Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
( 406057004 )
( 406047121 )
Definisi Asma
Asma diambil dari kata Yunani yang artinya terengah engah dan berarti
serangan nafas pendek. Dahulu semua serangan yang memberikan gejala nafas
demikian disebut asma tanpa memandang sebabnya, kini istilah demikian hanya dapat
digunakan apabila keadaan yang menunjukkan respon abnormal saluran nafas
terhadap berbagai ransangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. 1
Asma sendiri merupakan gangguan yang umumnya bersifat kronik dari saluran nafas
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses terjadinya asma disebabkan oleh
inflamasi yang memicu terjadinya hiperesponsivitas dari jalan nafas, sehingga terjadi
gejala berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan terutama batuk pada
malam atau dini hari.2
Patogenesis Asma
Perlu disadari bahwa yang mendasari terjadinya asma adalah suatu proses
inflamasi. Oleh sebab itu yang berperan besar dari proses inflamasi seperti faktor
selular maupun humoral memegang peranan besar dalam proses terjadinya. Sel mast,
eosinofil, sel limfosit, makrofag, netrofil, sel epitel dan mediator lain sebagai
penyebab asma.
Perubahan patologis yang menyebabkan obstruksi jalan nafas terjadi pada bronkus
ukuran sedang dan bronkiolus berdiameter 1 mm.1
Secara umum asma dapat dibagi menjadi tiga kategori:1
1. Asma ekstrinsik atau asma alergik
Umumnya ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa yang dapat
disebabkan oleh alergen yang diketahui. Bentuk ini umumnya ditemukan pada
masa anak anak dengan keluarga yang memiliki riwayat penyakit atopik
seperti hay fever, dermatitis, eksim dan asma. Pada tipe ini umumnya
ditemukan adanya kepekaan terhadap alergen yang biasanya protein dalam
bentuk serbuk sari yang dihirup atau makanan tertentu. Anak yang mengalami
asma ekstrinsik sering sembuh sempurna saat dewasa muda.
( 406057004 )
( 406047121 )
limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, sel fibroblast dan otot polos
bronkus. Limfosit yang berperan adalah limfosit T-CD4 Th2, sebagai awal dari
serangkaian proses dengan melepaskan IL (interleukin)-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GMCSF (Granulocytes Macrophage-Colony Stimulating Factors) yang melibatkan
limfosit T0 menginduksi Th2 (oleh IL-4) dan limfosit B yang akan memproduksi IgE
(oleh IL-13). Sedangkan IL-3, IL-5 dan GM-CSF berperan untuk maturasi aktivasi
dan life span dari eosinofil. Sel epitel mengekspresikan prostaglandin E 2 dan mediator
lain yang akan memicu pelepasan sitokin serta molekul pada sel lainnya. Eosinofil
yang teraktivasi akan menyebabkan pelepasan sitokin seperti interleukin, TNF
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso
( 406057004 )
( 406047121 )
(Tumor Necrotizing Factors) dan GM-CSF. Eosinofil sendiri terbagi menjadi berbagai
kelas. Dengan reseptor IgE yang berafinitas tinggi dan berisi granula mediator
menyebabkan sel mast merupakan salah satu sel yang memegang peranan dalam
bangkitan asma. Merupakan sel yang banyak terdapat di organ pernafasan, dari
seluruh percabangan bronkus hingga ke alveoli. Mediator yang dihasilkan berupa
leukotrien, PAF dan sitokin lainnya. Peranan lain adalah dalam proses airway
remodelling melalui sekresi growth promoting factors untuk fibroblast, sitokin dan
lainnya.2
Airway remodelling adalah proses kerusakan jaringan yang bersifat kronis
yang sebabkan oleh inflamasi yang berlangsung lama (longstanding inflamation).
Kerusakan dari jaringan yang mati kemudian akan diganti dengan sel yang baru,
proses ini akan berakhir dengan pulihnya jaringan atau malah menimbulkan scar pada
jaringan. Perjalanan dari proses ini akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur
dan hingga kini masih sulit diketahui karena mekanismenya yang sangat kompleks.
Perubahan struktur ini antara lain berupa hiperplasia otot polos, kelenjar mukus jalan
nafas, penebalan membran retikular basal, pembuluh darah yang meningkat, struktur
parenkim yang berubah dan fibrosis karena fibrogenic growth factors.2
Korelasi klinis sangat dibutuhkan pada asma karena remodeling ini menyebabkan
peningkatan gejala serta tanda tanda asma seperti hiperaktivitas, distensibilitas dan
obstruksi jalan nafas yang akan sangat bermanfaat dalam manajemen asma.
Perjalanan dari inflamasi sehingga terjadinya airway remodelling diilustrasikan pada
bagan 1.2
Bagan 1. Hubungan Antara Inflamasi Akut, Inflamasi Kronis dan Airway
Remodelling
Inflamasi Akut
Inflamasi Kronis
Gejala
Eksaserbasi
Obstruksi persisten dari
aliran udara
Airway Remodelling
bronkokonstriksi
non-spesifik
hipereaktifitas
( 406057004 )
( 406047121 )
Epidemiologi
Survey kesehatan rumah tangga pada tahun 1986 menunjukkan asma
merupakan urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan dan pada tahun 1992 merupakan
penyebab kematian ke 4 diseluruh Indonesia. Data dari RSUD dr. Soetomo, Surabaya
dari tahun 1986 hingga 1994 menunjukkan penurunan proporsi rawat inap begitu juga
dari RS Persahabatan data dari tahun 1998 hingga ke 2001 memperlihatkan
penurunan kasus dari jumlah penderita baru.2
Faktor Risiko
Terbagi menjadi faktor dari host sendiri dan lingkungan. Yang dimaksud faktor
risiko dari host adalah faktor genetik, alergi, hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin dan
ras serta faktor lingkungan antara lain alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap
rokok, polusi udara, infeksi nafas, diet, status sosioekonomi. Selain itu lingkungan
juga dapat menjadi pencetus atau eksaserbasi asma antaral lain, infeksi saluran nafas,
perubahan cuaca, sulfur dioksida, makanan, ekspresi emosi yang berlebihan, asap
rokok dan iritan.2
Diagnosa dan Klasifikasi
Asma terbukti merupakan penyakit yang sangat jamak untuk tidak terdiagnosa
dengan baik. Mungkin disebabkan oleh gambaran klinis yang tidak khas serta
bervariasi atau gejala masih ringan yang menyebabkan pasien merasa tidak perlu
untuk berobat ke dokter. Oleh sebab itu untuk mendiagnosa asma dengan baik,
mungkin dibutuhkan perangkat penunjang yang lebih baik mulai dari kemampuan
anamnesa,pemeriksaan fisik hingga pengukuran faal paru untuk menilai reversibilitas
dari fungsi parunya.2
Anamnesa seorang dokter harus mampu memperleh informasi yang jelas dari
perjalanan penyakitnya. Riwayat penyakit atau gejala berupa batuk umumnya
berdahak, sesak nafas, rasa berat di dada yang bersifat episodik dan sering kali
reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Gejala timbul atau memburuk pada malam
atau dini hari, diawali oleh penyebab yang bersifat individual pada setiap pasien,
riwayat pengobatan yang responsif terhadap bronkodilator. Selain mengenai riwayat
penyakit juga harus dilakukan anamnesa terhadap riwayat keluarga, riwayat alergi
( 406057004 )
( 406047121 )
atopi, penyakit dari sistem organ lain, perkembangan penyakit dan pengobatan yang
telah diterima. Daftar pertanyaan seputar kondisi pasien seperti pada tabel 1.2
Tabel 1. Pertanyaan kondisi terakhir (2 minggu terakhir) sebelum berkunjung
Apakah batuk, sesak nafas, mengi dan dada terasa berat dirasakan setiap hari
Berapa sering terbangun bila tidur malam karena sesak nafas atau batuk atau
mengi dan membutuhkan obat asma. Serta bila dini hari/subuh adakah keluhan
tersebut
Apakah gejala yang ada seperti mengi, batuk, sesak nafas mengganggu
kegiatan/aktivitas sehari hari, membatasi kegiatan olahraga dan seberapa
sering hal tersebut mengganggu
Berapa banyak dosis obat pelega yang digunakan untuk melegakan pernafasan
bervariasi. Yang menjadi acuan adalah terdengarnya mengi pada auskultasi walaupun
ini tidak menjadi keharusan karena terkadang dari auskultasi tidak terdengar adanya
mengi meskipun pengukuran faal paru secara obyektif telah menunjukkan adanya
penyempitan jalan nafas,seperti silent chest pada serangan asma berat biasanya
disertai sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardia, hiperinflasi dan penggunaan otot
bantu nafas. Pada serangan asma kontraksi dari otot polos, edema dan hipersekresi
dari saluran nafas akan menyumbat saluran nafas maka pasien akan berusaha untuk
meningkatkan kerja pernafasan untuk mengatasi tertutupnya saluran nafas tersebut.
Tanda klinis dari mekanisme ini adalah sesak nafas, mengi dan hiperinflasi.2
Untuk menyamakan persepsi antara pasien dengan dokter dalam penilaian
berat penyakit asma, sebaiknya dilakukan pengukuran dengan pemeriksaan yang
obyektif yaitu uji faal paru. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui obstruksi jalan
nafas, reversibilitas dari kelainan paru, variabilitas dari faal paru untuk menilai
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso
( 406057004 )
( 406047121 )
( 406057004 )
( 406047121 )
Gejala
Gejala
Faal paru
Malam
I. Intermiten
Bulanan
Gejala
<
1
kali/minggu
Tanpa gejala di luar
serangan
Serangan singkat
Mingguan
Gejala > 1x/minggu
tetapi < 1x/hari
Serangan
dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
Harian
Gejala setiap hari
Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
Membutuhkan
bronkodilator setiap
hari
Kontinyu
Gejala
terus
menerus
Sering kambuh
Aktivitas
fisik
terbatas
2 kali
sebulan
> 2x sebulan
> 1x
seminggu
Sering
APE 80 %
VEP1 80 % nilai
prediksi
APE 80 % nilai terbaik
Variabilitas APE < 20 %
APE > 80 %
VEP1 80 % nilai
prediksi
APE 80 % nilai terbaik
Variabilitas APE < 20 %
APE 60-80 %
VEP 60-80 % nilai
prediksi
APE 60-80 % nilai
terbaik
Variabilitas APE > 30 %
APE 60 %
VEP 60-80 % nilai
prediksi
APE 60-80 % nilai
terbaik
Variabilitas APE > 30 %
Tahap I
Intermiten
Tahap I : Intermiten
Serangan singkat
Gejala terus
menerus
Serangan
sering
Gejala
malam sering
VEP1
Intermiten
( 406057004 )
( 406047121 )
Tahap 2
Persisten
Ringan
Persisten
Ringan
Tahap3
Persisten
Sedang
Persisten
Sedang
Persisten
Ringan
Persisten
Sedang
Persisten Berat
Persisten
Sedang
Persisten
Sedang
Persisten Berat
Persisten Berat
Persisten Berat
Persisten Berat
( 406057004 )
( 406047121 )
Melalui pengukuran IgE serum dan test sensitifitas melalui uji kulit.
Pemeriksaan ini bermanfaat juga untuk membantu menentukan faktor risiko pencetus
namun korelasi antara pajanan dengan gejala klinis yang timbul harus tetap
dilakukan.2
Penatalaksanaan asma
Tujuan utama dari penatalaksaan asma adalah meningkatkan kualitas hidup
mempertahankannya agar penderita dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari hari.2
Tujuan penatalaksanaan
1. Menghilangkan da mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktivitas normal
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit. Dikatakan terkontrol
apabila:2
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada) termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk eksercise
3. Kebutuhan bronkodilator kerja singkat beta agonis (sebaiknya tidak ada)
4. Variasi harian APE < 20 %
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat
Program penatalaksaan asma bertujuan untuk merefleksikan kesadaran bahwa asma
adalah penyakit inflamasi kronis yang bersifat episodik.
Penatalaksaan asma meliputi 7 komponen antara lain:2
1. Edukasi
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso
( 406057004 )
( 406047121 )
10
( 406057004 )
( 406047121 )
3. Untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan APE pada pasien anak atau orang
tua dengan kelainan neuromuskuler atau ortopedik
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
11
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Leukotrien modifiers
( 406057004 )
( 406047121 )
Kortikosteroid sistemik
Antikolinergik
Aminofilin
Adrenalin
Meskipun aplikasi obat asma dapat melalui metode oral maupun parenteral
( subkutan, intramuskular, intravena ), inhalasi tetap memiliki berbagai kelebihan
antara lain:2
12
Breath-actuated MDI
Turbuhaler
Nebuliser
( 406057004 )
( 406047121 )
13
( 406057004 )
( 406047121 )
dengan
merelaksasi
otot
polos,
meningkatkan
pembersihan
14
( 406057004 )
( 406047121 )
Leukotriene Modifiers
Mekanisme kerja dengan menghambat 5 lipooksigenase sehingga memblok
sintesa leukotrien atau memblok reseptor leukotrien pada sel. Menurut penelitian
penggunaan leukotriene modifiers dapat menurunkan dosis penggunaan steroid
inhalasi. Pasien dengan aspirin induced asma menunjukkan respon yang baik dengan
obat ini.2
Pelega
Agonis beta-2 kerja singkat
Pada exercised induced asma obat jenis ini bermanfaat sebagai praterapi dan
merupakan obat pilihan pada serangan akut. Kebutuhan akan peningkatan dosis
adalah tanda perburukan yang membutuhkan terapi antiinflamasi. Bila respon tidak
tercapai pada serangan asma maka ini membutuhkan steroid oral.2
Metilsantin
Mempunyai efek bronkodilatasi yang lebih lemah dari agonis beta-2 kerja
singkat. Kelebihan dari obat ini memiliki respiratory drive, memperkuat fungsi otot
pernafasan dan mempertahankan respon terhadap agonis beta-2 kerja singkat. Perlu
diperhatikan toksisitas pada pasien pengguna teofilin kerja lambat.2
Antikolinergik
Mekanisme kerrja dengan memblok pelepasan asetilkolin pada jalan nafas.
Bronkodilatasi timbul karena turunnya tonus kolinergik vagal intrinsik dan
menghambat bronkokonstriksi karena iritan. Obat ini memiliki onset kerja yang
lambat dan membutuhkan 30 60 menit mencapai kerja maksimum. Ipratropium
bromida dan tiotropium bromida merupakan contoh dari obat jenis ini. Telah
dibuktikan bahwa obat ini meningkatkan potensi bronkodilatasi agonis beta-2,
memperbaiki faal paru dan menurunkan risiko perawatan rumah sakit, sehingga obat
ini merupakan pilihan terbaik pada terapi awal serangan asma yang tidak berespon
dengan maksimal pada penggunaan beta-2 agonis.2
Adrenalin
15
( 406057004 )
( 406047121 )
Digunakan pada pasien dengan eksaserbasi sedang sampai berat bila tidak
tersedia obat agonis beta-2 atau tidak responsif dengan agonis beta-2 kerja singkat.
Pada penggunaan secara intravena diperlukan pengawasan ketat.2
Tahapan Penanganan Asma
Tujuan pengangan ini adalah mencapai sasaran pengobatan dengan medikasi
yang seminimal mungkin. Tindakan yang dilakukan adalah dengan terapi maksimum
pada awal pengobatan seperti dengan penggunaan steroid oral atau inhalasi ditambah
agonis beta-2 kerja lama, setelah asma terkontrol maka dosis diturunkan hingga
semaksimal mungkin dengan tetap mempertahankan keadaan asma. Cara ini disebut
step down therapy. Sedangkan pendekatan lainnya adalah dengan menggunakan terapi
sesuai berat asma dan meningkatkan terapi secara bertahap untuk mencapai asma
terkontrol. Di Indonesia Perhimpunan Dokter Paru Indonesia ( PDPI ) menerapkan
sistem step down therapy untuk menangani asma.2
16
( 406057004 )
( 406047121 )
maksimal 4 kali sehari, bila dibutuhkan lebih dari itu perlu dipertimbangkan
peningkatan derajat asma.2
17
( 406057004 )
( 406047121 )
Persisten
inhalasi (200-400 ug
Teofilin
Ringan
BD/hari)
Kromolin
Leukotriene modifiers
Asma
Kombinasi inhalasi
Persisten
glukokortikosteroid (400Glukokortikosteroid inhalasi
Ditambah
Sedang
800 ug BD/hari) dan agonis
(400-800 ug BD/hari)
agonis
beta-2 kerja lama
ditambah teofilin lepas
beta-2
lambat
kerja lama
oral
Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800 ug BD/hari)
Ditambah
ditambah agonis beta-2
teofilin
kerja lama oral
lepas
lambat
Glukokortikosteroid inhalasi
dosis tinggi
> 800 ug BD atau
Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800 ug BD/hari)
ditambah Leukotriene
modifiers
Asma
Kombinasi inhalasi
Prednisolon/metilprednisolon
Persisten
glukokortikosteroid (> 800
oral selang sehari 10 mg
Berat
ug BD) dan agonis beta-2
ditambah agonis beta-2 kerja
kerja lama, ditambah 1
lama oral ditambah teofilin
dibawah ini
lepas lambat
Leukotriene modifiers
Glukokortikosteroid oral
Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol pertahankan terapi minimal 3 bulan kemudian
turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap
18
( 406057004 )
( 406047121 )
terkontrol
19
( 406057004 )
( 406047121 )
Ringan
Berjalan
Dapat tidur
terlentang
Satu kalimat
Mungkin
gelisah
Berat
Beberapa kata
Gelisah
Istirahat
Duduk
membungkuk
Kata demi kata
Gelisah
< 20 kali/menit
< 100
10 mmHg
-
20 30 /menit
100 200
+/10 20 mmHg
+
> 30/menit
> 200
+
> 25 mmHg
+
Akhir ekspirasi
paksa
> 80 %
> 80 mmHg
< 45 mmHg
> 95 %
Akhir ekspirasi
Inspirasi dan
ekspirasi
< 60 %
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90 %
60 80 %
80 60 mmHg
< 45 mmHg
91 95 %
Keadaan
Mengancam Jiwa
Mengantuk,
gelisah, kesadaran
menurun
Bradikardia
kelelahan otot
Torakoabdominal
paradoksal
Silent chest
20
( 406057004 )
( 406047121 )
atau oral setiap 6-8 jam. Terapi tambahan ini tidak diperlukan jika respon terapi baik
dan (APE > 80 % nilai terbaik) bertahan selama 3-4 jam dan terapi dilanjutkan sampai
2 hari. Pada serangan asma sedang berat tidak hanya dibutuhkan bronkodilator tetapi
antiinflamasi steroid juga mutlak dibutuhkan.2
Penatalaksaan di Rumah Sakit
Riwayat serangan meliputi gejala,pengobatan yang telah diterima, respon
terhadap pengobatan, mulai terjadinya atau pencetus serangan dan keadaan yang
mengancam jiwa. Pada pemeriksaan fisik pada instansi layanan sedehana mungkin
sangat penting, berbeda halnya dengan rumah sakit yang memiliki peralatan lengkap.
Pemantauan saturasi oksigen lebih diutamakan pada pasien terutama anak. Dengan
pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah seseorang memerlukan perawatan di rumah
sakit.2
Pengobatan
Oksigen diperlukan untuk mencapai kadar oksigen lebih atau sama dengan 90 %
dipantau dengan oksimetri.
Agonis beta-2
Kombinasi inhalasi ipratropium bromida dengan agonis beta-2 kerja singkat
meningkatkan respon bronkodilatasi sebaiknya diberikan sebelum pemberian
aminofilin. Kombinasi ini menurunkan risiko perawatan di rumah sakit dan perbaikan
faal paru. Alternatif lain adalah pemberian dengan parenteral dengan pengawasan
ketat, seperti injeksi adrenalin subkutan atau intramuskular. Bila dibutuhkan dapat
diberikan bronkodilator aminofilin i.v. dengan dosis 5-6 mg/kgBB/bolus dalam NaCl
fisiologis atau D5 dengan perbandingan 1:1, untuk memberikan efek aminofilin dalam
darah perlu diberikan secara drip dengan dosis 0.5-0.9 mg/kgBB/jam.2
Steroid
Diindikasikan pada semua serangan asma akut kecuali asma ringan. Pemakaian
terutama pada:dikutip dari 2
21
( 406057004 )
( 406047121 )
Steroid sistemik dapat diberikan oral dan parenteral, pemberian oral lebih
disukai dari segi biaya dan pemakaiannya. Steroid prednison 60 80 mg atau 300
400 mg hidrokortison cukup adekuat dan dapat dilanjutkan dalam 2 minggu
pemakaian.
Antibiotik hanya diberikan dengan indikasi infeksi bakteri yang mencetuskan
asma. Bakteri tersering adalah gram positif dan atipik bahkan bakteri anaerob.
Mukolitik tidak memberikan efek yang adekuat pada terapi asma dan sedasi
sebaiknya dihindarkan karena efek mendepresi nafas.2
Kriteria untuk memulangkan pasien adalah bila VEP1/APE 40-60 % nilai
terbaik setelah pengobatan awal dengan tindak lanjut yang adekuat dan kepatuhan
berobat dari pasien atau pasien dengan VEP1/APE > 60 % nilai terbaik. Sedangkan
untuk indikasi rawat inap bila VEP1 atau APE sebelum pengobatan awal < 25 % nilai
terbaik atau VEP1/APE < 40 % nilai terbaik setelah pengobatan awal diberikan.
Kriteria perawatan di ICU adalah serangan berat dan tidak responsif walau telah
diberi pengobatan adekuat, penurunan kesadaran, gelisah, gagal nafas dengan analisa
gas darah Pa O2 < 60 mmHg dan atau PaCO2 > 45 mmHg, saturasi O 2 < 90 % pada
anak. Gagal nafas dengan PaCO2 rendah atau meningkat.dikutip dari 2
Menurut berat serangannya, sebaiknya asma ditangani di tempat yang
memiliki fasilitas yang mendukung. Di rumah atau puskesmas sebaiknya mampu
untuk mengatasi serangan ringan asma dengan inhalasi agonis beta-2 atau kombinasi
antara oral agonis beta-2 dan teofilin. Pada serangan asma sedang, memerlukan
penatalaksanaan yang lebih ketat dengan nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam atau
agonis beta-2 subkutan, aminofilin iv, adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan dan bila
memungkinkan dengan kostikosteroid sistemik serta oksigenisasi. Melihat keadaan
tersebut pasien sebaiknya mendapat perawatan di unit gawat darurat. Demikian
halnya dengan serangan berat membutuhkan penanganan di fasilitas medis yang baik.
Inhalasi dengan agonis beta-2 yang dilakukan tiap 4 jam atau melalui agonis beta2/adrenalin parenteral dilanjutkan dengan aminofilin bolus lalu drip dilakukan di
22
( 406057004 )
( 406047121 )
rumah sakit atau klinik. Untuk serangan asma yang mengancam jiwa, satu satunya
pilihan adalah segera mencapai unit gawat darurat atau ICU.2
Setelah perawatan dan penanganan yang adekuat dan pasien boleh
dipulangkan maka pasien perlu mendapat pengarahan tentang apa yang harus
dilakukan. Pasien perlu meningkatkan kebugaran fisik dengan berolahraga untuk
menambah rasa percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh sekalipun pada kasus
exercise induced asthma. Senam asma akan memberikan manfaat yang teratur dalam
waktu 3-6 bulan. Hentikan kebiasaan merokok dengan gambaran perburukan klinis,
memperhatikan bahan bahan iritan di lingkungan kerja dan rumah. Alur
penatalaksanaan serangan asma di rumah sakit dapat dilihat pada bagan 2 dan di
rumah pada bagan 3.2
Kondisi Khusus
Penatalaksanaan asma jangka panjang di dasarkan pada klasifikasi berat
penyakit, dengan mengikuti pedoman pengobatan sesuai berat penyakit diharapkan
asma dapat dikontrol. Pada beberapa keadaan seperti penyakit tertentu (hipertensi,
diabetes mellitus) atau kondisi tertentu seperti kehamilan, puasa, menjalani tindakan
bedah perlu perhatian khusus atau perubahan penatalaksanaan dari hal yang sudah
digariskan dalam pedoman penatalaksanaan.2
Kehamilan
Selama kehamilan berat penyakit asma dapat berubah sehingga penderita
memerlukan pengaturan jenis dan dosis obat asma yang dipakai. Penelitian
retrospektif memperlihatkan bahwa selama kehamilan 1/3 penderita mengalami
perburukan, 1/3 lagi menunjukkan perbaikan dan 1/3 sisanya tidak mengalami
perubahan. Meskipun selama kehamilan pemberian obat-obatan harus hati-hati, tetapi
asma yang tidak terkontrol bisa menimbulkan masalah pada bayi berupa peningkatan
kematian perinatal, pertumbuhan janin terhambat dan lahir prematur, peningkatan
insidensi operasi Caesar, berat badan lahir rendah dan perdarahan postpartum.
Prognosis bayi yang lahir dari ibu menderita asma tapi terkontrol sebanding dengan
prognosis bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita asma.2
Pada umumnya semua obat asma dapat dipakai saat kehamilan kecuali
komponen adrenergik, bromfeniramin dan epinefrin. Kortikosteroid inhalasi sangat
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso
23
( 406057004 )
( 406047121 )
bermanfaat untuk mengontrol asma dan mencegah serangan akut asma terutama saat
kehamilan. Bila terjadi serangan, harus segera ditanggulangi secara agresif yaitu
pemberian inhalasi agonis beta-2, oksigen dan kortikosteroid sistemik. Pemilihan obat
pada kehamilan dianjurkan obat inhalasi dan memakai obat obat lama yang pernah
dipakai pada kehamilan sebelumnya yang sudah terdokumentasi dan terbukti aman.2
24