Vous êtes sur la page 1sur 51

DAFTAR ISI

BAB I.

PENDAHULUAN..
A. Latar Belakang
Tujuan Instruksional Umum .
Tujuan Instruksional Khusus

01
01
02
02

BAB II

FILOSOFI KESELAMATAN RADIASI DAN ALARA............................


A. Perkembangan Sistem Pembatasan Dosis...
B. Standar Keselamatan Radiasi...
C. Dosis Ekivalen Efektif............................................................................
D
NBD berdasarkan rekomendasi ICRP No. 60 Tahun 1990....................
E
Nilai Batas Masukan dan Tahunan Batas Turunan

03
05
07
10
12
17

BAB III

KETENTUAN UMUM PROTEKSI RADIASI...........................................


A. Sistem Pembatasa Dosis..
B. Syarat Peralatan Radiasi.
C. Sistem Menajemen Keselamatan Radiasi..............................................
D. Kalibrasi ...............................................................................................
E. Penaggulangan Kecelakaan Radiasi..
F. Pembatasan Penyinaran........................................................................
G. Klasifikasi Pekerja Radiasi..
H. Perlengkapan/Alat Ukur Radiasi............................................................
I.
Pemonitoran.
J.
Pencatatan dosis......................................................................................
K. Pengawasan Kesehatan...........................................................................

21
21
21
21
24
24
24
26
27
27
27
27

BAB IV

PROTEKSI RADIASI EKSTERNA............................................................


A. Sumber Bahaya.......................................................................................
B. Faktor Proteksi Radiasi Eksterna............................................................

29
29
29

BAB V.

PROTEKSI RADIASI INTERNA


A. Bahaya Radiasi Interna
B. Pengendalian bahaya radiasi Interna...

40
40
41

BAB VI

PENERAPAN PROTEKSI RADIASI OPERASIONAL...........................


A. Umum.....................................................................................................
B. Pemakaian Sumber Tertutup...................................................................
C. Pemakaian Sumber Terbuka
Daftar Pustaka..

44
44
44
46
50

DASAR PROTEKSI RADIASI


BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Proteksi Radiasi atau Fisika Kesehatan atau Keselamatan Radiasi adalah
suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan
lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang
atau sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif
dari radiasi pengion, sementara kegiatan yang diperlukan dalam pemakaian
sumber radiasi pengion masih tetap dapat dilaksanakan. Akibat negatif ini
disebut Somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi, dan
disebut akibat genetik apabila dialami oleh keturunannya.
Efek Stokastik adalah efek yang kemungkinan terjadinya merupakan fungsi
dari dosis radiasi yang diterima oleh seseorang, tanpa suatu nilai ambang.
Efek non stokastik adalah efek yang tingkat keparahannya tergantung pada
dosis radiasi yang diterima dan memerlukan suatu nilai ambang.
Dalam proteksi radiasi, efek keturunan adalah efek stokastik. Masalah
utama dalam proteksi radiasi pada penerimaan dosis rendah adalah
penyakit kanker yang merupakan resiko somatik stokastik pada dosis
rendah, oleh karena itu merupakan masalah utama dalam proteksi radiasi.
Beberapa efek somatik non stokastik bersifat khas untuk jaringan biologi
tertentu, misalnya katarak pada lensa mata, kerusakan non malignan pada
kulit, kerusakan sel pada sumsum tulang merah yang mengakibatkan
kelainan darah dan kerusakan sel kelamin yang mengakibatkan
kemandulan. Agar akibat non stokastik tidak terjadi, diperlukan adanya
nilai batas dosis seluruh jaringan tubuh. Untuk semua perubahan ini tingkat
keparahannya tergantung pada dosis yang diterima, oleh karena mungkin
terdapat suatu nilai dosis ambang, dimana di bawah nilai ini tidak terlihat
adanya akibat yang merugikan.
1

Dengan demikian, maka tujuan keselamatan radiasi adalah :


1. Mencegah terjadinya efek non stokastik yang membahayakan dan
2. Membatasi peluang terjadinya efek stokastik.
Tujuan Instruksional Umum :
Setelah mengikuti pelajaran ini, peserta diharapkan mampu menyebutkan
filosofi dan nilai batas dosis, menguraikan prinsip dasar proteksi radiasi.
Tujuan Instruksional Khusus :
Setelah mengikuti pelajaran ini, peserta diharapkan dapat:
Menyebutkan Filosofi Proteksi Radiasi dan ALARA
Menyebutkan nilai batas dosis
Mengidentifikasi sumber radiasi
Menguraikan prinsip dasar proteksi radiasi eksternal
Menguraikan prinsip dasar proteksi radiasi internal
Menguraikan susunan dan tanggung jawab organisasi proteksi radiasi
Menguraikan prinsip-prinsip proteksi radiasi operasional
Menyebutkan daerah kerja dan cara pemantauannya
Mengetahui berbagai tanda-tanda radiasi

BAB II
FILOSOFI KESELAMATAN RADIASI DAN ALARA
Hampir semua keputusan mengenai kegiatan atau aktivitas manusia
berdasarkan pada pertimbangan untung-rugi antara biaya yang dikeluarkan dan
keuntungan atau kemudahan yang akan diperoleh dari suatu kegiatan. Kadangkadang juga didasarkan pada keuntungan maksimum yang akan didapat oleh
seseorang atau oleh masyarakat. Analisa atau perhitungan untung rugi ini harus
mencakup keuntungan yang akan diperoleh oleh masyarakat dan tidak hanya
keuntungan yang akan diperoleh suatu kelompok tertentu atau perorangan.
Perhitungan

untung

rugi

ini

dalam

proteksi

radiasi

hampir

dapat

dikuantifikasikan walaupun kadang-kadang tidak selalu memberi perlindungan


bagi seseorang.
Dalam menentukan untung rugi atau resiko manfaat dari kegiatan yang
menggunakan sumber radiasi perlu ditetapkan suatu sistem pembatasan dosis.
Dalam publikasi No. 26 ICRP atau International Commission on Radiological
Protection

( suatu komisi internasional )

yang

menekuni

bidang

keselamatan radiasi, dalam kegiatan yang melibatkan sumber radiasi pengion,


sistim pembatasan dosis yang komprehensip harus diterapkan , agar Tujuan
Proteksi Radiasi

dalam operasi normal

seperti yang tercantum diatas

dipenuhi.
Yang dimaksudkan dengan sistim pembatasan dosis yang komprehensip
adalah:
a. Kegiatan yang melibatkan penyinaran radiasi hanya dilakukan apabila
menghasilkan nilai lebih (azas manfaat)

JUSTIFIKASI.

Justifikasi dari suatu rencana kegiatan atau operasi yang melibatkan


penyinaran

radiasi

dapat

ditentukan

dengan

mempertimbangkan

keuntungan dan kerugian dengan menggunakan analisa untung-rugi untuk


meyakinkan bahwa akan terdapat keuntungan lebih dari dimulainya suatu
kegiatan. Perhitungan untung-rugi ini dalam proteksi radiasi hampir dapat
3

dikuantifikasikan

walaupun

kadang-kadang

tidak

selalu

memberi

perlindungan maksimum bagi seseorang.


Dalam analisa untung-rugi yang ideal, keuntungan bersih dari dimulainya
suatu kegiatan yang menyangkut radiasi dapat dianggap sebagai: B = V (P + X + Y)
dimana :
B.

adalah keuntungan bersih dari suatu praktek/ pemanfaatan

V.

adalah harga kotor dari suatu praktek termasuk didalamnya nilai


hasil produksi ditambah

dengan keuntungan sosial yang dapat

atau yang tidak dapat diperkirakan dan keuntungan lainnya.


P

menunjukkan biaya produksi, termasuk biaya bagi masyarakat


dari kerugian non radiologik dan biaya untuk proteksi terhadap
akibat buruk (kecelakaan) non radiolofik.

X.
y.

adalah biaya proteksi radiasi.


adalah biaya yang diperuntukan bagi kerugian radiasi yang
berasal dari pengoperasian sumber radiasi tersebut.

Adanya biaya dan keuntungan yang tidak dapat diperkirakan, seringkali


menyebabkan analisa ini sifatnya subjektif, sehingga merupakan suatu hal
yang susah dilaksanakan.
Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya

yang dapat

dicapai (As Low As Reasonably Achievable - ALARA), dengan


mempertimbangkan

faktor

ekonomi

dan

sosial

OPTIMASI.
Syarat ini menyatakan bahwa kerugian/ kerusakan dari suatu praktek harus
diperkecil dengan menggunakan peraturan proteksi, sampai diperoleh
suatu nilai dimana pengurangan selanjutnya menjadi kurang penting jika
dibandingkan dengan upaya tambahan yang dibutuhkan. Syarat dasar ini
mungkin dapat dipenuhi dengan cara kualitatif dalam praktek operasional
dan dengan cara yang lebih kuantitatif dengan pemilihan kriteria desain.
Secara khusus pendekatan kuantitatif direkomendasikan untuk dijadikan
pedoman oleh Instansi yang berwenang dalam menetapkan persyaratan
4

kuantitatif misalnya dalam menentukan nilai batas yang diotorisasikan atau


tingkat acuan/ referensi bagi tindakan yang telah ditetapkan.
b. Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh melampaui Nilai
Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan

LIMITASI.

Semua kegiatan manusia mengandung resiko. Beberapa kegiatan dapat


diterima oleh masyarakat walaupun mengandung resiko tinggi (misalnya
kecelakaan lalulintas), sementara itu kegiatan-kegiatan lainnya tidak dapat
diterima karena resikonya dianggap terlalu tinggi jika dibandingkan dengan
keuntungan yang diperolehnya walaupun sudah diusahakan untuk
diperkecil nilai resiko tersebut.
Untuk tujuan proteksi radiasi perbandingan resiko yang memadai adalah
dengan membandingkannya dengan resiko yang berasal dari pekerjaan lain
yang tidak menggunakan radiasi, atau kegiatan lainnya yang oleh
masyarakat dianggap selamat.
Berdasarkan sistem pembatasan dosis di atas, maka :
1.

Setiap pemakaian zat radioaktif dan/atau sumber radiasi lainnya


hanya didasarkan pada azas manfaat dan harus lebih dahulu
memperoleh persetujuan Badan Pengawas.

2.

Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (As


Low

As

Reasonably

Achievable

ALARA),

dengan

mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial.


3.

Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh


melampaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan.

Dalam menerapkan sistem pembatasan dosis ini harus dipertimbangkan


dosis terikat yang dapat berasal dari kegiatan masa kini maupun masa yang
akan datang.
A. Perkembangan Sistem Pembatasan Dosis
Sejak tahun 1900, kira-kira 5 tahun setelah pesawat sinar-x ditemukan oleh
Wilhelm Roentgen, para ilmuwan dibidang ini mulai menyadari adanya
5

bahaya dari radiasi pengion ini. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja
radiasi pada waktu itu sangat besar jika dibandingkan dengan standar
sekarang. Pembatasan dosis atau pada waktu itu merupakan pembatasan
lamanya bekerja dimulai pada tahun 1925 dengan terbitnya rekomendasi
dari British X-ray and Radium Protection Committee, dalam kongresnya
yang pertama. Rekomendasi ini baru dilaksanakan pada tahun 1928. Yang
perlu dikemukakan dari pembatasan dosis yang pertama adalah bahwa :
a. Dianggap adanya suatu nilai ambang, di bawah nilai tersebut akibat
radiasi tidak terjadi.
b. Proteksi hanya ditujukan bagi pekerja radiasi.
c. Dosis radiasi dapat ditolerir bila jumlah yang diterima pegawai adalah
0,2 R/hari (1934).
Dengan bertambah banyaknya penelitian-penelitian dalam bidang akibat
radiasi ini baik dari pendahulu/penemu pemakaian pesawat sinar-x maupun
dari korban bom atom di Nagasaki dan Hirosima, secara bertahap nilai
batas dosis ini makin lama makin diperkecil. Rekomendasi yang
dikeluarkan

Komisi

Internasional

untuk

Proteksi

Radiasi

(ICRP-

International Commission on Radiological Protection) dibuat sedemikian


rupa sehingga efek non stokastik dapat dihindari dan untuk memperkecil
efek stokastik (dalam hal ini penyakit kanker) sampai pada suatu nilai yang
dapat diterima. Dalam hal ini ICRP mengambil kebijaksanaan untuk
menyamakan resiko kematian pada suatu batas dosis yang akan
menimbulkan resiko yang besarnya sama dengan resiko pekerjaan dari
industri lainnya, yaitu bahwa resiko kematian yang dapat diterima oleh
seorang pekerja dalam satu tahun adalah 1 (satu) dari 10.000. untuk nilai
batas dosis yang berlaku sekarang ini, yaitu 50mSv/tahun, maka resiko
tersebut besarnya adalah 1 dari 2000 atau 5 kali nilai resiko bekerja di
industri. Nilai ini dapat dianggap nilai tinggi apabila ALARA tidak
diterapkan. Dengan menerapkan ALARA, yaitu mengusahakan penerimaan
dosis radiasi sekecil mungkin dan dengan memperhatikan faktor ekonomi
dan sosial, maka resiko tersebut dapat lebih diturunkan.

Tabel 1 : Nilai batas dosis seluruh tubuh untuk pekerja (di Inggris)

No.

Tahun

1.
2.

1951
1955 1959

3.

1959 1977

4.

1977 sekarang

Dosis
0.5 R/minggu
0.3 R/minggu
(200 R selama hidup)
Rata-rata 5 R/tahun
5 rem/th; 3 rem/13 minggu
5 (N-18) rem
50 mSv (5rem)/tahun

Tabel 2 : Laju kecelakaan yang mematikan dalam bidang industri


dalam satu tahun (di Inggris)
No.
1.

Pekerjaan
Menangkap

ikan

1974 - 1978
di 1 dari 360

1985 1987
1 dari 1100

lautan dalam
2.

Tambang batubara

1 dari 4750

1 dari 9433

3.

Konstruksi

1 dari 6700

1 dari 10900

4.

Perkebunan

1 dari 9000

1 dari 11500

5.

Pabrik

1 dari 32000

1 dari 43000

B. Standar Keselamatan Radiasi


Untuk tujuan standar keselamatan radiasi ICRP membedakan 3 macam
kategori penyinaran :
1. Penyinaran terhadap pekerja radiasi dewasa (di atas usia 18 tahun),
dibagi lagi menjadi penyinaran untuk wanita hamil dan pekerja radiasi
lainnya.
2. Anggota masyarakat terdiri dari anggota masyarakat perorangan dan
keseluruhan masyarakat.
3. Penyinaran medik yaitu yang memperoleh dosis radiasi dengan sengaja
yang diberikan oleh tenaga medik dan paramedik yang mampu.
Pelaksana penyinaran tidak termasuk dalam kategori ini.
7

Dalam rekomendasi ICRP No. 26, dikemukakan pula suatu sistim tentang
Nilai Batas dan Tingkat-tingkat Radiasi sebagai berikut:
1. Nilai Batas Dosis Ekivalen Primer (NBD)

berlaku untuk dosis

ekivalen, atau tergantung pada keadaan, dosis ekivalen terikat pada


organ atau jaringan tubuh seseorang, atau dalam hal penyinaran pada
masyarakat, harga rata-rata dari bilangan tersebut pada sekelompok
orang.
2. Nilai Batas Dosis Sekunder ditentukan untuk radiasi eksterna dan untuk
radiasi interna. Nilai batas sekunder untuk radiasi eksterna seluruh
tubuh adalah dosis ekivalen maksimal pada kedalaman dibawah 1 cm.
Nilai batas sekunder untuk penyinaran interna adalah Nilai Batas
Masukan

Tahunan atau Annual Limits of Intake - ALI melalui

pernafasan atau pencernaan (dihitung untuk manusia acuan).


3. Dalam proteksi radiasi praktis, seringkali dibutuhkan bilangan nilai
batas yang lain dari dosis ekivalen, atau masukan zat radioaktif, dan
misalnya dikaitkan dengan keadaan lingkungan. Apabila nilai batas ini
dikaitkan dengan nilai batas primer melalui suatu model tertentu yang
tergantung pada keadaan, dan yang dimaksudkan untuk memberi
gambaran tentang Nilai Batas Dosis

Primer, maka nilai batas ini

disebut Nilai Batas Turunan. Sebagai contoh, Nilai Batas Turunan


dapat ditentukan untuk bilangan laju dosis ekivalen ditempat kerja,
kontaminasi udara, kontaminasi pada permukaan tempat kerja atau
lingkungan. Ketepatan keterkaitan antara Nilai Batas Turunan dan Nilai
Batas Primer tergantung pada kebenaran/ ketepatan model yang
digunakan dalam penurunan.
4.

Nilai Batas yang ditentukan oleh Instansi yang Berwenang atau


oleh Pengusaha Instalasi, suatu instansi, disebut Nilai Batas
yang diotorisasikan. Nilai Batas ini biasanya lebih kecil dari
pada Nilai Batas Turunan, walaupun dalam keadaan khusus
boleh sama dengan Nilai Batas Turunan. Proses Optimasi dapat
digunakan dalam menentukan Nilai Batas Otorisasi ini dan
digunakan hanya dalam keadaan yang terbatas.
8

5.

Tingkat Referensi ditetapkan untuk tiap bilangan yang telah


ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung
apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat referensi
bukanlah suatu nilai batas, dan digunakan untuk menentukan
tindakan yang akan diambil apabila nilai suatu bilangan
melebihi

atau

diperkirakan

melebihi

tingkat

referensi.

Tindakan yang akan mulai dilakukan dapat berkisar dari


pencatatan informasi yang sederhana, melalui investigasi sebabakibat,

sampai

pada

tindakan

intervensi.

Apabila

mendefinisikan Tingkat Referensi, penentuan ruang lingkup


tindakan merupakan suatu hal yang penting. Bentuk yang
paling umum dari tingkat referensi adalah Tingkat Pencatatan,
Tingkat Investigasi, dan Tingkat Intervensi.
6. Banyak pengukuran yang dibuat dalam program pemonitoran
menunjukkan hasil yang terlalu rendah untuk diperhatikan, dan hasil
yang demikian itu seringkali dibuang tanpa dicatat. Seringkali akan
sangat membantu untuk mendefinisikan secara formal Tingkat
Pencatatan untuk dosis ekivalen atau pemasukan, dimana diatas nilai
tersebut, hasil yang diperoleh cukup menarik untuk dicatat dan
disimpan. Hasil lainnya dapat dengan sederhana dinyatakan sebagai
lebih rendah dari Nilai Tingkat Pencatatan yang telah ditentukan. Nilai
yang tidak dicatat ini, dalam menentukan dosis ekivalen tahunan atau
masukan zat radioaktif, untuk tujuan proteksi radiasi, harus dianggap
nol.
7. Tingkat Investigasi didefinisikan sebagai nilai dosis ekivalen atau
masukan, dimana nilai tersebut hasilnya dianggap cukup penting untuk
membenarkan investigasi selanjutnya.

Untuk tiap jenis pengukuran

yang telah ditentukan adalah mungkin untuk menetapkan Tingkat


Investigasi Turunan sedemikian rupa sehingga pengukuran di bawah
Tingkat Investigasi Turunan, dengan tingkat keyakinan yang cukup
baik akan sesuatu dengan suatu dinilai dosis ekivalen atau masukan
dibawah Tingkat Investigasi yang terkait.
8. Walaupun investigasi secara rinci akan tergantung pada situasi pada
saat kejadian, pengalaman telah menunjukkan bahwa seringkali
9

berguna untuk mempunyai tingkat investigasi yang telah ditentukan


sebelumnya, sehingga apabila nilai suatu bilangan tidak melebihi atau
diperkirakan tidak akan melebihi tingkat intervensi, maka sangat tidak
mungkin bahwa intervensi akan dibutuhkan. Oleh karena intervensi
pasti akan mengganggu Operasi Normal atau dalam beberapa kasus
mematahkan rantai pertanggungjawaban, maka intervensi tidak boleh
dianggap ringan.
Untuk penyinaran akibat pekerjaan, yaitu untuk pekerja radiasi, yaitu
tercantum dan SK Kepala BAPETEN No. 1/1999 tentang Ketentuan
Keselamatan Kerja terhadap Radiasi, nilai batas dosis ekivalen ditentukan
agar supaya tujuan atau apa yang diharapkan dari proteksi radiasi dapat
dicapai.
Tujuan proteksi radiasi adalah untuk membatasi peluang terjadinya efek
stokastik dan mencegah terjadinya efek non stokastik, yaitu :
1. Untuk menghindari efek non stokastik, ditetapkan nilai batas dosis.
a. 0.5 Sv (5- rem) untuk semua jaringan kecuali lensa mata.
b. 0.15 Sv (15 rem) untuk lensa mata.
Batas ini berlaku, baik apabila merupakan penyinaran tunggal pada
jaringan tubuh maupun bersama-sama dengan organ lain.
2. Untuk membatasi dosis efek stokastik ditetapkan nilai batas dosis
ekivalen efektif untuk penyinaran seluruh tubuh adalah 50 mSv (5 rem)
dalam satu tahun.
Prinsip pembatasan dosis untuk efek stokastik tersebut di atas berlaku, baik
untuk penyinaran seluruh tubuh yang merata maupun yang tidak merata.
Oleh karena itu dalam rekomendasi yang terbit pada tahun 1977, ICRP
mengenalkan konsep Dosis ekivalen efektif.
C. Dosis Ekivalen Efektif
10

Dalam

menentukan

standar

keselamatan

radiasi

dianggap

bahwa

kemungkinan terjadinya efek stokastik pada suatu jaringan sebanding


dengan dosis ekivalen yang diterima jaringan tersebut. Namun demikian
oleh karena adanya perbedaan kepekaan di antara jaringan yang berbeda,
terjadi perbedaan faktor perbandingan antara jaringan tersebut. Kepekaan
relatif terhadap efek stokastik yang merugikan ini dinyatakan dalam resiko
per Sv dari beberapa organ yang akan memberikan kontribusi pada seluruh
resiko. Apabila dosis radiasi diterima tubuh dengan merata,

faktor

resikonya adalah :
Untuk penyinaran sebagian tubuh terhadap radiasi eksternal atau dari
penyinaran internal sebagai akibat dari masuknya zat radioaktif kedalam
tubuh manusia, dosis ekivalen efektif H besarnya adalah :
H - Wt Ht

(1)

Dimana Wt adalah faktor bobot dari jaringan T yang menunjukkan


kepekaan dari organ tubuh terhadap efek stokastik. Ini berarti bahwa nilai
H yang diperoleh tidak akan lebih besar dari 50 mSv dalam satu tahun.
Tabel 3.

Jaringan
Gonad
Payudara

Faktor bobot dan faktor resiko jaringan terhadap efek stokastik.

Resiko Sv-1

Keterangan
genetik

terhadap

Faktor
bobot
2 0.25

4.0 x 10-3

Resiko

2.5 x 10-3

generasi pertama
Rata-rata untuk semua usia dan 0.15

Sumsum tulang 2.0 x 10-3

sama untuk pria dan wanita


Leukemia

0.12

belakang
Paru-paru
Thyroid
Permukaan

2.0 x 10-3
5.0 x 10-4
5.0 x 10-4

Cancer
Cancer
Osteosarcoma

0.12
0.03
0.03

tulang
Selebihnya
Resiko total

5.0 x 10-3
1.65 x 10-2

Cancer

0.30

D. NBD berdasarkan rekomendasi ICRP No. 60 Tahun 1990


11

1. Nilai Batas Dosis Untuk Pekerja.


a. Nilai Batas Dosis.
Penyinaran akibat kerja dari tiap pekerja harus diawasi, sehingga
nilai batas seperti berikut ini tidak dilampaui:
1.

dosis efektif sebesar 20 mSv tiap tahunnya, dirata-ratakan


selama 5 tahun berturut-turut (awal dari dimulainya masa ratarata ini disamakan dengan hari pertama masa tahunan setelah
NBD sesuai standar ini diberlakukan).

2. Dosis efektif sebesar 50 mSv untuk satu tahun.


3. dosis ekivalen pada lensa sebesar 150 mSv dalam satu tahun,
dan
4. dosis ekivalen pada ekstrimitas (tangan dan kaki) atau kulit
sebesar 500 mSv dalam satu tahun (nilai batas dosis ekivalen
pada kulit dirata-ratakan untuk luas 1 cm2 dari daerah kulit yang
memperoleh penyinaran tertinggi).
Untuk siswa dan magang yang berusia antara 16 sampai 18
tahun yang mengikuti latihan untuk pekerjaannya yang
menggunakan penyinaran radiasi, dan untuk siswa yang berusia
antara 16 sampai 18 tahun yang menggunakan sumber radiasi
dalam studinya, penyinaran radiasi harus diawasi sehingga nilai
batas berikut tidak dilampaui:
a. dosis efektif sebesar 6 mSv dalam satu tahun.
b. dosis ekivalen pada lensa mata sebesar 50 mSv dalam satu
tahun dan
c. dosis ekivalen pada ekstremitas atau kulit sebesar 150 mSv
dalam satu tahun.
b. Keadaan Khusus.
Apabila dalam keadaan khusus, walaupun sudah berusaha dengan
sebaik-sebaiknya

untuk

melaksanakan

semua

ketentuan

keselamatan kerja dengan radiasi, namun untuk sementara


12

perubahan nilai batas dosis masih diperlukan, dan telah disetujui


oleh IYB, maka:
1) masa rata-rata dapat diperpanjang sampai 10 tahun berturutturut, dan dosis efektif bagi tiap pekerja radiasi tidak lebih
besar dari 20 mSv dirata-ratakan selama masa tersebut dan
tidak boleh lebih besar dari 50 mSv dalam satu tahun, serta
keadaan harus ditinjau ulang apabila seseorang pekerja radiasi
mencapai penerimaan dosis sebesar 100 mSv sejak dimulainya
masa rata-rata tersebut.
2) perubahan sementara dari pembatasan dosis harus ditentukan
oleh Instansi Berwenang akan tetapi tidak boleh lebih besar
dari 50 mSv untuk masa satu tahun, dan perubahan sementara
ini tidak boleh lebih lama dari masa 5 tahun.
2. Nilaia Batas Dosis Untuk Penyinaran Masyarakat.
a. Nilai Batas Dosis.
Dosis rata-rata yang diperkirakan akan diterima oleh grup kritik
yang sesuai dari anggota masyarakat, yang berasal dari suatu
kegiatan tidak akan lebih besar dari nilai batas berikut ini:
1) dosis efektif sebesar 1 mSv dalam satu tahun
2) dalam keadaan khusus, dosis efektif sampai dengan 5 mSv
dalam satu tahun dengan syarat bahwa dosis rata-rata selama
lima tahun berturut-turut tidak lebih dari 1 mSv dalam satu
tahun.
3) dosis ekivalen pada lensa mata sebesar 15 mSv dalam satu
tahun, dan
4) dosis ekivalen pada kulit sebesar mSv dalam satu tahun.
b. Pembatasan dosis bagi penggembira dan pengunjung pasien.
Seringkali penderita atau pasien yang memperoleh pengobatan
dengan menggunakan zat radioaktif terbuka (radioaktifmaka)
atau sumber radioaktif terbungkus (brachitherapy) memerlukan
dukungan moral dari keluarga. Batasan dosis (contrain) bagi
13

mereka ini bukan bagi pekerja radiasi dalam bidang kesehatan


yang melayani pasien adalah:
1) untuk orang dewasa tidak boleh lebih besar daripada 5 mSv
selama masa pemeriksaan diagnosa dan terapi dari seorang
pasien.
2) untuk anak-anak yang mengunjungi pasien yang menelan zat
radioaktif (kedokteran nuklir), tidak boleh lebih besar dari 1
mSv.
Nilai batas Dosis seperti yang tertera diatas tadi adalah:
1) merupakan jumlah dari dosis radiasi eksterna dan interna, atau
salah satu dari keduanya, yaitu dosis radiasi eksterna saja atau
dosis radiasi interna saja;
2) tidak termasuk penyinaran medik;
3) tidak termasuk penyinaran radiasi alam.
Ditinjau dari segi pembatasan dosis, perkembangan pembatasan dosis
adalah sebagai berikut :
1925,

Pengawasan dosis berdasarkan waktu kerja , yaitu maksimum


7 jam perhari, 5 hari perminggu dengan cuti tidak kurang dari
1 bulan per-tahun.

1928,

Disetujui adanya suatu tingkat dosis yang dapat ditolerir yang


berarti bahwa terdapat nilai ambong, dibawah nilai ambang
tersebut . pengaruh radiasi tidak tampak.

1934

Laju dosis (nilai batas dosis) sebesar 0,2 R/ hari.

1935,

Laju dosis (nilai batas dosis) menjadi sebesar 0,3 R/ hari

1950,

Nilai batas dosis (laju dosis) menjadi 0,3 R/ minggu

1955,

Nilai batas dosis dianggap perlu dekat dengan nilai dosis


dimana akibat buruk dari radiasi dapat terjadi.
Akibat Genetik yang dapat terjadi tanpa suatu nilai ambang,
mulai dianggap penting.

1956,

Nilai Batas Dosis (NBD) yang diijinkan diturunkan menjadi 5


Rem/ tahun, adanya hubungan dengan usia pekerja radiasi
yaitu 5 (N-18).
14

1977,

Dalam publikasi No. 26, ICRP tidak lagi menggunakan istilah


Nilai

Batas

Dosis

Yang

Diizinkan,

akan

tetapi

mengemukakan konsep ALARA (semua penyinaran harus


diusahakan serendah-rendahnya dengan memperhatikan faktor
ekonomi dan sosial). Nilai Batas Dosis ekivalen ditentukan
sebesar 50 mSv (5 rem) dalam satu tahun.
1990,

Dalam publikasi No 60, ICRP merekomendasikan nilai batas


dosis untuk pekerja diturunkan lagi yaitu dosis efektif sebesar
20 mSv tiap tahunnya, dirata-ratakan selama 5 tahun berturutturut (awal dari dimulainya masa rata-rata

ini disamakan

dengan hari pertama masa tahunan setelah NBD sesuai standar


ini diberlakukan) dan dosis efektif sebesar 50 mSv untuk satu
tahun. NBD untuk masyarakat yaitu dosis efektif sebesar 1
mSv dalam satu tahun dan dalam keadaan khusus, dosis
efektif sampai dengan 5 mSv dalam satu tahun dengan syarat
bahwa dosis rata-rata selama lima tahun berturut-turut tidak
lebih dari 1 mSv dalam satu tahun.
Nilai Batas Dosis (NBD) yang ditetapkan dalam SK Kepala Bapeten No.
1/1999 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi adalah
penerimaan dosis yang tidak boleh dilampaui dalam setahun tidak
tergantung pada laju dosis, baik untuk radiasi eksterna maupun interna.
Dalam hal ini tidak termasuk penyinaran medis dan alam. Pekerja radiasi
tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun dan pekerja wanita dalam masa
menyusui tidak diizinkan bertugas didaerah radiasi dengan resiko
kontaminasi tinggi.
1. Nilai batas dosis untuk penyinaran seluruh tubuh 50 mSv (5.000
mrem) per tahun.
2. Nilai batas dosis untuk wanita dalam usia subur 13 mSv (1.300
mrem) dalam jangka 13 minggu pada abdomen dan wanita hamil 10
mSv (1.000 mrem) pada janin, terhitung sejak dinyatakan
mengandung hingga saat bayi lahir.
3. Nilai batas dosis untuk penyinaran local; 500 mSv (50.000 mrem)
dalam satu tahun. Telah ditetapkan pula nilai batas untuk :
15

a.

Lensa mata 150 mSv (15.000 mrem) setahun.

b.

Kulit 500 mSv (50.000 mrem) dalam setahun.


Dalam hal kontaminasi radioaktif pada kulit diambil dosis ratarata pada permukaan seluas 100 cm2.

c.

Tangan, lengan, kaki dan tungkai 500 mSv (50.000 mrem)


setahun.

4. Pembatasan dosis untuk penyinaran khusus direncanakan. Hanya


boleh dilakukan bagi pekerja radiasi kategori A dan telah mendapat
izin dari Pengusaha Instalasi Nuklir (PIN) setempat dengan
mempertimbangkan bahwa sudah tidak ada cara lain, usia dan
kesehatan.
a.

Dua kali NBD

b.

Lima kali NBD untuk seumur hidup

Penyinaran khusus tersebut tak boleh diberikan kepada pekerja


radiasi, apabila :
a.

Selama 12 bulan sebelumnya pernah menerima dosis lebih


besar daripada NBD seluruh tubuh (dan usia subur).

b.

Pernah menerima penyinaran akibat keadaan darurat atau


kecelakaan sehingga jumla dosis melebihi 5x NBD untuk
seluruh tubuh (lokal).

c.

Wanita usia subur dan menolak.

5. Pembatasan dosis untuk anggota masyarakat umum untuk seluruh


tubuh 5 mSv (500 mrem) dalam setahun (1/10 x NBD pekerja
radiasi). Demikian pula halnya untuk penyinaran lokal yaitu 50 mSv
dalam setahun.
6. Penyinaran anggota masyarakat secara keseluruhan
Setiap

penguasa

instalasi

nuklir

harus

menjamin

kontribusi

penyinaran yang berasal dari instalasinya kepada anggota masyarakat


serendah mungkin dan harus dikaji ulang dan dilaporkan pada instansi
yang berwenang, khususnya harus diperkirakan dosis genetik.
16

7. Nilai batas dosis dalam satu tahun untuk magang dan siswa yang
harus menggunakan sumber radiasi :
a.

yang berusia diatas 18 tahun, sama dengan nilai batas dosis


untuk pekerja radiasi.

b.

yang berusia antara 16 dan 18 tahun adalah 0,3 dari NBD


untuk pekerja radiasi.

c.

Yang berusia dibawah 16 tahun adalah 0,1 dari NBD untuk


masyarakat umum, dan tidak boleh menerima dosis sebesar
0,01 dari NBD masyarakat umum, dalam sekali penyinaran.

E. Nilai Batas Masukan dan Tahunan Batas Turunan


Nilai batas dosis seperti yang telah ditetapkan dengan SK. Kepala Bapeten
dalam buku Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap radiasi mencakup dosis
eksterna dan dosis interna. Untuk membatasi pemasukan zat radioaktif ke
dalam tubuh manusia ditentukan nilai batas masukan zat radioaktif tahunan
atau ALI (Annual Limit of Intake). Nilai Batas Masukan Tahunan ini
ditentukan dengan memperhatikan efek stokastik dan non-stokastik yaitu
tidak melebihi penerimaan dosis ekivalen sebesar 50 mSv, dan dosis yang
diterima jaringan lunak dan organ tidak melebihi 500 mSv. Pemasukan zat
radioaktif ke dalam tubuh ini akan menyebabkan dosis ekivalen efektif
terikat yaitu dihitung untuk masa kerja selama 50 tahun. Distribusi zat
radioaktif di dalam tubuh, yang tergantung juga pada jenis unsur dan
senyawa zat radioaktif tersebut disamping nilai batas untuk efek stokastik
dan non-stokastik menentukan besar nilai Batas Masukan Tahunan (BMT).
Nilai BMT untuk pekerja radiasi dan masyarakat umum ini selanjutnya
digunakan untuk menentukan nilai batas turunan yaitu kadar radioaktivitas
udara ditempat kerja pekerja radiasi (Derived Air Concentration/DAC) dan
batas masukan tahunan melalui saluran pencernaan makanan.
Dalam menentukan nilai kadar radioaktivitas udara untuk pekerja radiasi,
jumlah jam kerja dalam satu tahun dihitung 2000 jam, sedangkan udara
17

yang dihirup oleh seorang manusia (acuan) adalah 20 liter dalam satu
menit, dengan demikian maka :
KRU

BMT Bq

(2)

2400 m3
Keterangan :

KRU = Kadar radioaktivitas udara


BMT = Batas masukan tahunan.

Untuk

menentukan

batas

masukan

melalui

pencernaan

makanan

perhitungannya agak sulit terutama untuk zat radioaktif yang sulit diserap
oleh tubuh. Saluran pencernaan akan memperoleh dosis terbanyak dan
dianggap bahwa zat radioaktif terdistribusi secara merata dalam tiap bagian
saluran pencernaan dan perlu diketahui pula waktu rata-rata zat radioaktif
berada dalam tiap bagian saluran pencernaan makanan tersebut.
Dalam menentukan Batas Masukan Tahunan, disamping nilai batas untuk
efek Stokastik dan Non-Stokastik juga tergantung pada pada distribusi zat
radioaktif didalam tubuh, yang tergantung pada jenis unsur dan senyawa
zat radioaktif tersebut, dan cara pemasukan apakah melalui saluran
pernafasan atau saluran pencernaan.
Sebagai contoh, misalnya suatu radioanuklida masuk ke dalam tubuh
manusia, dan menyinari organ/ jaringan X, Y dan Z. Dimisalkan bahwa
pemasukan 1 Bq. Radionuklida tersebut menyebabkan dosis ekivalen
terikat pada tiap organ tersebut sebesar HX, Hy, dan HZ. Jika faktor bobot
jaringan tersebut masing-masing adalah wx, wy dan wz, maka

dosis

ekivalen efektif dari pemasukan 1 Bq adalah:


H

wxHx + wyHy + wzHz

(3)

Nilai Batas Masukan Turunan (NBMT) dihitung sedemikian rupa sehingga:


wTHT = 50 mSv
Jadi BMT :

_____50___________

dalam Bq

(4)

wXHX + wYHY + wZhZ


18

Dari rumus diatas tampak bahwa Batas Masukan Tahunan ditentukan


sedemikian rupa sehingga resiko efek stokastik dari berbagai organ tubuh
untuk jangka waktu 50 tahun setelah pemasukan zat radioaktif tersebut
tidak akan melebihi resiko akibat penyinaran seluruh tubuh sebesar NBD
tahunan yaitu sebesar 50 mSv. Namun demikian syarat yang

lebih

menentukan yaitu efek non-stokastik pada organ tidak dapat diabaikan,


yaitu bahwa dosis radiasi pada suatu organ tidak boleh lebih besar dari 0,5
Sv (50 rem), atau 0,15 Sv (15 rem) pada lensa mata dalam satu tahun.
Untuk sekitar 20 % dari seluruh radionuklida, BMT ditentukan berdasarkan
efek non-stokastik. Sebagai contoh misalnya untuk natrium -22, calcium 137 BMT ditentukan berdasarkan nilai dosis untuk efek stokastik,
sedangkan untuk yodium-131 dan plutonium-239 ditentukan berdasarkan
nilai dosis untuk efek non-stokastik.
Dalama menentukan dosis radiasi yang diterima seeorang pekerja radiasi
dalam satu tahun, dosis radiasi eksterna dan interna harus diperhatikan,
yaitu dijumlahkan sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis untuk efek
stokastik tidak terlampaui.
Jadi

____Hwb___ +

Ij___

H wb, L

<

(5)

I j, L

dimana:

Hwb,

adalah dosis ekivalen yang diterima dalam satu tahun

yang berasal
dari dosis eksterna.

Hwb , L

adalah nilai batas ekivalen.

Ij

adalah pemasukan radionuklida dalam satu tahun.

Ij , L

nilai batas masukan tahunan dari radionuklida

tersebut diatas.

19

Tabel 4.
Nuklida

Beberapa Nilai BMT.


Senyawa

BMT
Pernafasan (Bq)
Pencernaan

Natrium -22

semua senyawa

2 x 10

(Bq)
1 x 107

Yodium-131

semua senyawa

2 x 106

2 x 106

Cs 137

semua senyawa

6 x 106

4 x 106

Pu 239

dioksida Pu

5 x 102

2 x 106

senyawa lainnya,

2 x 102

2 x 104

oksida, hidroksida
senyawa lainnya

20

BAB III.
KETENTUAN UMUM PROTEKSI RADIASI
Dalam PP 63 Tahun 2000 diatur hal-hal yang berkaitan dengan proteksi dan
keselamatan radiasi.
A. Sistem Pembatasa Dosis.
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja, masyarakat dan
lingkungan hidup, pengusaha instalasi yang melaksanakan setiap kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir harus memenuhi prinsip-prinsip keselamatan
dan kesehatan sebagai berikut :
1. setiap pemanfaatan tenaga nuklir harus mempunyai manfaat yang lebih
besar dibanding dengan resiko yang ditimbulkan
2. penerimaan dosis radiasi terhadap pekerja atau masyarakat tidak
melebihi nilai batas yang ditetapkan Badan pengawas
3. kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber
radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan
radiasi yang terjadi ditekan serendah-rendahnya
B. Syarat Peralatan Radiasi
1. Pengusaha instalasi yang merancang, membuat, mengoperasikan dan
atau merawat sistem dan koponen sumber radiasi yang mempunyai
potensi bahaya radiasi harus mencegah terjadinya penerimaan dosis
yang berlebih
2. Sistem dan komponen sumber radiasi tersebut harus dirancang dan
dibuat sesuai dengan standar
3. Dalam menerapkan dosis untuk keperluan medik dengan tujuan
diagnostik dan terapi , pengusaha instalasi harusmemperhatikan
perlindungan pasien terhadap radiasi.
C. Sistem Menajemen Keselamatan Radiasi.
Pengusaha instalasi harus menerapkan sistem manajemen keselamatan
radiasi, yang meliputi :
21

1. Organisasi Proteksi Radiasi


a. Pengusaha instalasi harus memiliki organisasi proteksi radiasi yang
sekurang-kurangnya terdiri atas unsur pengusaha instalasi, petugas
proteksi radiasi dan pekerja radiasi
b. Setiap pengusaha instalasi yang memanfaatkan tenaga nuklir harus
mempunyai sekurang-kurangnya 1 (satu) orang petugas proteksi
radiasi
c. Pengusaha instalasi wajib menunjuk orang lain atau dirinya sendiri
sebagai petugas proteksi radiasi
2. Pemantauan dosis radiasi dan radioaktivitas
a. Pengusaha instalasi harus mewajibkan setiap pekerja radiasi untuk
memakai peralatan pemantau dosis perorangan, sesuai dengan jenis
instalasi dan sumber radiasi yang digunakan
b. Apabila hasil evaluasi dosis menunjukkan penerimaan dosis
berlebih, maka pengusaha instalasi harus melaksanakan tindak
lanjut
c. Pengusaha instalasi bertanggung jawab atas pelaksanaan pencatatan
dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi
d. Pencatatan dosis radiasi dilakukan oleh Petugas Proteksi Radiasi
(PPR)
e. Catatan dosis radiasi harus dapat ditunjukkan sewaktu-waktu
apabila diminta oleh Badan Pengawas
f. Pengusaha instalasi harus memberikan salinan catatan dosis radiasi
kepada pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja.
g. Pengusaha instalasi harus melakukan pemantauan daerah kerja
secara terus menerus, berkala dan atau sewaktu-waktu
h. Pengusaha instalasi harus mencatat dan mendokumentasikan hasil
pemantauan daerah kerja
i. Pengusaha

instalasi

harus

melakukan

pemantauantingkat

radioaktivitas buangan zat radioaktif ke lingkungan hidup secara


terus menerus, berkala dan atau sewaktu-waktu.
j. Pengusaha instalasi harus mencatat dan mendokumentasikan hasil
pemantauan tingkat radioaktivitas buangan zat radioaktif tersebut.
22

3. Peralatan proteksi radiasi


Pengusaha instalasi harus menyediakan dan mengusahakan peralatan
proteksi radiasi, pemantau dosis perorangan, pemantau daerah kerja dan
pemantau lingkungan hidup yang dapat berfungsi dengan baik sesuai
dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
4. Pemeriksaan kesehatan
a. Setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi harus sehat
jasmani

dan

rohani

serta

serendah-rendahnya

berusia

18

harus

menyelenggarakan

pemeriksaan

(delapanbelas) tahun
b. Pengusaha

instalasi

kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh untuk setiap orang


yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi
c. Pengusaha

instalasi

harus

menyelenggarakan

pemeriksaan

kesehatan bagi setiap pekerja radiasi secara berkala selama bekerja


sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun
d. Pengusaha istalasi harus memeriksakan kesehatan pekerja radiasi
yang akan memutuska hubungan kerja secara teliti dan menyeluruh
e. Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja harus diberikan kepada
pekerja radiasi yang bersangkutan
f. Pengusaha instalasi

harus melaksanakan pencatatan hasil

pemeriksaan kesehatan setiap pekerja radiasi dalam kartu kesehatan


g. Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengusaha instalasi harus
menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja radiasi yang
diduga menerima paparan radiasi berlebih
5. Penyimpanan dokumentasi
Pengusaha instalasi harus tetap menyimpan dokumentasi yang memuat
catatan dosis, hasil pemantauan daerah kerja, hasil pemantauan
lingkungan dan kartu kesehatan pekerja
6. Penerapan jaminan kualitas
a. Pengusaha instalasi harus membuat program jaminan kualitas bagi
instalasi yang mempunyai potensi dampak radiologi tinggi
23

b. Program jaminan kualitas yang telah dibuat oleh pengusaha instalasi


harus disampaikan kepada Badan pengawas untuk disetujui
c. Program jaminan kualitas yang telah disetujui harus dilaksanakan
oleh pengusaha instalasi
7. Pendidikan dan latihan
a. Setiap pekerja radiasi harus memperoleh pendidikan dan pelatihan
tentang keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi
b. Pengusaha instalasi bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan dimaksud
D. Kalibrasi
1.

Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasikan alat ukur radiasi secara


berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali

2. Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output)


peralatan radioterapi secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
sekali
E. Penaggulangan Kecelakaan Radiasi
Pengusaha instalasi harus melakukan upaya pencegahan tejadinya
kecelakaan radiasi. Dalam upaya penanggulangan kecelakaan radiasi,
keselamatan manusia harus diutamakan.
Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi pengusaha instalasi harus segera
melaporkan terjadinya kecelakaan radiasi dan upaya penanggulangannya
kepada Badan pengawas dan instansi tekait lainnya.
F. Pembatasan Penyinaran
Dalam SK. Kepala Bapeten No. 1/1999 (yang saat ini sedang direvisi)
diatur bahwa Pembatasan penyinaran dilakukan dengan cara pembagian
daerah kerja, klasifikasi pekerja radiasi, dan pemeriksaan dan pengujian
perlengkapan proteksi radiasi dan alat ukur radiasi.
1. Pembagian Daerah Kerja
a) Daerah pengawasan yaitu daerah yang memungkinkan seorang
menerima dosis radiasi kurang dari 15 mSv (1.500 mrem) dalam
24

setahun dan bebas kontaminasi. Batas daerah kerja harus diberi


tanda yang jelas. Daerah Pengawasan, dibagi lagi menjadi :
1) Daerah radiasi sangat rendah yaitu yang memungkinkan
seseorang menerima dosis 1 mSv atau lebih dan kurang dari 5
mSv dalam satu tahun. Dalam hal ini tidak diharuskan adanya
pengaturan.
2) Daerah radiasi rendah yaitu yang memungkinkan seseorang
menerima dosis 5 mSv atau lebih dan kurang dari 15 mSv dalam
satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai untuk
organ tertentu.
b) Daerah pengendalian yaitu daerah yang memungkinkan seseorang
menerima dosis radiasi 15 mSv atau lebih dalam setahun.Daerah
Pengendalian, dibagi lagi menjadi :
1)

Daerah radiasi
Daerah radiasi sedang, yaitu yang memungkinkan seseorang
menerima dosis 15 mSv atau lebih dan kurang dari 50 mSv
dalam satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai
untuk organ tertentu.
Daerah radiasi tinggi, yaitu yang memungkinkan seseorang
menerima dosis 50 mSv atau leib dalam satu tahun atau nilai
yang sesuai terhadap organ tertentu.

2) Daerah kontaminasi
Kontaminasi radioaktif dapat didefinisikan sebagai adanya zat
radioaktif yang tidak terwadahi dan yang tidak dikehendaki
berada disuatu lokasi atau tempat tertentu. Contohnya adalah
bubuk radioaktif tumpah dilantai (kontaminasi permukaan),
zat radioaktif cair tumpah di tangan seseorang (kontaminasi
personel) dan zat radioaktif yang mengudara (kontaminasi
udara). Radiasi tidak akan mengakibatkan kontaminasi, akan
tetapi kontaminasi radioaktif akan menimbulkan bahaya
radiasi eksterna apabila jumlahnya besar dan memancarkan
radiasi yang dapat menembus jaringan tubuh, dan bahaya
radiasi interna apabila kemudian masuk ke dalam tubuh
25

manusia. Oleh karena itu dalam buku Ketentuan Keselamatan


Kerja Terhadap Radiasi ditentukan tiga daerah kontaminasi,
yaitu :
a) Daerah kontaminasi rendah, yaitu daerah dengan tingkat
kontaminasi yang sama dengan laboratorium perunut
radioaktif.
b) Daerah kontaminasi sedang, yaitu daerah yang tingkat
kontaminasi radioaktifnya 0,37 Bq/cm2 ( 10-5 ci/cm2) atau
lebih dan kurang dari 3,7 Bq/cm2 ( 10-4 ci/cm2) untuk alfa
dan 3,7 Bq/cm2 ( 10-4 ci/cm2) atau lebih dan kurang dari
37 Bq/cm2 ( 10-3ci/cm2) untuk beta, sedang kontaminasi
udara tidak melebihi sepersepuluh Batas Turunan Kadar
Zat Radioaktif di udara.
c) Daerah kontaminasi tinggi, yaitu daerah dengan tingkat
kontaminasi 3,7 Bq/cm2 atau lebih untuk alfa dan 37
Bq/cm2 atau lebih untuk beta, sedang kontaminasi udara
kadang-kadang lebih besar dari sepersepuluh batas turunan
udara.
Petugas Proteksi Radiasi (PPR) bertanggung jawab atas terlaksananya
tugas-tugas dalam daerah yang memungkinkan seseorang menerima dosis
lebih dari 5 mSv dalam satu tahun dan dalam daerah kontaminasi.
G. Klasifikasi Pekerja Radiasi
Untuk tujuan pemonitoran dan pembatasan penyinaran dibedakan dua
kategori pekerja radiasi :
2. Kategori A
Yang mungkin menerima dosis sama dengan atau lebih besar dari 15
mSv per tahun.
3. Kategori B
Yang mungkin menerima dosis lebih kecil dari 15 mSv per tahun.

26

H. Perlengkapan/alat ukur radiasi harus mempunyai unjuk kerja yang


baik
Untuk menjamin kebenaran nilai penyinaran, dosis serap, fluks, atau
aktivitas

sumber

radiasi

diperlukan

alat

ukur

yang

dapat

dipertanggungjawabkan ketelitian/ kebenaran hasil pengukurannya. Oleh


karena itu alat ukur radiasi, keluaran sumber radiasi dan radionuklida perlu
dikalibrasi.
I. Pemonitoran
a.

Pemonitoran daerah kerja

b.

Pemonitoran perorangan eksterna dan interna

Hasil pemonitoran dilaporkan berkala dan bila dosis yang diterima lebih
besar dari NBD atau melebihi 2 X NBMT maka PPR harus menyerahkan
masalah ini kepada dokter instalasi yang bertanggungjawab menaksir
efeknya.
J.

Pencatatan dosis
PPR harus menyimpan untuk jangka waktu 30 tahun dokumen :
a.

Hasil pemonitoran daerah kerja yang digunakan untuk


menentukan dosis perorangan.

b.
c.

Dosis radiasi perorangan.


Dosis radiasi akibat kecelakaan atau keadaan darurat dan
laporan kecelakaan tersebut. Hasil pencatatan dosis dan
kecelakaan harus dilaporkan ke Instansi yang berwenang.

K.

Pengawasan Kesehatan
Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000, antara lain mengatur mengenai
pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi. Pengawasan Kesehatan ini
dimaksudkan untuk menentukan apakah keadaan kesehatan pekerja
radiasi sesuai dengan tugas yang akan dilakukan dan untuk mengetahui
apakah ada pengaruh radiasi pada kesehatan pekerja radiasi tersebut
selama bekerja dengan radiasi (ingat efek stokastik dan non-stokastik).
Keharusan pemeriksaan kesehatan ini tidak hanya bagi mereka yang
27

bekerja di Batan atau industri lain yang menggunakan sumber radiasi


pengion akan tetapi juga bagi pekerja radiasi dalam bidang medik, dan
telah

diatur

dengan

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

nomor

172/MenKes/PER/III/91. Selain untuk memantau keadaan kesehatan


pekerja radiasi, pemeriksaan kesehatan juga penting bagi penguasa
Instalasi Nuklir, jika dikemudian hari ada pekerja radiasi yang menggugat
bahwa sakit yang dideritanya adalah diakibatkan oleh radiasi yang
diterimanya (Medico-legal), walaupun resiko sakit akibat radiasi ini
sangat kecil.
Peraturan mengenai pengawasan kesehatan antara lain:
1. Penguasa Instalasi Nuklir wajib melakukan pemeriksaan kesehatan
terhadap calon pekerja radiasi, sekali setahun bagi pekerja radiasi dan
pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja dengan
Instalasi Nuklir.
2. Pemeriksaan kesehatan khusus harus dilaksanakan apabila dosis
radiasi yang diterima pekerja radiasi melampaui nilai seperti yang
tercantum dalam peraturan mengenai pembatasan dosis dan diterima
dalam waktu yang singkat. Juga apabila pemasukan zat radioaktif
diperkirakan melebihi dua kali batas dosis tahunan dan apabila telah
terjadi kontaminasi interna.
3. Seluruh hasil pemeriksaan kesehatan harus dicatat dalam kartu
kesehatan dan kartu ini harus disimpan untuk jangka waktu sekurangkurangnya 30 tahun sejak berhenti bekerja dengan radiasi. Di dalam
kartu kesehatan harus ada keterangan tentang sifat pekerjaan dan
alasan pemberian pemeriksaan kesehatan khusus.
4. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan radiasi harus
tersedia di daerah kerja yang isinya tergantung pada jenis kecelakaan
yang mungkin terjadi, jenis radiasi, jenis kontaminasi dan jenis
kontaminasi pada tubuh manusia.

28

BAB IV.
PROTEKSI RADIASI EKSTERNA
A. Sumber Bahaya
Bahaya eksterna berasal dari sumber radiasi yang terdapat diluar tubuh.
Jika zat radioaktif masuk dalam tubuh, maka akan timbul bahaya radiasi
interna. Untuk mengatasinya diperlukan cara pengendalian yang sangat
berlainan. Partikel alpha umumnya tidak dianggap sebagai sumber
berbahaya eksterna yang potensial karena daya tembusnya sangat kecil
dengan demikian mudah tertahan pada lapisan luar dari kulit. Bahaya
eksterna mungkin ditimbulkan oleh pancaran beta, sinar-x, gamma atau
neutron yang dapat menembus lebih dalam kebagian dalam tubuh. Bahaya
eksterna dikendalikan dengan mempergunakan tiga prinsip dasar proteksi
radiasi yaitu memperhitungkan waktu, jarak dan penahan radiasi.
B. Faktor Proteksi Radiasi Eksterna
1. Faktor Waktu
Besar dosis radiasi yang diterima oleh seorang yang sedang bekerja
dengan laju dosis tertentu berbanding langsung dengan lama waktu ia
berada di tempat itu.
Dt - Do . t

(5)

Dt

= Dosis yang diterima

Do

= Laju dosis mula-mula

= waktu

Dosis = laju dosis x waktu


Contoh :
Seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100 mrem
dalam 1 minggu, berapa jam seminggu ia boleh bekerja dalam medan
radiasi dengan laju dosis 10 mrem/jam ?
Dari rumus (1):

Dt

Do x t

100 mrem

10 mrem x t

10 jam
29

Lama waktu seorang pekerja radiasi dalam suatu ruangan yang


mengandung radiasi pengion itu sering kali bergantung pada pekerjaan
yang dilakukannya, mungkin lebih lama dari 10 jam, untuk dapat
mengatasi hal itu harus dicoba mengurangi laju penyinaran ditempat
tersebut yaitu dengan cara memperbesar jarak antara sumber radiasi
dengan pekerja, atau dengan mempergunakan penahan radiasi.
2.

Faktor Jarak
Paparan radiasi berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber
radiasi. Bila sumber radiasi dimensinya kecil sekali, maka fluks radiasi
pada jarak t dari sumber ini berbanding terbalik dengan kuadrat jarak.
Karena laju dosis proporsional dengan fluk maka laju dosispun
mengikuti hukum kuadrat terbalik. Hal ini secara eksak hanya berlaku
untuk sumber radiasi berbentuk titik, detektor berbentuk titik dan jika
absorbsi radiasi antara sumber dan detektor dapat diabaikan.
Dr = K 1
r2

(6)

K = tetapan yang besarnya bergantung pada sumber atau ;


Dr R2 = K
sehingga dapat ditulis :
Dr1 r 12 = Dr2

r22 =

Dr3

r32 = K, tetap (7)

Dr1 = laju dosis pada jarak r1


Dr2 = laju dosis pada jarak r2
Dr3 = laju dosis pada jarak r3
Contoh :
Sebuah sumber dosis Co60 memberikan, pada jarak 2 m, laju dosis
sebesar 50 mrem/jam pada jarak manakah laju dosis besarnya 20
mrem/jam?
Dengan memakai dengan rumus diatas, diperoleh ;
50 x (2)2

20 x r2
30

Dari

(50 x 22/20)1/2

(10)1/2 m

rumus

tersebut

dapat

diambil

kesimpulan,

bahwa

jika

jarakdijadikan dua kali lebih besar, maka laju dosis menjadi :


1
22
dan jika jarak diperbesar 3 kali laju dosis berkurang menjadi :
1

atau 9 kali lebih kecil

32
Sebaliknya bila jarak sumber radiasi diperpendek kali, laju dosis
radiasi akan menjadi 4 kali lebih besar dan bila jarak diperpendek
menjadi 1/3 kali, maka laju dosis menjadi 9 kali lebih besar. Jadi bila
terlalu dekat pada sumber, misalnya langsung menyentuh atau
memegang sumber radiasi, maka laju dosis pada tangan berlipat ganda
besarnya. Oleh karena itu dilarang memegang sumber radiasi langsung
dengan

tangan.

Untuk

menangani

sumber

radiasi

diperlukan

perlengkapan khusus misalnya tang jepit panjang, atau pinset.


Walaupun aktivitas sumber radiasi kecil dan merupakan sumber radiasi
terbungkus, larangan memegang sumber secara langsung tetap berlaku,
jadi harus menggunakan peralatan tersebut diatas untuk menghindari
penerimaan dosis radiasi yang berlebihan pada tangan.
3.

Faktor Penahan Radiasi


Dalam praktek, pemakaian sumber radiasi harus dilengkapi dengan
penahan radiasi dalam jumlah yang cukup untuk melemahkan
(attenuate) pancaran yang kuat. Berbagai jenis radiasi mempunyai daya
tembus yang berbeda. Sedang sifat serap bahan terhadap macam radiasi
yang dihadapi juga berbeda, maka jumlah dan jenis bahan penahan
radiasi yang diperlukan bergantung pada jenis sumber yang dihadapi.
Penyerapan sinar gamma secara kuantitatif berbeda dengan penyerapan
alpha dan beta. Bahan utama yang digunakan sebagai penahan radiasi
gamma atau sinar-x adalah timbal, baja, beton.
a. Partikel Alpha
31

Partikel alpha mudah sekali diserap. Biasanya sehelai kertas tipis


saja sudah cukup untuk menahan seluruh pancaran alpha. Dengan
demikian partikel alpha tidak merupakan persoalan pelik dalam
bidang proteksi terhadap sumber radiasi eksterna.
b. Partikel Beta
Partikel beta mempunyai daya tembus lebih besar daripada partikel
alpha. Energinya biasanya antara 1 dan 10 MeV. Dalam hal ini
Perspex setebal 1 cm sudah cukup menyerap seluruh pancaran beta.
Dengan memandang bahwa pancaran beta ini mudah diserap secara
keseluruhan oleh bahan yang relatif tipis itu, maka orang sering
sekali menganggap enteng radiasi beta ini dan kadang-kadang tidak
berhati-hati dan berani memegang sumber beta langsung dengan
tangan, padahal laju dosis pada jarak 3 mm dari sumber demikian
mungkin sebesar 3.000 rad per jam. Sebagai kelanjutan, proses
penyerapan partikel beta dapat menimbulkan pancaran sinar-x yang
dikenal dengan Bremstrahlung. Bremstrahlung ini besarnya
proporsional dengan bilangan atom (Z) dari zat penyerap dan
dengan engergi partikel beta (E) yang bersangkutan.
Untuk mengetahui perkiraan bahaya Bremstrahlung, pendekatan
hubungan berikut dapat dipakai :
f = 3.5 10-4 ZE maks
Keterangan :
F

fraksi energi sinar beta yang jatuh berubah menjadi

foton
(Bremstrahlung)
Z

nomor atom bahan penyerap

energi partikel beta MeV

Dengan demikian untuk bahan penahan partikel beta harus diambil


zat yang mempunyai harga Z lebih rendah, umumnya dalam praktek
tidak lebih dari 13 : Energi rata-rata partikel beta ditentukan oleh
distribusi dari partikel beta, umumnya diambil :
E rata-rata

E maks

(8)
32

3
Jadi pelindung sinar beta dapat dibuat dari bahan yang nomor
atomnya cukup rendah. Jangkauan sinar (Beta) dapat dilihat pada
gambar 1 dan 2 terlampir yang menunjukkan hubungan antara
jangkauan dalam mg/cm2 dan energi dalam MeV. Misalnya untuk
pemancar (Beta) Sr90 dapat digunakan pelindung dari plexiglass
atau alumunium. Sr90 memancarkan beta dengan energi 0.5 MeV
dan anaknya Y90 memancarkan beta dengan energi 2.27 MeV.
Dalam hal ini harus dipilih tebal pelindung yang dapat menyerap
seluruh beta dengan energi 2.27 MeV.
Dari grafik dapat dilihat bahwa untuk radioisotop ini diperlukan 1.1
gr/cm2 . Densitas plexiglas 1.18 mg/ cm2 , maka tebal Plexiglas yang
diperlukan dapat dihitung dengan rumus sbb :

t1 =

td

1.1 gr/cm2
1.18 gr/cm3

0.932 cm

Plexiglas mudah pecah bila menerima dosis radiasi tinggi dalam


waktu lama. Oleh karena itu lebih baik digunakan alumunium yang
densitasnya 2.7gr/ cm3 . Tebal alumunium yang diperlukan :

t1 =

1.1 gr/cm2
2.7 gr/cm3

= 0.41 cm

Bila ditempatkan dalam botol polietilen, yang berfungsi sebagai


wadah dan pelindung, dengan densitas 0.95g/ cm3 maka tebal botol
= 1.06 cm. Selanjutnya perlu diperhatikan pelindung untuk
Bremstrahlung yang akan terjadi bila partikel berkecepatan tinggi
mengalami percepatan waktu mendekati inti atom bahan pelindung
karena gaya Coulomb. Untuk memperoleh spectrum dan instensitas
Bremstrahlung ini diperlukan perhitungan yang cukup kompleks
tetapi intensitasnya mudah diukur. Sebagai contoh, bila botol
polietilen tersebut diatas diisi 37 x 104 MBq (10Ci) Sr90 maka laju
dosis Bremstrahlung dari sinar beta Y90 = 0.21 mSv/jam dan sinar
beta dari Sr90 = 0.013 mSv/jam (1.3 mrem/jam) pada jarak 1 meter.
33

Untuk menurunkan laju dosis gabungan menjadi 0.1 mSv/jam


bahan harus dilapisi dengan Pb setebal 1.75~cm.
4. Sinar Gamma dan Sinar-X
Proses

pelemahan

sinar-X

atau

gamma

terutama

apabila

mempunyai berkas yang sempit dalam bahan pelindung bersifat


eksponensial karena gamma yang berasal dari hamburan Compton
tidak terukur. Laju dosis sinar-X atau gamma disuatu titik setelah
melalui suatu bahan penyerap, dapat ditulis sebagai berikut
Dt = Do e -t

(9)

Keterangan :
Do

= Laju dosis tanpa penahan

= Koefisien absorbsi linier, yaitu fungsi penahan yang bersangkutan dan energi sumber radiasi, dimensinya =
panjang-1

= Tebal penahan, dimensi panjang+1

HVT (Half Value Thickness) untuk bahan penahan radiasi tertentu


adalah tebal bahan yang diperlukan untuk mengurangi intensitas
radiasi menjadi setengah dari intensitas sebelum oleh penahan.
Dari rumus (6) untuk t = HVT diperoleh
Dt

Do

sehingga rumus Dt = Do e- dapat ditulis menjadi :


Do

= Do.e-(HVT)

e-(HVT)

- (HVT) = In
HVT

= 0.693/

Rumus tersebut dapat ditulis menjadi :


Dt = D0e (0,693.t) / HVL - D0e - (0,693) . t/HVL
Dt = Do () (t/HVL)
34

Dt : Do/ 2 t/HVL
Konsep HVT ini sangat berguna untuk menghitung secara cepat
tebal bahan penahan yang diperlukan.
Umpamanya :
a. Untuk mengurangi laju dosis hingga setengahnya, diperlukan
bahan penahan setebal 1 kali HVT harga HVT ini telah
ditentukan dalam suatu table grafik.
b. Untuk mengurangi laju dosis hingga atau 2 diperlukan
bahan penahan setebal 2 kali HVT.
c. Untuk mengurangi laju dosis hingga 1/8 atau 3 diperlukan
bahan penahan setebal 3 kali HVT.
Dengan cara yang sama konsepnya rumusan konsep tenth value
layer (TVL).
ln 10

TVL =

2.303

Apabila geometri berkas radiasi tidak sempit (lebar) maka proses


pelemahan sinar-X atau sinar gamma dalam bahan pelindung tidak
lagi murni bersifat eksponensial, karena sebagian dari radiasi
gamma yang berasal dari hamburan Compton dapat diukur
bersama-sama dengan radiasi gamma primer yang ditransmisikan.
Laju dosis setelah melalui bahan penyerap dapat ditulis sebagai :
Dt = Dobe -t

(10)

Dimana :
Do

laju dosis tanpa penahan

koefisien absorbsi linier

tebal penahan

faktor penguat (build-up factor)

35

Biasanya nilai b diperoleh dari kurva dalam kertas semilog antara b


dan panjang relaksasi (). Panjang relaksasi adalah tebal bahan
pelindung yang akan memperkecil dosis menjadi 1/e nilai semula.
Tabel 5 :

HVL dan TVT Pb dan H2O untuk berbagai energi


radiasi gamma

ENERGI

Pb (mm)

PANCARAN (Mev)
0.5
1.0
1.5
2.0

HVL
0.40
1.10
1.50
1.90

TVT
1.25
3.50
5.00
6.00

H2O (mm)
HVL
15.0
19.0
20.0
22.5

TVT
50.0
62.5
70.0
75.0

contoh :
Berapa tebal Pb yang dibutuhkan untuk mengurangi laju dosis disuatu
titik dari 160 hingga 10 mrem/jam, (diketahui HVT = 2mm Pb). Laju
dosis dari 160 menjadi 10 mrem/jam, berarti terjadi pengurangan
sebesar faktor 16 atau 24. Jadi tebal yang dibutuhkan = 4 x 2mm Pb =
8mm Pb.
Sebagai telah diungkapkan, atenuasi radiasi gamma secara kualitatif
berbeda dengan atenuasi radiasi alpha dan beta. Kedua partikel ini
mempunyai jangkauan tertentu sehingga dapat diserap seluruhnya
dalam medium yang dilalui. Sebaliknya radiasi gamma hanya dapat
dikurangi intensitasnya bila pelindung dipertebal. Faktor transmisi
untuk berbagai jenis bahan pelindung dapat dihitung dengan rumus
I / Io = e -t
Untuk harga dapat dihitung dari nilai HVL pada table 4.

Misal untuk transmisi 10%


36

a. Energi 0,1 Mev, membutuhkan pelindung 14,3 g/cm2 AI atau 0,435


g/cm2 Pb
b. Energi 1,0 Mev, membutuhkan 37,4 g/cm2 AI atau 33,6 g/cm2 Pb
Hal ini menunjukkan bahwa dilihat dari segi massa, sebagai pelindung
untuk energi rendah, Pb jauh lebih baik daripada Al. Secara umum
untuk energi di antara 0.75 MeV dan 5 MeV sifat atenuasi hampir sama
atau sebanding dengan densitas bahan pelindung.
Untuk energi lebih rendah dan tinggi, bahan pelindung dengan nomor
atom leibh tinggi adalah lebih efektif. Pada gambar 3 s/d gambar 7
disajikan grafik transmisi beberapa bahan pelindung untuk beberapa
jenis radioisotop dan sinar-X dan sebuah table tentang TVL dan HVL
(Tabel 2).
Prinsip dasar proteksi radiasi tersebut diatas, yaitu pengendalian radiasi
dengan memperhitungkan waktu, jarak dan pelindung radiasi, harus
digunakan oleh para pekerja radiasi dalam melaksanakan tugasnya
masing-masing misalnya :
1. Dalam bidang medik
a. Operator radiografi diagnostik harus memanfaatkan tabir dan
apron Pb untuk mencegah penyinaran seluruh tubuh oleh radiasi
hambur.
b. Petugas yang merangkai radium, yang akan dipasang pada
pasien sebagai terapi, harus memanfaatkan kaca Pb untuk
menghindari penyinaran seluruh tubuh. Untuk melindungi mata
bias digunakan cermin atau kaca mata Pb, dan harus diingat
bahwa sumber tidak boleh dipegang langsung dengan tangan.
c. Pasien radiografi gigi menggunakan apron Pb untuk melindungi
gonad.
2. Dalam bidang industri
a. Operator radiografi industri berlindung dibalik tiang beton,
dinding atau bagian lain dari konstruksi untuk menghindari
37

penyinaran seluruh tubuh selama waktu penyinaran yang cukup


lama (sampai beberapa menit)
b. Operator radiografi dilatih mengoperasikan kamera dengan
kecepatan tinggi tetapi aman, sebab ia menggunakan sumber
radiasi

192

Ir dengan aktivitas ratusan Curie dengan jarak sekitar

6 m dari mulut kamera (faktor waktu)


c.

Pekerja logging yang menggunakan sumber radiasi neutron


241

AmBe, seharusnya melakukan tindakan proteksi yang serupa.

Untuk melindungi gonad, baik pekerja logging atau gauging


maupun pekerja radiografi industri,dalam menjinjing kontener
harus dijaga jarak antara gonad dan sumber radiasi.
Dalam melakukan perhitungan menggunakan prinsip dasar proteksi
radiasi tersebut terdahulu perlu diadakan koreksi terhadap aktivitas
sumber radiasi yang digunakan, khususnya bila sumber radiasi
tersebut waktu paruhnya rendah, misalnya dengan cara menghitung
atau melihat grafik peluruhan/ transformasi yang terdapat pada
gambar 8 dan 9.
5.

Neutron
Untuk penahan neutron perhitungannya agak sulit. Ada 3 interaksi
penting yang perlu diketahui :
a. Hamburan kenyal (elastik)
Neutron bertumbukan dengan inti atom bahan penahan dengan
cara yang sama seperti tumbukan bola bilyard. Dalam
tumbukan, neutron kehilangan sebagian energinya yang
berpindah kepada inti sasaran. Seluruh energi pindahan ini
menjadi energi kinetik inti sasaran. Menurut hukum tumbukan
yang berlaku, unsur ringan yang intinya mendekati massa
neutron adalah yang paling baik untuk menurunkan energi
neutron dengan jalan hamburan elastik. Untuk ini dapat
digunakan bahan yang memiliki banyak hydrogen, misalnya air
dan paraffin.
38

b. Hamburan tak kenyal (in-elastik)


Dalam proses ini neutron memberikan sebagian energinya
kepada bahan yang ditumbuknya dan mengeksitasi inti sasaran,
kemudian inti melepaskan energi eksitasi itu kembali dalam
bentuk pancaran gamma. Proses hamburan intelastik sangat
berarti unsur-unsur dengan inti yang berat.
c. Penangkap Neutron
Dalam reaksi ini neutron ditangkap oleh inti, kemudian dalam
proses de-eksitasi memancarkan partikel lain atau foton.
Salah satu reaksi penangkap neutron ini ialah:
B (n, ) 7 Li

10

Reaksi ini penting artinya dalam proteksi radiasi, karena partikel


alfa yang dipancarkan mudah sekali diserap. Reaksi yang paling
sering ditemui dalam praktek ialah reaksi.
Fe (n, )

58

59

Fe

Untuk ini diperlukan pelindung radiasi gamma yang berasal dari


reaksi ini.

39

BAB V.
PROTEKSI RADIASI INTERNA
A. Bahaya Radiasi Interna
Radiasi interna terjadi, apabila tubuh manusia terkontaminasi dengan
radioisotop baik kontaminasi pada bagian dalam tubuh ataupun
permukaan tubuh manusia. Oleh karena itu yang menjadi perhatian dalam
proteksi radiasi interna adalah mencegah atau pengupayaan sekecil
mungkin terjadinya kontaminasi pada permukaan tubuh pekerja atau
masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh manusia. Hal ini dapat dicapai
dengan adanya suatu program yang dibuat untuk mengusahakan agar
supaya kontaminasi lingkungan berada pada nilai yang dapat diterima,
dan sekecil yang dapat dicapai (ALARA). Apabila seseorang
terkontaminasi interna, maka orang tersebut akan terus menerus
mendapat radiasi dari zat radioaktif yang berada di dalam tubuhnya,
sampai zat radioaktif tersebut berkurang aktivitasnya karena proses
peluruhan dan dikeluarkannya zat radioaktif dari dalam tubuh melalui
proses metabolisme dari tubuh sendiri. Usaha untuk mempercepat
keluarnya zat radioaktif dari tubuh merupakan usaha yang agak sulit
dilakukan.
1. Cara pemasukan zat radioaktif ke dalam tubuh dan waktu paro
efektif.
Seperti halnya bahan toksik lainnya, zat radioaktif masuk ke dalam
tubuh manusia melalui tiga cara pemasukan yaitu :
a. Pernafasan dengan menghirup gas dan debu radioaktif.
b. Melalui saluran makanan dengan cara meminum air yang
terkontaminasi, memakan makanan yang terkontaminasi atau
secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh melalui mulut.
d.

Penyerapan melalui kulit atau luka yang terkontaminasi.

Jika dalam atmosfir terdapat kontaminasi, maka zat radioaktif masuk ke


dalam paru-paru melalui pernafasan dan sebagian akan disalurkan
kedalam darah. Bagian lain dari zat radioaktif akan keluar dari paru-paru
40

dan tertelan kembali masuk ke dalam saluran pencernaan. Sisanya


meninggalkan tubuh melalui pernafasan keluar. Banyaknya zat radioaktif
yang masuk melalui pernafasan, tergantung pada beberapa faktor antara
lain bentuk fisis dan kimia dari kontaminan itu sendiri, dan keadaan
fisiologi orang yang terkena kontaminasi. Begitu juga jika kontaminasi
tertelan, maka fraksi zat radioaktif yang menembus dinding saluran
pencernaan dan kemudian masuk ke dalam cairan tubuh bergantung pada
sifat kontaminan dan keadaan fisiologis penderita. Lama waktu dan
distribusi zat radioaktif di dalam tubuh manusia tergantung pada bentuk
kimia dan fisika dari zat radioaktif tersebut. Sebagai contoh ada yang
terdistribusi secara merata di seluruh tubuh dan ada juga yang cenderung
terkonsentrasi di suatu organ tertentu, sehingga masuknya zat radioaktif
ke dalam tubuh akan menghasilkan laju dosis yang berbeda di berbagai
organ tubuh. Misalnya yodium akan terkonsentrasi di dalam kelenjar
gondok, plutonium terkonsentrasi di dalam paru-paru atau tulang. Laju
dosis di dalam organ sebanding dengan jumlah zat radioaktif di dalam
organ tersebut dan akan berkurang karena radioisotop meluruh atau
keluar dari tubuh. Dianggap bahwa keluarnya zat radioaktif dari tubuh
juga secara eksponensial sehingga dengan demikian kontstanta peluruhan
efektif dapat dihitung, yaitu :
eff = f + b

(12)

dimana f adalah konstanta peluruhan secara fisika b adalah konstanta


peluruhan secara biologis.
Oleh karena = 0,693/ T
Maka : 1/(T) eff

1/(T)b + 1/ (T)f .

B. Pengendalian bahaya radiasi Interna


Untuk melindungi tubuh dari radiasi interna adalah dengan cara
menghalangi masuknya zat radioaktif dari ke tiga cara pemasukan seperti
yang telah diuraikan diatas atau dengan cara memutus transmisi
radioaktivitas dari sumber ke manusia. Hal tersebut diatas dapat dicapai
dengan cara :
41

1. mencegah tersebarnya zat radioaktif di sumbernya, yaitu dengan cara


mewadahinya dan mengungkungnya atau;
2. pengawasan terhadap lingkungan yaitu dengan cara pengaturan
ventilasi dan kebersihan tempat kerja;
3. pengawasan terhadap pekerja yaitu dengan menyediakan pakaian
pelindung dan alat pelindung pernafasan. Sebenarnya cara pengawasan
ini tidak berbeda dari cara pengawasan yang digunakan dalam
kesehatan kerja dari pengaruh bahan berbahaya non radioaktif, akan
tetapi tingkat pengawasan untuk bahan radioaktif lebih tinggi jika
dibandingkan tingkat pengawasan untuk bahan kimia non radioaktif.
Sebagai contoh misalnya konsentrasi maksimum yang diizinkan, untuk
air raksa non radioaktif adalah 0,1 mg/m3 dan air raksa yang radioaktif
(203 Hg) adalah 5 x 10-9 mgm3).
Cara pengawasan seperti yang tersebut diatas dapat diperoleh dengan :
1. membatasi jumlah zat radioaktif yang akan ditangani pada suatu waktu
tertentu.
2. memisahkan tempat kerja didalam laboratorium misalnya menggunakan
baki, lemari asam, glove box dan lain-lain.
3. tempat kerja harus didesain agar supaya dekontaminasi dapat dengan
mudah dilaksanakan, pengawasan kontaminasi pada pekerja dan tempat
kerja, penanganan sampah radioaktif dengan benar dan pengawasan
terhadap zat radioaktif yang mengudara dan yang terlepas ke
lingkungan setelah melalui filter pada system ventilasi.
4. pemakaian pakaian pelindung untuk pekerja radiasi misalnya sarung
tangan, penutup sepatu, pakaian pelindung dan apabila bekerja didaerah
yang udaranya terkontaminasi radioaktif mengenakan pelindung
pernafasan

dan

lain-lain

(misalnya

dalam

kecelakaan

yang

mengakibatkan terlepasnya zat radioaktif ke udara).


Pembagian daerah kerja berdasarkan daerah kontaminasi pada dasarnya
merupakan salah satu usaha dalam pengawasan proteksi radiasi interna,
karena persyaratan yang diperlukan baik bagi cara pengawasan daerah
kerja

maupun

syarat

pakaian

pelindung

dan

syarat

alat
42

banu/perlengkapan tergantung pada jenis daerah kontaminasi disuatu


daerah kerja.

43

BAB VI
PENERAPAN PROTEKSI RADIASI OPERASIONAL.
A.

Umum.
Sesuai dengan Peraturan pemerintah No. 63, 64 tahun 2000 dan
ketentuan lain yang berlaku,

catatan-catatan yang harus dibuat oleh

Pemegang Izin yang diperoleh dari hasil evaluasi/ pemantauan/


pemeriksaan adalah:
1. hasil pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi sebelum, selama dan
sesudah pekerja berhenti bekerja sebagai pekerja radiasi.
2. dosis radiasi perorangan dari tiap pekerja radiasi yang berasaal dari
hasil evaluasi alat pemonitoran dosis radiasi perorangan.
3. tergantung pada keadaan, perlu dicatat pula hasil pemonitoran laju
dosis radiasi di daerah kerja. Catatan dosis radiasi perorangan dan
catatan laju dosis di daerah kerja dapat digunakan sebagai petunjuk
awal untuk mengetahui terjadinya suatu keadaan diluar kebiasaan.
a. laju dosis radiasi di daerah radiasi yang

dihuni oleh pekerja

radiasi < 25 Sv/ jam (2,5 mRem/ jam).


b. laju dosis radiasi didaerah yang dihuni oleh pekerja yang yang
bukan pekerja radiasi < 2,5 Sv/ jam (0,25 mRem/ jam).
Pengukuran dosis radiasi dilakukan dengan menggunakan alat survai
radiasi yang sesuai dan yang telah dikalibrasi dan

yang masa

kalibrasinya masih berlaku.


4. apabila dari hasil 1.a dan 1.b terlihat

adanya kelainan, maka

penyebab keadaan tersebut harus segera diselidiki.


5. di lokasi pekerjaan harus ada prosedur tertulis untuk:
a. kondisi operasi normal.
b. kondisi bila terjadi kebakaran/ kecelakaan.
B. Pemakaian Sumber Tertutup.
Sumber tertutup digunakan dalam teknik radiografi (industri) alat crawler,
berbagai alat gauging, logging, alat penganalisa, iradiasi dll. Disamping
44

yang telah disebutkan dalam butir X.1. diatas, catatan atau usaha
minimum yang harus dilakukan adalah:
1. Memasang tanda peringatan (bahaya) radiasi pada alat atau berdekatan
dengan alat yang mengandung zat radioaktif. Tanda/ label peringatan
ini harus dapat tahan lama, mencantumkan nama dan aktivitas zat
radioaktif serta sifat lainnya yang dianggap perlu. Perlu dicantumkan
pula nama Petugas Proteksi Radiasi (PPR) alamat dan nomor telponnya.
2. Mempunyai catatan inventori serta lokasi dari semua zat radioaktif
yang tercantum dalam izin pemakaian.
3. Mempunyai catatan hasil tes kebocoran pada sumber dan catatan pada
alat:
a. tes kebocoran dilakukan pada sumber dengan aktivitas yang lebih
besar dari 50 MBq, dan bukan Kripton-85 atau Tritium dalam
bentuk gas.
b. nilai batas ada-tidaknya kebocoran, adalah 0,2 kBq, dicacah dengan
alat yang mampu.
c. frekuensi tes kebocoran.
1) alat-alat gauge; sekali dalam 12 bulan.
2) sumber alat crawler, logging, XRF (analisa) iradiator, sekali
dalam 6 bulan.
3) bila terjadi suatu kejadian yang memungkinkan terusiknya
sumber.
d. apabila akan disingkirkan (dispose), sumber bekas:
1) dikembalikan ke negara asalnya.
2) dikirimkan ke Pusat Pengembangan Pengolahan Limbah
radioaktif

(P2PLR)

Batan,

setelah

terlebih

dahulu

merundingkan hal tersebut dengan pemasok/ importir dan


PTPLR.
e. mempunyai tempat penyimpanan sumber radioaktif dan alat yang
mengandung z.r.a yang sedang tidak digunakan, dengan syarat:
1) bagian luar ruangan (tempat) penyimpanan, diberi tanda yang
mudah dibaca, mencantumkan

nama Pemegang Izin serta

alamat dan nomor telepon Pemegang Izin.


45

2) akses (yang diperbolehkan masuk) hanya bagi yang diberi


wewenang oleh pemegang izin.
3) laju dosis radiasi di luar tempat penyimpanan tidak boleh lebih
besar dari 2,5 uSv/ jam ( 0,25 mRem/ jam).
4) ada catatan inventori dari semua zat radioaktif yang disimpan di
dalam tempat penyimpanan tersebut.
f. Sumber radioaktif atau alat yang mengandung zat radioaktif
digunakan sesuai prosedur oleh orang yang telah memperoleh
latihan.
g. Cara pembungkusan dan pengangkutan zat radioaktif harus sesuai
dengan ketentuan seperti yang tercantum dalam buku Ketentuan
Keselamatan untuk Pengangkutan zat radioaktif dari instansi yang
berwenang.
C. Pemakaian Sumber Terbuka.
Dalam menggunakan sumber terbuka, disamping sifat kimia dan fisika dari
zat radioaktif yang harus sesuai dengan bahan yang akan dianalisa, umur
paro yang pendek juga mempengaruhi pemilihan zat radioaktif yang akan
digunakan. Sumber terbuka digunakan antara lain dalam teknik logging studi minyak dan gas bumi, tracer dengan Kripton-85, pasir bersenyawa
bertanda dan lain-lain. Disamping yang telah disebutkan dalam X.1, catatan
dan usaha minimum yang harus dilaksanakan adalah:
1. zat radioaktif dan alat yang mengandung zat radioaktif harus disimpan
di dalam ruangan atau kendaraan yang aman.
a. ruang dan kendaraan

yang digunakan untuk menyimpan zat

radioaktif tersebut diberi tanda (bahaya) radiasi.


b. tanda bahaya radiasi harus disingkirkan apabila tempat atau
kendaraan sudah tidak digunakan sebagai tempat penyimpanan.
c. akses (yang diperbolehkan masuk) hanya untuk orang yang diberi
wewenang oleh Pemegang Izin.
d. laju dosis radiasi di luar tempat tersebut tidak boleh lebih besar dari
25 Sv/ jam.

46

2. Alat-alat yang mengandung zat radioaktif harus diberi tanda/ label


bahaya radiasi dengan mencantumkan sifat dan aktivitas zat radioaktif
tersebut serta nama dan alamat Petugas Proteksi Radiasi (PPR).
3. mempunyai catatan inventori serta lokasi dari semua zat radioaktif.
4. apabila akan disingkirkan zat radioaktif yang sudah tidak digunakan
lagi:
a. dikembalikan kenegara asalnya.
b. dikirimkan ke Pusat Pengembangan Pengolahan Limbah Radioaktif
(P2PLR)-Batan. setelah terlebih dahulu merundingkan mengenal
hal tersebut dengan Pemasok. Importir atau P2PLR.
c. cara penanganan sumber radioaktif lainnya harus sesuai dengan
yang

tertera

dalam

buku

Ketentuan

Keselamatan

Pengolahan Limbah Radioaktif oleh pemakai

untuk

(SK Kepala

Bapeten).
5. Cara pembungkusan dan pengangkutan zat radioaktif harus sesuai
dengan ketentuan seperti yang tercantum dalam buku ketentuan
keselamatan untuk pengangkutan zat radioaktif (SK Kepala Bapeten).
6. Hanya orang-orang yang telah memperoleh latihan untuk bekerja
dengan zat radioaktif dan yang telah diberitahun tentang bahaya yang
dapat ditimbulkannya, yang boleh menangani zat radioaktif.
7. Sebelum dekomisioning/ penutupan suatu lokasi dimana zat radioaktif
digunakan/
kontaminasi.

disimpan

perlu

terlebih

dahulu

dilakukan

survai

Tindakan yang memadai harus dilakukan

untuk

meyakinkan bahwa:
a. tingkat kontaminasi zat radioaktif pemancar alfa yang tidak lekat,
tidak boleh lebih besar dari 0,05 Bq/ cm2 dirata-ratakan dari luas
daerah yang tidak lebih besar dari 100 m2.
b.

tingkat kontaminasi zat radioaktif pemancar beta yang tidak lekat,


tidak boleh lebih besar dari 0,5 Bq/ cm2 dirata-ratakan dari luas
daerah yang tidak lebih besar dari 100 cm2.

c. laju dosis dari kontaminasi lekat tidak lebih besar dari 0,5 Sv/ jam
pada jarak 0,5 meter dari permukaan.
8. Alat-alat yang digunakan harus dianggap terkontaminasi sampai
pemeriksaan kontaminasi dilakukan.
47

a. tingkat kontaminasi tidak boleh lebih besar dari 0,5 Bq/ cm2 dirataratakan dari seluas 100 cm2.
b. laju dosis yang berasal dari kontaminasi lekat tidak boleh lebih
besar dari 2,5 uSv/ jam pada jarak 10 cm dari permukaan.
9. laporan tertulis harus dikirimkan ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir
dalam jangka waktu 60 hari setelah operasi: *

studi

sumur

minyak dan gas, yang menggunakan zat radioaktif beraktivitas lebih


besar dari 2 GBq (54 mCi). Laporan harus mencakup:
a. tanggal dan lokasi pekerjaan,
b. jumlah dan bentuk kimia zat radioaktif yang digunakan,
c. pemberi pekerjaan,
d. nama pekerja radiasi yang terlibat dan dosis radiasinya
e. kecelakaan/ kejadian di luar kebiasaan yang terjadi
f. cara penanganan z.r.a yang tidak digunakan.
g. untuk tracer; yang tersebut diatas ditambah dengan

aktivitas

spesifik dari bahan yang masuk dan keluar sistem, serta perlakuan
terhadap bahan yang telagh diberi tanda dengan senyawa radioaktif.

48

Tabel 7 :

Tabel lempeng yang meneruskan (mentrasmisikan) separo

(HVL) dan sepersepuluh (TVL) intensitas radiasi yang melalui


lempeng tersebut. Harga dalam tabel diperoleh dari hasil pendekatan
atenuasi tinggi dalam bahan terhadap berkas sinar besar, untuk
atenuasi rendah harga menjadi jauh lebih kecil dari semestinya
(NCRP 49)
BAHAN LEMPENG

Kvp
50
70
100
125
150
200
250
300
400
500
1000
2000
3000
4000
6000
8000
10000
Cesium-137
Cobalt-60
Radium

Pb (mm)
HVT
0.06
0.17
0.27
0.28
0.30
0.51
0.88
1.47
2.5
3.6
7.9
12.5
14.5
16
16.9
16.9
19.6
6.5
12
16.6

TVT
0.17
0.52
0.88
0.93
0.99
1.7
2.9
4.8
8.3
11.9
26
42
48.5
53
56
56
55
21.6
40
55

Beton (cm)
HVT
0.43
0.84
1.6
2.0
2.24
2.5
2.8
3.1
3.3
3.6
4.4
6.4
7.4
8.8
10.4
11.4
11.9
4.8
6.2
6.9

TVT
1.5
2.8
5.3
6.6
7.4
8.4
9.4
10.4
10.9
11.7
14.7
21
24.5
29.2
34.5
37.8
39.6
15.7
20.6
23.4

Besi (cm)
HVT

TVT

2.7
3.0
3.1
3.2
1.6
2.1
2.2

9.1
9.9
10.3
10.5
5.3
6.9
7.4

49

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi, BATAN, 1989

2.

Introduction to Health Physic, Herman Cember, edisi tahun 1983

3.

How Safe is Safe, Dr. Barrie Lambert, edisi tahun 1990

4.

An Introduction to Radiation Protection , Martin and Harbison, 3rd


edition 1986.

5.

The Management of Radioactive Waste, a Report by an International


Group of Experts, The Uranium Institute, August 1991.

6.

Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan


Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion

50

Vous aimerez peut-être aussi