Vous êtes sur la page 1sur 16

ANALGETIK dalam UROLOGI

( TINJAUAN PUSTAKA )

Oleh :
Ahmad Zulfan Hendri
Pembimbing :
Prof. dr. H. Prawito Singodimedjo. SpB. SpU

Divisi Urologi, Departemen Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2007

Analgetik dalam Urologi


Pendahuluan
Dalam bidang kedokteran, nyeri adalah suatu aspek yang harus diketahui karena nyeri
adalah gejala yang paling sering timbul pada seluruh penyakit. Seorang dokter dituntut untuk
dapat mencari penyebab nyeri yang dikeluhkan pasien dan dapat memberikan terapi untuk
menghilangkan atau mengurangi nyeri tersebut. Nyeri merupakan salah satu bentuk mekanisme
pertahanan tubuh yang timbul bila terjadi kerusakan jaringan.1IASP (The International
Association for the Study of Pain ) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensoris dan
emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan tubuh atau
kondisi yang potensial menimbulkan kerusakan tubuh.2
Nyeri dapat ditimbulkan oleh adanya kerusakan jaringan dengan dilepaskannya mediator
kimia yang dapat merangsang reseptor nyeri dan akibat lesi pada jaras saraf yang menghantarkan
nyeri di perifer maupun lesi pada sistem saraf sentral.1 Sehingga berdasarkan penyebab, nyeri
dapat dibagi menjadi nyeri inflamasi yang disebabkan kerusakan jaringan dan nyeri neuropatik
yang disebabkan lesi saraf.2
Berdasarkan perjalanan waktu nyeri dapat dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.
Nyeri kronis didefinisikan sebagai nyeri yang dirasakan terus menerus selama minimal 3 bulan.2
Berdasarkan sumbernya nyeri dapat dibagi menjadi nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri
somatis dihantarkan oleh serabut saraf A dan nyeri viseral dihantarkan oleh serabut saraf tipe
C.1
Dalam bidang urologi nyeri dapat menjadi gejala dari dari suatu penyakit dan dapat
menjadi gejala yang mengikuti tindakan urologi. Nyeri adalah alasan pada 60% pasien menolak
tindakan operasi.3 Penanganan nyeri penting dalam pengelolaan pasien. Sehingga pemberian
analgetik yang adekuat diperlukan untuk mendukung terapi pasien. Pemberian analgetik harus
memperhatikan kondisi pasien. Pasien Urologi sebagian besar mengalami gangguan fungsi
ginjal. Keadaan ini harus menjadi pertimbangan penggunaan analgetik agar tidak
memberperberat kondisi ginjal dan dapat memperoleh efek analgesia yang optimal.

Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri terdapat pada seluruh jaringan terutama pada permukaan tubuh. Pada
organ dalam, reseptor nyeri terdapat dengan jumlah jauh lebih sedikit dan dengan sistem
penghantaran persyarafan yang berbeda dengan permukaan tubuh.Nyeri dihantarkan oleh dua
jenis serabut syaraf yaitu Serabut syaraf bermielin A dengan kecepatan hantaran 30 meter/ detik
dan serabut syaraf tidak bermielin C dengan kecepatan hantaran 2 meter/ detik. Pada permukaan
tubuh nyeri dihantarkan oleh kedua serabut syaraf tersebut sedangkan untuk organ dalam seluruh
rangsangan nyeri dihantarkan oleh serabut syaraf tipe C. Reseptor nyeri dapat tereksitasi jika
suatu rangsangan melampaui batas ambang rangsangnya. Pada kondisi dimana terjadi stimulus
terus-menerus, nilai ambang reseptor nyeri akan semakin berkurang secara progresif sehingga
reseptor menjadi lebih mudah tereksitasi dengan stimulus yang ringan.1
Jika suatu stimulus dapat merangsang reseptor nyeri, impuls akan dibawa serabut saraf
A dan C. Kedua jenis serabut mempunyai jalur berbeda dalam penghantaran nyeri sampai otak
sehingga persepsi yang ditimbulkan juga berbeda.
Jalur Syaraf A
Serabut syaraf A (neuron ordo ke -1) berakhir pada dua titik dalam radiks dorsalis
medula spinalis yaitu lamina I dan lamina V ( gambar 1).selanjutnya impuls dibawa oleh neuron
ordo ke-2 menyilang ke radiks anterior untuk selanjutnya melalui traktus spinotalamikus
anterolateral dan sebagian besar berakhir di formasio reticularis medula oblongata, pons dan
mesencefalon, dari bagian ini neuron ordo ke-3 membawa impuls menuju talamus, hipotalamus
dan daerah lain di talamus, hipotalamus, diensefalon dan serebrum. Sebagian kecil dari jaras
saraf ordo ke -2 akan berakhir pada kompleks nukleus Ventrobasal talamus. Dari bagian ini
neuron ordo ke-3 akan membawa impuls ke korteks somatosensoris sehingga kita dapat
melokalisasi tempat asal nyeri.1

Jalur Syaraf tipe C


Serabut syaraf tipe C (neuron ordo ke -1) akan berakhir pada lamina II dan III radiks
dorsalis medula spinalis. Daerah ini dikenal sebagai substansia gelatinosa. Selanjutnya impuls
dibawa oleh serabut saraf pendek menuju lamina V. Dari lamina V impuls dibawa oleh neuron
ordo ke -2 menyilang ke radiks anterior untuk selanjutnya melalui traktus spinotalamikus
anterolateral bersama serabut A dan berakhir di formasio retikularis. Dari formasio retikularis
impuls akan dibawa ke area retikuler batang otak dan nuklei intralaminar talamus. Kedua daerah
tersebut merupakan bagian dari sistem aktivasi retikuler yang akan menyebarkan impuls
kesemua area korteks serebri, hipotalamus dan regio basal otak disekeliling talamus yang
merupakan tempat pengaturan emosi. Akibatnya walaupun impuls nyeri yang dibawa serabut tipe
C tidak dapat dilokalisasi dengan jelas karena tidak ada serabut khusus yang berakhir pada area
somatosensoris, impuls nyeri dapat mengaktifkan sistem retikuler dan akhirnya mengaktifkan
seluruh sistem syaraf. Aktifasi seluruh sistem syaraf dapat membangunkan seseorang dari tidur,
menyebabkan terbentuknya perasaan marah dan tidak senang diikuti oleh pelepasan berbagai
hormon dan pacuan syaraf autonom.1
Sistem Pengaturan Nyeri

Derajat reaksi seseorang terhadap rasa sakit sangat bervariasi. Keadaan ini sebagian
disebabkan oleh kemampuan otak untuk mengatur besarnya sinyal sakit yang masuk kedalam
sistem syaraf dengan cara pengaktifan sistem pengaturan nyeri.
Sistem pengatur nyeri terdapat pada tiga tempat yaitu :
1. Area substantia grisea periakuaduktus dari mesencefalon dan bagian superior pons
yang mengelilingi akuaduktus sylvius.
2. Nukleus rafe magnus, yang merupakan nukleus yang terdapat diantara pons dan
medula oblongata
3. Kompleks penghambat nyeri di radiks dorsalis medula spinalis
Ketiga daerah tersebut saling berhubungan melalui jaras syaraf. Penghambatan nyeri
dengan blokade impuls nyeri yang lewat dengan pelepasan neurotransmiter khusus seperti
enkefalin, endorfin, dinorfin dan serotonin.1 Enkefalin, endorfin dan dinorfin merupakan opioid
endogen yang bekerja pada reseptor opioid , dan . Aktifasi reseptor tersebut menghambat
depolarisasi serabut syaraf nyeri dan menghambat penjalaran impuls (gambar 2).3

Nyeri Viseral
Nyeri dari semua organ visceral dibawa oleh jaras syaraf tipe C yang berjalan bersama
dengan syaraf autonom menuju ke medula spinalis dan selanjutnya akan naik melalui jaras syaraf
sensoris anterolateral bersama-sama serabut syaraf nyeri dari permukaan tubuh. Serabut syaraf
nyeri untuk adrenal, ginjal dan ureter berjalan bersama serabut syaraf simpatis sedangkan yang
berasal dari kandung kemih, prostat dan urethra berjalan bersama serabut syaraf parasimpatis.
Karena nyeri dibawa oleh syaraf tipe C, nyeri yang dirasakan tidak terlokalisir hanya dapat
menunjukkan suatu area dermatom sesuai segmentasi masuknya serabut syaraf ke radiks dorsalis
medula spinalis. Hal ini disebabkan serabut syaraf tipe C juga memberikan akhiran syaraf ke
lamina V yang merupakan salah satu tempat berakhirnya serabut syaraf sensoris dari permukaan
tubuh, sehingga otak akan mempersepsi ketidaknyamanan tersebut berasal dari permukaan
tubuh.1 (gambar 3)

Biokimiawi Nyeri
Nyeri ditimbulkan oleh perangsangan langsung reseptor nyeri secara mekanis dan
perangsangan reseptor nyeri oleh mediator inflamasi seperti brandikinin, histamin dan sitokin.
Mediator inflamasi berasal dari plasma sel yang mengalami kerusakan akibat berbagai stimuli
seperti infeksi, iskemia, interaksi antigen- antibodi, suhu, atau cedera fisik lainnya. Agar dapat

menimbulkan nyeri, mediator inflamasi harus berkerja dengan bantuan prostagladin pada resptor
nyeri. Prostagladin berefek menurunkan nilai ambang reseptor nyeri 3
Pembentukan prostagladin terjadi akibat adanya kerusakan sel yang memacu terjadinya
influks ion Ca 2+. Ion Ca 2+ akan mengaktifkan enzim fosfolipase A2. Enzim fosfolipase A2 akan
menghidrolisis ikatan ester membran fosfolipid yang akan menghasilkan asam arakhidonat.
Asam arakhidonat yang terbentuk dengan segera akan dipecah oleh enzim siklooksigenase dan
lipooksigenase. Pembentukan prostagladin melalui jalur siklooksigenase.3
Enzim siklooksigenase mempunyai dua bentuk isoform yaitu siklooksigenase -1 dan
siklooksigenase -2. Enzim siklooksigenase-1( COX -1) diekspresikan oleh hampir semua sel
tubuh. Sedangkan enzim siklooksigenase -2 (COX 2) sebagian besar timbul akibat pacuan
sitokin yang banyak terdapat pada daerah terjadinya kerusakan sel selain yang terdapat secara
normal pada ginjal dan otak.4
Enzim siklooksigenase berkerja melalui dua cara, yaitu sebagai enzim endoperoksida
sintase yang akan mengubah asam arakhidonat menjadi prostagladin G ( PGG) dan prostagladin
H (PGH), serta sebagai enzim peroksidase yang akan mengubah PGG dan PGH menjadi PGG2
dan PGH2. PGG2 dan PGH2 selanjutnya akan diubah menjadi prostagladin, tromboksan dan
prostasiklin. Untuk pembentukan prostagladin, PGG2 dan PGH2 akan diubah oleh dua enzim
yaitu prostagladin isomerase yang akan menghasilkan prostagladin E2 ( PGE2) dan prostagladin
D2(PGD2) serta enzim prostagladin reduktase yang akan menghasilkan prostagladin F2 ( PGF2).
Prostagladin inilah yang dapat menurunkan nilai ambang reseptor nyeri.3 ( gambar 4).

Peran Prostagladin Pada Ginjal


Prostagladin adalah mediator untuk pengaturan tonus vascular dan homeostasis elektrolit
dan cairan yang berkerja pada ginjal. Produksi dan pelepasan renin juga dimediatori oleh
prostagladin yang dipicu oleh sinyal kimiawi berasal dari arteriole afferent dan makula densa.
Pada ginjal kedua isoform enzim siklooksigenase ( COX) yang menghasilkan
prostagladin dapat ditemukan. Enzim COX-1 terdapat pada sel mesangium, sel endotel arteriol,
sel epitel parietal kapsula bowman dan ductus collektivus korteks dan medula. Enzim COX-2
terdapat pada sel makula densa , perimakula,sel cortical thick ascending limb(cTAL), sel otot
polos arteriola dan sel interstisial medula yang terdapat dekat ujung papila renalis.
COX-1 berperan pada kondisi fisiologis yang bertanggung jawab pada sinyal antar sel,
homeostasis jaringan dan sitoprotektor. Sedangkan COX-2 muncul pada kondisi abnormal
seperti gangguan elektrolit dan cairan. Ekspresi COX-2 pada daerah korteks (makula densa dan
cTAL) meningkat pada kondisi kekurangan elektrolit dan menurun pada kondisi kelebihan
elektrolit.sedangkan pada medula ekspresi COX-2 akan meningkat pada kondisi kelebihan
elektrolit dan menurun pada kondisi kekurangan elektrolit. Peningkatan ekspresi COX-2 akan
meningkatkan adaptasi sel interstitial medula terhadap stres hipertonis.
Makula densa berperan mengatur tonus arteriola afferent dan pelepasan renin melalui
sinyal perubahan konsentrasi NaCl luminal. Pada keadaan penurunan konsentrasi NaCl luminal,
makula densa akan memacu pelepasan renin dengan perantara COX-2. Pelepasan renin akan
meningkatkan jumlah angiotensin I dan pada akhirnya akan meningkatkan angiotensin II yang
beredar. Angiotensin II akan menimbulkan vasokonstriksi arteriole afferent dan efferent, memacu
reabsorbsi Na pada tubulus proksimal dan memacu produksi aldosteron. Hasil akhir dari
peristiwa ini adalah peningkatan kembali volume intravaskuler dan peningkatan tekanan darah
( gambar 5).

Efek ini dikendalikan oleh COX-2 pada sel otot polos arteriol afferent yang akan
menghasilkan prostaglandin yang berperan sebagai vasodilator arteriol afferent. Sehingga pada
kondisi kekurangan cairan dan elektrolit aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus dipertahankan
tetap stabil. Ketika kondisi homeostasis sudah tercapai, ekspresi COX-2 akan menurun sehingga
produksi dan pelepasan renin juga akan menurun. Dari uraian diatas terlihat bahwa pada korteks
ginjal prostaglandin berperan dalam mengatur ekskresi natrium, laju filtrasi glomerulus dan
aliran darah ginjal.
Pada medulla ginjal prostaglandin memerankan peranan penting dalam pengaturan
reabsorbsi NaCl dan air pada medullary thick ascending limb dan duktus kolektivus. Pada
kondisi terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik interstisial medulla akibat peningkatan
volume ekspansi cairan pada interstisial akan meningkatkan ekspresi COX-1 dan COX-2.
Peningkatan ekspresi ini akan meningkatkan ekskresi natrium.

Inervasi Sistem Urogenital


Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan simpatik preganglion dari segmen vertebra torakalis 8
sampai vertebra lumbalis 1. Serabut preganglion ini sebagian besar berakhir pada ganglion
celiacus dan ganglion aortikorenalis, sisanya berjalan bersama nervus splanchnicus minor.

Persyarafan parasimpatis ginjal berasal dari nervus vagus. Nervus vagus dan serabut syaraf
simpatis yang berjalan bersama nervus splanchnicus minor akan membentuk pleksus renalis
yang terdapat disekeliling arteri renalis. Reseptor nyeri pada ginjal terdapat pada kapsula renalis
dan submukosa kolekting sistem ginjal. Reseptor ini terpacu oleh iritasi langsung dan adanya
regangan. Serabut nyeri dari ginjal akan berjalan bersama syaraf simpatis yang menginervasi
ginjal, sehingga nyeri yang dirasakan dialihkan pada dermatome sesuai segmen torakal 8 sampai
lumbal 1.

Ureter
Ureter mendapat persyarafan simpatik preganglion dari segmen vertebra torakalis 10
sampai vertebra lumbalis 2. Serabut postganglionnya berasal dari ganglion aorticorenalis,
ganglion hipogastik superior dan inferior. Persyarafan parasimpatis berasal dari segmen sacral 24. Reseptor nyeri terdapat pada submukosa ureter dan peka terhadap regangan dan iritasi
langsung. Serabut nyeri berjalan bersama syaraf simpatis. Nyeri yang dirasakan dapat dirasakan
langsung pada tempat rangsangan dan dialihkan sesuai distribusi persyarafan somatic yang
sesuai dengan segmen simpatis yang menginervasi ureter.

Kandung Kemih
Pada kandung kemih terdapat dua jenis serabut afferent yang membawa impuls nyeri
yaitu serabut syaraf somatic yang melalui nervus pudendus dan serabut syaraf otonom melalui
nervus pelvikus, nervus hipogastrikus dan berjalan berdampingan dengan
serabut simpatis dan parasimpatis. Serabutnya terdiri dari A-delta bermielin
dan serabut C tak bermielin (Chancell.
Jalur afferen visceral memiliki reseptor untuk regangan, volume dan
nosiseptik. Melalui jalur visceral tersebut dihantarkan sensasi penuh yang
diterima oleh reseptor regangan dan volume pada lapisan otot melewati
serabut saraf bermielin. Jalur visceral afferen juga menghantarkan sensasi
suhu (panas dan dingin), rasa tidak nyaman dan nyeri yang diterima oleh
reseptor nosiseptik melalui serabut saraf tak bermielin tipe C (Chancellor,
2002; Kim, 2003; Tanagho, 2004). Serabut ini akan berakhir pada segmen
thorakal 11 sampai lumbal 2 dan sacral 2-4..
Urotelium atau epital mukosa kandung kemih berperan pada sensasi
kandung kemih. Urotelium melepaskan prostanoid (prostaglandin dan
tromboxan A2) yang berfungsi untuk ikut mengatur aktifitas detrusor serta
berperan sebagai sitoprotektor
inervasi dari saraf visceral efferen simpatis, visceral efferen parasimpatis dan
visceral afferen serta somatik (Chancellor, 2002; Brook, 2002

Alat Reproduksi Pria


Pada glans penis terdapat banyak akhiran syaraf tipe A dan C. Syaraf
dari glans penis bersama dengan serabut afferent dari kulit penis akan

berjalan bersama nervus dorsalis penis dan berakhir pada medulla spinalis
segmen sacral 2-4.
Inervasi sensoris testis terdiri atas 95% serabut syaraf tipe C dan
sisanya serabut syaraf tipe A. Akhiran syaraf ini peka terhadap rangsangan
mekanis, kimia dan thermal. Syaraf dari testis dan epididimis akan berjalan
menuju pleksus renalis bersama dengan nervus spermatika interna dan
berjalan menuju plexus pelvis bersama nervus deferensialis. Beberapa
serabut afferent akan melintas ke plexus pelvis kontralateral, hal inilah yang
menerangkan proses patologis pada satu testis dapat menimbulkan sensasi
tidak nyaman pada testis kontralateral. Ramus genitalis dari nervus
genitofemoralis yang bersifat somatis menginervasi lamina parietalis tunika
vaginalis dan kulit scrotum.

Nyeri Dalam Urologi


Nyeri yang berasal dari organ genitourinarius biasanya cukup berat
dan disebabkan oleh proses peradangan, obstruksi traktus urinarius dan
tindakan intervensi medis. Batu pada traktus urinarius dapat menimbulkan
nyeri hebat jika menyebabkan obstruksi traktus urinarius. Sebaliknya batu
berukuran besar yang tidak menimbulkan obstruksi biasanya asimptomatis,
oleh karena itulah batu kecil yang tertahan pada ureterovesikal junction
dapat menimbulkan nyeri yang hebat, sementara batu cetak ginjal besar
pada pelvis ginjal maupun batu buli dapat asimptomatis. Retensi urin akibat
obstruksi urethra oleh prostate juga menimbulkan keluhan nyeri.
Peradangan pada organ genitourinarius akan menimbulkan nyeri yang
hebat jika sampai pada parenkim organ tersebut. Nyeri disebakan oleh
edema dan distensi kapsula yang mengelilingi organ tersebut. Oleh karena
itu pyelonefritis, prostatitis, orchitis dan epididimitis biasanya cukup nyeri.
Peradangan mukosa organ berongga seperti kandung kemih atau urethra
biasanya meninbulkan rasa tidak nyaman dan nyerinya tidak berat.
Tumor organ genitourinaria biasanya tidak menimbulkan nyeri sampai
menyebabkan obstruksi atau terjadi perluasan tumor mengenai syaraf
didekatnya. Sehingga nyeri pada keganasan organ genitourinaria merupakan
tanda tahap lanjut dari keganasan.

Nyeri Ginjal
Nyeri yang berasal dari ginjal biasanya dirasakan pada daerah kostovertabral ipsilateral.
Nyeri disebabkan distensi akut kapsula ginjal akibat peradangan dan obstruksi. Nyeri dapat
menjalar ke abdomen atas sampai umbilicus dan dapat dialihkan sampai ke testis atau labium.
Sehingga nyeri pada testis tanpa ada kelainan pada testis maka kelainan pada ginjal harus
dipertimbangkan. Nyeri akibat peradangan biasanya bersifat terus menerus, sedangkan nyeri
akibat obstruksi biasanya hilang timbul sesuai peristaltik ureter. Hal ini disebabkan kenaikan

tekanan peda pelvis renalis akibat kontraksi ureter untuk memaksa urin melawati daerah
obstruksi.
Nyeri dari ginjal dapat menimbulkan gejala gastrointestinal karena refleks stimulasi
ganglion seliakus. Hal ini yang sering mengaburkan diagnosis antara kelainan gastrointestinal
dan kelainan pada ginjal. Pasien dengan kelainan gastrointestinal biasanya berbaring tidak
bergerak untuk meminimalkan nyeri, sedangkan pasien dengan kelainan ginjal lebih nyaman
bergerak dan memegang daerah flank.

Nyeri Ureter
Nyeri Ureter biasanya akut dan disebabkan obstruksi. Nyeri disebabkan distensi akut
ureter, hiperpelistaltik dan spasme otot polos ureter sebagai usaha untuk menghilangkan
obstruksi. Tempat terjadinya obstruksi dapat ditentukan dari lokasi nyeri alih yang ditimbulkan.
Obstruksi pada ureter tengah akan menimbulkan nyeri pada kuadran bawah abdomen sampai ke
scrotum dan labium. Obstruksi ureter distal sering menimbulkan gejala iritabilitas buli seperti
frekuensi, urgensi dan rasa tidak nyaman pada suprapubis serta dapat menjalar ke urethra sampai
ujung penis. Kelainan ureter yang tumbuh perlahan atau hanya menimbulkan obstruksi ringan
biasanya jarang menimbulkan nyeri, sehingga tumor ureter dan batu yang menimbulkan
obstruksi minimal jarang menimbulkan nyeri.

Nyeri Kandung Kemih


Nyeri kandung kemih disebabkan oleh overdistensi kandung kemih akibat retensi urine
akut atau oleh peradangan. Nyeri suprapubis yang terjadi terus menerus yang tidak berhubungan
dengan retensi urin biasanya tidak berasal dari daerah urologi. Sebaliknya pasien dengan retensi
urine yang terjadi perlahan sering tidak menimbulkan keluhan walaupun jumlah urin sudah
melebihi 1 liter.
Peradangan kandung kemih biasanya menimbulkan ketidak nyamanan suprapubis
intermiten. Nyeri tersebut terjadi terutama jika kandung kemih penuh dan berkurang sesuai
pengosongan kandung kemih. Nyeri yang timbul dapat dirasakan sampai urethra distal dan
menimbulkan gejala iritatif seperti frekuensi dan disuria.

Nyeri Prostat
Nyeri prostate disebabkan proses peradangan yang menimbulkan edema dan distensi
kapsula prostate. Nyeri yang berasal dari prostate tidak terlokalisir dan dapat dirasakan pada

inguinal,perineal, limbosakral dan rectal. Nyeri prostate biasanya berkaitan dengan gejala iritatif
dan pada kasus berat dapat menimbulkan retensi urin akut.

Nyeri Penis
Nyeri pada penis flaksid biasanya disebabkan peradangan pada kandung kemih atau
urethra dan paling dirasa nyeri pada meatus urethra. Nyeri pada penis ereksi biasamya
disebabkan oleh penyakit Peyronie atau priampismus.

Nyeri Testis
Nyeri pada testis dapat primer berasal dari testis atau nyeri alih dari organ lain. Nyeri
primer disebabkan oleh peradangan testis atau epididimis dan torsio testis atau torsio appendiks
testis. Nyeri juga dapat disebabkan peradangan pada dinding scrotum. Peradangan ini dapat
disebabkan infeksi pada folikel rambut dan kista kelenjar minyak atau dapat juga disebabkan
Fournier's gangrene.
Nyeri kronis pada scrotum biasanya berkaitan dengan keadaan selain peradangan seperti
hidrokel atau varikokel. Nyeri seperti ini biasanya tumpul, sensasi berat dan tidak menjalar.
Karena testis secara embrional dekat dengan ginjal, nyeri yang berasal dari ginjal atau
retroperitoneal dapat dialihkan ke testis.

Analgetik
Analgetik berasal dari bahasa yunani yaitu an yang berarti tanpa dan algia yang
berarti nyeri, sehingga analgetik didefinisikan sebagai sekumpulan dari berbagai jenis obat yang
dipergunakan untuk meredakan nyeri. Analgetik berkerja pada berbagai jalur nyeri baik sentral
maupun perifer. Termasuk dalam golongan analgetik adalah parasetamol ( acetaminophen), obat
anti inflamasi non sterioid ( OAINs) , golongan opioid, obat opioid sintetik seperti tramadol.
Selain jenis analgetik diatas beberapa obat seperti antidepresan dan antikonvulsan sering
digunakan untuk terapi nyeri neuropati.
Dalam terapi nyeri terdapat beberapa prinsip yang biasa digunakan yaitu :
1. Preemptive analgesia : Hal ini berarti bahwa pemberian analgesik dilakukan sebelum
timbul nyeri karena nyeri lebih mudah untuk dicegah dari pada ditangani bila sudah
muncul.
2. Multimodal analgesik : Pemberian beberapa jenis analgesik dengan titik tangkap pada
jalur nyeri yang berbeda, lebih baik dari pada satu jenis analgesik karena menurunkan
kemungkinan terjadinya efek samping dan efek analgesianya lebih kuat.

3. Dalam penanganan nyeri , harus juga menangani faktor psikologis nyeri


4. Tangani segera nyeri akut yang timbul. Karena nyeri akut yang tidak diatasi akan
menimbulkan nyeri kronis yang sulit diatasi.
Selain prinsip diatas dalam penanganan nyeri juga terdapat tahapan dalam pengelolaan
nyeri yang terdiri atas:
1. Identifikasi penyebab nyeri

2. Nilai derajat keparahan nyeri


3. Berikan analgesik sesuai penyebab dan derajat keparahan.

Vous aimerez peut-être aussi