2H5+ + CH4 C3H7+ + H2
Ketersediaan relatif dari ion produk berubah secara dramatis ketika
tekanan sumber ion meningkat dari kondisi EI hingga 25 Pa. konsentrasi
relatif menjadi stabil pada tekanan di atas 100 PA pada tingkat yang

ditunjukkan oleh spektra metana (Gambar 4). Untungnya, tekanan sumber


ion sebesar beberapa 102 Pa pada praktek ionisasi kimia berada di area
plateau dari Gambar 3, sehingga menjamin kondisi ionisasi kimia yang
reprodusibel. Pengaruh temperatur sumber ion lebih nampak pada
ionisasi kimia dibandingkan EI karena tingkat benturan yang lebih tinggi
secara cepat menghasilkan kesetimbangan termal. Meskipun suhu dari
gas

reagen

pengionisasi

lebih

rendah

dibanding

suatu

plasma,

terdapatnya elektron bebas, proton dan berbagai ion dan radikal secara
bertahap menyebabkan gas ini disebut gas reagen plasma (4).

Gambar 4. Persentase dari ionisasi total di atas 12 m/z (% 12) dari (a) CH4+, m/z
16, dan CH5+, m/z 17, dan (b) CH 3+, m/z 15, and C2H5+, m/z 29, sebagai fungsi dari
tekanan CH4 pada energi elektron 100 ev dan suhu sumber ion 50 C ( _____) dan 175
C (-----); 100 mTorr = 13.33 Pa (Sumber: Gross JH. Mass Spectrometry: A Textbook.
2nd Edition. 2010. Pp. 335)

II.6.1.2 Energetika Protonisasi


Kecenderungan suatu molekul B untuk menerima proton secara
kuantitatif dideskripsikan oleh afinitas protonnya (PA). untuk suatu

protonisasi, terdapat kondisi (4):


Bg + Hg+ [BH]g+; Hr0 = PA(B)
Jika menginginkan protonasi di bawah kondisi ionisasi kimia, harus
dilakukan perbandingan antara afinitas proton dari analit netral M dengan
basa komplementer B dari ion reaktan donasi proton [BH] + (asam
Brnsted). Protonasi akan terjadi selama proses bersifat eksotermik, yaitu
jika PA(B) < PA(M). Panas dari reaksi secara umum didistribusikan ke
seluruh ion analit [M+H] + bebas. Hal ini berarti bahwa energi internal
minimum dari ion [M+H]+ ditentukan dengan (4):
Eint(M+H) = PA = PA(M) PA(B)
Beberapa energi termal tambahan juga akan terkandung dalam ion
[M+H]+. Memiliki data PA dapat mempermudah untuk menentukan apakah
ion reagen akan dapat memprotonisasi analit yang diinginkan dan berapa
besar energi yang dibutuhkan untuk membentuk ion [M+H] +, contoh:
berdasarkan afinitas protonnya, ion reaktan CH 5+ akan memprotonasi C2H6
pada tingkat energi (4):
PA = PA(CH4) PA(C2H6) = 552 601 = 49 kJ mol1.
Mengacu pada pertimbangan energetika di atas, gas reagen tidak
murni yang memiliki PA lebih tinggi dibanding gas reagen netral dapat
diprotonasi oleh ion reaktan. Residu air merupakan sumber utama dari
kontaminasi. Konsentrasi tinggi dari air dalam gas reagen dapat
menyebabkan perubahan sifat gas reagen secara menyeluruh, yaitu H3O +
menjadi spesies predominan pada campuran CH 4/H2O di bawah kondisi

ionisasi kimia (Gambar 5) (4).

Gambar 5. Konsentrasi relatif dari ion CH5+ dan H3O+ vs.tekanan dari campuran CH4
(99 %) and H2O (1 %). 1 Torr = 133 Pa (Sumber: Gross JH. Mass Spectrometry: A
Textbook. 2nd Edition. 2010. Pp. 337)

III.6.1.3 Spektra PICI dari Gas Reagen


Ion kuasimolekular [M+H]+ untuk metana pada spektra PICI (Proton
Ion Chemical Ionization) umumnya kuat dan sering menunjukkan basis
puncak. Meskipun protonisasi pada CI secara umum bersifat eksotermik
dengan 14 eV, tingkat fragmentasi dari ion [M+H] + lebih rendah dibanding
dengan analit yang diperiksa pada EI dengan kondisi di bawah 70 eV
(Gambar 6). Hal ini disebabkan karena ion [M+H] + memiliki: a) distribusi
energi internal yang sempit dan b) perusakan ikatan secara cepat yang
diinduksi oleh radikal dicegah karena hanya molekul utuh saja yang
dieliminasi dari reaksi ini. Biasanya, abstraksi hidrida dapat terjadi
dibanding protonasi. Adisi elektrofilik sering menyebabkan kemunculan ion
produk adisi [M+C2H5]+ dan [M+C3H5]+. Sehingga, puncak [M+29] dan
[M+41] terkadang diamati sebagai tambahan terhadap puncak [M+1]

umumnya mendominasiyang telah diperkirakan. Abstraksi hidrida sulit


untuk dikenali, untuk mengidentifikasi puncak [MH] + yang terbentu dapat
dilakukan pemeriksaan antara sinyal aneh yang muncul dengan produk
hasil adisi elektrofilik. Pada kasus demikian, puncak [M+29] dan [M+41]
terkadang diamati sebagai puncak [M+31] dan [M+43]. Kehilangan 16 u
yang nyata dapat mengindikasikan adanya ion [M+HH 2O]+ dibanding ion
[M+HCH4]+ (4).

Gambar 6. Perbandingan dari (a) spektrum EI 70 eV dan (b) spektrum CI gas reagen
metana dari asam amino metionin. Fragmentasi sangat berkurang pada spektra CI
(Sumber: Gross JH. Mass Spectrometry: A Textbook. 2nd Edition. 2010. Pp. 338)

II.6.1.4 Gas Reagen PICI Lainnya


Beberapa macam gas reagen selain metana dapat digunakan untuk
protonisasi seperti hidrogen molekular dan campuran mengandung

hidrogen,

isobutana,

amonia,

dimetileter,

diisopropileter,

aseton,

asetaldehid, benzen dan iodometana. Bahwa ion transisi logam seperti


Cu+ dan Fe+ dapat digunakan sebagai ion reaktan untuk menemukan
ikatan ganda meskipun gas neagen nitrit oksida lebih baik digunakan
untuk tujuan ini. Gas reagen yang paling sering digunakan dirangkum
pada Tabel 1. Spektra EI dan CI dari amonia dan isobutan dibandingkan
pada Gambar 7. Isobutan merupakan gas yang cukup serbaguna karena
a) dapat memberikan fragmentasi rendah dari spektra PICI terutama untuk
analit tidak polar, b) memberikan produk adisi ([M+C 4H9]+, [M+57]) bila
perlu (Gambar 8), dan c) dapat juga digunakan untuk menangka p
elektron (4).

Gambar 7. Spektra standar EI versus CI ion positif dari isobutan (atas) dan amonia
(bawah). Amonia membentuk ion kluster yang melimpah pada CI (Sumber: Gross
JH. Mass Spectrometry: A Textbook. 2nd Edition. 2010. Pp. 339)

Gambar 8. Perbandingan dari spektra (a) EI 70 eV dan (b) isobutana-CI dari gliserol.
Dibanding ion molekular, ion kuasimolekular [M+H] + dapat diamati. Sebagai
tambahan dari [M+H]+, spektrum CI menunjukkan beberapa ion fragmen dan sinyal
ion kluster [2M+H]+ yang lemah (Sumber: Gross JH. Mass Spectrometry: A
Textbook. 2nd Edition. 2010. Pp. 339)
Tabel 1. Gas Reagen PICI yang Biasa Digunakan

Gas
Reagen

Ion
Reaktan

Molekul Netral
dari Ion Reaktan

H2

H3+
CH ,(C2H5+
dan
C3H5+)

H2

Afinitas
Proton dari
Produk Netral
424

CH4

552

[M+H]+ ([M+C2H5]+
dan [M+C3H5]+)

+
5

CH4

Analyte Ions
[M+H]+, [MH]+

i-C4H10

t-C4H9+

i-C4H8

820

[M+H]+,
([M+C4H9]+,
pada akhirnya
[M+C3H3]+,
[M+C3H5]+ dan
[M+C3H7]+)

NH3

NH4+

NH3

854

[M+H]+, [M+NH4]+

II.6.2 Ionisasi Kimia dengan Pertukaran Muatan


Pertukaran muatan (Charge Exchange, CE) atau ionisasi transfer
muatan terjadi bila muatan ion dipindahkan ke molekul netral. Prinsipnya
semua sistem reagen yang telah didiskusikan sejauh ini dapat
menyebabkan CE karena ion molekular X++ yang bertanggung jawab
untuk reaksi ini juga terdapat dalam plasma (4):
X+ + M M+ + X

Akan tetapi, proses lain, khususnya transfer proton, hanya berlaku


pada metana, isobutan dan amonia, sebagai contohnya. Gan s reageyang
cocok untuk CE harus memiliki ion molekular yang melimpah sedangkan
spesies yang memprotonisasi harus sedikit atau tidak ada (4).
II.6.2.1 Energetika Pertukaran Muatan
Energetika pertukaran muatan ditentukan dengan energi ionisasi
(Ionization energy, IE) dari analit netral, IE (M), dan energi rekombinasi dari
ion reaktan, RE(X+). Rekombinasi dari ion molekular atau atomik dengan
elektron bebas merupakan kebalikan dari ionisasinya. RE (X+) didefinisikan
sebagai eksotermisitas dari reaksi fase gas (4):
X+ + e X; Hr = RE(X+)
Untuk ion monoatomik, RE memiliki nilai yang sama dengan IE dari
molekul netral; untuk spesies diatomik atau poliatomik, terdapat
perbedaaan karena penyimpanan energi dalam mode internal atau
eksitasi elektronik terjadi. Ionisasi analit melalui pertukaran muatan terjadi
bila (4):
RE(X+) IE(M) > 0 (7.16)
Kemudian, panas dari reaksi serta energi minimum internal dari ion
molekular analit diberikan pada persamaan berikut ini (4):
Eint(M+) RE(X+) IE(M)
(Tanda mengindikasikan adanya kontribusi tambahan dari energi termal).

Sebagai kesimpulan, tidak ada pertukaran muatan yang terjadi bila


RE(X+) kurang dari IE(M); secara predominan ion M+ terbentuk bila RE(X+)

sedikit di atas IE(M); dan fragmentasi menyeluruh akan terjadi bila RE (X+)
jauh lebih besar dibandingkan IE (M). Kelembutan dari CE-CI dapat diatur
dnegan memilih gas reagen dengan RE yang cocok. Untungnya,
perbedaan antara RE dan IE cukup kecil dan kecuali akurasi yang tinggi
dibutuhkan, data IE dapat digunakan untuk mengestimasi efek dari gas
reagen CE (4).
II.6.2.3. Gas Reagen untuk CE-CI
Gas yang digunakan untuk CE-CI cukup beragam. Gas reagen seperti
hidrogan atau metana juga dapat mempengaruhi pertukaran muatan.
Secara umum, komponen murni digunakan sebagai gas reagen CE
namun sebaiknya gas diencerkan dengan nitrogen inert atau terkadang
menggunakan gas penyangga reaktif (Tabel 2). Dibandingkan dengan
kondisi protonasi untuk ionisasi kimia, gas reagen umumnya diberikan
pada tekanan rendah (1580 Pa). Energi elektron primer dilaporkan
berada pada kisaran 100-600 eV. Gas reagen yang banyak digunakan
meliputi klorobenzen, benzen, karbon disulfida, xenon, karbon oksisulfida,
karbon monoksida, nitrogen oksida, dinitrogen oksida, nitrogen dan argon.
Contoh: spektra sikloheksan dibandingkan dengan spektra EI 70eV. Gas
reagen CE berbeda menunjukkan derajat fragmentasi berbeda (Gambar
9). Intesitas relatif dari ion molekular meningkat seiring penurunan RE dari
gas reagen. Spektra massa CE-CI hampir menyerupai spektra EI energi
rendah karena ion molekular terbentuk melalui pertukaran muatan. Karena
sensitivitas CE-CI lebih baik dibandingkan EI energi rendah, CE-CI lebih

dipilih dibanding EI energi rendah (4).

Gambar 9. Perbandingan spektra EI 70 eV dan CE dari sikloheksan yang direkam


dengan berbagai gas reagen berbeda (Sumber: Gross JH. Mass Spectrometry: A
Textbook. 2nd Edition. 2010. Pp. 342)

II.6.3 Ionisasi Kimia dengan Penangkapan Elektron


Pada berbagai plasma CI, ion positif dan negatif terbentuk secara
bertahap, misalnya ion [M+H] + dan [MH], hanya polaritas dari voltase
akselerasi yang membedakan ion apa yang terbentuk dari sumber ion.
Sehingga, spektra massa ionisasi kimia ion negatif (NICI) dapat diperoleh
melalui deprotonasi dari analit asam seperti fenol atau asam karboksilat
atau melalui pengikatan anion. Proses pembentukan ion negatif
merupakan hal yang spesial, karena memberikan sensitivitas yang
superior untuk substansi toksik dan/atau substansi yang berhubungan
dengan lingkungan: melalui penangkapan elektron atau pengikatan

elektron (electron capture, EC), EC merupakan proses resonansi dimana


elektron eksternal masuk ke dalam orbital atom atau molekul. EC
sebetulnya bukan merupakan sub-tipe CI karena elektron tidak diperoleh
melalui ion pereaksi namun bergerak bebas melalui gas pada energi
termal tertentu. Namun, kondisi sumber ion untuk memperoleh EC serupa
dengan PICI (4).
Tabel 2. Kompilasi dari gas reagen CE-CI

II.6.3.1 Pembentukan Ion melalui Penangkapan Elektron


Ketika molekul netral berinteraksi dengan elektron dengan energi
kinetika yang tinggi, ion radikal positif dibentuk melalui EI. Bila elektron
memiliki energi lebih rendah dibandingkan IE molekul netral, EI dihambat.
Ketika elektron mencapai energi termal, penangkapan elektron terjadi. Di
bawah

kondisi

penangkapan

elektron,

terdapat

tiga

mekanisme

pembentukan ion yang berbeda (4):


a. penangkapan elektron resonansi
M + e M
b. penangkapan elektron disosiatif
M + e [MA] + A
c. pembentukan pasangan elektron
M + e [MB] + B+ + e
Penangkapan elektron resonansi secara langsung menghasilkan ion
molekular negatif, M, sedangkan ion fragmen setara terbentuk melalui
penangkapan elektron disosiatif dan pembentukan pasangan ion. Ion
molekular dihasilkan melalui penangkapan elektron dengan energi kinetik
0-2 eV, sedangkan ion fragmen dibentuk melalui penangkapan elektron
dari 0-15 eV. Pembentukan pasangan elektron dapat terjadi ketika energi
elektron mencapai 10 eV (4).
II.6.3.2 Energetika Penangkapan Elektron
Energi potensial dari molekul netral AB dan produk ionik potensial dari
proses

dibandingkan

pada

Gambar

10.

Grafik

ini

menunjukkan

pembentukan ion molekular, AB, yang secara energetika lebih disenangi


dibanding disosiasi ikatan homolitik AB dan bahwa ion AB memiliki energi
internal mendekati energi aktivasi disosiasi (4).
Energetika dari penangkapan elektron ditentukan dengan afinitas
elektron (electron affinity, EA) dari molekul netral. Afinitas elektron
merupakan entalpi negatif dari reaksi pengikatan elektron dengan energi
kinetika nol terhadap molekul atau atom netral (4):
M + e M , Hr = EA(M)

Gambar 10. Energetika dari (a) penangkapan elektron resonansi, (b) penangkapan
elektron disosiatif, dan (c) pembentukan pasangan ion (Sumber: Gross JH. Mass
Spectrometry: A Textbook. 2nd Edition. 2010. Pp. 346)

Ketika IE molekul diatur oleh atome dnegan IE terendah, afinitas


elektron

dari

molekul

umumnya

ditentukan

oleh

atom

dengan

elektronegatitvitas tertinggi. Karena hal inilah halogen, terutama F dan Cl,


dan grup nitro merupakan kandidat yang menarik untuk EC (Tabel 3) (4).
Tabel 3. Afinitas Elektron Terseleksi
Senyawa
EA [eV]
Senyawa
Karbon dioksida
-0,600
Pentaklorobenzen
Naftalen
-0,200
Karbon tetraklorida
Aseton
0,002
Bifenilen
1,2-diklorobenzen
0,094
Nitrobenzen
Benzonitril
0,256
Oktafluorosiklobutan
Molekul oksigen
0,451
Pentafluorobenzonitril
Karbon disulfida
0,512
2-nitronaftalen
Benzo[e]piren
0,534
1-bromo-4-nitrobenzen
Tetrakloroetilen
0,640
Antimoni pentafluorida

EA [eV]
0,729
0,805
0,890
1,006
1,049
1,084
1,184
1,292
1,300

II.6.3.3 Pembentukan Elektron Termal


Emisi termal dari suatu filamen logam yang dipanaskan merupakan
sumber elektron bebas standar. Bagaimanapun, elektron-elektron ini
secara signifikan berada di atas energi termal dan butuh diturunkan untuk
proses EC. Gas penyangga seperti metana, isobutana atau karbon
dioksida dapat digunakan untuk tujuan ini. Gas ini menghasilkan hampir
tidak ada ion negatif sembari mengatur energi elektron ke energi termal.

Meskipun adanya inversi polaritas voltase ekstraksi, kondisi yang sama


dengan PICI dapat diaplikasikan. Temperatur sumber ion utama, gas
penyangga, jumlah sampel yang dimasukkan dan kontaminasi sumber ion
berperan penting dalam metode ini. Pembersihan sumber ion yang sering
merupakan hal yang penting (4).
II.6.3.4 Tampakan Spektra EC
Spektra EC secara umum menyerupai ion molekular yang kuat dan
beberapa fragmen ion primer. Karena M merupakan spesies elektron
unik, pemutusan ikatan homolitik serta pengaturan kembali fragmentasi
dapat terjadi (Gambar 11). Selain perubahan pada tanda muatan, terdapat
kesamaan yang cukup bayak dengan jalur fragmentasi oleh ion molekul
positif (4).

Gambar 11. Spektra EC metana dari 2,3,4,5-tetrakloronitrobenzen (Sumber: Gross


JH. Mass Spectrometry: A Textbook. 2nd Edition. 2010. Pp. 348)

II.6.3.5 Aplikasi EC
EC, terutama ketika dikombinasi dengan GC-MS, secara luas
digunakan untuk memantau polutan lingkungan seperti toksafen, dioksin,
pestisida, metaboli terhalogenasi, bahan peledak dan lain-lain (4).
II.7 Pemasukan Sampel pada Ionisasi Kimia

Pada ionisasi kimia, analit dimasukkan ke dalam sumber ion dnegan


cara yang sama dnegan EI, yaitu melalui pemasukan pelacak langsung
(direct insertion probe, DIP), pemaparan pelacak langsung (direct
exposure probe, DEP), kromatografi gas atau reservoir inlet (4).
II.7.1 Desorption Chemical Ionization
Ionisasi kimia yang dihubungkan dnegan DEP disebut dengan
desorption chemical ionization (DCI). Pada DCI, analit yang berasal dari
larutan atau suspensi dimasukkan ke dalam kumparan kawat tipis tahan
panas. Kemudian, analit dipaparkan secara langsung degan plasma gas
reagen sementara dipanaskan secara cepat pada kecepatan beberapa
ratus C s1 dan temperatur mencapai 1500C. bentuk kawat, metode
pemasukan sampel dan kecepatan pemanasan merupakan hal yang
penting dalam penentuan hasil analisis. Pemanasan cepat terhadap
sampel memiliki peran penting dalam pembentukan spesies molekular
dibanding produk pirolisis. Laser dapat digunakan untuk memberi efek
penyiapan yang sangat cepat dari pelacak. Bila pelacak DCI tidak
tersedia, pelacak field desorption dapat digunakan sebagai gantinya. DCI
dapat diaplikasikan untuk mendeteksi senyawa arsenic dalam lingkungan
darat dan lautan, menentukan distribusi sekuen unit -hidroksialkalinoat
units pada kopoliester bakterial (4).

II.7.2 Atomic Pressure Chemical Ionization (APCI)


Pada APIC, eluen kromatografi cair disemprotkan melalui vaporizer

yang dipanaskan (umumnya 250C 400C) pada tekanan atmosfir.

Panas menguapkan cairan. Molekul pelarut dalam fase gas yang


dihasilkan diionisasikan melalui elektron yang dikeluarkan dari jarum
korona. Ion pelarut kemudian memindahkan muatannya ke molekul
analit melalui reaksi kimia (ionisasi kimia). Ion analit melewati celah
sampel kapiler menuju penganalisa massa. APCI dapat diaplikasikan
pada berbagai jenis molekul polar dan non-polar. APCI jarang
menghasilkan banyak muatan sehingga banyak digunakan untuk
molekul kurang dari 1.500 u. oleh karena itu, APCI kurang cocok
dibanding elektrospray untuk analisis biomolekul yang besar yang tidak
stabil secara termal. APCI lebih sering digunakan dengan kromatografi
fasa normal dibandingkan dengan elektrospray karena analitnya secara
umum bersifat non-polar (LCMS) (2).

II.8 Analit untuk Ionisasi Kimia


Kecocokan suatu sampel untuk diuji dengan metode ionisasi kimia
bergantung pada metode ionisasi kimia apa yang dipilih. Sudah jelas
bahwa metode protonisasi (PICI) akan lebih menguntungkan dibanding
teknik pertukaran muatan (CE-CI) atau penangkapan elektron (EC).
Secara umum, analit yang cocok dianalisis dengan metode EI dapat

dianlisis dengan metode PICI dan metode ini lebih menguntungkan bila
puncak ion molekular pada EI tidak ada atau sangat lemah. CE-CI dan EC
berperan ketika selektivitas dan/atau sensitivitas yang tinggi untuk suatu
senyawa diinginkan (Tabel 4). Kisaran massa tipikal untuk ionisasi kimia
berkisar antara 80 hingga 1200 u. pada DCI, molekul hingga 2000 u
merupakan standar, namun molekul berukuran hingga 6000 u masih dapat
digunakan (4).
Tabel 4. Metode Ionisasi Kimia untuk Berbagai Analit Berbeda
Analit

Sifat termodinamik

Contoh

Metode Ionisasi
Kimia yang
Disarankan

Polaritas rendah,
tanpa heteroatom
Polaritas rendah
hingga sedang,
satu atau dua
heteroatom
Polaritas sedang
hingga tinggi,
beberapa
heteroatom

IE rendah hingga
sedang, EA rendah
IE rendah hingga
sedang, PA sedang
hingga tinggi, EA
rendah

Alkana, alkena,
hidrokarbon aromatik

CE

Alkohl, amina, ester,


senyawa heterosiklik

PICI, CE

IE rendah hingga
sedang, PA tinggi,
EA rendah

Polaritas rendah
atau tinggi,
halogen (terutama
F atau Cl)

IE sedang, PA
rendah, EA sedang
hingga tinggi

Polaritas tinggi,
berat molekul
sedang hingga
besar

IE rendah hingga
sedang, PA tinggi,
EA rendah

Diol, triol, asam amino,


disakarida, senyawa
aromatik tersubtitusi
atau heterosiklik
Komponen
terhalogenasi,
turunan-turunan
seperti trifuloroasetat,
pentafluorobenzil
Mono- hingga
tetrasakarida, peptida
bermassa rendah,
oligomer polar lainnya

Dekomposisi produk
Polisakarida,
pada IE rendah
komponen humat,
hingga sedang, PA
polimer sintetik
tinggi, EA rendah
IE: energi ionisasi, PA: afinitas proton, EA: afinitas elektron
Polaritas tinggi,
berat molekul
besar

PICI

EC

DCI

Py-DCI

BAB III
KESIMPULAN
Ionisasi kimia merupakan teknik ionisasi lembut yang memproduksi
ion dengan menggunakan energi dalam jumlah kecil. Keuntungan ionsasi
kimia terletak pada fragmentasi molekul yang lebih sedikit serta
spektranya yang unik. Terdapat empat jalur utama pembentukan ion dari
suatu analit netral M pada ionisasi kimia yakni transfer proton, adisi
elektrofilik, pemisahan anion dan pertukaran muatan. Ionisasi kimia dapat
diterapkan pada berbagai aplikas dan pemilihan metode ionisasi untuk
ionisasi kimia suatu sampel akan bergantung pada beberapa faktor seperti
polaritas sampel, berat molekul sampel, energi ionisasi serta afinitas
proton dan elektronnya.

DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

3.

4.

5.

Bramer SE. An Introduction to Mass Spectrometry. 1998.


Available
from
URL: http://science.widener.edu/svb/massspec/massspec.pdf
Agilent Technologies. Basic LC-MS. 2001. Available from
URL: http://ccc.chem.pitt.edu/wipf/Agilent%20LC-MS
%20primer.pdf
Agilent Technologies. Ionization Methods in Gas Phase Mass
Spectrometry; Operating Modes of the 5973Network Series
MSDs. 1999. Available as PDF file.
Gross JH. Mass Spectrometry: A Textbook. 2nd Edition. 2010.
Available
from
URL: http://www.mstextbook.com/1st/downloads/chap7.pdf
Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ. Spectrometric
identification of organic compounds. 7th Edition. John Wiley &
Sons. USA. 2005. available in PDF file.

MATA KULIAH ANALISIS INSTRUMEN MODERN


PROGRAM PASCASARJANA

TUGAS ANALISIS INSTRUMEN MODERN

METODE IONISASI KIMIA (CHEMICAL IONIZATION)


OLEH:

NAMA

: NANA JUNIARTI N.D.

NIM

: P2500213401

KELAS

: SAINS

SEMESTER AWAL 2014/2015


PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

Vous aimerez peut-être aussi