Vous êtes sur la page 1sur 19

KONSEP MODEL DAN EVALUASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN

DIPENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN

MAKALAH

oleh
Alfun Hidayatulloh
NIM 122310101047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2014

KONSEP MODEL DAN EVALUASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN


DIPENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN

disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Pendidikan Dalam Keperawatan


Fasilitator: Ns.Roymond H. Simamora, M.Kep

MAKALAH

oleh
Alfun Hidayatulloh
NIM 122310101047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2014

KONSEP MODEL DAN EVALUASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN


DIPENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN

Nama : Alfun Hidayatulloh


NIM

: 122310101047

A. Pendahuluan
Bidang pendidikan merupakan suatu hal penting didalam kehidupan manusia.
Dengan pendidikan diharapkan mampu meningkatkan derajat kesejahteraan manusia.
Pendidikan formal maupun informal yang pada umumnya bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan, kecerdasan, mempertinggi budi pekerti, dan kepribadian.
Dalam

hubungannya

dengan

pembangunan

negara

dimasa

kini,

pemerintah

mengupayakan sistem pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di


segala bidang yang memerlukan jenis-jenis keahlian dan keterampilan. Butuh
penyesuaian yang lebih untuk berubah dari siswa menjadi mahasiswa. Terutama dalam
metode belajar yang digunakan.
Metode pembelajaran di perguruan tinggi berbeda dengan metode belajar ketika
sekolah. Berbagai macam metode pembelajaran digunakan diperguruan tinggi, sehingga
mahasiswa harus mampu menguasai metode pembelajaran secara keseluruhan demi
proses pembelajaran yang dijalaninya. Mahasiswa dituntut untuk lebih aktif untuk
mencari informasi baru tanpa menuggu informasi yang diberikan oleh dosen pengajar.
Pendidikan tinggi didunia keperawatan juga sangat penting untuk diketahui baik.
Mahasiswa keperawatan perlu mengetahui sistem pembelajaran diperguruan tinggi
sehingga mahasiswa mampu mengetahui bagaimana cara yang tepat guna mempelajari
materi-materi yang ada dengan cepat dan tepat sehingga dapat lulus dengan waktu yang
untuk menjadi seorang perawat.
Pada konteks pembelajaran, evaluasi pada umumnya berorientasi pada tujuan
pendidikan yang di dalamnya mencakup beberapa macam tujuan termasuk tujuan
pendidikan nasional, tujuan institusi, tujuan instruksional umum, dan tujuan

instruksional khusus yang di dalamnya mengandung penampilan (Performance). Pada


konteks yang lebih luas, evaluasi kurikulum maupun evaluasi sistem bervariasi sesuai
dengan pilihan evaluator sendiri. Keberhasilan belajar atau prestasi belajar di perguruan
tinggi biasanya dievaluasi melalui tes, yang kemudian dikuantifikasikan dalam bentuk
nilai atau indeks prestasi (IP). Apabila kita ingin mengetahui bagaimana proses belajar
mahasiswa bisa kita lihat dari nilai yang diperoleh dari setiap semester yang telah
diselesaikannya, karena nilai tersebut merupakan cerminan dari proses belajar yang
terjadi.
B. Kajian Teoritis
1. Pengertian Model dan Konsep
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelompok maupun tutorial (Agus Suprijono, 2011: 46).
Selain itu model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu perencanaan atau suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam n tutorial. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman
bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran (Trianto,
2010: 51). Menurut Syaiful Sagala (2010:176) mengajar merupakan suatu kerangka
konseptual yang berisi prosedur sistematik dan mengorganisasikan pengalaman belajar
siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang befungsi sebagai pedoman bagi
guru/pengajar dalam proes belajar mengajar.
Metode (method) menuruut KBBI 2007 adalah cara teratur yg digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dng yg dikehendaki; cara kerja yg
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg
ditentukan. Menurut Fred Percival dan Henry Ellington (1984) adalah cara yang umum
untuk menyampaikan pelajaran kepada peserta didik atau mempraktikkan teori yang
telah dipelajari dalam rangka mencapai tujuan belajar.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:588) konsep adalah gambaran


mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh
akal budi untuk memahami hal-hal lain. Menurut Soedjadi (2000:14) pengertian konsep
adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau

penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata.
Menurut Bahri (2008:30) pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah
objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu
mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek
ditempatkan dalam golongan tertentu. Menurut Singarimbun dan Effendi (2009)
pengertian konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga
dapat dipakai untuk menggambarkan barbagai fenomena yang sama. Konsep merupakan
suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan. Dalam
merumuskan kita harus dapat menjelaskannya sesuai dengan maksud kita memakainya.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar di kelas maupun tutorial. Sedangkan metode berada di dalam
model sebagai cara, pendekatan, atau proses yang tersusun secara sistematis yang
digunakan guru, dan dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
2.

Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui
bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya.
Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini
adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau
penaksiran (Echols dan Shadily, 2000 : 220).

Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang


terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen
dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan (Yunanda
: 2009).

Menurut Arikunto dan Cepi (2008: 2), evaluasi adalah kegiatan untuk

mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi

tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah
keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasiinformasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang
akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan. Menurut Uzer (2003 : 120),
mengatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses yang ditempuh seseorang untuk
memperoleh informasi yang berguna untuk menentukan mana dari dua hal atau lebih
yang merupakan alternatif yang diinginkan, karena penentuan atau keputusan semacam
ini tidak diambil secara acak, maka alternatif-alternatif itu harus diberi nilai relatif,
karenanya pemberian nilai itu harus memerlukan pertimbangan yang rasional
berdasarkan informasi untuk proses pengambilan keputusan.
Dari pengertian-pengertian tentang evaluasi beberapa ahli di atas, dapat ditarik
benang merah tentang evaluasi yakni evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan
oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan
program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program
tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya
yaitu efektifitas dan efisiensi. Efektifitas merupakan perbandingan antara output dan
inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan
output lewat suatu proses (Sudharsono dalam Lababa, 2008).
3. Pengertian Pembelajaran
Menurut Corey, Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang
secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku
tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi
tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Menurut Dimyati
dan Mudjiono, Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan
sumber belajar.
Menurut Trianto, Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks,
yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan
sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup.
Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk

membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya)


dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan.
Menurut Warsita Pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik
belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut
Sudjana, Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja
untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara
peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan
membelajarkan.
4. Pendidikan Tinggi Keperawatan
Pendidikan Tinggi Keperawatan adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah
pada jenjang yang lebih tinggi dibidang keperawatan daripada sekolah menengah.
Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional untuk
dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi
dan/atau

kesenian

dan

dapat

dilakukan

melalui

proses

pembelajaran

yang

mengembangkan kemampuan belajar mandiri dalam bidang keperawatan.

C. Pembahasan
Berdasarkan karakteristik dari setiap model pembelajaran tersebut, Joyce dan Weil
mengklasifikasi model-model pembelajaran kedalam empat rumpun model, yaitu :
1. Rumpun Model Pengolahan Informasi (The Information Processing Models).
Model-model pembelajaran yang termasuk dalam rumpun ini bertolak dari
prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia dengan memperkuat dorongandorongan internal (datang dari dalam diri) untuk memahami dunia dengan cara
menggali

dan

mengupayakan

mengorganisasikan

data,

jalan

serta

keluarnya

merasakan

adanya

pengembangkan

masalah
bahasa

dan
untuk

mengungkapkannya. Kelompok model ini menekankan pada peserta didik agar


memilih kemampuan untuk memproses informasi sehingga peserta didik yang
berhasil dalam belajar adalah yang memiliki kemampuan dalam memproses

informasi. Dalam rumpun model pembelajaran ini terdapat 7 model pembelajaran,


yaitu :
a) Pencapaian Konsep (Concept Attainment)
b) Berpikir induktif (InductiveThinking)
c) Latihan Penelitian (Inquiry Training)
d) Pemandu Awal (Advance Organizer)
e) Memorisasi (Memorization)
f) Pengembangan Intelek (Developing Intelect)
g) Penelitian Ilmiah (Scientic Inquiry)
2. Rumpun Model Personal (Personal Models)
Rumpun model personal bertolak dari pandangan kedirian atau selfhood dari
individu. Proses pendidikan sengaja diusahakan yang memungkinkan seseorang
dapat memahami diri sendiri dengan baik, sanggup memikul tanggung jawab untuk
pendidikan dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
Penggunaan model-model pembelajaran dalam rumpun personal ini lebih
memusatkan perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha menggalakkan
kemandirian yang produktif sehingga manusia menjadi semakin sadar diri dan
bertanggung jawab atas tujuannya. Dalam rumpun model personal ini terdapat 4
model pembelajaran.
a) Pengajaran Tanpa Arahan (Non Directive Teaching)
b) Model Sinektik (Synectics Model)
c) Latihan Kesadaran (Awareness Training)
d) Pertemuan Kelas (Classroom Meeting)
3. Rumpun Model Interaksi Sosial (Social Models)
Penggunaan rumpun model interaksi sosial ini menitik beratkan pada
pengembangan kemampuan kerjasama dari para siswa. Model pembelajaran
rumpun interaksi sosial didasarkan pada dua asumsi pokok, yaitu:
a) masalah-masalah sosial diidentifikasi dan dipecahkan atas dasar dan melalui
kesepakatanm-kesepakatan

yang

diperoleh

di

dalam

dan

dengan

menggunakan proses-proses sosial, dan ;


b) proses sosial yang demokratis perlu dikembangkan untuk melakukan
perbaikan masyarakat dalam arti seluas-luasnya secara build-in dan terus
menerus.
Dalam rumpun model interaksi sosial ini terdapat 5 model pembelajaran, yaitu :
a) Investigasi Kelompok (Group Investigation)

b) Bermain Peran (Role Playing)


c) Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential UInquiry)
d) Latihan Laboratoris (Laboratory Training)
e) Penelitian Ilmu Sosial
4.

Rumpun Model Sistem Perilaku (Behavioral Systems)


Rumpun model system perilaku mementingkan penciptaan sistem lingkungan
belajar

yang

memungkinkan

penciptaan

sistem

lingkungan

belajar

yang

memungkinkan manipulalsi penguatan tingkah laku (reinforcement) secara efektif


sehingga terbentuk pola tingkah laku yang dikehendaki. Model ini memusatkan
perhatian pada perilaku yang terobservasi dan metode dan tugas yang diberikan
dalam rangka mengkomunikaksikan keberhasilan. Dalam rumpun model sistem
perilaku ini terdapat 5 model pembelajaran, yaitu :
a) Belajar Tuntas (Mastery Learning)
b) Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
c) Belajar Kontrol Diri (Learning Self Control)
d)Latihan Pengembangan Keterampilan dan Konsep (Training for Skill and
Concept Development)
e) Latihan Assertif (Assertive Training).
Metode pembelajaran yang diterapkan pada pendidikan sarjana keperawatan di
antaranya.
1.

Discovery learning : mencari, mengumpulkan dan menyusun informasi yang ada


untuk mendeskripsikan suatu pengetahuan. Model ini menekankan pentingnya
pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui

2.

keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.


Small Group Discussion: mempelajari dan menjalankan suatu peran yang
ditugaskan kepadanya atau mempraktikan/mencoba berbagai model (computer)
yang telah disiapkan. Peserta didik diminta membuat kelompok kecil (5 sampai 10
orang) untuk mendiskusikan bahan yang diberikan oleh pendidik atau bahan yang
didapatkan sendiri oleh anggota kelompok tersebut. Adapun aktivitas small group
discussion dapat berupa: membangkitkan ide, menyimpulkan poin penting,
mengasah tingkat skills dan pengetahuan;mengkaji kembali topik sebelumnya,
menalaah latihan, quiz, tugas menulis, memproses outcome pembelajaran pada

akhir kelas, memberi komentar tentang jalannya pembelajaran, membandingkan


3.

teori, isu dan interpretasi, menyelesaikan masalah dan brainstroming.


Case study: mengkaji kasus dengan mencermati karakteristik kondisi kasus
tersebut. Studi kasus disain penelitian yang sangat fleksibel, yang memungkinkan
peneliti untuk menetapkan karakteristik yang holistik terhadap kejadian hidup yang

4.

riil sambil meneliti kejadian-kejadian empirik.


Role-play & simulation: bermain peran meruapakan suatu metode penyampaian
informasi atau materi pembelajaran dengan cara bermain peran untuk
menghadirkan peran-peran yang ada di dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan
untuk dijadikan bahan diskusi dan menjalankan suatu peran yang ditugaskan
kepadanya atau mempraktekan/mencoba berbagai model (computer) yang telah

disiapkan.
5.
Self-directing learning : merencanakan kegiatan belajar, melakasanakan dan
menilai pengalaman belajarnya sendiri serta peningkatan pengetahuan, keahlian,
prestasi, dan mengembangkan diri dimana individu menggunakan banyak metode
dalam banyak situasi dalam setiap waktu. Memberikan mahasiswa kemampuan
untuk

untuk

mengkombinasikan

perkembangan

kemampuan

dengan

perkembangan karakter .
6.
Collaborative learning: proses belajar kelompok yang setiap anggota
menyumbangkan informasi, pengalaman, ide,sikap, pendapat, kemampuan, dan
keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan
pemahaman seluruh anggota. Proses belajar

kelompok dimana setiap anggota

menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan dan


ketrampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan
pemahaman seluruh anggota serta bekerjasama dengan anggota kelompoknya
dalam mengerjakan tugas serta membuat rancangan proses dan bentuk penilaian
berdasarkan consensus kelompoknya sendiri.
7.
Coorperative learning : suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada
sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam
struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau
lebih. Dimana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari mahasiswa berbagai tingkat
kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman
mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok

bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk
8.

membantu rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan.


Contextual instruction : konsep belajar pada pendidikan tinggi yang membantu
dosen mengaitkan isi mata kuliah dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari
untuk membuat keterhubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari dan melakukan studi lapang/terjun di dunia nyata untuk

9.

mempelajari kesesuaian teori.


Project based learning:

metoda

pembelajaran

yang

menggunakan

proyek/kegiatan sebagai media serta melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi,


sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. yang telah
dirancang secara sistematis dengan menunjukkan kinerja dan mempertanggung
jawabkan hasil kerjanya di forum.
10. Problem based learning and inquiry: belajar dengan menggali/mencari
informasi serta memanfaatkan informasi model pembelajaran yang melibatkan
siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan memberi peluang kepada mahasiswa
bekerja secara otonom serta mengkonstruksi belajar mereka sendiri, dan puncaknya
menghasilkan produk karya yang bernilai dan realistic.
Dalam sebuah proses pembelajaran komponen yang turut menentukan keberhasilan
sebuah proses adalah evaluasi. Melalui evaluasi orang akan mengetahui sampai sejauh
mana penyampaian pembelajaran atau tujuan pendidikan atau sebuah program dapat
dicapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Melalui evaluasi, kita akan mengetahui
perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap
dan kepribadian siswa atau peserta didik serta keberhasilan sebuah program.
1. Model CIPP (Context, Input, Process, Product)
Evaluasi konteks (context) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah, asset dan
peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas, serta
membantu kelompok mengguna lainnya untuk mengetahui tujuan, peluang dan
hasilnya. Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternatif pendekatan,
rencana tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam
memenuhi kebutuhan kelompok sasaran serta mencapai tujuan yang ditetapkan.
Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk
pembiayaan, alokasi sumberdaya, pelaksana dan jadual kegiatan yang paling sesuai
bagi kelangsungan program.

Evaluasi proses (process) ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang
telah ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan
kemudian akan dapat membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui kinerja
program dan memperkirakan hasilnya. Evaluasi hasil (product) dilakukan dengan
tujuan untuk mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai-yang diharapkan dan
tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang baik, bagi pelaksana kegiatan agar
dapat memfokus diri dalam mencapai sasaran program maupun bagi pengguna lainnya
dalam menghimpun upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran.
2. Model Kesenjangan
Evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) adalah untuk mengetahui tingkat
kesesuaian antara baku (standard) yang sudah ditentukan dalam program dengan kinerja
(performance) sesungguhnya dari program tersebut berdasarkan kriteria yang
ditetapkan. Kinerja adalah hasil pelaksanaan program sedangkan kesenjangan yang
dapat dievaluasi dalam program pendidikan.
Oleh karena itu model evaluasi ini memiliki lima tahap yaitu desain, instalasi,
proses, produk dan membandingkan. Model Goal Free Evaluation (GFE) maksudnya,
bahwa para evaluator atau penilai mengambil dari berbagai laporan atau catatan
pengaruh-pengaruh nyata atau kongkrit dan pengaruh- pengaruh yang tidak diinginkan
dalam program pendidikan dan pelatihan. Perhatian khusus diberikan secara tepat
terhadap usulan tujuan-tujuan dalam evaluasi, tetapi tidak dalam proses evaluasi atau
produk.
3.

Model Evaluasi Formatif dan Sumatif


Para penilai yang membuat keputusan akan tetapi harus mengikuti peran dari

penilaian yang bervariasi setidaknya ada 2 peran penting: formatif, untuk membantu
dalam mengembangkan kurikulum, dan sumatif, yakni untuk menilai manfaat dan
kurikulum yang telah mereka kembangkan dan penggunaannya atau penempatannya di
sekolah-sekolah. Evaluasi formatif memberikan umpan balik secara terus menerus
untuk membantu pengembangan program, dan memberikan perhatian yang banyak
terhadap pertanyaan-pertanyaan seputar isi validitas, tingkat penguasaan kosa kata,
keterbacaan dan berbagai hal lainnya. Secara keseluruhan evaluasi formatif adalah
evaluasi dari dalam yang menyajikan untuk perbaikan atau meningkatkan hasil yang

dikembangkan. Evaluasi sumatif mengemukakan atau mengajukan pertanyaanpertanyaan seperti apakah produk tersebut lebih efektif dan lebih kompetitif. Evaluasi
sumatif dilakukan untuk menentukan bagaimana akhir dari program tersebut bermanfaat
dan juga keefektifan program tersebut.
4.

Model Pengukuran
Pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan pada berbagai bidang

termasuk pendidikan. Evaluasi merupakan pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah


laku untuk melihat perbedaan individu atau kelompok. Oleh karena tujuannya adalah
untuk mengungkapkan perbedaan, maka sangat diperhatikan tingkat kesukaran dan daya
pembeda masing-masing butir, serta dikembangkan acuan norma kelompok yang
menggambarkan kedudukan mahasiswa dalam kelompok. Ruang lingkup adalah hasil
belajar aspek kognitif. Alat evaluasi yang digunakan adalah adalah tes tertulis terutama
bentuk objektif.
5. Model Kesesuaian
Kegiatan evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana tujuan pendidikan yang
diberikan dalam pengalaman belajar telah dapat dicapai siswa dalam bentuk hasil
belajar. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan untuk melihat kesesuaian antara tujuan
pendidikan yang diinginkan dengan hasil belajar yang dicapai. Objek evaluasi adalah
tingkah laku siswa dan penilaian dilakukan atas perubahan dalam tingkah laku pada
akhir kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah mencerminkan perubahanperubahan perilaku yang diinginkan pada anak. Evaluasi dilakukan untuk memeriksa
sejauh mana perubahan itu telah terjadi dalam hasil belajar.
Oleh karena itu, penilaian dilakukan atas perubahan perilaku sebelum dan sesudah
kegiatan pendidikan, maka evaluasi menilai perubahan (gains) yang dicapai kegiatan
pendidikan. Perubahan perilaku hasil belajar terjadi dalam aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Oleh karena hasil belajar bukan hanya aspek kognitif, maka alat evaluasi
bukan hanya berupa tes tertulis, tetapi semua kemungkinan alat evaluasi dapat
digunakan sesuai dengan hakikat tujuan yang ingin dicapai. Model ini tidak
menyarankan dilaksanakannya penilaian perbandingan untuk melihat sejauh mana
kurikulum yang baru lebih efektif dari kurikulum ya ng ada. Tyler dan Cronbach lebih
mengarahkan peranan penilaian pada tujuan untuk memperbaiki kur ikulum atau sistem
pendidikan.

6. Sistem Model
Hakikat evaluasi menurut sistem model adalah untuk membandingkan performance
dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan dengan seju mlah kriteria
tertentu, akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgment mengenai sistem yang
dinilai tersebut. Prinsip-prinsip model ini adalah sebagai berikut.
a. Menekankan pentingnya sistem sebagai suatu kesel uruhan yang dijadikan objek
penilaian, tanpa membatasi pada aspek hasil yang dicapai saja.
b. Perbandingan antara performance dan criteria merupakan salah satu inti yang
penting.
c. Kegiatan penilaian tidak hanya berakhir pada sua tu deskripsi tentang keadaan
dari sistem yang telah dinilainya, melainkan harus sampai pada suatu

judgment

mengenai baik-buruknya dan efektif tidaknya sistem pendidikan tersebut.


d. Informasi yang diperoleh dari hasil penilaian berfungsi sebagai bahan atau input
bagi pengambilan keputusan mengenai sistem yang bersangkutan dalam rangka
penyempurnaan sistem selama sistem tersebut masi h dalam tahap pengembangan
dan penyimpulan mengenai kebaikan (merit,worth) dari sistem pendidikan yang
bersangkutan dibandingkan dengan sistem yang lain.

7. Illuminative Model
Tujuan penilaian menurut model ini adalah mengadakan studi yang cermat
terhadap sistem yang bersangkutan. Studi difokuskan pada permasalahan bagaimana
implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh situasi sekolah, tempat sistem tersebut
dikembangkan, keunggulan, kelemahan, serta pengaruhnya terhadap proses belajar
siswa. Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan
prediksi sebagaimana model sebelumnya. Dalam pelaksanaan evaluasi, model ini lebih
menekankan penggunaan judgment, selaras dengan semboyannya the judgment is the
evaluation.

Objek evaluasi yang diajukan dalam model ini mencakup; latar belakang dan
perkembangan yang dialami oleh sistem yang bersangkutan, proses implementasi
(pelaksanaan) sistem, hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa, serta kesukarankesukaran yang dialami dari tahap perencanaan hingga implementasinya di lapangan. Di
samping itu, dampak yang ditimbulkan dari suatu sistem seperti; kebosanan yang
terlihat pada siswa dan guru, keterg antungan secara intelektual, hambatan terhadap
perkembangan sikap sosial, dan sebagainya.
8.

Model Tyler
Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan

kepada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku
awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah
melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil). Dasar pemikiran yang kedua ini
menunjukkan bahwa seorang evaluator harus dapat menentukan perubahan tingkah laku
apa yang terjadi setelah peserta didik mengikuti pengalaman belajar tertentu, dan
menegaskan bahwa perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh
pembelajaran. Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku
terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Istilah yang populer
dikalangan guru adalah tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test).

9. Model yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Oriented Evaluation Model)


Model evaluasi ini menggunakan tujuan-tujuan tersebut sebagai kriteria untuk
menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai proses pengukuran hinggamana
tujuan program telah tercapai. Model ini dianggap lebih praktis untuk mendisain dan
mengembangkan suatu program, karena menentukan hasil yang diinginkan dengan
rumusan yang dapat diukur. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat
hubungan yang logis antara kegiatan, hasil dan prosedur pengukuran hasil. Tujuan
program dapat diobservasi (observable) dan dapat diukur (measurable), maka kegiatan
evaluasi pembelajaran akan menjadi lebih praktis dan simpel. Instrumen yang

digunakan tergantung kepada tujuan yang ingin diukur. Hasil evaluasi akan
menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program berdasarkan kriteria program
khusus. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan
menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam program. Kekurangannya
adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak
diharapkan.
10. Model Educational System Evaluation
Menurut model ini, evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai
dimensi (tidak hanya dimensi hasil saja) dengan sejumlah criterion, baikyang bersifat
mutlak/intern maupun relatif/ekstern. Model yang menekankan sistem sebagai suatu
keseluruhan ini sebenarnya merupakan penggabungan dari beberapa model, sehingga
objek evaluasinyapun diambil dari beberapa model.
11. Model Alkin
Menurut Alkin, evaluasi adalah suatu proses untuk meyakinkan keputusan,
mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis informasi,
sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa
alternatif. Alkin mengemukakan ada lima jenis evaluasi, yaitu:
a. sistem assessment, yaitu untuk memberikan informasi tentang keadaan atau posisi
dari suatu sistem;
b. program planning, yaitu untuk membantu pemilihan program tertentu yang
mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program;
c. program implementation, yaitu untuk menyiapkan informasi apakah suatu
program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana
yang direncanakan;
d. program improvement, yaitu memberikan informasi tentang bagaimana suatu
program dapat berfungsi, bekerja atau berjalan;
e. program certification, yaitu memberikan informasi tentang nilai atau manfaat
suatu program.
12. Model Brinkerhoff
Robert O.Brinkerhoff (1987) mengemukakan dilihat dari segi disain evaluasi,
ada tiga jenis evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang
sama, yaitu:
a. Fixed vs Emergent Evaluation Design

Disain evaluasi fixed (tetap) harus direncanakan dan disusun secara sistematikterstruktur sebelum program dilaksanakan. Namun demikian, disain fixed dapat
juga disesuaikan dengan kebutuhan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Disain
evaluasi ini dikembangkan berdasarkan tujuan program, kemudian disusun
pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh
dari sumber-sumber tertentu. Begitu juga dengan model analisis yang akan
digunakan harus dibuat sebelum program dilaksanakan.
b. Norm-Referenced Vs Criterion-Referenced Tests
Criterion-Referenced Tests (CRT) ialah tes yang dirancang untuk mengukur
seperangkat tujuan yang eksplisit. Dengan kata lain, CRT adalah sekumpulan soal
atau items yang secara langsung mengukur tingkah laku-tingkah laku yang
dinyatakan didalam seperangkat tujuan behavioral atau performance objectives.
Jadi, soal-soal CRT didasarkan atas behavioral objective tertentu. Tiap soal pada
CRT menuntut siswa untuk mendemonstrasikan penampilan yang dinyatakan dalam
tujuan.
13. Model Responsif
Sebagaimana model illuminatif, model ini juga menekankan pada pendekatan
kualitatif-naturalistik. Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan
pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif orang- orang
yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program.
D. Kesimpulan
Mahasiswa yang melakukan kegiatan belajar tentu diharapkan mampu dan
memahami dari isi dan pesan belajar. Teori belajar pada umumnya dibagi menjadi
empat bagian teori besar, yaitu rumpun model sistem perilaku (behavioral systems)
rumpun model interaksi sosial (social models) rumpun model personal (personal
models) rumpun model pengolahan informasi (the information processing models).
Metode pembelajaran yang diterapkan pada pendidikan sarjana keperawatan di
antaranya small group discussion, role-play & simulation, case study, discovery
learning, self-directing learning, coorperative learning, collaborative learning,
contextual instruction, project based learning, problem based learning and inquiry.
Selain model dan metode pembelajaran seorang perawat juga harus mampu
melakukan evaluasi secara umum konsep evaluasi sebagai berikut, model tyler, model

yang berorientasi pada tujuan, model pengukuran, model kesesuaian, education system
evaluation model, illuminative model, dan model responsif.Seorang calon perwat harus
memahami model belajar, metode belajar dan konsep evaluasi dalam pembelajaran di
perguruan tinggi keperawatan. Seorang perawat akan menjalankan perannya sebagai
educator bagi klien dengan baik dan berkualitas.

E. DAFTAR PUSTAKA
Anggraini ,Irmalia Susi. 2005. Motivasi Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Berpengaruh:
Sebuah

Kajian

Pada

Interaksi

Pembelajaran

Mahasiswa.

E-Journal

http://www.ikippgrimadiun.ac.id/ejournal/sites/default/files/3_Irma_Motivasi
%20Belajar.pdf [diunduh pada 22 Februari 2014]
Bastable, Susan B. 2002. Perawat sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip Pengajaran dan
Pembelajaran. Jakarta: EGC
Burhanuddin dan Nur Wahyuni, Esa. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Farida, Yusuf Tayibnapis. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta
Novietasari, Enie, dkk. 2012. Modified Simulator Learning Method on Knowledge and
Attitude of Nursing Students Cultural Awareness at Universitas Indonesia Vol.
16, No. 1, Juni 2012: 23-28. E-Journal diakses melalui http://journal.ui.ac.id/index
.php/health/article/viewFile/1298/1187 [diunduh 22 Februari 2014]
Nursalam dan Ferry. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Purwanto, Ngalim. 1992. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. 2009. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT
Imperial Bhakti Utama
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana

Jember, 23 Februari 2014


Diperiksa oleh,

Disusun oleh,

Ns. Roymond H. Simamora, M.Kep.

Alfun Hidayatulloh

NIP. 197606292005011001

NIM. 122310101047

Vous aimerez peut-être aussi