Vous êtes sur la page 1sur 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Terpadu Balita Sakit


Manajemen terpadu balita sakit merupakan bentuk pengelolaan balita
yang mengalami sakit dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan
serta kualitas pelayanan kesehatan anak. Upaya ini merupakan salah
satu cara yang efektif untuk menurunkan angka kematian dan angka
kesakitan bayi dan anak. Bentuk pengelolaan ini dapat dilakukan pada
pelayanan tingkat pertama seperti di unit rawat jalan, Puskesmas,
polindes dll. Manajemen ini dilaksanakan secara terpadu tidak terpisah
dari salah satu bentuk kegiatan kesehatan. Dikatakan terpadu karena
bentuk pengelolaannya dilakukan secara bersama dan penanganan
kasusnya

tidak

terpisah-pisah

yang

meliputi

manajemen

anak

sakit,pemberian nutrisi, pemberian imunisasi, pencegahan penyakit,


serta promosi untuk tumbuh kembang (Hidayat, 2005).
Pelaksanaan dalamMTBS, strategi yang digunakan adalah upaya kuratif
(pengobatan), preventif (pencegahan). Upaya kuratif dilakukan dengan
penanganan secara langsung pada balita yang sakit seperti adanya
pnemonia, diare, malaria, campak, demam berdarah, masalah telinga,
dan masalah gizi. Sedangkan promotif dan preventif dilakukan dengan
cara konseling gizi dll (Hidayat, 2005).
Langkah-langkah pelaksananaan MTBS ini meliputi:
(1) Penilaian adanya tanda dan gejala dari suatu penyakit dengan cara
bertanya, melihat, mendengar, dan meraba dengan kata lain dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik dasar dan amnamnesis
(2) Membuat klasifikasi dengan menentukan tingkat kegawatan dari
suatu penyakit, hal ini digunakan untuk menentukan tindakan, bukan
diagnosis kusus penyakit
(3) Menentukan tindakan dan mengobati, yaitu memberikan tindakan
pengobatan di fasilitas kesehatan, membuat resep, dan mengajari ibu
tentang obat serta tindakan yang harus dilakukan di dalam rumah
(4) Memberikan konseling dengan menilai cara pemberian makan dan
kapan anak harus kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan

(5) Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang


(Alamsyah, 2004): dalam Hidayat, (2009).

B. Sejarah MTBS
Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun
1996. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS
WHO.

Modul

tersebut

digunakan

dalam

pelatihan

pada

bulan

November 1997 dengan pelatih dari SEARO. Sejak itu penerapan MTBS
di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS
dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di
Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI. Akhir tahun 2009,
penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh
Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya
tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah
ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap,
belum adanya komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data
laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh
Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun
2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun
2009 sebesar 51,55% (Wijaya, 2009).
C. Pelayanan MTBS di Puskesmas
Penerapan MTBS di Puskesmas, pertama kali harus dilakukan penilaian
terhadap jumlah kunjungan balita sakit perhari. Seluruh balita sakit
yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan pendekatan
MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus
perhari) akan tetapi bila perbandingan jumlah petugas kesehatan yang
telah dilatih MTBS dan jumlah balita sakit perhari cukup besar maka
penerapan MTBS di Puskesmas di lakukan secara bertahap. Penerapan
tidak ada patokan khusus besarnya presentase kunjungan balita sakit
yang ditangani dengan pendekatan MTBS. Tiap Puskesmas perlu
memperkirakan kemamupanya mengenai seberapa besar balita sakit

yang akan ditangani pada sat awal penerapan dan kapan dicapai
cakupan 100%. Penerapan MTBS di Puskesmas secara bertahap
dilaksanakan sesuai dengan keadaan pelayanan rawat jalan ditiap
Puskesmas (MTBS Modul 7, 2006).
Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut:
a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang perhari
pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita
sakit.
b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang
perhari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan balita
sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan
seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS.
c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang
perhari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita
sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan
seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS (MTBS, Modul, 2006)
D. Pengetahuan

Vous aimerez peut-être aussi