Vous êtes sur la page 1sur 17

ATRESIA ANI

A. PENDAHULUAN
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk
Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti.Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat
muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL (Vertebra,
Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).1
Soper 1975 memberikan terminologi

untuk atresia anorektal meliputi

sebagian besar malformasi kongenital dari daerah anorektal. Kanalis anal adalah
merupakan bagian yang paling sempit tetapi normal dari ampula rekti. Menurut
definisi ini maka sambungan anorektal terletak pada permukaan atas dasar pelvis yang
dikelilingi muskulus sfingter ani eksternus. 2/3 bagian atas kanal ini derivat hindgut,
sedang 1/3 bawah berkembang dari anal pit. Penggabungan dari epitilium disini
adalah derivat ectoderm dari anal pit dan endoderm dari hindgut dan disinilah letak
linea dentate. Garis ini adalah tempat anal membrana dan disini terjadi perubahan
epitelium columner ke stratified squamous cell. Pada bayi normal, susunan otot
serang lintang yang berfungsi membentuk bangunan seperti cerobong yang melekat
pada os pubis, bagian bawah sacrum dan bagian tengah pelvis. Kearah medial otototot ini membentuk diafragma yang melingkari rectum, menyusun kebawah sampai
kulit perineum. Bagian atas bangunan cerobong ini dikenal sebagai m levator dan
bagian terbawah adalah m sfingter externus. Pembagian secara lebih rinci, dari
struktur cerobong ini adalah: m. ischiococcygeus, illeococcygeus, pubococcygeus,
puborectalis, deep external spincter externus dan superficial external sfingter. M
sfingter externus merupakan serabut otot para sagital yang saling bertemu didepan
dan dibelakang anus. Bagian diantara m. levator dan sfingter externus disebut muscle
complex atau vertikal fiber. 1

Kanal anal dan rectum mendapat vaskularisasi dari arteria hemoroidalis


superior, a hemoroidalis media dan a hemoroidalis inferior. Arteri hemoroidalis
1

superior merupakan akhir dari arteria mesenterika inferior dan melalui dinding
posterior dari rectum dan mensuplai dinding posterior, juga ke kanan dan ke kiri
dinding pada bagian tengah rectum, kemudian turun ke pectinate line. Arteria
hemoroidalis media merupakan cabang dari arteria illiaca interna. Arteria
hemoroidalis inferior cabang dari arteri pudenda interna, ia berjalan di medial dan
vertical untuk mensuplai kanalis anal di bagian distal dari pectinate line. Inervasi para
simpatis berasal dari nervus sacralis III, V yang kemudian membentuk N Epiganti,
memberikan cabang ke rectum dan berhubungan dengan pleksus Auerbach. Saraf ini
berfungsi sebagai motor dinding usus dan inhibitor sfingter serta sensor distensi
rectum. Persarafan simpatis berasal dari ganglion Lumbalis II, III, V dan pleksus para
aurticus, kemudian membentuk pleksus hipogastricus kemudian turun sebagai N pre
sacralis. Saraf ini berfungsi sebagai inhibitor dinding usus dan motor spingter
internus. Inervasi somatic dari m levator ani dan muscle complex berasal dari radix
anterior N sacralis III, V. 1

B. DEFINISI
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang berarti tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.1,2,3
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rektum tidak mempunyai
lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah
tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi
dimana rektal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam
kandungan.2
Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.2
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya atau rongga
tubuh. Hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena

proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia ani memiliki nama lain yaitu Anus
Imperforata.3
Gambar 1. Anus imperforata4

C. EMBRIOLOGI
Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan
Hindgut. Forgut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus,
lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pancreas.

Mid gut

membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon ascenden


sampai pertengahan kolon transversum.

Hindgut meluas dari midgut hingga ke

membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ectoderm dari
protoderm / analpit . Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif
gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan
anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra
levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada
anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot
sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter .1

D. ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya
tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada
agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa
ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia
ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar
25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai
sindrom genetik, kelainan kromosom atau kelainan kongenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rektum terjadi karena
gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya
disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
Dalam hal ini terjadi fistel antara saluran kemih dan saluran genital. Pada kelainan
rectum yang tinggi, sfingter intern tidak ada sedangkan sfingter ekstern hipoplastik.2,5

E. FAKTOR PREDISPOSISI
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : 3
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke
empat sampai ke enam usia kehamilan.
Atresia ani juga dapat terjadi dan disertai dengan beberapa kelainan kongenital
saat lahir seperti : 2

Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal,


jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe)

Kelainan sistem pencernaan


Kelainan sistem perkemihan
4

Kelainan tulang belakang

F. KLASIFIKASI
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforate dibagi 4 golongan, yaitu : 3
1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menutup
3.

Anus imperforate dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam
jarak dari peritoneum

4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum


Atresia ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe: 3
1.

Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai

2.

derajat
Terdapatnya suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya

3.

membran anus.
Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung yang
buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang seharusnya

4.

terbentuk lekukan anus)


Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang
terpisah,pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai kantung

5.

buntu.
Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum yang
normal dengan otot puborektalis yangmemiliki fungsi sangat penting dalam

6.
7.

proses defekasi,dikenal sebagai klasifikasi melboume.


Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi.
Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu:1,2,3,5
1. Tanpa anus tetapi dengan adanya dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis
yang dicapai melalui saluran fistula eksterna.
5

Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula


rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering
disertai dengan dilatasi, maka akan didapatkan dekompresi usus yang adekuat
untuk sementara waktu.
2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus
Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang
melewati ischii, kelainan Tersebut adalah :
a. Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi
normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
Kelainan letak rendah Rektum telah menembus "lebator sling" sehingga
sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal
contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya anus oleh suatu membran tipis
yang seringkali disertai fistula anokutaneus dan anus ektopik yang selalu
terletak dianterior lokasi anus yang normal).
b. Anomali intermediet
Rektum berupa kelainan letak tengah. Di daerah anus seharusnya terbentuk
secara lazim terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup dalam.
Namun,pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula
rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars
bulbaris.

c. Anomali tinggi
Kelainan letak tinggi. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi lakilaki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan.
Pada

perempuan

dapat

ditemukan

fistula

-and

kutaneus,

fistula

rektoperineum dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat


ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula
rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih
pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika
berukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium
6

dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat
terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki laki
golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum,
perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium
keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra
maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan
memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel
terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses
tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum
tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak
ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera
dilakukan kolostomi.2,5
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan
yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum dan
fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.
Evakuasi feses menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi.
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses
lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat
penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila
penderita dalam keadaan optimal.
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius,
traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna
sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rektum, anus tampak
normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih
dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan
kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari
kulit perlu segera dilakukan kolostomi.2,5
Golongan II pada laki laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel
perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama
7

dengan pada wanita; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada
membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila
evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin.
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitif harus
dilakukan. 2,5
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu
kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel
perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal,
tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis
anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi
definitif. 2,5

G. PATOFISIOLOGI
Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor
dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitouri
dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal
anorektal. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani terjadi
karena adanya kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau tiga bulan.
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur, sehingga fecal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.2,3
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan terdapat tiga macam letak, yaitu : 2,3

Tinggi (supralevator) rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis)


dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. letak
supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital.
8

Intermediate rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya.


Rendah rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rectum paling jauh 1 cm.Pada wanita 90% dengan fistula ke
vagina/perineum.

H. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau terjadinya stenosis kanal rektal, adanya
membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang
nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah
lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit abdomen
akan terlihat menonjol (Adele,1996). 2
Bayi muntah muntah pada usia 24 48 jam setelah lahir juga merupakan
salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau
karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.2

Gambar 2. Manifestasi klinis 4

I. DIAGNOSIS

10

Anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut


membuncit seluruhnya merupakan kunci diagnosis pemeriksaan penunjang yang
dapat membantu menegakkan diagnosis ialah pemeriksaan radiologik dengan enema
barium. disini akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit
kedaerah yang melebar. pada foto 24 jam kemudian terlihat retensi barium dan
gambaran makrokolon pada hirschsprung segmen panjang.
Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda
histologik yang khas yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik dilapisan
muskularis mukosa dan adanya serabut syaraf yang menebal pada pemeriksaan
histokimia,

aktifitas

kolinaterase

meningkat.

Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah
bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum.
Diagnosis kelainan anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai
diketahui bayi mengalami distensi perut dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan
mekonium.3
Pada bayi dengan kelainan tipe satu/kelainan letak rendah baik berupa stenosis
atau anus ektopik sering mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. Pada stenosis
yang ringan, bayi sering tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa bulan
setelah lahir. Megakolon sekunder dapat terbentuk akibat adanya obstruksi kronik
saluran cerna bagian bawah daerah stenosis yang sering bertambah berat akibat
mengerasnya tinja. Bayi dengan kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula
terlalu kecil untuk dilalui mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48
jam stelah lahir. Didaerah anus seharusnya terentukpenonjolan membran tipis yang
tampak lebih gelap dari kulit disekitarnya, karena mekonium terletak dibalik
membran tersebut. Kelainan letak tinggi atau agenesis rectum seharusnya terdapat
suatu lekukan yang berbatas tegas dan memiliki pigmen yang lebih banyak daripada
kulit disekitarnya sehingga pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan lubang fistulla
pada dinding posterior vagina/perinium, atau tanda-tanda adanya fistula rektourinaria.
Fistula rektourinaria biasanya ditandaioleh keluarnya mekonium serta keluarnya udara
dari uretra. Diagnosis keempat dapat terlewatkan sampai beberpa hari karena bayi
tampak memiliki anus yang normal namun salurran anus pendek dan berakhir buntu.
Manifestasi obstruksi usus terjadi segera setelah bayi lahir karena bayi tidak dapat
11

mengeluarkan mekonium. Diagnosis biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan colok


dubur.3

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan rutin dilakukan untuk mencari kelainan lain. Lebih dari 50%
penderita mempunyai kelainan congenital lain. Yang sering ditemukan adalah
kelainan saluran genitor-urinal (30%), kelainan jantung (75%), kelainan saluran
cerna misalnya atresia esophagus atau atresia duodenum, dan kelainan tulang.5
a. Pemeriksaan khusus pada perempuan
Neonatus perempuan perlu pemeeriksaan khusus, karena seringnya
ditemukan fistel ke vestibulum atau vagina (80-90%).5
Kelompok I. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.
Evakuasi feses menjadi tidak lancer sehingga sebaiknya cepat dilakukan
kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya
evakuasi feses lancer selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai
terhambat saat penderita mulai makan-makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka
maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalis, dan jalan
cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat
dilakukan kolostomi.5
Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi tidak dapat masuk lebih dari
1-2 cm. tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan
kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram, yaitu foto Rontgen
diambil dari bayi di letak inverse (kembalikan posisi) sehingga udara di
kolon akan naik sampai di ujung buntu rectum. Jika udara > 1 cm dari kulit
perlu segera dilakukan kolostomi.5
Kelompok II. Lubang fistel perineum biasanya terdapat di antara vulva dan
tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di
posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis
12

anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
Evakuasi feses tidak lancer sehingga biasanya harus dilakukan terapi
definitive.5
Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit, dapat
segera dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada,
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.5
b. Pemeriksaan khusus pada laki-laki.
Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk
perineum dan ada tidaknya butir mekoneum di urin. Dari kedua hal tadi pada
anak laki-laki dapat dibuat kelompok atau tanpa fistel urin dan fistel
perineum.5
Kelompok I. Jika ada fistel urin, tampa mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika
urinaria. Cara praktis untuk menentukan letak fistel ialah dengan memasang
kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak di
uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung
mekonium berarti fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi tidak lancer,
penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya
sama dengan pada perempuan harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada fistel
dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan
kolostomi.5
Kelompok II. Fistel perineum sama dengan pada wanita, lubangnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada membrane anal biasanya tampak
bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada,
sebaiknya dilakukan terapi definitive secepat mungkin. Pada stenosis anus,
sama dengan pada wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada
fistel dan udara < 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera
dilakukan tindakan bedah.5

13

2. Pemeriksaan penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut : 2
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena
massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang
atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
K. KOMPLIKASI
Semua pasien yang mempunyai mlformasi anorektal dengan kortmobiditas
yang tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak
mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi
konstipasi. Pada lesi letak rendah anak pada umumnya mempunyai control usus yang
baik, tetpai masih dapat menjadi konstipasi. Komplikasi operasi yang buruk
berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun akibat ini sulut diukur.
Reoperasi penting untuk mengurangi terjadionya kontinensia.3
L. PENATALAKSAAN
a. Penanganan secara preventif antara lain: 3,5
Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhatihati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat
menyebabkan atresia ani.

14

Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika
sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat

berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.


Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari
konstipasi.

b. Penatalaksanaan Medis
Rehabilitasi dan Pengobatan : 3,5
Melakukan pemeriksaan colok dubur
Melakukan pemeriksaan radiologik pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam
usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi
harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi
panggul dalam keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan

anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lakukan anus.
Melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil jika

tidak ada evakuasi mekonium.


Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter
uretra, dilatasi hegar, atau speculum hidung berukuran kecil selanjutnya orang
tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yang dilakukan
selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai

keadaan normal.
Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan

dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.


Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui

anoproktoplasti pada masa neonatus.


Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum
pada usia (1 tahun) operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-12

bulan) pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan).


Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan
dengan operasi "abdominal pull-through" manfaat kolostomi adalah antara lain:
o Mengatasi obstruksi usus
o Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan
lapangan operasi yang bersih
o Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain.

15

Pada kasus atresia ani atau anus imperforata ini pengobatannya dilakukan
dengan jalan operasi. Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik
Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk
membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama,
yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko
gagal tinggi karena harus membuka dinding perut. 3,5
c. Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah
pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan.
Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori
yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon.
Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi : 2

Persepsi Kesehatan Pola Manajemen Kesehatan


Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah
Pola nutrisi Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan
atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin

terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.


Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka
tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari
produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada
anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley &

Wong,1996).
Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya
ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada
luka inisisi.
Pemeriksaan Fisik

16

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang kadang tampak ileus obstruksi,
termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada
auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah
bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).

N. PROGNOSIS
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Secara khusus dinilai pengendalian
defekasi, pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot
sfingter pada colok dubur. Fungsi kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan
sfingter atau sensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan
keadaan mental penderita.5

17

Vous aimerez peut-être aussi