Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia terletak pada garis 6 LU 11 LS dan 95 BT 141 BT. Dengan
demikian, Indonesia terletak di daerah beriklim tropis dan dilewati oleh garis
khatulistiwa. Letak ini menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati
yang tinggi. Jenis tumbuh-tumbuhan di Indonesia diperkirakan berjumlah 25.000
jenis atau lebih dari 10% dari flora dunia. Tumbuh-tumbuhan tersebut telah
dimanfaatkan sebagai obat terhadap berbagai jenis penyakit.
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan
fauna. Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang perhatian banyak
orang untuk memilih jalur alternatif dalam pengobatan, memngingat terlalu banyak
efek samping dari produk obat-obatan sintetis. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan masyarakat memilih produk yang
alamiah, maka semakin gencar penelitian tentang kandungan-kandungan kimia
penting dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan dalam pengembangan obat
baru. Penelitian biasanya menggunakan metoda analisis fitokimia, dimana metoda ini
membahas secara sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama dari golongan
senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, proses biosintesis, metabolisme dan
perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia tersebut.
Pada hakekatnya, kimia bahan alam merupakan pengetahuan yang telah
dikenal sejak peradaban manusia tumbuh. Contoh yang dapat segera diketahui adalah
pembuatan bahan makanan, pewarnaan benda, obat-obatan atau stimulan, dan
sebagainya (Sastrohamidjojo, 1996).
Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil
metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli yang
menemukan senyawa kimia yang memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang
bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal dengan senyawa
metabolit sekunder yang merupakan hasil dari penyimpangan metabolit primer
tumbuhan. Senyawa tersebut adalah golongan alkaloid, steroid, terpenoid, fenolik,
flavonoid, dan saponin.
Para kimiawan pada akhir abad ke-18 mulai mengakhiri kepercayaan dunia
mitos ke ilmu pengetahuan modern, dan di antara para ilmuwan sangat antusias untuk
menguak sifat-sifat yang sebenarnya dari bahan ekstrak yang diperoleh dari alam.
Mereka mulai memisahkan, memurnikan, dan akhirnya menganalisis senyawasenyawa yang dihasilkan oleh sel hidup. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan
maka perkembangan kimia bahan alam tidak dapat lagi diragukan hingga sekarang.
Berbagai cara analisis preparatif atau pemisahan telah diketemukan dan
dikembangkan seperti metoda kromatografi lapisan tipis, kromatografi gas,
kromatografi cair bertekanan tinggi, elektroforesis, pertukaran ion, dan sebagainya.
Metoda-metoda tersebut memungkinkan untuk mengisolasi senyawa-senyawa yang
jumlahnya sangat kecil (Sastrohamidjojo,1996).
Berbagai penelitian telah mengungkapkan peran yang amat penting dari
metabolit sekunder dalam sistem ekologi berbagai organisme, antara lain sebagai alat
pertahanan, alat komunikasi, hormon, feromon seks serangga. Hal ini mencerminkan
bahwa senyawa metabolit sekunder dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
terutama sebagai bahan obat, wewangian, dan biopestisida. Menurut WHO sebanyak
88 % penduduk dunia dewasa ini menggantungkan harapan pada pengobatan
tradisional. Banyak penelitian mutakhir membuktikan adanya berbagai molekul
organik metabolit sekunder menunjukkan sifat bioaktivitas sebagai antibakteri,
antivirus, antijamur, antikanker, dan bahan pengobatan terhadap berbagai penyakit
degeneratif (Usman, 2012).
BAB II
METODE PENELITIAN
15 menit.
Saring panas-panas ke dalam tabung reaksi dan dibiarkan seluruh etanol menguap
sampai kering. Tambahkan kloroform dan akuades dengan perbandingan 1:1 masingmasing sebanyak 5 mL kemudian dikocok. Selanjutnya, dipindahkan ke dalam tabung
reaksi, dibiarkan sejenak hingga terbentuk dua fasa. Lapisan bawah adalah kloroform
digunakan untuk menganalisis senyawa terpenoid dan steroid. Lapisan atas adalah air
yang digunakan untuk menganalisis kandungan fenolik, flavonoid, dan saponin.
2.5.2 Analisis Sampel
2.5.2.1 Analisis Senyawa Fenolik
Sebagian dari lapisan air dimasukkan ke dalam plat tetes. Kemudian
ditambahkan pereaksi FeCl3. Terbentuknya warna biru/ungu menandakan adanya
kandungan fenolik.
2.5.2.2 Analisis Senyawa Flavonoid (Sianidin Test)
Sebagian dari lapisan air dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian
dimasukkan butir bubuk Mg dan beberapa tetes HCl pekat. Terbentuknya warna
orange sampai merah menandakan adanya flavonoid (kecuali untuk isoflavon).
2.5.2.3 Pemeriksaan Saponin
Lapisan air dipindahkan ke tabung reaksi lain dan dikocok sekuat-kuatnya.
Terbentuknya busa yang permanen (beberapa menit) menunjukkan adanya saponin.
BAB III
Sampel B
Sampel A
3.1.1
Sampel C
Uji Saponin
Uji Fenolik
Uji Flavonoid
+ (larutan
berwarna orange)
++ (larutan
berwarna orange)
3.2 Pembahasan
Mula-mula percobaan ini dilakukan dengan menggerus sampel kulit batang
yang sudah diambil hingga menjadi serbuk dan kemudian dikeringkan selama
semalam. Selanjutnya, masing-masing sampel dimaserasi dengan etanol di atas lampu
spiritus selama 15 menit. Hal ini berguna untuk memperoleh senyawa dalam sampel
yang lebih murni. Pada saat maserasi, warna larutan pada masing-masing sampel
yaitu untuk sampel A dan sampel B yaitu berwarna agak kekuningan, sedangkan pada
sampel C berwarna kemerahan. Setelah dimaserasi, masing-masing sampel disaring
ke dalam tabung reaksi yang berbeda-beda. Selanjutnya, sampel diekstraksi dengan
menambahkankan kloroform dan akuades dengan perbandingan 1:1 yaitu masingmasing 5 mL. Larutan kemudian dihomogenkan. Sesaat setelah dihomogenkan, pada
masing-masing larutan dalam tabung reaksi terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan atas
adalah air dan lapisan bawah yaitu kloroform. Pada sampel A, lapisan atas berwarna
kuning muda dan lapisan bawahnya berwarna kuning keemasan. Pada sampel B,
lapisan atasnya berwarna orange muda dan lapisan bawahnya berwarna kuning.
Sedangkan pada sampel C, lapisan atasnya berwarna orange tua dan lapisan
bawahnya berwarna kuning. Lalu, masing-masing lapisan atas (air) pada sampel
dipipet dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda, sehingga antara
lapisan organik dan lapisan airnya berada pada tabung yang berbeda.
Selanjutnya, pada tabung reaksi yang berisi lapisan air masing-masing sampel
akan dilakukan pemeriksaan saponin, uji fenolik, uji flavonoid. Pertama-tama, untuk
pemeriksaan saponin, kurang lebih sekitar setengah dari lapisan air yang diperoleh
dari masing-masing sampel dipipet ke tabung reaksi lain dan ditambahkan sedikit
akuades. Setelah penambahan akuades larutan dikocok kuat-kuat. Jika terbentuk busa
yang permanen, maka sampel positif mengandung saponin. Namun dari hasil
pemeriksaan saponin, tidak ada satupun sampel yang menunjukkan adanya saponin.
Untuk uji fenolik, dipipet lapisan air pada masing-masing sampel dan ditetesi
pada plat tetes kurang lebih 3 tetes. Selanjutnya ditambahkan pereaksi FeCl3 ke dalam
lapisan air pada plat tetes tersebut. Kemudian dihomogenkan dengan cara diaduk.
Pada uji fenolik, juga tidak satupun sampel yang menunjukkan warna biru atau ungu
yang menandakan sampel negatif mengandung fenolik. Warna yang dihasilkan
masing-masing sampel yaitu dari sampel A hingga C adalah warna orange, warna
orange dengan bintik-bintik hitam, dan warna hitam.
Untuk uji flavonoid, dipipet lapisan air ke dalam plat tetes sebanyak 3 tetes
kemudian ditambahkan beberapa butir serbuk magnesium dan beberapa tetes HCl
pekat. Setelah penambahan HCl pekat pada masing-masing lapisan air yang telah
ditambahkan serbuk magnesium, terbentuk busa yang bersifat sementara. Masingmasing larutan pada plat tetes berubah warna. Pada sampel A, larutan menjadi bening.
Pada sampel B, larutan berwarna merah namun tidak begitu jelas. Dan pada sampel
C, larutan juga berwarna merah namun lebih gelap dibanding sampel B. Sehingga
sampel B dan C positif mengandung senyawa flavonoid, sedangkan sampel A negatif
mengandung senyawa flavonoid.
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa sampel A, sampel B, dan sampel C tidak mengandung saponin dan fenolik.
Sedangkan untuk uji flavonoid, sampel B dan sampel C mengandung flavonoid, dan
sampel A tidak mengandung flavonoid.
DAFTAR PUSTAKA
Sastrohamidjojo, H., 1996, Sintesis Bahan Alam, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Usman, H., 2012, Dasar-Dasar Kimia Organik Bahan Alam, Dua Satu Press,
Makassar.
KELOMPOK 16 :
AUDREY ZAHRA H311 12 008
BASO AGUNG
H311 12 020
H311 12 253
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014