Vous êtes sur la page 1sur 24

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

Definisi Asma
Asma diambil dari kata Yunani yang artinya terengah engah dan berarti
serangan nafas pendek. Dahulu semua serangan yang memberikan gejala nafas
demikian disebut asma tanpa memandang sebabnya, kini istilah demikian hanya dapat
digunakan apabila keadaan yang menunjukkan respon abnormal saluran nafas
terhadap berbagai ransangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. 1
Asma sendiri merupakan gangguan yang umumnya bersifat kronik dari saluran nafas
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses terjadinya asma disebabkan oleh
inflamasi yang memicu terjadinya hiperesponsivitas dari jalan nafas, sehingga terjadi
gejala berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan terutama batuk pada
malam atau dini hari.2

Patogenesis Asma
Perlu disadari bahwa yang mendasari terjadinya asma adalah suatu proses
inflamasi. Oleh sebab itu yang berperan besar dari proses inflamasi seperti faktor
selular maupun humoral memegang peranan besar dalam proses terjadinya. Sel mast,
eosinofil, sel limfosit, makrofag, netrofil, sel epitel dan mediator lain sebagai
penyebab asma.
Perubahan patologis yang menyebabkan obstruksi jalan nafas terjadi pada bronkus
ukuran sedang dan bronkiolus berdiameter 1 mm.1
Secara umum asma dapat dibagi menjadi tiga kategori:1
1. Asma ekstrinsik atau asma alergik
Umumnya ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa yang dapat
disebabkan oleh alergen yang diketahui. Bentuk ini umumnya ditemukan pada
masa anak anak dengan keluarga yang memiliki riwayat penyakit atopik
seperti hay fever, dermatitis, eksim dan asma. Pada tipe ini umumnya
ditemukan adanya kepekaan terhadap alergen yang biasanya protein dalam
bentuk serbuk sari yang dihirup atau makanan tertentu. Anak yang mengalami
asma ekstrinsik sering sembuh sempurna saat dewasa muda.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

2. Asma intrinsik atau idiopatik


Pada asma ini tidak diketahui faktor pencetus yang jelas. Faktor yang tidak
sepsifik seperti berolahraga, infeksi virus yang menyerang sistem pernafasan
atau emosi dapat meyebabkan serangan asma akut. Umumnya timbul setelah
usia 40 tahun dengan serangan sesudah infeksi sinus hidung atau pada
percabangan trakeobronkial. Sering berkembang menjadi bronkitis kronis
bahkan emfisema
3. Asma campuran
Umumnya diawali dengan asma intrinsik namun pada perkembangannya
pasien juga mengalami gejala asma ekstrinsik.
Disebabkan oleh reaksi seperti allergen, virus, iritan yang dapat mengiduksi respon
inflamasi. Asma terbagi menjadi: 2

Asma tipe cepat


Disebabkan oleh degranulasi dari sel mast yang didahului oleh reaksi awal
antara antigen alergen dengan IgE. Mediator yang keluar dari dalam sel mast
seperti histamin, protease ( preformed mediator ), leukotrien, prostaglandin
PAF ( newly generated mediator ) menyebabkan kontraksi otot polos bronkus,
sekresi mukus dan vasodilatasi.

Asma tipe lambat ( merupakan kelanjutan dari asma tipe cepat )


Merupakan reaksi yang terjadi setelah 6 9 jam setelah paparan alergen.
Pada perjalanannya berbagai sel terlibat dalam proses inflamasi kronis seperti

limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, sel fibroblast dan otot polos
bronkus. Limfosit yang berperan adalah limfosit T-CD4 Th2, sebagai awal dari
serangkaian proses dengan melepaskan IL (interleukin)-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GMCSF (Granulocytes Macrophage-Colony Stimulating Factors) yang melibatkan
limfosit T0 menginduksi Th2 (oleh IL-4) dan limfosit B yang akan memproduksi IgE
(oleh IL-13). Sedangkan IL-3, IL-5 dan GM-CSF berperan untuk maturasi aktivasi
dan life span dari eosinofil. Sel epitel mengekspresikan prostaglandin E 2 dan mediator
lain yang akan memicu pelepasan sitokin serta molekul pada sel lainnya. Eosinofil
yang teraktivasi akan menyebabkan pelepasan sitokin seperti interleukin, TNF
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

(Tumor Necrotizing Factors) dan GM-CSF. Eosinofil sendiri terbagi menjadi berbagai
kelas. Dengan reseptor IgE yang berafinitas tinggi dan berisi granula mediator
menyebabkan sel mast merupakan salah satu sel yang memegang peranan dalam
bangkitan asma. Merupakan sel yang banyak terdapat di organ pernafasan, dari
seluruh percabangan bronkus hingga ke alveoli. Mediator yang dihasilkan berupa
leukotrien, PAF dan sitokin lainnya. Peranan lain adalah dalam proses airway
remodelling melalui sekresi growth promoting factors untuk fibroblast, sitokin dan
lainnya.2
Airway remodelling adalah proses kerusakan jaringan yang bersifat kronis
yang sebabkan oleh inflamasi yang berlangsung lama (longstanding inflamation).
Kerusakan dari jaringan yang mati kemudian akan diganti dengan sel yang baru,
proses ini akan berakhir dengan pulihnya jaringan atau malah menimbulkan scar pada
jaringan. Perjalanan dari proses ini akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur
dan hingga kini masih sulit diketahui karena mekanismenya yang sangat kompleks.
Perubahan struktur ini antara lain berupa hiperplasia otot polos, kelenjar mukus jalan
nafas, penebalan membran retikular basal, pembuluh darah yang meningkat, struktur
parenkim yang berubah dan fibrosis karena fibrogenic growth factors.2
Korelasi klinis sangat dibutuhkan pada asma karena remodeling ini menyebabkan
peningkatan gejala serta tanda tanda asma seperti hiperaktivitas, distensibilitas dan
obstruksi jalan nafas yang akan sangat bermanfaat dalam manajemen asma.
Perjalanan dari inflamasi sehingga terjadinya airway remodelling diilustrasikan pada
bagan 1.2
Bagan 1. Hubungan Antara Inflamasi Akut, Inflamasi Kronis dan Airway
Remodelling

Inflamasi Akut

Inflamasi Kronis

Gejala
Eksaserbasi
Obstruksi persisten dari
aliran udara

Airway Remodelling

bronkokonstriksi
non-spesifik
hipereaktifitas

Dikutip dari (2)


Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

Epidemiologi
Survey kesehatan rumah tangga pada tahun 1986 menunjukkan asma
merupakan urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan dan pada tahun 1992 merupakan
penyebab kematian ke 4 diseluruh Indonesia. Data dari RSUD dr. Soetomo, Surabaya
dari tahun 1986 hingga 1994 menunjukkan penurunan proporsi rawat inap begitu juga
dari RS Persahabatan data dari tahun 1998 hingga ke 2001 memperlihatkan
penurunan kasus dari jumlah penderita baru.2
Faktor Risiko
Terbagi menjadi faktor dari host sendiri dan lingkungan. Yang dimaksud faktor
risiko dari host adalah faktor genetik, alergi, hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin dan
ras serta faktor lingkungan antara lain alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap
rokok, polusi udara, infeksi nafas, diet, status sosioekonomi. Selain itu lingkungan
juga dapat menjadi pencetus atau eksaserbasi asma antaral lain, infeksi saluran nafas,
perubahan cuaca, sulfur dioksida, makanan, ekspresi emosi yang berlebihan, asap
rokok dan iritan.2
Diagnosa dan Klasifikasi
Asma terbukti merupakan penyakit yang sangat jamak untuk tidak terdiagnosa
dengan baik. Mungkin disebabkan oleh gambaran klinis yang tidak khas serta
bervariasi atau gejala masih ringan yang menyebabkan pasien merasa tidak perlu
untuk berobat ke dokter. Oleh sebab itu untuk mendiagnosa asma dengan baik,
mungkin dibutuhkan perangkat penunjang yang lebih baik mulai dari kemampuan
anamnesa,pemeriksaan fisik hingga pengukuran faal paru untuk menilai reversibilitas
dari fungsi parunya.2
Anamnesa seorang dokter harus mampu memperleh informasi yang jelas dari
perjalanan penyakitnya. Riwayat penyakit atau gejala berupa batuk umumnya
berdahak, sesak nafas, rasa berat di dada yang bersifat episodik dan sering kali
reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Gejala timbul atau memburuk pada malam
atau dini hari, diawali oleh penyebab yang bersifat individual pada setiap pasien,
riwayat pengobatan yang responsif terhadap bronkodilator. Selain mengenai riwayat
penyakit juga harus dilakukan anamnesa terhadap riwayat keluarga, riwayat alergi

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

atopi, penyakit dari sistem organ lain, perkembangan penyakit dan pengobatan yang
telah diterima. Daftar pertanyaan seputar kondisi pasien seperti pada tabel 1.2
Tabel 1. Pertanyaan kondisi terakhir (2 minggu terakhir) sebelum berkunjung

Apakah batuk, sesak nafas, mengi dan dada terasa berat dirasakan setiap hari

Berapa sering terbangun bila tidur malam karena sesak nafas atau batuk atau
mengi dan membutuhkan obat asma. Serta bila dini hari/subuh adakah keluhan
tersebut

Apakah gejala yang ada seperti mengi, batuk, sesak nafas mengganggu
kegiatan/aktivitas sehari hari, membatasi kegiatan olahraga dan seberapa
sering hal tersebut mengganggu

Berapa sering menggunakan obat asma pelega

Berapa banyak dosis obat pelega yang digunakan untuk melegakan pernafasan

Apa kiranya yang menyebabkan perburukan dari gejala asma tersebut

Apakah sering mangkir sekolah/kerja karena asma dan berapa sering


Dikutip dari (2)
Dari pemeriksaan jasmani menunjukkan hasil pemeriksaan yang sangat

bervariasi. Yang menjadi acuan adalah terdengarnya mengi pada auskultasi walaupun
ini tidak menjadi keharusan karena terkadang dari auskultasi tidak terdengar adanya
mengi meskipun pengukuran faal paru secara obyektif telah menunjukkan adanya
penyempitan jalan nafas,seperti silent chest pada serangan asma berat biasanya
disertai sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardia, hiperinflasi dan penggunaan otot
bantu nafas. Pada serangan asma kontraksi dari otot polos, edema dan hipersekresi
dari saluran nafas akan menyumbat saluran nafas maka pasien akan berusaha untuk
meningkatkan kerja pernafasan untuk mengatasi tertutupnya saluran nafas tersebut.
Tanda klinis dari mekanisme ini adalah sesak nafas, mengi dan hiperinflasi.2
Untuk menyamakan persepsi antara pasien dengan dokter dalam penilaian
berat penyakit asma, sebaiknya dilakukan pengukuran dengan pemeriksaan yang
obyektif yaitu uji faal paru. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui obstruksi jalan
nafas, reversibilitas dari kelainan paru, variabilitas dari faal paru untuk menilai
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

hiperresponsivitas jalan nafas secara tidak langsung. Pemeriksaan yang umumnya


dilakukan adalah spirometri dengan arus puncak ekspirasi.2
Spirometri
Pengukuran tehadap Volume Ekspirasi Paksa detik pertama ( VEP1) dan
Kapasitas Vital Paksa (KVP) dengan prosedur yang sesuai dengan acuan maka
diambil 2 - 3 hasil pemeriksaan yang dianggap layak. Obstruksi jalan nafas diketahui
dari nilai rasio VEP1 atau KVP < 75 % atau VEP 1 < 80 % nilai prediksi. Selain
menilai derajat berat dari asma spirometri juga dapat digunakan untuk menilai
reversibilitas berupa perbaikan VEP1 lebih besar sama dengan 15 persen secara
spontan atau setelah intervensi inhalasi brokodilator, 10 14 hari dengan
bronkodilator oral, 2 minggu dengan terapi steroid.2
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh dari pemeriksaan spirometri atau dengan prosedur
yang lebih sederhana dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif
sangat murah dan praktis. Penilaian dari hasil pemeriksaan dengan APE dapat
digunakan untuk menentukan reversibilitas berupa perbaikan APE lebih besar sama
dengan 15 persen secara spontan atau setelah intervensi inhalasi brokodilator, 10 14
hari dengan bronkodilator oral, 2 minggu dengan terapi steroid dan variabilitas berupa
variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1 2 minggu
sebagai penilaian berat penyakit. Tidak ada suatu nilai normal dalam penilaian APE,
oleh sebab itu penilaian didasarkan dari hasil pemeriksaan sebelumnya. Hasil
pemeriksaan APE juga tidak berkorelasi dengan derajat berat obstruksi.2
Pemeriksaan APE harian dengan dua kali pemeriksaan sehari. Pada pagi hari
untuk mendapat nilai terendah dan malam hari untuk nilai tertinggi. Terdapat 2
metode, pertama bila pasien sedang menggunakan bronkodilator diambil perbedaan
nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan APE malam hari sebelumnya sesudah
bronkodilator perbedaan nilai ini menunjukkan persentase nilai rata rata APE
harian.2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

APE malam APE pagi


Variabiliti harian = -------------------------------------- x 100 %
(APE malam + APE pagi)
Metode kedua adalah dengan melihat nilai terendah APE pagi sebelum bronkodilator
selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai
tertinggi APE malam hari). Metode ini paling mungkin dan mudah untuk dilakukan.2
Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan keadaan klinis sebelum pengobatan dapat
dilihat dalam tabel 2 dan sesudah pengobatan pada tabel 3.
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis (Sebelum
Pengobatan)
Derajat asma

Gejala

Gejala

Faal paru

Malam
I. Intermiten

II. Persisten Ringan

III. Pesisten sedang

IV. Persisten Berat

Bulanan
Gejala
<
1
kali/minggu
Tanpa gejala di luar
serangan
Serangan singkat
Mingguan
Gejala > 1x/minggu
tetapi < 1x/hari
Serangan
dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
Harian
Gejala setiap hari
Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
Membutuhkan
bronkodilator setiap
hari
Kontinyu
Gejala
terus
menerus
Sering kambuh
Aktivitas
fisik
terbatas

2 kali
sebulan

> 2x sebulan

> 1x
seminggu

Sering

APE 80 %
VEP1 80 % nilai
prediksi
APE 80 % nilai terbaik
Variabilitas APE < 20 %
APE > 80 %
VEP1 80 % nilai
prediksi
APE 80 % nilai terbaik
Variabilitas APE < 20 %
APE 60-80 %
VEP 60-80 % nilai
prediksi
APE 60-80 % nilai
terbaik
Variabilitas APE > 30 %

APE 60 %
VEP 60-80 % nilai
prediksi
APE 60-80 % nilai
terbaik
Variabilitas APE > 30 %

Dikutip dari (2)


Tabel 3. Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

Gejala dan Faal Paru dalam Pengobatan

Tahap I
Intermiten

Tahap I : Intermiten

Gejala < 1 x/minggu

Serangan singkat

Gejala malam < 2 x/bulan

Faal paru normal di luar


serangan
Tahap II : Persisten Ringan

Gejala > 1 x/minggu, tetapi < 1


x/hari

Gejala malam > 2 x/bulan, tetapi <


1 x/minggu

Faal paru normal di luar serangan


Tahap III : Persisten Sedang

Gejala setiap hari

Serangan mempengaruhi aktivitas


dan tidur

Gejala malam > 1 x/minggu

60 % < VEP1 < 80 % nilai prediksi

60 % < APE < 80 % nilai terbaik


Tahap IV : Pesisten Berat

Gejala terus
menerus

Serangan
sering

Gejala
malam sering

VEP1

Intermiten

( 406057004 )
( 406047121 )

Tahap 2
Persisten
Ringan
Persisten
Ringan

Tahap3
Persisten
Sedang
Persisten
Sedang

Persisten
Ringan

Persisten
Sedang

Persisten Berat

Persisten
Sedang

Persisten
Sedang

Persisten Berat

Persisten Berat

Persisten Berat

Persisten Berat

Dikutip dari (2)


Pemeriksaan lain
Uji Provokasi Bronkus
Uji ini membantu dalam mendiagnosis asma dan sebaiknya dilakukan bila
pada penderita asma memberikan hasil faal paru normal. Bila hasil negatif dapat
disimpulkan bahwa pasien pemderita asma tetapi bila hasil positif belum menentukan
pasien tersebut menderita asma karena hasil positif juga dimiliki oleh penderita rinitis
alergi, Penyakit Paru Obstruktif Kronis, bronkiektasis dan fibrosis kistik.2
Status alergi

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

Melalui pengukuran IgE serum dan test sensitifitas melalui uji kulit.
Pemeriksaan ini bermanfaat juga untuk membantu menentukan faktor risiko pencetus
namun korelasi antara pajanan dengan gejala klinis yang timbul harus tetap
dilakukan.2
Penatalaksanaan asma
Tujuan utama dari penatalaksaan asma adalah meningkatkan kualitas hidup
mempertahankannya agar penderita dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari hari.2
Tujuan penatalaksanaan
1. Menghilangkan da mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktivitas normal
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit. Dikatakan terkontrol
apabila:2
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada) termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk eksercise
3. Kebutuhan bronkodilator kerja singkat beta agonis (sebaiknya tidak ada)
4. Variasi harian APE < 20 %
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat
Program penatalaksaan asma bertujuan untuk merefleksikan kesadaran bahwa asma
adalah penyakit inflamasi kronis yang bersifat episodik.
Penatalaksaan asma meliputi 7 komponen antara lain:2
1. Edukasi
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala


3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Penilaian dan evaluasi secara berkala
Penilaian klinis kembali antara 1 2 minggu dengan berkonsultasi ke instansi
kesehatan dan monitoring asma sebaiknya dilakukan oleh pasien sendiri. Faktor yang
menjadi parameter adalah keluhan yang berubah sejak kunjungan terakhir, bisa
membaik atau memburuk.2
Pemantauan tanda gejala asma
Pasien sebaiknya diberi pendidikan dan pengertian tentang penyakitnya agar
dapat memantau sendiri keluhan. Perlu pemantauan gejala asma sehari hari seperti
batuk, rasa berat di dada dan sesak nafas. Serangan pada malam hari sehingga pasien
terbangun dan gejala asma pada dini hari serta respon 15 menit setelah pengobatan
agonis beta-2 kerja singkat.2
Pemeriksaan dengan spirometri dilakukan pada:2
1. Awal penilaian / kunjungan pertama
2. Setelah pengobatan awal diberikan, bila gejala dan APE telah stabil
3. Pemeriksaan berkala tiap 1 2 tahun untuk menilai perubahan fungsi jalan
nafas dan respon pengobatan
Manfaat lain pemeriksaan spirometri berkala:2
1. Apabila dilakukan berkala setahun sekali untuk menilai akurasi peak flow
meter
2. Evaluasi respon bronkodilator pada uji provokasi bronkus dapat dilakukan
untuk menilai step down therapy pada pengobatan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

10

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

3. Untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan APE pada pasien anak atau orang
tua dengan kelainan neuromuskuler atau ortopedik

Pemeriksaan APE dengan Peak Flow Meter


Penggunaan APE untuk pengelolaan asma mandiri
Untuk meningkatkan peran aktif pasien asma dalam pengelolaan penyakitnya
maka dapat digunakan sistem zona pelangi asma. Sistem ini digunakan dengan
pengukuran APE dan variabilias harian untuk mencapai pengendalian asma yang
optimal. Penekanan pada variabilitas dari nilai terbaik pada berbagai waktu. Dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui penyebab dari memburuknya serangan asma,
memutuskan rencana lanjut bila pengobatan berjalan baik, menentukan perubahan
dosis obat bila dibutuhkan dan memutuskan kapan pasien perlu mencari bantuan
medis.2
Rencana Pengobatan Jangka Panjang
Asma terkontrol adalah asma yang kondisinya stabil minimal dalam waktu
satu bulan. Merencanakan pengobatan jangka panjang membutuhkan pengendalian
yang mempertimbangkan 3 faktor antara lain, medikasi, tahapan pengobatan dan
penanganan asma mandiri ( pelangi asma ).2
Medikasi asma
Bertujuan untuk mengontrol asma dengan mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan nafas. Menurut tujuannya terbagi menjadi 2 bagian yaitu pengontrol dan pelega.2
Obat Pengontrol
Obat jenis ini digunakan untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol disebut juga obat pencegah dengan
mekanisme kerja berupa antiinflamasi.2
Yang temasuk obat pengontrol antara lain:2

Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid sistemik

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

11

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifiers

Antihistamin generasi kedua

( 406057004 )
( 406047121 )

Obat Pelega ( Reliever )


Merupakan obat yang bertujuan untuk dilatasi jalan nafas dengan mekanisme
relaksasi otot polos, memperbaiki dan menghambat konstriksi yang berkaitan dengan
gejala akut. Obat ini tidak memperbaiki inflamasi atau menurunkan hiperesponsifitas
dari jalan nafas.
Yang termasuk obat pelega antara lain:2

Agonis beta-2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik

Antikolinergik

Aminofilin

Adrenalin

Meskipun aplikasi obat asma dapat melalui metode oral maupun parenteral
( subkutan, intramuskular, intravena ), inhalasi tetap memiliki berbagai kelebihan
antara lain:2

Lebih efektif mencapai konsentrasi tinggi di jalan nafas

Efek sistemik minimal atau dihindarkan

Obat seperti anti kolinergik dan kromolin tidak dapat


diabsorpsi pada pemberian oral. Selain itu, waktu kerja bronkodilator akan
lebih cepat dengan pemberian inhalasi.

Macam cara pemberian obat antara lain:2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

12

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

Inhalasi Dosis Terukur ( IDT )

IDT dengan Spacer

Breath-actuated MDI

Dry powder inhaler ( DPI )

Turbuhaler

Nebuliser

( 406057004 )
( 406047121 )

Masing masing cara memiliki kekurangan dan kelebihannya dalam menyampaikan


kemurnian obat, oleh sebab itu perubahan dari satu alat ke alat lainnya memerlukan
penyesuaian dosis.
Pengontrol
Glukokortikosteroid Inhalasi
Obat jenis ini merupakan obat terbaik dari golongan pengontrol karena dapat
memberikan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesposifitas jalan nafas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi, mengurangi berat serangan dan
memperbaiki kualitas hidup sehingga obat ini dipilih untuk pengobatan asma persisten
( ringan maupun berat ).
Respon terhadap peningkatan dosis adalah relatif datar oleh sebab itu peningkatan
dosis tidak akan banyak meningkatkan manfaat, melainkan meningkatkan efek
sampingnya. Untuk asma yang belum terkontrol lebih baik menambah obat
pengontrol jenis lainnya dibandingkan meningkatkan dosis steroid. Efek samping
lokal dari aplikasi steroid inhalasi seperti kandidiasis orofaring, batuk karena iritasi
saluran nafas atas dapat dikurangi dengan penggunaan spacer, hal ini juga berlaku
untuk efek samping sistemiknya.2
Glukokortikosteroid Sistemik
Perlu diingat penggunaan steroid sistemik jangka panjang sebaiknya
menggunakan steroid inhalasi dibandingkan dengan steroid oral. Dala keadaan
tertentu steroid oral diberikan hanya pada derajat asma persisten sedang-berat yang
tidak dapat terkontrol atau ketidakmampuan untuk mendapatkan steroid inhalasi. Efek
mineralokortikoid minimal diperoleh pada preparat prednison, prednisolon atau
metilprednisolon.2
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso

13

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

Kromolin ( Sodium Krormoglikat dan Nedokromil Sodium )


Merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid, yang bekerja menghambat
pelepasan mediator dari sel mast melalui reaksi yang diperantarai oleh IgE serta
supresi sel inflamasi tertentu. Aplikasi obat secara inhalasi dapat digunakan sebagai
pengontrol asma persisten ringan walaupun potensi terapinya tidak lebih baik dari
steroid inhalasi.2
Metilsantin
Obat yang umumnya digunakan adalah teofilin dan aminofilin. Mekanisme
kerja dengan menghambat enzim fosfodiesterase pada konsentrasi tinggi. Teofilin
sebagai obat pengontrol efektf untuk mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.
Namun sebagai pelega

metilsantin oral juga dapat digunakan sebagai alternatif

bronkodilator bila dikombinasikan dengan agonis beta-2 kerja singkat.2


Efek samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi, oleh sebab itu pemakaian
obat ini dengan monitor yang ketat sangat dibutuhkan. Gejala gastrointestinal seperti
mual dan muntah merupakan pertanda awal yang paling dahulu tejadi. Intoksikasi
metilsantin dapat menyebabkan kejang dan kematian. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah penggunaan metilsantin dengan campuran agonis beta-2 sebagai
inhalasi pada bronkodilator karena bila penderita dalam terapi metilsantin lepas
lambat maka ini akan meningkatkan toksisitasnya.2
Agonis Beta-2 Kerja Lama
Bekerja

dengan

merelaksasi

otot

polos,

meningkatkan

pembersihan

mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan


mediator dari sel mast dan basofil. Obat ini merupakan obat pilihan setelah inhalasi
dengan steroid gagal mengontrol dan sebelum dilakukan peningkatan dosis steroid
tersebut. Sebaiknya pemakaian obat ini dikombinasikan dengan steroid inhalasi untuk
mengatasi inflamasi yang terjadi. Bentuk oral yang digunakan adalah salbutamol
lepas lambat, prokaterol dan bambuterol. Obat oral memiliki efek samping terhadap
susunan saraf otonom yang lebih tinggi.2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

14

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

Leukotriene Modifiers
Mekanisme kerja dengan menghambat 5 lipooksigenase sehingga memblok
sintesa leukotrien atau memblok reseptor leukotrien pada sel. Menurut penelitian
penggunaan leukotriene modifiers dapat menurunkan dosis penggunaan steroid
inhalasi. Pasien dengan aspirin induced asma menunjukkan respon yang baik dengan
obat ini.2
Pelega
Agonis beta-2 kerja singkat
Pada exercised induced asma obat jenis ini bermanfaat sebagai praterapi dan
merupakan obat pilihan pada serangan akut. Kebutuhan akan peningkatan dosis
adalah tanda perburukan yang membutuhkan terapi antiinflamasi. Bila respon tidak
tercapai pada serangan asma maka ini membutuhkan steroid oral.2
Metilsantin
Mempunyai efek bronkodilatasi yang lebih lemah dari agonis beta-2 kerja
singkat. Kelebihan dari obat ini memiliki respiratory drive, memperkuat fungsi otot
pernafasan dan mempertahankan respon terhadap agonis beta-2 kerja singkat. Perlu
diperhatikan toksisitas pada pasien pengguna teofilin kerja lambat.2
Antikolinergik
Mekanisme kerrja dengan memblok pelepasan asetilkolin pada jalan nafas.
Bronkodilatasi timbul karena turunnya tonus kolinergik vagal intrinsik dan
menghambat bronkokonstriksi karena iritan. Obat ini memiliki onset kerja yang
lambat dan membutuhkan 30 60 menit mencapai kerja maksimum. Ipratropium
bromida dan tiotropium bromida merupakan contoh dari obat jenis ini. Telah
dibuktikan bahwa obat ini meningkatkan potensi bronkodilatasi agonis beta-2,
memperbaiki faal paru dan menurunkan risiko perawatan rumah sakit, sehingga obat
ini merupakan pilihan terbaik pada terapi awal serangan asma yang tidak berespon
dengan maksimal pada penggunaan beta-2 agonis.2
Adrenalin

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

15

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

Digunakan pada pasien dengan eksaserbasi sedang sampai berat bila tidak
tersedia obat agonis beta-2 atau tidak responsif dengan agonis beta-2 kerja singkat.
Pada penggunaan secara intravena diperlukan pengawasan ketat.2
Tahapan Penanganan Asma
Tujuan pengangan ini adalah mencapai sasaran pengobatan dengan medikasi
yang seminimal mungkin. Tindakan yang dilakukan adalah dengan terapi maksimum
pada awal pengobatan seperti dengan penggunaan steroid oral atau inhalasi ditambah
agonis beta-2 kerja lama, setelah asma terkontrol maka dosis diturunkan hingga
semaksimal mungkin dengan tetap mempertahankan keadaan asma. Cara ini disebut
step down therapy. Sedangkan pendekatan lainnya adalah dengan menggunakan terapi
sesuai berat asma dan meningkatkan terapi secara bertahap untuk mencapai asma
terkontrol. Di Indonesia Perhimpunan Dokter Paru Indonesia ( PDPI ) menerapkan
sistem step down therapy untuk menangani asma.2

Pengobatan Dengan Derajat Berat Asma


Asma Intermiten
Lazimnya digunakan agonis beta-2 kerja singkat secara inhalasi,alternatifnya
adalah sediaan oral, kombinasi teofilin kerja singkat dengan agonis beta-2 atau
antikolinergik inhalasi. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah asma yang kambuh bila
cuaca buruk atau exercise induced asma tetapi di luar serangan gejala tidak ada dan
faal paru normal. Umumnya jarang terjadi serangan akut berat pada asma intermiten
tetapi mungkin terjadi, pada pasien tersebut terapi selanjutnya harus dikondisikan
sebagai asma persisten sedang.2

Asma Persisten Ringan


Untuk asma jenis ini dibutuhkan obat pengontrol setiap harinya, dengan
demikian terapi yang disarankan adalah antiinflamasi dengan steroid inhalasi dosis
rendah 200-400 ug BD/hari atau 100-250 ugFP/hari diberikan sekaligus atau terbagi 2
kali sehari. Terapi lain berupa bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

16

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

maksimal 4 kali sehari, bila dibutuhkan lebih dari itu perlu dipertimbangkan
peningkatan derajat asma.2

Asma Persisten Sedang


Biasanya dibutuhkan obat pengontrol berupa steroid 400-800 ug BD/hari atau
250-500 ugFP/hari dalam 2 dosis dan agonis beta-2 kerja lama 2 kali sehari. Terapi
lain berupa bronkodilator seperti agonis beta-2 inhalasi atau oral.2
Asma Persisten Berat
Terapi pada derajat ini adalah sama yaitu dengan mencapai kondisi sebaik
mungkin dengan gejala yang seringan mungkin dan penggunaan obat yang seminimal
mungkin. Dengan tujuan untuk mencapai nilai faal paru yang sebaik mungkin dan
efek samping obat yang tidak berbahaya. Mungkin dibutuhkan lebih dari satu obat
pengontrol seperti inhalasi steroid dosis tinggi (> 800 ug DB/hari, sebaiknya 4 kali
sehari dibandingkan hanya 2 kali sehari) dan agonis beta-2 kerja lama 2 kali sehari.
Agonis beta-2 kerja lama inhalasi dalam prakteknya dapat digantikan dengan bentuk
oral atau leukotriene modifiers juga dalam bentuk oral. Bila keadaan sangat mendesak
makan dapat diberikan steroid oral dosis minimal pada pagi hari.2
Asma disebut tidak terkontrol apabila

Masih terdapat asma malam hingga pasien terbangun

Kunjungan ke gawat darurat karena serangan akutnya

Kebutuhan obat pelega meningkat

Pengobatan dengan derajat berat asma dapat terlihat pada tabel 4.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

17

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

Tabel 4. Pengobatan sesuai dengan berat asma


Semua tahapan ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak
melebihi 3-4 kali sehari
Berat asma Medikasi pengontrol harian Alternatif/pilihan lain
Alternatif lain
Asma
Tidak perlu
Intermiten
Asma
Glukokortikosteroid

Persisten
inhalasi (200-400 ug
Teofilin
Ringan
BD/hari)

Kromolin

Leukotriene modifiers
Asma
Kombinasi inhalasi

Persisten
glukokortikosteroid (400Glukokortikosteroid inhalasi
Ditambah
Sedang
800 ug BD/hari) dan agonis
(400-800 ug BD/hari)
agonis
beta-2 kerja lama
ditambah teofilin lepas
beta-2
lambat
kerja lama
oral

Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800 ug BD/hari)
Ditambah
ditambah agonis beta-2
teofilin
kerja lama oral
lepas
lambat

Glukokortikosteroid inhalasi
dosis tinggi
> 800 ug BD atau
Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800 ug BD/hari)
ditambah Leukotriene
modifiers
Asma
Kombinasi inhalasi
Prednisolon/metilprednisolon
Persisten
glukokortikosteroid (> 800
oral selang sehari 10 mg
Berat
ug BD) dan agonis beta-2
ditambah agonis beta-2 kerja
kerja lama, ditambah 1
lama oral ditambah teofilin
dibawah ini
lepas lambat

Teofilin lepas lambat

Leukotriene modifiers

Glukokortikosteroid oral
Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol pertahankan terapi minimal 3 bulan kemudian
turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

18

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

terkontrol

Dikutip dari (2)


Pelangi Asma
Metode ini digunakan untuk memberikan pendidikan sekaligus pemahaman
kepada pasiennya untuk berpartisipasi aktif dalam penanganan penyakit asmanya
selain hanya bergantung pada terapi obat yang diberikan oleh dokter. Pasien akan
memiliki kemampuan untuk memantau kondisi dan gejala yang dirasakannya.
Meskipun terapi asma adalah terapi individual, aturan dasar pada pelangi asma dapat
diterapkan secara umum.2 Keadaan pasien yang memenuhi pembagian pelangi asma
terlihat dalam tabel 5.
Tabel 5. Pelangi asma
Monitoring keadaan asma secara mandiri
Hijau
Kondisi baik, asma terkontrol
Tidak ada/minimal gejala
APE : 80 100 % nilai prediksi/terbaik
Pengobatan tergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap
berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi
Kuning
Berarti hati hati, asma tidak terkontrol dapat terjadi serangan akut/eksaserbasi
Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada terasa
berat baik saat aktivitas maupun istirahat) dan/atau APE 60 80 % prediksi/nilai
terbaik
Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi
Merah
Berbahaya
Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivitas sehari hari
APE < 60 % nilai prediksi/terbaik
Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang
disepakati dokter penderita secara tertulis. Bila tidak ada respon segera hubungi
dokter atau rumah sakit.
Dikutip dari (2)

Penatalaksanaan Serangan Akut


Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso

19

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

Pertama tama perlu ditentukan beratnya serangan, menentukan pengobatan


yang tepat, menilai respon pengobatan lalu memahami tindakan yang perlu dilakukan
pada penderita setelah serangan teratasi. Serangan dapat berupa serangan ringan
hingga serangan yang mengancam jiwa. Penatalaksanaan akan berubah dan berbeda
pada tiap instansi kesehatan. Fasilitas dan intervensi medis yang sesuai sangat
menentukan dalam keadaan ini.2 Klasifikasi berat serangan asma akut terlihat dalam
tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut


Gejala dan
tanda klinis
Sesak nafas
Posisi
Cara berbicara
Kesadaran
Frekuensi nafas
Nadi
Pulsus
paradoksus
Otot bantu
nafas dan
retraksi
suprasternal
Mengi
APE
PaO2
PaCO2
SaO2

Ringan
Berjalan
Dapat tidur
terlentang
Satu kalimat
Mungkin
gelisah

Berat Serangan Akut


Sedang
Berbicara
Duduk

Berat

Beberapa kata
Gelisah

Istirahat
Duduk
membungkuk
Kata demi kata
Gelisah

< 20 kali/menit
< 100
10 mmHg
-

20 30 /menit
100 200
+/10 20 mmHg
+

> 30/menit
> 200
+
> 25 mmHg
+

Akhir ekspirasi
paksa
> 80 %
> 80 mmHg
< 45 mmHg
> 95 %

Akhir ekspirasi

Inspirasi dan
ekspirasi
< 60 %
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90 %

60 80 %
80 60 mmHg
< 45 mmHg
91 95 %

Keadaan
Mengancam Jiwa

Mengantuk,
gelisah, kesadaran
menurun
Bradikardia
kelelahan otot
Torakoabdominal
paradoksal
Silent chest

Dikutip dari (2)


Penggunaan dengan agonis beta-2 inhalasi berbentuk IDT lebih dianjurkan
menggunakan spacer dengan DPI atau nebulisasi. Penggunaan spacer akan
meningkatkan onset, efek samping yang minimal dengan waktu yang lebih cepat.
Pada asma anak penggunaan nebuliser lebih disukai. Pada perawatan di rumah, dapat
diberikan agonis beta-2 oral atau kombinasi oral agonis kerja singkat dan teofilin.
Dapat juga diberikan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi 2-4 semprot tiap 3-4 jam
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso

20

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

atau oral setiap 6-8 jam. Terapi tambahan ini tidak diperlukan jika respon terapi baik
dan (APE > 80 % nilai terbaik) bertahan selama 3-4 jam dan terapi dilanjutkan sampai
2 hari. Pada serangan asma sedang berat tidak hanya dibutuhkan bronkodilator tetapi
antiinflamasi steroid juga mutlak dibutuhkan.2
Penatalaksaan di Rumah Sakit
Riwayat serangan meliputi gejala,pengobatan yang telah diterima, respon
terhadap pengobatan, mulai terjadinya atau pencetus serangan dan keadaan yang
mengancam jiwa. Pada pemeriksaan fisik pada instansi layanan sedehana mungkin
sangat penting, berbeda halnya dengan rumah sakit yang memiliki peralatan lengkap.
Pemantauan saturasi oksigen lebih diutamakan pada pasien terutama anak. Dengan
pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah seseorang memerlukan perawatan di rumah
sakit.2
Pengobatan
Oksigen diperlukan untuk mencapai kadar oksigen lebih atau sama dengan 90 %
dipantau dengan oksimetri.
Agonis beta-2
Kombinasi inhalasi ipratropium bromida dengan agonis beta-2 kerja singkat
meningkatkan respon bronkodilatasi sebaiknya diberikan sebelum pemberian
aminofilin. Kombinasi ini menurunkan risiko perawatan di rumah sakit dan perbaikan
faal paru. Alternatif lain adalah pemberian dengan parenteral dengan pengawasan
ketat, seperti injeksi adrenalin subkutan atau intramuskular. Bila dibutuhkan dapat
diberikan bronkodilator aminofilin i.v. dengan dosis 5-6 mg/kgBB/bolus dalam NaCl
fisiologis atau D5 dengan perbandingan 1:1, untuk memberikan efek aminofilin dalam
darah perlu diberikan secara drip dengan dosis 0.5-0.9 mg/kgBB/jam.2
Steroid
Diindikasikan pada semua serangan asma akut kecuali asma ringan. Pemakaian
terutama pada:dikutip dari 2

Pemberian agonis beta-2 kerja singkat inhalasi tidak memberikan respon

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

21

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

Serangan terjadi walau penderita sedang dalam pengobatan

Serangan asma berat

( 406057004 )
( 406047121 )

Steroid sistemik dapat diberikan oral dan parenteral, pemberian oral lebih
disukai dari segi biaya dan pemakaiannya. Steroid prednison 60 80 mg atau 300
400 mg hidrokortison cukup adekuat dan dapat dilanjutkan dalam 2 minggu
pemakaian.
Antibiotik hanya diberikan dengan indikasi infeksi bakteri yang mencetuskan
asma. Bakteri tersering adalah gram positif dan atipik bahkan bakteri anaerob.
Mukolitik tidak memberikan efek yang adekuat pada terapi asma dan sedasi
sebaiknya dihindarkan karena efek mendepresi nafas.2
Kriteria untuk memulangkan pasien adalah bila VEP1/APE 40-60 % nilai
terbaik setelah pengobatan awal dengan tindak lanjut yang adekuat dan kepatuhan
berobat dari pasien atau pasien dengan VEP1/APE > 60 % nilai terbaik. Sedangkan
untuk indikasi rawat inap bila VEP1 atau APE sebelum pengobatan awal < 25 % nilai
terbaik atau VEP1/APE < 40 % nilai terbaik setelah pengobatan awal diberikan.
Kriteria perawatan di ICU adalah serangan berat dan tidak responsif walau telah
diberi pengobatan adekuat, penurunan kesadaran, gelisah, gagal nafas dengan analisa
gas darah Pa O2 < 60 mmHg dan atau PaCO2 > 45 mmHg, saturasi O 2 < 90 % pada
anak. Gagal nafas dengan PaCO2 rendah atau meningkat.dikutip dari 2
Menurut berat serangannya, sebaiknya asma ditangani di tempat yang
memiliki fasilitas yang mendukung. Di rumah atau puskesmas sebaiknya mampu
untuk mengatasi serangan ringan asma dengan inhalasi agonis beta-2 atau kombinasi
antara oral agonis beta-2 dan teofilin. Pada serangan asma sedang, memerlukan
penatalaksanaan yang lebih ketat dengan nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam atau
agonis beta-2 subkutan, aminofilin iv, adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan dan bila
memungkinkan dengan kostikosteroid sistemik serta oksigenisasi. Melihat keadaan
tersebut pasien sebaiknya mendapat perawatan di unit gawat darurat. Demikian
halnya dengan serangan berat membutuhkan penanganan di fasilitas medis yang baik.
Inhalasi dengan agonis beta-2 yang dilakukan tiap 4 jam atau melalui agonis beta2/adrenalin parenteral dilanjutkan dengan aminofilin bolus lalu drip dilakukan di

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

22

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

rumah sakit atau klinik. Untuk serangan asma yang mengancam jiwa, satu satunya
pilihan adalah segera mencapai unit gawat darurat atau ICU.2
Setelah perawatan dan penanganan yang adekuat dan pasien boleh
dipulangkan maka pasien perlu mendapat pengarahan tentang apa yang harus
dilakukan. Pasien perlu meningkatkan kebugaran fisik dengan berolahraga untuk
menambah rasa percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh sekalipun pada kasus
exercise induced asthma. Senam asma akan memberikan manfaat yang teratur dalam
waktu 3-6 bulan. Hentikan kebiasaan merokok dengan gambaran perburukan klinis,
memperhatikan bahan bahan iritan di lingkungan kerja dan rumah. Alur
penatalaksanaan serangan asma di rumah sakit dapat dilihat pada bagan 2 dan di
rumah pada bagan 3.2
Kondisi Khusus
Penatalaksanaan asma jangka panjang di dasarkan pada klasifikasi berat
penyakit, dengan mengikuti pedoman pengobatan sesuai berat penyakit diharapkan
asma dapat dikontrol. Pada beberapa keadaan seperti penyakit tertentu (hipertensi,
diabetes mellitus) atau kondisi tertentu seperti kehamilan, puasa, menjalani tindakan
bedah perlu perhatian khusus atau perubahan penatalaksanaan dari hal yang sudah
digariskan dalam pedoman penatalaksanaan.2
Kehamilan
Selama kehamilan berat penyakit asma dapat berubah sehingga penderita
memerlukan pengaturan jenis dan dosis obat asma yang dipakai. Penelitian
retrospektif memperlihatkan bahwa selama kehamilan 1/3 penderita mengalami
perburukan, 1/3 lagi menunjukkan perbaikan dan 1/3 sisanya tidak mengalami
perubahan. Meskipun selama kehamilan pemberian obat-obatan harus hati-hati, tetapi
asma yang tidak terkontrol bisa menimbulkan masalah pada bayi berupa peningkatan
kematian perinatal, pertumbuhan janin terhambat dan lahir prematur, peningkatan
insidensi operasi Caesar, berat badan lahir rendah dan perdarahan postpartum.
Prognosis bayi yang lahir dari ibu menderita asma tapi terkontrol sebanding dengan
prognosis bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita asma.2
Pada umumnya semua obat asma dapat dipakai saat kehamilan kecuali
komponen adrenergik, bromfeniramin dan epinefrin. Kortikosteroid inhalasi sangat
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Sulianti Saroso

23

Penatalaksanaan Asma Stabil dan Akut

Dewi Yanti Idris


Daniel Ruslin

( 406057004 )
( 406047121 )

bermanfaat untuk mengontrol asma dan mencegah serangan akut asma terutama saat
kehamilan. Bila terjadi serangan, harus segera ditanggulangi secara agresif yaitu
pemberian inhalasi agonis beta-2, oksigen dan kortikosteroid sistemik. Pemilihan obat
pada kehamilan dianjurkan obat inhalasi dan memakai obat obat lama yang pernah
dipakai pada kehamilan sebelumnya yang sudah terdokumentasi dan terbukti aman.2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Sulianti Saroso

24

Vous aimerez peut-être aussi