Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Februari 2015
Nama
: Nur Faridah
No. Stambuk
: N 111 014 45
Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan abnormalitas pada
struktur maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir. Kelainan ini terjadi
karena gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
pertumbuhan janin.1
Penyakit jantung bawaan asianotik dapat dibagi lagi menjadi beberapa
bagian berdasarkan beban fisiologis yang diberikannya kepada jantung. Salah
satunya yaitu lesi shunt dari kiri ke kanan. Penyakit jantung bawaan yang
termasuk ke dalamnya adalah Atrial Septal Defect, Ventricular Septal Defect, dan
Patent Ductus Arteriosus.1
Defek septum atrium (DSA) merupakan bentuk penyakit jantung bawaan
yang juga sering ditemukan dengan insidens sekitar 7% dari seluruh penyakit
jantung bawaan. DSA terjadi akibat sesuatu hal yang mempengaruhi pembentukan
sekat atrium jantung yang terjadi dalam rentang waktu 8 minggu kehamilan.
Terdapat tiga jenis DSA, yaitu : DSA sekundum (50-70%), DSA primum (30%)
dan DSA tipe sinus venosus (10%). DSA sekundum merupakan tipe DSA yang
paling sering ditemukan dan dapat ditangani dengan transkateter.2
Beberapa gejala yang mungkin timbul adalah anak mudah lelah, lemas,
berkeringat, pernapasan menjadi cepat, napas pendek-pendek, pertumbuhannya
akan terganggu. Gejala ini dapat menyerupai gangguan medis lain atau masalah
jantung lainnya sehingga sering tidak terdiagnosis.
Tatalaksana DSA berupa terapi medikamentonsa, penutupan tanpa bedah
dan penutupan dengan pembedahan. Tetapi, untuk tatalaksana pilihan terkini
2
untuk DSA yang secara luas sudah diterima di hampir seluruh negara adalah
penutupan DSA transkateter menggunakan Amplatzer septal occluder (ASO)
dengan angka mortalitas kurang dari 1%.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Defek septum atrial (ASD) adalah suatu kelainan jantung kongenital, di
mana terdapat lubang pada dinding jantung (septum) yang memisahkan atrium
kiri dan atrium kanan.3
3-5
kali
dari
darah
yang
melalui
aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alatalat tersebut naik., dengan adanya
kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga
adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan
tekanan ini, timbul suatu bising sistolik (jadi bising sistolik pada ASD
merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal). Pada valvula
trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis
relatif
katup
trikuspidalis
sehingga
terdengar
bising
diastolik.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,
maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmonalis dan
akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi
kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan
ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal,
sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke
atrium kiri dan atrium kanan pada waktu sistol. Keadaan ini tidak pernah
terjadi pada ASD II. Arah pirau (shunt) pun bisa berubah menjadi dari kanan
kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang
rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.2
E. Klasifikasi
Defek septum atrium terdiri dari DSA primum, sekundum, tipe sinus
venosus, dan tipe sinus koronarius. Defek septum atrium merupakan bentuk
PJB terbanyak kedua setelah defek septum ventrikel dengan prevalensi sekitar
7-10%, dan 80% di antaranya merupakan DSA sekundum.2
1. Defek septum atrium primum
Pada DSA primum terdapat defek pada bagian bawah septum atrium,
yaitu pada septum atrium primum. Selain itu, pada DSA primum sering
pula terdapat celah pada daun katup mitral. Kedua keadaan tersebut
menyebabkan pirau dari atrium kiri ke kanan dan arus sistolik dari
ventrikel kiri ke atrium kiri melalui celah pada katup mitral (regurgitasi
mitral).2
Gambaran klinis
Pasien dengan defek septum primum biasanya mempunyai berat
badan yang kurang dibanding dengan anak sebayanya, dan memiliki resiko
prekordium
menonjol
akibat
pembesaran
ventrikel
kanan.
Pada
F. Gejala klinik
Sebagian besar anak yang mengalami DSA tidak menimbulkan gejala
klinis dan tampak sehat. Pada umumnya gejala baru timbul pada usia dekade 2
dan 3 dimana sudah terjadi peningkatan tekanan vaskular paru sehingga PJB
jenis ini kadang baru terdiagnosa pada usia dewasa. Namun, jika DSA-nya
cukup besar, sebagian besar darah akan masuk ke jantung bagian kanan, lalu
ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan kemudian ke paru sehingga terjadi gagal
jantung kanan.2
Penderita yang tidak memiliki kelainan jantung lainnya, atau hanya
memiliki defek septum atrium yang kecil (kurang dari 5 mm) bisa tidak
memiliki gejala, atau gejala bisa tidak muncul hingga usia pertengahan atau
sesudahnya. Gejala-gejala defek septum atrium bisa terjadi kapan saja dan
dapat berupa : 2
- Sering mengalami infeksi saluran napas
- Sesak nafas, saat beraktivitas
- Pembengkakan pada tungkai
- Kelelahan
- Jantung berdebar-debar
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Sebagian besar anak yang mengalami DSA tidak menimbulkan
gejala klinis dan tampak sehat. Pada umumnya gejala baru timbul pada
usia dekade 2 dan 3 dimana sudah terjadi peningkatan tekanan vaskular
paru sehingga PJB jenis ini kadang baru terdiagnosa pada usia dewasa.
10
Namun, jika DSA-nya cukup besar, sebagian besar darah akan masuk ke
jantung bagian kanan, lalu ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan
kemudian ke paru sehingga terjadi gagal jantung kanan. Beberapa gejala
yang mungkin timbul adalah: anak mudah lelah, lemas, berkeringat,
pernapasan menjadi cepat, napas pendek-pendek, pertumbuhannya akan
terganggu. Gejala ini dapat menyerupai gangguan medis lain atau masalah
jantung lainnya sehingga sering tidak terdiagnosis.2
2. Pada pemeriksaan fisis didapatkan:
Anak tampak kurus, berat badan kurang dari persentil ke-10. Pada
auskultasi, bunyi jantung 2 (S2) terpisah lebar yang menetap pada saat
inspirasi maupun ekspirasi disertai bising ejeksi sistolik di daerah
pulmonal. Pada pirau dari kiri ke kanan besar dapat terdengar bising middiastolik pada tepi kiri sternum bagian bawah.2
3. Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiografi : deviasi sumbu QRS ke kanan (+ 90 sampai
180), hipertrofi ventrikel kanan, blok cabang berkas kanan
11
MEDIKAMENTOSA
- Pada DSA yang disertai gagal jantung, diberikan digitalis atau inotropik
-
protesis.6
Sampai 5 tahun yang lalu, semua DSA hanya dapat ditangani dengan operasi/
bedah jantung terbuka. Operasi penutupan DSA, baik dengan jahitan langsung
ataupun tidak langsung menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun,
pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul
12
Pada DSA dengan aliran pirau kecil, penutupan defek dengan atau tanpa
pembedahan dapat ditunda 5-8 tahun bila tidak terjadi penutupan secara
spontan.6
13
14
patch di pinggir (rim) DSA. Lamanya bergantung pada bahan patch yang dapat
terserap. Patch dikaitkan ke jahitan yang dapat diangkat yang difiksasi di daerah
paha. Tingkat stabilitas patch dapat dilihat melalui pemeriksaan transesophageal
echocardiogram; jika stabil, jahitan dapat dilepas. Jika tidak stabil, patch dapat
dilepaskan kembali dan diganti dengan patch lain dan difiksasi dalam waktu yang
lebih lama. Teknik ini belum dicoba pada banyak pasien dan belum dipakai di
Amerika Serikat.2
Secara anatomi, DSA primum dan DSA tipe sinus venosus dengan anomali
drainase vena pulmonalis tidak cocok untuk penutupan dengan transkateter.
Untungnya, sebagian besar DSA sekundum dapat ditutup dengan Amplatzer
septal occluder (ASO). DSA yang paling ideal untuk dilakukan penutupan dengan
transkateter menggunakan ASO adalah bila diameter lubangnya kurang dari 20
mm dan memiliki batas yang tegas terhadap katup mitral, dasar aorta dan
orifisium vena cava serta sinus koronarius agar mampu menunjang pinggang
atrium.2
1. Prosedur Penutupan DSA Transkateter
15
Penutupan DSA transkateter pada anak dan orang dewasa dilakukan dengan
anestesia umum menggunakan transesophageal echocardiography (TEE)
intraprosedural sebagai penuntun di laboratorium kateterisasi. Sebagai
alternatif TEE adalah penggunaan intracardiac echocardiography yang
memiliki keuntungan tidak memerlukan anestesia umum selain memberikan
gambaran lebih superior dan terutama daerah infero-posterior. Namun
demikian, karena pemakaian probe intrakardiak bersifat disposable, biayanya
menjadi lebih mahal. Pendekatan yang dilakukan selalu melalui vena femoralis
dan jarang sekali ditemukan kesulitan dalam melewati DSA dengan berbagai
tipe kateter. Prosedur angiografi atrium kiri tidak rutin dilakukan karena
berdasarkan pengalaman hanya menambahkan sedikit gambaran detail anatomi
yang diberikan oleh TEE intraprosedural.2
Peran transesophageal echocardiography (TEE)
TEE merupakan pemeriksaan yang penting dan dengan pemeriksaan ini
memungkinkan dilakukan penilaian yang menyeluruh dan akurat pada
morfologi
DSA tanpa
mengganggu
sterilitas
lapangan
operasi
atau
16
karena dilakukan melalui defek yang lebih kecil. Jadi jika terdapat fenestrasi,
masuknya guide wire, balon pengukur serta delivery sheet harus dilakukan
melalui defek mayor. Setelah alat dimasukkan, pemeriksaan TEE digunakan
untuk menilai posisi alat, hubungannya dengan daerah sekitar dan stabilitasnya.
Sisa pirau (residual shunts) juga paling baik diperlihatkan melalui TEE. Sisa
pirau yang terjadi setelah penutupan harus diperiksa dengan colour Doppler
echocardiograhy dan berikut ini adalah pengklasifikasiannya :2
trivial : diameter kurang dari 1 mm
kecil : diameter 1-2 mm
sedang : diameter 3-4 mm
besar : diameter lebih dari 4 mm.
Agar alat yang dimasukkan dapat optimal, secara rutin pemasukan alat
dilakukan dibawah anestesia umum dengan penuntun transesophageal
echocardiography. Penilaian menyeluruh mengenai defek, tepi sekitar dan
struktur jantung yang tersisa dilakukan sebelum kateter dimasukkan.
Kateterisasi jantung kiri dan kanan secara rutin dilakukan dan kemudian
dilakukan penilaian derajat aliran pirau kiri ke kanan. Heparin diberikan secara
rutin kepada semua pasien. Angiografi dilakukan pada vena pulmonal kanan
atas pada posisi hepatoklavikular untuk menilai letak dan ukuran defek.
Pengukuran defek dengan balon untuk memperoleh diameter DSA saat
teregang dilakukan dengan menggunakan balon pengukur yang ditiup sampai
terlihat pinggang dan tidak terlihat pirau lagi pada TEE. Ukuran ASO yang
dipilih adalah hasil pengukuran diameter defek saat teregang ditambah 2 4
17
polyester
yang
dapat
merangsang
trombosis
sehingga
18
19
20
I. Komplikasi
Sebuah defek septum atrium kecil mungkin tidak pernah menimbulkan masalah.
Defek septum atrium sering pada masa bayi. Defek yang lebih besar dapat
menyebabkan ringan sampai masalah yang mengancam jiwa, termasuk: 4
21
J. Prognosis
Pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun
menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua usia
saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin menurun, berkaitan
dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada
pembuluh darah paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan
masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan
trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman
bagi penderita maupun keluarganya.5
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Defek
Septum
Atrium
(ASD).
Available
at
http://www.medicastrom.com.2015.
2. Departemen Kesehatan Indonesia. Penatalaksanaan Penyakit Jantung
Bawaan Tanpa Bedah. DEPKES.2007
3. Ikatan Dokter Indonesia. Kardiologi. IDAI.Jakarta.2005
4. Brooks S. Edwards, MD. Penyakit dan Kondisi Defek septum atrium (ASD).
From
web
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/atrial-septal-
Defect
(ASD).
From
web
23