Vous êtes sur la page 1sur 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Maloklusi adalah permasalahan yang sering kali ditemukan pada masyarakat
di Indonesia. Maloklusi didefinisikan sebagai keadaan oklusi abnormal yang ditandai
dengan tidak benarnya hubungan antar lengkung di setiap bidang spatial atau anomali
abnormal di setiap bidang spatial atau anomali abnormal dalam posisi gigi 1. Kondisi
maloklusi dapat menyebabkan suatu gigitan yg salah, gangguan fungsi, estetis dan
pengucapan. Hal ini bisa mempengaruhi aktivitas sehari-hari, dan mengganggu
estetik atau penampilan seseorang. Prevalensi maloklusi di Indonesia dikategorikan
tinggi, mencapai 80% dan menduduki urutan ketiga setelah karies dan penyakit
periodontal. Seiring dengan pengetahuan masyarakat dan keinginan untuk memperbaiki
kualitas hidup, maka permintaan kebutuhan ortodonti di kalangan masyarakat
meningkat2.

Tingginya prevalensi maloklusi di Indonesia tidak selalu diimbangi dengan


tingginya tingkat kesadaran para penderita maloklusi terhadap perawatan yang
diperlukan dalam mengatasi masalah maloklusi tersebut. Pelayanan kesehatan
masyarakat, terutama dalam bidang kedokteran gigi masyarakat adalah salah satu
metode yang seharusnya dibutuhkan para penderita maloklusi, akan tetapi persepsi
masyarakat Indonesia saat ini adalah, mereka baru mau mencari pelayanan kesehatan
setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal ini bukan berarti mereka harus
mencari perawatan ke fasilitas-fasilitas modern (Puskesmas, dan sebagainya), tetapi
1

juga ke fasilitas perawatan alternatif yang terkadang menjadi pilihan pertama. Banyak
masyarakat melakukan perawatan ortodonti untuk memperbaiki penampilan, dan
tentu saja keinginan yang terbesar biasanya berhubungan dengan estetik serta untuk
meningkatkan kepercayaan diri.
Perawatan alternatif merupakan salah satu upaya perawatan cara lain di luar
disiplin ilmu kedokteran gigi. Perawatan alternatif ini didapatkan secara turun
menurun dan hanya berdasar pengalaman yang telah didapat bukan berdasarkan
penelitian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Perawatan alternatif telah
menjadi bagian hidup dari masyarakat pedesaan, mengakar dalam kehidupan seharihari dan dipercaya masyarakat sebagai alternatif penyembuhan suatu penyakit, oleh
karena itu sangat sulit untuk dihilangkan keberadaannya. Bahkan perawatan alternatif
ini telah merambah ke kota-kota besar.
Salah satu perawatan alternatif yang masih dijadikan sarana perawatan
kesehatan gigi adalah tukang gigi, tukang gigi saat ini banyak dikunjungi masyarakat
yang membutuhkan perawatan untuk mengatasi masalah maloklusi. Perawatan yang
diberikan adalah perawatan pemasangan behel atau pesawat orthodontik cekat yang
seharusnya merupakan kompetensi dokter gigi spesialis orthodonsia.
Di hampir seluruh wilayah di Indonesia, khususnya provinsi Sumatera Selatan
banyak dijumpai prektek-praktek tukang gigi yang biasanya berupa salon kecantikan.
Bila dahulu tukang gigi hanya menerima pembuatan gigi palsu, sekarang telah
merambah ke pemasangan kawat gigi, hal ini tentu saja tanpa memperhatikan kaidah
medis, karena mereka memang tidak mempelajarinya. Tukang gigi berbeda dengan

dokter gigi, mereka hanya mempelajari sebatas pembuatan alat-alat kedokteran gigi
tanpa memperhatikan aspek gigi dan jaringan-jaringan sekitar gigi.
Ada berbagai dampak yang dapat ditimbulkan jika perawatan yang dilakukan
oleh seorang operator tidak sesuai prosedur perawatan ortodontik yang baik dan
benar, pemasangan kawat gigi harus dengan rekomendasi dokter spesialis yang
memahami anatomi mulut dan gigi, dampaknya antara lain : 1) Kerusakan gigi, oral
hygiene yang buruk (cara penyikatan gigi) dapat menyebabkan kerusakan disekitar
kawat gigi. Kerusakan gigi akan terjadi jika adanya akumulasi plak disekitar kawat
ortodontik cekat dalam asupan gula yang sering. 2) Resorbsi akar, ada banyak factor
yang menyebabkan resorbsi akar, salah satunya yaitu penggunaan alat ortodontik.
Resorbsi akar lebih banyak disebabkan oleh penggunaan alat ortodontik cekat
dibandingkan dengan alat ortodontik lepasan. Hilangnya jaringan akar gigi secara
ringan sering dilihat sebagai konsekuensi dari gerakan gigi, tetapi ini tidak
menimbulkan masalah jangka panjang bagi sebagian besar pasien. 3) Resorbsi tulang
alveolar, jika mulut pasien kebersihan yang buruk selama pengobatan, ortodontik
mungkin memperburuk inflamasi gingival dan kerentanan terhadap periodontal (gusi)
penyakit. Pasien yang telah menjalani perawatan ortodontik tidak memiliki
kecenderungan meningkat untuk mengembangkan penyakit periodontal. 4) Radang
sendi, kadang pasien dapat menderita sakit atau disfungsi pada sendi rahang (TMJ).
Hal ini dapat berupa nyeri sendi, sakit kepala masalah telinga. Masalah dapat terjadi
dengan atau tanpa perawatan ortodontik. 5) Ketidaknyamanan pada peralatan yang
tidak sesuai, peralatan yang tidak sesuai atau rusak dapat menyebabkan iritasi pada

gusi, pipi atau bibir. Penyesuaian penggunaan bracet biasanya berlangsung selama
24-48 sejak peralatan terpasang3,4,5,6,7,8,9.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka sangat perlu sekali untuk mengetahui
tingkat pemahaman masyarakat mengenai resiko-resiko perawatan di tukang gigi.
Tingkat ekonomi masyarakat Indonesia khusunya Sumatera Selatan yang masih
menengah kebawah menjadi faktor pemicu maraknya masyrakat melakukan
perawatan di tukang gigi, kondisi ini diperparah dengan trend kawat gigi yang
sekarang lebih ke arah estetik dibanding perawatan, sehingga memungkinkan
masyarakat yang susunan gigi telah rapi tertatik untuk memasang behel di tukang
gigi, yang justru akan membawa masalah pada kesehatan gigi mulutnya.

1.2. Perumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut, dapat ditarik permasalahan, antara lain :
1. Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat Jakabaring terhadap resiko
perawatan di tukang gigi?
2. Berapa prevalensi maloklusi pada masyarakat Jakabaring?
3. Bagaimana tingkat penyuluhan kesehatan gigi mulut di daerah Jakabaring?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Jakabaring tentang resiko
perawatan di tukang gigi.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat Jakabaring terhadap kesehatan gigi dan
mulut.
1.4. Manfaat
4

1. Memberikan informasi kepada pihak terkait mengenai daerah-daerah yang


perlu dilakukan penyuluhan.
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan instrumen kedokteran gigi.
3. Membantu dalam memperbaiki trend pemasangan kawat gigi.

Vous aimerez peut-être aussi