Vous êtes sur la page 1sur 23

REFARAT

Februari 2015

DEFEK SEPTUM ATRIUM

Nama

: Nur Faridah

No. Stambuk

: N 111 014 45

Pembimbing

: dr.Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan abnormalitas pada
struktur maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir. Kelainan ini terjadi
karena gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
pertumbuhan janin.1
Penyakit jantung bawaan asianotik dapat dibagi lagi menjadi beberapa
bagian berdasarkan beban fisiologis yang diberikannya kepada jantung. Salah
satunya yaitu lesi shunt dari kiri ke kanan. Penyakit jantung bawaan yang
termasuk ke dalamnya adalah Atrial Septal Defect, Ventricular Septal Defect, dan
Patent Ductus Arteriosus.1
Defek septum atrium (DSA) merupakan bentuk penyakit jantung bawaan
yang juga sering ditemukan dengan insidens sekitar 7% dari seluruh penyakit
jantung bawaan. DSA terjadi akibat sesuatu hal yang mempengaruhi pembentukan
sekat atrium jantung yang terjadi dalam rentang waktu 8 minggu kehamilan.
Terdapat tiga jenis DSA, yaitu : DSA sekundum (50-70%), DSA primum (30%)
dan DSA tipe sinus venosus (10%). DSA sekundum merupakan tipe DSA yang
paling sering ditemukan dan dapat ditangani dengan transkateter.2
Beberapa gejala yang mungkin timbul adalah anak mudah lelah, lemas,
berkeringat, pernapasan menjadi cepat, napas pendek-pendek, pertumbuhannya
akan terganggu. Gejala ini dapat menyerupai gangguan medis lain atau masalah
jantung lainnya sehingga sering tidak terdiagnosis.
Tatalaksana DSA berupa terapi medikamentonsa, penutupan tanpa bedah
dan penutupan dengan pembedahan. Tetapi, untuk tatalaksana pilihan terkini
2

untuk DSA yang secara luas sudah diterima di hampir seluruh negara adalah
penutupan DSA transkateter menggunakan Amplatzer septal occluder (ASO)
dengan angka mortalitas kurang dari 1%.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Defek septum atrial (ASD) adalah suatu kelainan jantung kongenital, di
mana terdapat lubang pada dinding jantung (septum) yang memisahkan atrium
kiri dan atrium kanan.3

Defek septum atrium (DSA) umumnya ringan karena tidak mengakibatkan


pirau kiri ke kanan yang bermakna yang merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit vaskular paru (pulmonary vascular disease). DSA yang signifikan
dapat mengakibatkan volume overload pada jantung kanan sehingga terjadi
gagal jantung kanan. Pada usia dewasa, DSA besar merupakan faktor
predisposisi terjadinya gagal jantung dan aritmia. Selain itu pasien dengan
DSA juga memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami emboli dan trombosis
vena dalam. Karena alasan-alasan tersebut DSA umumnya ditutup saat masa
kanak-kanak, idealnya sebelum usia sekolah. Selain itu, seiring pertumbuhan,
ukuran DSA cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan massa tubuh.
Oleh karena itu, DSA pada orang dewasa lebih besar daripada DSA pada anak
kecil, tetapi batas defek terkait dengan struktur lain seperti vena pulmonal dan
katup mitral yang juga menjadi lebih besar. Meskipun beberapa ahli

menyarankan penutupan DSA dilakukan sesegera mungkin dengan alasan


bahwa beban jantung kanan akan meningkat seiring dengan pertambahan usia,
lebih disarankan jika memungkinkan untuk menunggu hingga anak sedikitnya
berusia 5 tahun atau memiliki berat badan lebih dari 20 kg.2
B. Epidemiologi
Berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakit
jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Di
Amerika Serikat, insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8-10 dari 1000
kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai kondisi
kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan
pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di Indonesia, dengan
populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan
terdapat sekitar 30.000 penderita PJB. Terdapat tiga jenis DSA, yaitu : DSA
sekundum (50-70%), DSA primum (30%) dan DSA tipe sinus venosus (10%).2
Prevalensi defek septum atrium pada remaja lebih tinggi dibanding pada
masa bayi dan anak, oleh karena sebagian besar pasien asimtomatik sehingga
diagnosis baru ditegakan setelah anak besar.3
C. Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.1
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme

c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.


e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
D. Patomekanisme
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat
dipastikan banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi terotogen yang tidak
diketahui dalam trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan
jantung janin. Pertama kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler
terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal untuk status
yang harus menutup dalam beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek
sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan
kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada
atrium kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah menyebabkan penambahan
beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium
kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis
dapat

3-5

kali

dari

darah

yang

melalui

aorta.

Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alatalat tersebut naik., dengan adanya
kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga
adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan

tekanan ini, timbul suatu bising sistolik (jadi bising sistolik pada ASD
merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal). Pada valvula
trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis
relatif

katup

trikuspidalis

sehingga

terdengar

bising

diastolik.

Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,
maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmonalis dan
akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi
kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan
ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal,
sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke
atrium kiri dan atrium kanan pada waktu sistol. Keadaan ini tidak pernah
terjadi pada ASD II. Arah pirau (shunt) pun bisa berubah menjadi dari kanan
kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang
rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.2
E. Klasifikasi
Defek septum atrium terdiri dari DSA primum, sekundum, tipe sinus
venosus, dan tipe sinus koronarius. Defek septum atrium merupakan bentuk
PJB terbanyak kedua setelah defek septum ventrikel dengan prevalensi sekitar
7-10%, dan 80% di antaranya merupakan DSA sekundum.2
1. Defek septum atrium primum
Pada DSA primum terdapat defek pada bagian bawah septum atrium,
yaitu pada septum atrium primum. Selain itu, pada DSA primum sering
pula terdapat celah pada daun katup mitral. Kedua keadaan tersebut
menyebabkan pirau dari atrium kiri ke kanan dan arus sistolik dari

ventrikel kiri ke atrium kiri melalui celah pada katup mitral (regurgitasi
mitral).2

Gambaran klinis
Pasien dengan defek septum primum biasanya mempunyai berat
badan yang kurang dibanding dengan anak sebayanya, dan memiliki resiko
prekordium

menonjol

akibat

pembesaran

ventrikel

kanan.

Pada

pemeriksaan fisis biasanya jantung membesar dengan peningkatan


aktivitas ventrikel kiri maupun kanan. Pada auskultasi terdengar bunyi
jantung I normal atau mengeras, dan bunyi jantung II split lebar dan
menetap. Di daerah pulmonal terdengar bising ejeksi sistolik akibat
stenosis pulmonal relatif. Sering terdengar bising pansistolik apikal akibat
adanya regusitasi mitral. Bising ini seringkali tidak terdengar jelas
meskipun terdapat regugitasi mitral yang bermakna.3
Foto toraks
Tampak pembesaran ventrikel kanan (foto lateral) dengan atau tanpa
pembesaran atrium kanan. Pada foto AP tampak konus pulmo menonjol.
Terdapat peningkatan vaskularisasi paru baik di hilus maupun daerah
8

perifer. Umumnya kardioemegali lebih sering terjadi pada defek septum


primum dibanding pada defek sekundum.2
2. Defek septum atrium sinus venosus
Pada tipe sinus venosus defek septum terletak di dekat muara vena
kava superior atau inferior dan sering disertai dengan anomali parsial
drainase vena pulmonalis, yaitu sebagian vena pulmonalis kanan bermuara
ke dalam atrium kanan. Pada tipe sinus koronarius defek septum terletak di
muara sinus koronarius. Pirau pada DSA sinus koronarius terjadi dari
atrium kiri ke sinus koronarius, baru kemudian ke atrium kanan. Pada
kelainan ini dapat ditemukan sinus koronarius yang membesar.2

3. Defek septum atrium sekundum


Pada DSA sekundum terdapat lubang patologis pada fosa ovalis.
Defek septum atrium sekundum dapat tunggal atau multipel (fenestrated
atrial septum). Defek yang lebar dapat meluas ke inferior sampai pada
vena kava inferior dan ostium sinus koronarius, ataupun dapat meluas ke
superior sampai pada vena kava superior.2

F. Gejala klinik
Sebagian besar anak yang mengalami DSA tidak menimbulkan gejala
klinis dan tampak sehat. Pada umumnya gejala baru timbul pada usia dekade 2
dan 3 dimana sudah terjadi peningkatan tekanan vaskular paru sehingga PJB
jenis ini kadang baru terdiagnosa pada usia dewasa. Namun, jika DSA-nya
cukup besar, sebagian besar darah akan masuk ke jantung bagian kanan, lalu
ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan kemudian ke paru sehingga terjadi gagal
jantung kanan.2
Penderita yang tidak memiliki kelainan jantung lainnya, atau hanya
memiliki defek septum atrium yang kecil (kurang dari 5 mm) bisa tidak
memiliki gejala, atau gejala bisa tidak muncul hingga usia pertengahan atau
sesudahnya. Gejala-gejala defek septum atrium bisa terjadi kapan saja dan
dapat berupa : 2
- Sering mengalami infeksi saluran napas
- Sesak nafas, saat beraktivitas
- Pembengkakan pada tungkai
- Kelelahan
- Jantung berdebar-debar
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Sebagian besar anak yang mengalami DSA tidak menimbulkan
gejala klinis dan tampak sehat. Pada umumnya gejala baru timbul pada
usia dekade 2 dan 3 dimana sudah terjadi peningkatan tekanan vaskular
paru sehingga PJB jenis ini kadang baru terdiagnosa pada usia dewasa.

10

Namun, jika DSA-nya cukup besar, sebagian besar darah akan masuk ke
jantung bagian kanan, lalu ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan
kemudian ke paru sehingga terjadi gagal jantung kanan. Beberapa gejala
yang mungkin timbul adalah: anak mudah lelah, lemas, berkeringat,
pernapasan menjadi cepat, napas pendek-pendek, pertumbuhannya akan
terganggu. Gejala ini dapat menyerupai gangguan medis lain atau masalah
jantung lainnya sehingga sering tidak terdiagnosis.2
2. Pada pemeriksaan fisis didapatkan:
Anak tampak kurus, berat badan kurang dari persentil ke-10. Pada
auskultasi, bunyi jantung 2 (S2) terpisah lebar yang menetap pada saat
inspirasi maupun ekspirasi disertai bising ejeksi sistolik di daerah
pulmonal. Pada pirau dari kiri ke kanan besar dapat terdengar bising middiastolik pada tepi kiri sternum bagian bawah.2
3. Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiografi : deviasi sumbu QRS ke kanan (+ 90 sampai
180), hipertrofi ventrikel kanan, blok cabang berkas kanan

(RBBB) dengan pola rsR pada V1.2


Foto Rontgen toraks: kardiomegali dengan pembesaran atrium
kanan dan ventrikel kanan. Arteri pulmonalis tampak menonjol
disertai tanda peningkatan vaskular paru.2

11

Ekokardiografi dapat menentukan lokasi dan besarnya defek,


dimensi atrium kanan, ventrikel kanan dan dilatasi arteri

pulmonalis. Dengan Doppler berwarna dapat dilihat aliran/pirau.2


H. Penatalaksanaan

MEDIKAMENTOSA
- Pada DSA yang disertai gagal jantung, diberikan digitalis atau inotropik
-

yang sesuai dan diuretik.


Profilaksis terhadap endokarditis bakterial tidak terindikasi untuk DSA,
kecuali pada 6 bulan pertama setelah koreksi dengan pemasangan alat

protesis.6
Sampai 5 tahun yang lalu, semua DSA hanya dapat ditangani dengan operasi/
bedah jantung terbuka. Operasi penutupan DSA, baik dengan jahitan langsung
ataupun tidak langsung menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun,
pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul

12

ditemukannya mesin pintasan jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun


sebelumnya. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat
(tidak terlambat) memberikan hasil yang baik, dengan risiko minimal (angka
kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan
survival (ketahanan hidup) pasca-operasi mencapai 98% dalam pemantauan 27
tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia
kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka angka ketahanan
hidupnya akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi
seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Namun demikian,
tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit
yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta
relatif kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para
ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan DSA dengan tindakan
intervensi non- bedah (tanpa operasi), dalam hal ini, alat yang pernah diteliti
antara lain Straflex device, Helex device dan yang terakhir Amplatzer septal
occluder. 2
TERAPI BEDAH
Dilakukan apabila bentuk anatomis DSA tidak memungkinkan untuk
dilakukan pemasangan alat
-

Pada DSA dengan aliran pirau kecil, penutupan defek dengan atau tanpa
pembedahan dapat ditunda 5-8 tahun bila tidak terjadi penutupan secara
spontan.6

13

Pada bayi dengan aliran pirau besar, pembedahan/intervensi dilakukan


segera bila gagal jantung kongestif tidak memberi respons memadai

dengan terapi medikamentosa.6


Tindakan intervensi penutupan defek dilakukan bila hipertensi pulmonal
belum terjadi. Bila terjadi hipertensi pulmonal dengan pirau balik dari
kanan ke kiri hanya diberikan terapi konservatif.6

Operasi jantung terbuka umumnya dilakukan untuk memperbaiki primum


atau sinus venosus ASD. Selama operasi, pada jantung dibuat sayatan (cut) di
dada untuk mencapai ASD. Kemudian lakukan perbaikan pada defek dengan
patch khusus yang menutupi lubang. Anak ditempatkan pada mesin bypass
jantung-paru sehingga jantung dapat dibuka untuk melakukan operasi. 5
Komplikasi yang jarang terjadi adalah perdarahan dan infeksi. Beberapa anak
dapat mengalami perikarditis yang dapat diatasi dengan obat-obatan. Hal ini
menyebabkan cairan untuk mengumpulkan sekitar jantung dalam minggu-minggu
setelah operasi Prognosis pada pembedahan sangat baik, rata-rata anak boleh
pulang setelah 3-4 hari.5
TERAPI NON BEDAH

Pada tahun 1999 Sideris et al., menjabarkan berbagai modalitas untuk


menutup DSA tanpa memakai kawat ataupun jahitan. Balon yang sudah
dimodifikasi digunakan untuk memasukkan bahan patch yang dapat menyerap
melewati DSA. Balon kemudian mengembang untuk mempertahankan patch
dalam posisi melewati DSA selama beberapa waktu untuk memungkinkan fiksasi

14

patch di pinggir (rim) DSA. Lamanya bergantung pada bahan patch yang dapat
terserap. Patch dikaitkan ke jahitan yang dapat diangkat yang difiksasi di daerah
paha. Tingkat stabilitas patch dapat dilihat melalui pemeriksaan transesophageal
echocardiogram; jika stabil, jahitan dapat dilepas. Jika tidak stabil, patch dapat
dilepaskan kembali dan diganti dengan patch lain dan difiksasi dalam waktu yang
lebih lama. Teknik ini belum dicoba pada banyak pasien dan belum dipakai di
Amerika Serikat.2

Secara anatomi, DSA primum dan DSA tipe sinus venosus dengan anomali
drainase vena pulmonalis tidak cocok untuk penutupan dengan transkateter.
Untungnya, sebagian besar DSA sekundum dapat ditutup dengan Amplatzer
septal occluder (ASO). DSA yang paling ideal untuk dilakukan penutupan dengan
transkateter menggunakan ASO adalah bila diameter lubangnya kurang dari 20
mm dan memiliki batas yang tegas terhadap katup mitral, dasar aorta dan
orifisium vena cava serta sinus koronarius agar mampu menunjang pinggang
atrium.2
1. Prosedur Penutupan DSA Transkateter

15

Penutupan DSA transkateter pada anak dan orang dewasa dilakukan dengan
anestesia umum menggunakan transesophageal echocardiography (TEE)
intraprosedural sebagai penuntun di laboratorium kateterisasi. Sebagai
alternatif TEE adalah penggunaan intracardiac echocardiography yang
memiliki keuntungan tidak memerlukan anestesia umum selain memberikan
gambaran lebih superior dan terutama daerah infero-posterior. Namun
demikian, karena pemakaian probe intrakardiak bersifat disposable, biayanya
menjadi lebih mahal. Pendekatan yang dilakukan selalu melalui vena femoralis
dan jarang sekali ditemukan kesulitan dalam melewati DSA dengan berbagai
tipe kateter. Prosedur angiografi atrium kiri tidak rutin dilakukan karena
berdasarkan pengalaman hanya menambahkan sedikit gambaran detail anatomi
yang diberikan oleh TEE intraprosedural.2
Peran transesophageal echocardiography (TEE)
TEE merupakan pemeriksaan yang penting dan dengan pemeriksaan ini
memungkinkan dilakukan penilaian yang menyeluruh dan akurat pada
morfologi

DSA tanpa

mengganggu

sterilitas

lapangan

operasi

atau

mengganggu fluoroskopi. Tepi septum dapat divisualisasi dengan jelas dan


jarak dari tepi defek ke vena pulmonal kanan, vena kava inferior dan superior,
sinus koronaria serta katup mitral dapat dengan mudah diukur. Variasi septum
atrium seperti fenestrasi dan aneurisma yang mungkin tidak terlihat dengan
pemeriksaan transthoracic echocardiography terutama pada pasien dewasa
dapat diidentifikasi dengan baik oleh TEE. Fenestrasi di septum atrium
menyulitkan prosedur jika pengukuran dilakukan secara kurang hati-hati

16

karena dilakukan melalui defek yang lebih kecil. Jadi jika terdapat fenestrasi,
masuknya guide wire, balon pengukur serta delivery sheet harus dilakukan
melalui defek mayor. Setelah alat dimasukkan, pemeriksaan TEE digunakan
untuk menilai posisi alat, hubungannya dengan daerah sekitar dan stabilitasnya.
Sisa pirau (residual shunts) juga paling baik diperlihatkan melalui TEE. Sisa
pirau yang terjadi setelah penutupan harus diperiksa dengan colour Doppler
echocardiograhy dan berikut ini adalah pengklasifikasiannya :2
trivial : diameter kurang dari 1 mm
kecil : diameter 1-2 mm
sedang : diameter 3-4 mm
besar : diameter lebih dari 4 mm.
Agar alat yang dimasukkan dapat optimal, secara rutin pemasukan alat
dilakukan dibawah anestesia umum dengan penuntun transesophageal
echocardiography. Penilaian menyeluruh mengenai defek, tepi sekitar dan
struktur jantung yang tersisa dilakukan sebelum kateter dimasukkan.
Kateterisasi jantung kiri dan kanan secara rutin dilakukan dan kemudian
dilakukan penilaian derajat aliran pirau kiri ke kanan. Heparin diberikan secara
rutin kepada semua pasien. Angiografi dilakukan pada vena pulmonal kanan
atas pada posisi hepatoklavikular untuk menilai letak dan ukuran defek.
Pengukuran defek dengan balon untuk memperoleh diameter DSA saat
teregang dilakukan dengan menggunakan balon pengukur yang ditiup sampai
terlihat pinggang dan tidak terlihat pirau lagi pada TEE. Ukuran ASO yang
dipilih adalah hasil pengukuran diameter defek saat teregang ditambah 2 4

17

mm. Diberikan terapi antibiotik profilaksis injeksi intravena amoksilin (50


mg/kgBB) menjelang penutupan serta 8 dan 16 jam setelah penutupan. Di
senter lain, semua pasien diberikan asam asetilsalisilat (ASA) 5mg/kg sebelum
prosedur dilakukan. Selain rekomendasi untuk terapi profilaksis endokarditis
infektif, diberikan ASA selama enam bulan setelah pemasangan alat.2
Hal lain yang juga penting adalah memilih ukuran ASO yang sesuai dengan
ukuran defek. Ukuran ASO yang terlalu besar menyebabkan penonjolan yang
hebat (mushrooming) pada diskus yang mengalami retensi ke dalam atrium.
Ukuran alat yang terlalu kecil dapat menyebabkan pintasan yang menetap atau
bahkan embolisasi.2
2.

Amplatzer septal occluder (ASO).


ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang
sendiri (self expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,0040,0075 inci yang teranyam kuat menjadi dua cakram dengan pinggang
penghubung 3-4 mm. Di dalamnya terdapat lapisan dakron terbuat dari
benang

polyester

yang

dapat

merangsang

trombosis

sehingga

lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.


Diameter pusat lempeng berkisar dari 4-40 mm dengan tebal 1-2 mm.
Lempeng atrium kanan dan kiri adalah 12-16 mm dan lebih besar 8-10 mm
dari pusat lempeng. Tergantung pada ASO yang akan digunakan, ASO
dimasukkan ke dalam delivery sheath yang berukuran 6-12 French dengan
menggunakan delivery cable yang terhubung ke pusat lempeng atrium
kanan ASO dengan sistem mur mikro. Tindakan pemasangan ASO telah

18

mendapat persetujuan dari American Food and Drug Administration (FDA)


pada bulan Desember 2001. Di Indonesia, tindakan ASO mulai dilakukan
pada tahun 2002. Di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita selama periode
September 2002 September 2008 telah dilakukan pemasangan ASO pada
177 pasien DSA, terdiri dari 46 pasien laki-laki dan 131 perempuan, usia
antara 2 59 tahun. Implantasi ASO berhasil dilakukan pada 154 (87%)
pasien. Komplikasi embolisasi terjadi pada 7 (6%) pasien, 3 di antaranya
berhasil dikeluarkan dengan kateter pengait sedangkan sisanya diambil saat
dilakukan operasi penutupan DSA. Tidak ditemukan kematian pada
prosedur ini.42 Di PJT RSCM sejak tahun 2002, telah dilakukan penutupan
DSA pada 76 kasus. Pasien terdiri dari 53 perempuan dan 23 laki-laki
dengan berat badan berkisar antara 8 sampai 75 kg, dengan rata-rata 20 kg.
Angka kematian juga dilaporkan nol. Tindakan ini juga sudah dilakukan di
RS Dr. Soetomo Surabaya.2

19

Intervensi non-bedah pada DSA menunjukkan hasil yang baik, angka


kesakitan peri-prosedural yang minimal, dapat mengurangi kejadian aritmia
atrium dan dapat digunakan pada DSA berdiameter sampai dengan 34 mm.
Keuntungan lain adalah risiko infeksi pasca-tindakan yang minimal dan masa
pemulihan-perawatan di rumah sakit yang lebih singkat, trauma bedah minimal
serta secara subyektif dirasakan lebih nyaman bagi penderita dan keluarga karena
tidak memerlukan tindakan bedah jantung terbuka.43 Kendala yang masih muncul
adalah besarnya biaya yang diperlukan karena harga alat ASO yang relatif mahal,
dan belum adanya jaminan pembiayaan kesehatan yang memadai di negara kita.
Vida VL, et.al melaporkan bahwa biaya pemasangan ASO di negara berkembang
masih lebih tinggi dibandingkan dengan biaya penutupan DSA dengan tindakan
bedah konvensional.2
Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :2
1. DSA sekundum
2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm
3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban
volume pada ventrikel kanan
4. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan

20

5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan


intervensi bedah
6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri
7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery
Resistance Index = PARI) kurang dari 7 - 8 Wood Unit
8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.

I. Komplikasi
Sebuah defek septum atrium kecil mungkin tidak pernah menimbulkan masalah.
Defek septum atrium sering pada masa bayi. Defek yang lebih besar dapat
menyebabkan ringan sampai masalah yang mengancam jiwa, termasuk: 4

Gagal jantung sisi kanan

Kelainan irama jantung (aritmia)

Peningkatan risiko stroke

Komplikasi serius mungkin termasuk:

Hipertensi pulmonal. Jika defek septum atrium besar berjalan tidak


diobati, peningkatan aliran darah ke paru-paru akan meningkatkan tekanan
darah di arteri paru-paru (hipertensi pulmonal). 4

21

Sindrom Eisenmenger. Dalam kasus yang jarang terjadi, hipertensi


pulmonal dapat menyebabkan kerusakan paru-paru permanen. Komplikasi
ini, yang disebut sindrom Eisenmenger, biasanya berkembang selama
bertahun-tahun dan hanya terjadi pada sebagian kecil orang dengan cacat
septum atrium besar.4

J. Prognosis
Pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun
menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua usia
saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin menurun, berkaitan
dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada
pembuluh darah paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan
masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan
trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman
bagi penderita maupun keluarganya.5

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Defek

Septum

Atrium

(ASD).

Available

at

http://www.medicastrom.com.2015.
2. Departemen Kesehatan Indonesia. Penatalaksanaan Penyakit Jantung
Bawaan Tanpa Bedah. DEPKES.2007
3. Ikatan Dokter Indonesia. Kardiologi. IDAI.Jakarta.2005
4. Brooks S. Edwards, MD. Penyakit dan Kondisi Defek septum atrium (ASD).
From

web

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/atrial-septal-

defect/basics/definition/con-20027034. Akses tanggal 1 Januari 2015.


5. Gordon A. Cohen, M.D., Ph.D., M.B.A., Tara Karamlou, M.D., M.Sc. Atrial
Septal

Defect

(ASD).

From

web

http://www.pediatricct.surgery.ucsf.edu/conditions--procedures/atrial-septaldefect.aspx. Akses tanggal 1 Januari 2015.


6. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009.

23

Vous aimerez peut-être aussi