Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Kelompok 1 PSIK Reguler 1
Siti Rodliyah
135070200111001
Lala Aisyana
135070200111003
135070200111005
Cici Sutaningdiah
135070201111015
135070201111017
135070201111019
A Zahilar B
Hadiyan Raditiya
PEMBAHASAN
Topik:
Fundamental
Phatophysiology
DIC
(Disseminated
Intravascular
Coagulation)
1. Definisi
Disseminated
Intravascular
Coagulation
(DIC)
adalah
kelainan
mikrotrombus
Diatesis perdarahan yang terjadi karena aktivasi mekanisme
fibrinolitik dan deplesi unsur-unsur yang diperlukan bagi homostatis.
(Mitchell, 2006)
Pada DIC terjadi pembentukan bekuan darah yang sangat banyak dan
dapat terjadi perdarahan di seluruh tubuh yang kemudian bisa menyebabkan
terjadinya syok, kegagalan organ, dan kematian (Mitchell, 2006).
2. Etiologi
DIC disebabkan oleh gangguan pada fungsi pembekuan darah. DIC
diawali dengan terbentuknya bekuan darah yang banyak, yang biasanya
dipicu oleh berbagai faktor:
Infeksi bakteri, virus, atau jamur tertentu
Trauma berat, terutama akibat cedera pada otak, luka bakar, dan
atau prostat.
Komplikasi saat kehamilan atau persalinan, dimana jaringan rahim
ginjal.
Trombosis dan pra gangrenosa di jari, genetalia, dan hidung.
(Handayani,2008)
DIC biasanya ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan,
hepatomegali, mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi, nyeri
otot tulang sendi, nyeri abdomen, nyeri ulu hati, sakit kepala, pembengkakan
sekitar mata, epitaksis, hematemesis, melena, hematuria, limpadenopati,
pembesaran kelenjar getah bening, bisa terjadi rejatan (sianosis, kulit lembab
dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari 2 detik,
nadi cepat dan lemah) (Pradani, 2009).
Menurut Gwenllian (2002) Tanda dan gejala dari DIC meliputi
penurunan kesadaran, pingsan, agitasi, mati rasa atau timbul rasa geli, sakit
pada ekstremitas, berkurang atau bahkan tidak adanya pulsasi peripheral,
pucat, ekstremitas lembab, perubahan EKG, angina, hipotensi, sianosis,
takikardi, murmur jantung, disritmia, takipnue, dispnue, oligouria, adanya
darah atau protein pada urin, berkurang atau tidak adanya bising usus, nyeri
perut, burik pada kulit, memar, hematom, petechiae, purpura, keluarnya darah
dari bagian yang terluka, insisi, dan membran mukosa, muntah darah,
perdarahan hidung atau batuk darah (Pradani, 2009).
7. Pemeriksaan diagnostik
Gambaran hasil pemeriksaan laboratorium pada DIC sangat bervariasi dan
dapat dipengaruhi oleh penyakit yang mendasari. Pada pemeriksaan
laboratorium dasar, leukositosis sering ditemukan. Granulositopenia juga
dapat terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang untuk mengimbangi
kerusakan netrofil yang cepat. Trombositopenia sering ditemukan, yang dapat
disebabkan oleh:
1. Kerusakan trombosit yang meningkat
2. Perlengketan trombosit pada endotel mikrovaskular dan pembentukan
mikroagregat yang menyumbat kapiler
3. Produksi sumsum tulang yang kurang (Hewish, 2005)
Pemeriksaan hemostasis yang secara rutin dapat dilakukan adalah:
masa protrombin (prothrombin time/PT), masa tromboplastin parsial
teraktivasi
(activated
partial
thromboplastin
time/aPTT),
D-dimer,
membeku
Fibrinogen, merupakan suatu protein yang berperan dalam pembekuan
darah
Pemeriksaan hitung darah lengkap. Pemeriksaan ini tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosa DIC, tetapi dapat memberi informasi
akan terlihat rusak dan abnormal pada penderita DIC (Web MD, 2010).
8. Penatalaksanaan
Fokus utama dalam penatalaksanaan medis DIC adalah mengatasi
primer atau cidera yang mengawali koagulopati. Dengan mengatasi masalah
yang mendasari, DIC dapat dikendalikan sehingga koagulasi normal dapat
pulih kembali. Pengobatan terhadap infeksi, syok, asidosis, dan hipoksia
harus dijadikan prioritas. Terapi penggantian cairan dengan kristaloid sangat
penting dilakukan dalam tahap awal syok. Meskipun terapi penggantian
darah dengan darah lengkap, kriopesipitat, sel darah merah, plasma beku
segar, dan trombosit sering dilakukan ,tetapi hal ini tetap saja beresiko,
karena produk-produk ini dapat meningkatkan proses pembekuan. Terapi
heparin telah dianjurkan karena heparin mengandung proses koagulasi dan
melawan produksi thrombin . namun hal ini masih sangat kontroversial dan
dapat
meningkatkan
perdarahan.
Secara
keseluruhan,
tetapi
harus
disesuaikan edengan data klinis dan data laboratorium yang ada. Kemudian
pengobatan lain yang bersifat suportif dapat diberikan (Web MD, 2010)
ANTIKOAGULAN
Topik:
Fundamental Phatophysiology and Nursing Care DHF (Dengue Hemorhagic
Fever)
1. Definisi
Demam Berdarah Dengue adalah demam akut dengan ciri-ciri demam,
manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam berdarah mendadak 27 hari disertai dengan keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot
tulang atau sendi, mual dan muntah. (Sri Rezeki, 2004).
Menurut Ngastiyah (2005) demam dengue adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh virus arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes (Aedes albocpictus dan Aedes aegepti).
2. Etiologi
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-
dengue.
Strain virus/serotype virus yang menginfeksi
Virus dengue juga merupakan faktor penyebab resiko timbulnya demam
berdarah
dengue
namun
tidak
semua
virus
memiliki
potensi
menimbulkan wabah/KLB.
Usia
Meskipun demam berdarah dengue mampu dan terbukti menyerang
tubuh manusia dewasa namun lebih banyak kasus ditemukan pada pasien
anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun. Hal ini disebabkan karena
sistem kekebalan tubuh pada anak-anak masih kurang sehingga rentan
terhadap penyakit dan aktivitas anak-anak lebih banyak diluar rumah
pada siang hari sedangkan nyamuk aedes aegypti biasanya menggigit
5.
Patofisiologi
Pemeriksaan radiology
a. Foto thorax : Pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.
b. Pemeriksaan USG: Pada USG didapatkan hematomegali dan
splenomegali.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia,
kompres dingin.
Pemberian nutrisi yang cukup dengan bentuk lunak, rendah serat, dan
antibiotik,
seperti
Jenis tanaman pelihara yang dapat mengusir nyamuk antara lain: serai,
selasih, lavender, tembelekan, dan granium (Author, 2012).
10. Komplikasi
Syok, akibat kehilangan cairan yang berlebihan dan terjadinya perbesaran
plasma.
Asidosis metabolic, ini terjadi karena syok yang tidak diatasi secara
adekuat.
Oedem paru, terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan
(overload).
Gagal ginjal akut, terjadi sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi
dengan baik. Untuk mencegah ginjal maka setelah syok, diobati denag
Indikator
1.
2.
Hypertermia
3.
Dehidrasi
Indikator
1.
Turgor kulit
2.
3.
Kehausan
1: sangat membahayakan
2: bahaya berat
3: bahaya sedang
3: bahaya ringan
5: tidak bahaya
Intervensi:
a. Ukur intake output
Rasional : intake output seimbang menunjukkan keseimbangan cairan
tubuh.
b. Ukur TTV ( TD, Nadi, Suhu)
Rasional: suhu meningkat, tekanan darah cepat dan lemah menunjukkan
ketidak seimbangan cairan dalam tubuh
c. Anjurkan klien minum banyak 2000cc/24jam
Rasional: mengganti cairan yang hilang akibat penguapan cairan saat
mengalami peningkatan suhu tubuh.
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral.
Rasional : pemberian cairan parenteral dapat mengganti hilangnya cairan
tubuh.
e. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik dan kompres hangat
Rasional : antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh.
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan: setelah dilakuka tindakan keperawatan, perfusi jaringan perifer
kembali adekuat.
Kriteria hasil: TTV normal, turgor kulit elastis, membran mukosa lembab,
capillary refill <3 detik, warna kulit kemerahan, akral hangat, sianosi tidak
ada, nyeri tidak ada dan oedema tidak ada.
NOC: Tissue perfusion: peripheral
No
Indikator
Peripheral edema
Pallor / pucat
1: parah 2:berat
3:sedang
4:ringan
5:tidak ada
Intervensi:
a. Monitor TTV
Rasional: TTV abnormal mengindikasikan terjadinya perubahan perfusi
jaringan.
b. Kaji sirkulasi pada ekstermitas (suhu, kelembapan, warna)
Rasional: mengetahui secara dini adanya perubahan perfusi jaringan.
c. Observasi kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada ekstermitas.
Rasional: adanya kematian jaringan seperti dingin, nyeri, oedem,
menunjukkan terjadinya perubahan perfusi jaringan.
Indikator
Nutrient intake
Food intake
Fluid intake
Hydration
Indikator
Decrease hemoglobin
Decrease hematocrit
1: berat 2:banyak
3: sedang
4:ringan
5:tidak ada
Intervensi:
a. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda klinis.
Rasional: penurunan jumlah trombosit dapat menimbulkan tanda-tanda
klinis berupa perdarahan.
b. Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap (trombosit, Hb dan Ht).
Rasional: dengan jumlah trombosit yang dipantau setiap hari dapat
diketahui
tingkat
kebocoran
pembuluh
darah
dan kemungkinan
DAFTAR PUSTAKA
Author. 2012. Demam Berdarah: Penyebab, Gejala, dan Pencegahannya.
http://info-kesehatan.net/demam-berdarah-penyebab-gejala-danpencegahannya/ Diakses pada tanggal 22 September 2014, pukul 22.45
WIB.
Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Gwenllian. 2002. Disseminated Intravascular Coagulation. Diakses dari
http://www.everything2.com Pada tanggal 22 September 2014 Pukul 16.16
WIB.
Hadinegoro, Sri Rejeki. H, dkk. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Handayani, W. dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi jilid 1.
Jakarta: Salemba Medika.
Hewish, Paul. 2005. Disseminated Intravascular Coagulation. Diakses dari
http://www.patient.co.uk Pada tanggal 20 September 2014 Pukul 21.55 WIB
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
kebidanan. Jakarta: Slaemba Medika.
Kemenkes. 2013. http://www.rsstroke.com/berita.php?id_berita=24 Diakses pada
tanggal 22 September 2014 pukul 22.25 WIB
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Mitchell, Richard N. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC
Natadisastra, Djaenudin. 2009. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Ni Putu Pradani Ikawati Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. G
dengan Dengue Haemoragic Fever (DHF) di Ruang Cemara II Rumah
Sakit
Kepolisisan
Pusat
Raden
Said
Soekanto.
Diakses
dari
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2d3keperawatan/206301027/bab2.pdf
Pada tanggal 15 September 2014 Pukul 20.33 WIB.
Nurhayati. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. A dengan Dengue
Haemoragic Fever (DHF) di Ruang Cemara II Rumah Sakit Kepolisisan
Pusat
Raden
Said
Soekanto
Jakarta.
Diakses
dari
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2d3keperawatan/206301003/bab2.pdf
Pada tanggal 15 September 2014 Pukul 22.05 WIB.
Otto, Shirley E. 2003. Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC.
Suci, P. L. 2009. Hubungan Perilaku Anggota Keluarga dengan Kejadian
Penyakit Demam Berdarah Dengue di RW 05 Kelurahan Jati Padang
Kecamatan
Pasar
Minggu.
Diakses
dari
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/205312008/bab2.pdf.
Pada tanggal 20 September 2014 Pukul 21.30 WIB.
Sudoyo, Aru, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta:
FKUI.
Sumarmo, et all. (2009). Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Suriadi, dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung
Seto
World Health Organization. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan,
Web
2010.
http://medicastore.com/penyakit/769/Disseminated_Intravascular_Coagulati
on.html diakses pada 19 September 2014 pukul 08.40 WIB.