Vous êtes sur la page 1sur 10

A.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada
awalnya
muara Ciliwung, yang
(sekarang).
Menurut
dibangun tahun 1610
pemerintah
Belanda
jaman
sehingga

merupakan Pelabuhan Kerajaan Pajajaran di


kemudian berkembang menjadi Kota Jakarta
sejarahnya, pelabuhan Sunda Kelapa
dengan kanaal sepanjang 810 m. Tahun 1817
memperbesarnya menjadi 1,825 m. Setelah
kemerdekaan
dilakukan
rehabilitasi
memiliki kanaal sepanjang 3,250 m dan dapat
menampung 70 perahu layar dengan sistem Susun
Sirih. Sampai sekarang pelabuhan ini masih
berfungsi sebagai pelabuhan yang melayani
kapal-kapal tradisional, yaitu angkutan antar pulau di Indonesia, dan berdasar
SK Gubernur
DKI Jakarta tanggal 6 Maret 1974 nama Sunda Kelapa di
pakai lagi sebagai pelabuhan di
DKI Jakarta untuk kapal antar pulau. Di kawasan ini
sekarang diadakan pemugaran-pemugaran, antara lain untuk gedung Museum Bahari (dulu
bernama Pasar Ikan).
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, Pelabuhan Sunda Kelapa yang tadinya Pasar Ikan
banyak dikunjungi berbagai macam pedagang dari dalam maupun luar negeri, walaupun
Pelabuhan Tanjung Priok sudah dibangun.Dengan lajunya pembangunan secara setapak demi
setapak Pelabuhan Pasar Ikan mulai menyesuaikan arus pembangunan demi kesempurnaan dan
lajunya arus pelayaran. Mengingat Pelabuhan Sunda Kelapa aktifitasnya tinggi, maka pada tahun
1977 kegiatan pendaratan ikan lewat jalur pelabuhan tersebut dinyatakan tertutup berdasarkan
Kep. Gub. KDKI No. 268 Tahun 1977, dimana kegiatan pendaratan ikan melalui Pelabuhan
Sunda Kelapa dinyatakan ditutup, namun untuk aktifitas bongkar muat dan pelelangan ikan tanpa
jalur laut dizinkan sampai sekarang ini dimana diberikan klasifikasi menjadi Pos Retribusi Ikan.
Berdasarkan SK Dirjen Perla tanggal 1 April 1974 nama Pelabuhan Pasar Ikan menjadi
Pelabuhan Sunda Kelapa. Dengan kemajuan-kemajuan yang diperoleh, Pelabuhan Sunda Kelapa
menjadi obyek pariwisata. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa sangat dominannya pelabuhan
itu masih banyak perahu-perahu tradisional yang masih memegang tradisinya masing-masing
dan sekaligus merupakan pangkalan pelabuhan kayu dari pelosok Nusantara.
Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai pelabuhan kayu menyediakan prasarana khusus untuk
bongkar muat kayu di Jakarta yang keberadaannya di bawah manajemen Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan RI. Aktifitas bongkar muat kayu di pelabuhan ini
kian hari semakin meningkat volumenya, sehingga terjadi perluasan-perluasan prasarana
pelabuhan, diantaranya lapangan penumpukan, gudang dan kolam pelabuhan
Nama Pelabuhan Sunda Kelapa sudah terdengar sejak abad ke-12 M. Pada masa itu
pelabuhan ini sudah dikenal sebagai pelabuhan lada milik kerajaan Hindu Sunda terakhir di Jawa
Barat, Pakuan Pajajaran, yang berpusat di sekitar Kota Bogor sekarang. Para pedagang nusantara

kerap singgah di Sunda Kalapa di antaranya berasal dari Palembang, Tanjungpura, Malaka,
Makasar dan Madura dan bahkan kapal-kapal asing dari Cina Selatan, Gujarat/ India Selatan, dan
Arab sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra,
kain, wangi-wangian, kemenyan, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan lada dan
rempah-rempah yang menjadi komoditas unggulan pada saat itu. Para pelaut Cina menyebut
Sunda Kalapa dengan nama Kota Ye-cheng yang berarti kota Kelapa. Hal ini kemungkinan
disebabkan banyaknya pohon kelapa yang tumbuh di sekitar pelabuhan Sunda Kalapa kala itu.
Bangsa Eropa pertama asal Portugis di bawah pimpinan de Alvin tiba pertama kali di
Sunda Kelapa dengan armada empat buah kapal pada tahun 1513, sekitar dua tahun setelah
menaklukkan kota Malaka. Mereka datang untuk mencari peluang perdagangan rempah-rempah
dengan dunia barat. Karena dari Malaka mereka mendengar kabar bahwa Sunda Kalapa
merupakan pelabuhan lada yang utama di kawasan ini. Menurut catatan perjalanan Tome Pires
pada masa itu Sunda Kalapa merupakan pelabuhan yang sibuk namun diatur dengan baik.
Beberapa tahun kemudian Portugis
datang kembali dibawah pimpinan
Enrique Leme dengan membawa hadiah
bagi Raja Sunda Pajajaran. Mereka
diterima dengan baik dan pada tanggal 21
Agustus 1522 ditandatangani perjanjian
antara Portugis dan Kerajaan Sunda
Pajajaran. Perjanjian diabadikan pada
prasasti batu Padrao yang kini dapat
dilihat di Museum Nasional. Dengan
perjanjian tersebut Portugis berhak
membangun pos dagang dan benteng di Sunda Kalapa. Pajajaran berharap Portugis dapat
membantu menghadapi serangan kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak dan Cirebon seiring
dengan menguatnya pengaruh Islam di Pulau Jawa yang mengancam keberadaan kerajaan Hindu
Sunda Pajajaran.
Pada tahun 1527 saat armada kapal Portugis kembali di bawah pimpinan Francesco de Sa
dengan persiapan untuk membangun benteng di Sunda Kalapa, ternyata gabungan kekuatan
Muslim Cirebon dan Demak berjumlah 1.452 prajurit di bawah pimpinan Fatahillah, sudah
menguasai Sunda Kelapa. Sehingga pada saat berlabuh Portugis diserang dan berhasil
dikalahkan. Atas kemenangannya terhadap Kerajaan Sunda Pajajaran dan Portugis, pada tanggal
22 Juni 1527 Fatahillah mengganti nama kota pelabuhan Sunda Kalapa menjadi Jayakarta yang
berarti kemenangan yang nyata.
1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka disusun rumusan sebagai berikut:
Apa yang menjadi daya tarik pelabuhan Sunda Kelapa?
-

Bagaimana sejarah terjadinya pelabuhan Sunda Kelapa?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun yang hendak dicapai dari penulisan makalah ini yaitu untuk menambah wawasan,
pengetahuan dan pemahaman tentang Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa,serta untuk memenuhi
salah satu tugas dari mata pelajaran Sejarah
1.4 Manfaat Penelitian
Penulisan yang dilakukan dalam makalah ini diharapkan dapat berguna bagi penyusun dan
pihak-pihak yang berkepentingan, yang diharapkan dapat memberikan masukan yang cukup
berharga.
1.5 Landasan Teori
Pelabuhan dan Manfaatnya
Pelabuhan
adalah
sebuah
fasilitas
di
ujung samudera,sungai,
atau danau untuk
menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. (Wikipedia
ensiklopedia, 2002).
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi dipergunakan sebagai
tempat kapal bersandar, berlabuh, untuk naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang
yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta
sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. (Perpu RI no. 69 Tahun 2001)
Pelabuhan sebagai tumpuan tatanan kegiatan ekonomi dan kegiatan pemerintah merupakan
sarana untuk menyelenggarankan pelayanan jasa kepelabuhan dalam menunjang
penyelenggaraan angkutan laut. (Peraturan Pemerintah yang sama Bab 11 pasal 1 ayat 1).
Pengertian lainnya adalah:
Menurut tujuan, adalah kegiatan suatu pelabuhan dapat dihubungkan dengan kepentingan
ekonomi dan kepentingan pemerintah serta kepentingan lainnya.
A. ISI
2.1 Ruang Lingkup Penelitian Saat Kunjungan
``Sunda Kelapa`` ditinjau dari letak, sejarah serta manfaat bagi bangsa Indonesia, penjajah,
maupun bangsa-bangsa lain yang mempunyai kepentingan baik ekonomi, politik maupun Sosial
Budaya pada jaman dahulu dan sekarang. Sunda Kelapa merupakan sebutan sebuah pelabuhan
tradisional di teluk Jakarta. Nama kelapa diambil dari berita yang terdapat dalam tulisan
perjalanan Tome Pires pada tahun 1513 yang berjudul Suma Oriental. Dalam buku tersebut
disebutkan bahwa nama pelabuhan itu adalah Kelapa. Karena pada waktu itu wilayah ini berada
di bawah kekuasaan kerajaan Sunda maka kemudian pelabuhan ini disebut Sunda Kelapa.

Pelabuhan Sunda Kelapa telah dikenal semenjak abad ke-12 dan kala itu merupakan pelabuhan
terpenting Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam
dan para penjelajah Eropa, Sunda Kelapa diperebutkan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dan
Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para
penakluk ini mengganti nama-nama pelabuhan Sunda Kelapa dan daerah sekitarnya. Namun
pada awal tahun 1970-an, nama kuno Sunda Kelapa kembali digunakan sebagai nama resmi
pelabuhan tua ini.
2.2 Pembahasan
2.2.1. Daya Tarik Pelabuhan Sunda Kelapa
Berdiri di puncak Menara Syahbandar di Pasar Ikan, Jakarta Utara, kita akan dapat menikmati
kawasan paling tua di Kota Jakarta yang berusia 476 tahun. Tapi, untuk itu kita harus mau sedikit
berfantasi untuk merasakan apa yang pernah terjadi ratusan tahun lalu. Memandang ke utara
terlihat kapal-kapal Phinisi yang berdatangan dari berbagai tempat di nusantara tengah bersandar
di Pelabuhan Sunda Kelapa. Ratusan pekerja tengah menurunkan kayu dan bahan bangunan
lainnya untuk kebutuhan ibu kota. Membaur di antara para pekerja ini terlihat para wisatawan
bule yang tertarik akan keberadaan kapal ini.
Kira-kira 300 meter ke arah selatan menara, kita akan mendapati jembatan tua yang pada masa
VOC disebut Jembatan Pasar Ayam (Hoenderpasarbrug). Dinamakan demikian karena ratusan
tahun lalu pada malam hari tempat menjadi ngumpulnya kupu-kupu malam mencari mangsa lakilaki hidung belang. Pada tempo doeloe, kapal-kapal dapat berlayar hingga ke arah hulu Sungai
Ciliwung. Kala itu jembatan dapat dinaikturunkan. Menurut keterangan, letak Pelabuhan Sunda
Kelapa pada masa kejayaannya sekitar 700 meter dari muara Ciliwung. Pada masa Kerajaan
Pajajaran yang berpusat di Pakuan (Bogor) perdagangan melalui sungai antara Pakuan dan Sunda
Kelapa cukup ramai.

Menyusuri Ciliwung ke Sunda Kelapa, perahu-perahu banyak membawa hasil bumi. Kembalinya
membawa barang dari mancanegara yang mereka beli di Bandar Sunda Kelapa. Suatu organisasi
Betawi beberapa tahun lalu pernah ingin membangun patung Falatehan di Pelabuhan Sunda

Kelapa, seperti patung Victoria di pintu masuk Pelabuhan New York, AS. Untuk ini telah
dikirimkan utusan ke New York guna mempelajarinya. Entah bagaimana rencana ini tidak
kesampean.
Sineas Misbach Yusa Biran saat hendak membuat film Fatahilah telah mengalami kesulitan
untuk menampilkan wajah Fatahilah. Akhirnya, untuk tokoh ini dalam filmnya, Misbach
menampilkan pemuda berwajah Timur Tengah tempat Fatahilah berasal. Sebelum Perang Dunia
II (1942-1945) di dekat muara Ciliwung atau Kali Besar, warga ibu kota dapat menikmati pesta
Pehcun atau pesta air pada hari keseratus Imlek (tahun baru Cina). Ramenye kagak kepalang.
Ratusan perahu hias saling seliweran di tempat ini, kata Derahman (80), warga Pekojan, Jakarta
Barat, mengenang masa mudanya.
Menara Syahbandar yang kini dijuluki Menara Pisa karena bangunannya agak miring akibat
lalu-lalang kontainer dan truk besar, dulu berfungsi sebagai pengawas bagi keluar masuknya
kapal-kapal dari Pelabuhan Sunda Kelapa di muara Ciliwung. Setelah pembangunan Pelabuhan
Tanjung Priok usai (1886), menara yang dalam bahasa Belanda disebut Uitlij itu sudah berkurang
perannya. Sampai 1960-an di sekitar tempat inilah tanda kilometer satu Kota Jakarta, sebelum
dipindahkan ke Monas.
Hanya beberapa meter di sebelah kiri menara, terletak Museum Bahari, gedung bersejarah yang
pernah menjadi gudang rempah-rempah VOC. Kala itu gedung ini terletak di tepi laut sehingga
kapal-kapal ketika mengangkut barang-barang dapat merapat ke gudang. Beberapa tahun lalu
pihak Museum dan Sejarah DKI untuk mengenang masa kejayaan Sunda Kelapa ingin
membangun Museum Rempah-rempah di tempat ini. Di depan Museum Barau, yang dulunya
merupakan laut, terdapat Pasar Heksagon berdampingan dengan Pasar Ikan. Disebut Pasar
Heksagon karena bangunannya berbentuk segi enam.
Bangunan bergaya arsitektur Indische ini didirikan pada 1920. Bangunan ini dijadikan sebagai
balai penelitian kelautan dan ditempatkan akuarium besar dengan berbagai jenis ikan. Di pasar
ini setiap malam hingga dini hari berlangsung lelang ikan. Pembelinya para pedagang ikan dari
Jakarta dan sekitarnya untuk dijual kepada para konsumen dari rumah ke rumah. Pasar Ikan dulu
merupakan salah satu kawasan yang banyak didatangi oleh warga Jakarta untuk rekreasi,
terutama di hari libur. Mereka datang ke tempat ini dengan naik trem listrik yang kala itu
merupakan angkutan umum utama di Jakarta.
Di samping menikmati akurium dengan berbagai jenis ikan, banyak yang datang untuk berziarah
ke Masjid Luar Batang karena di sini terdapat makam Habib Husein Alaydrus yang letaknya di
belakang Museum Bahari. Jakarta yang kini metropolis dengan penduduk 11 juta sebagai kota
pelabuhan sudah bercorak internasional sejak masa Sunda Kelapa. Orang dengan latar belakang
budaya, warna kulit, dan keyakinan agama yang berbeda-beda bertemu di Sunda Kelapa sudah
berabad-abad lamanya.
Dalam sejarah kota ini mereka bergaul tanpa prasangka. Bermacam-macam bahasa terdengar di
pelabuhan, dalam kantor, gereja, masjid, dan kelenteng. Sekalipun kini Pelabuhan Sunda Kelapa
bukan lagi bandar besar, kastel-kastel peninggalan Belanda sudah menjadi gedung tua yang
eksotik. Tapi, di Sunda Kelapa kita masih dapat merasakan nostalgia sejarah.

Pelabuhan Sunda Kelapa dari sisi ekonomi memang memiliki nilai strategis, karena berdekatan
dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta, seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lainlain. Wisatawan yang berkunjung ke sini dapat melihat keramaian aktivitas bongkar muat
barang-barang kapal antarpulau berukuran 175 BRT (500 m2) yang mengangkut barang
kebutuhan sehari-hari, seperti sembako dan tekstil. Selain itu, pengunjung juga dapat melihat
aktivitas bongkar muat barang-barang lainnya, seperti, besi beton, kayu gergajian, rotan,
kaoliang, dan kopra. Yang menarik, bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan
cara tradisional, yakni menggunakan tenaga manusia.
Ramainya aktivitas bongkar muat barang komoditas perdagangan ini sebenarnya memang
ditunjang oleh kondisi fisik di pelabuhan tersebut. Menurut catatan, pelabuhan ini mempunyai
luas daratan sekitar 760 hektar dan luas perairan sebesar 16.470 hektar yang terdiri dari
pelabuhan utama dan Pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang area 3.250 meter
dengan luas kolam 12.000 meter persegi, sedangkan Pelabuhan Kalibaru mempunyai panjang
area 750 meter dengan luas daratan sekitar 343.339 meter persegi. Dengan ukuran tersebut,
pelabuhan utama setidaknya bisa menampung sekitar 70 perayu layar motor, dan untuk
Pelabuhan Kalibaru dapat menampung sekitar 65 kapal motor antarpulau.
Wisatawan yang berkunjung ke Pelabuhan Sunda Kelapa juga dapat menyaksikan bangunan atau
benda bersejarah lainnya yang masih terdapat dalam kompleks pelabuhan, seperti Museum
Bahari, bekas galangan VOC, Menara Syah Bandar, Museum Sejarah Jakarta, dan Museum
Wayang. Di samping itu, di kompleks pelabuhan ini juga terdapat pasar ikan yang menjajakan
aneka jenis ikan laut. Sekitar 2 kilometer dari pelabuhan, wisatawan juga dapat mengunjungi
stasiun kereta api peninggalan zaman Belanda, bernama Stasiun Kereta Api Kota atau dikenal
dengan sebutan BEOS (Batavia En Om Streken).
2.2.2. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa
Sunda Kelapa merupakan sebutan sebuah pelabuhan tradisional di teluk Jakarta. Nama kelapa
diambil dari berita yang terdapat dalam tulisan perjalanan Tome Pires pada tahun 1513 yang
berjudul Suma Oriental. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa nama pelabuhan itu adalah
Kelapa. Karena pada waktu itu wilayah ini berada di bawah kekuasaan kerajaan Sunda maka
kemudian pelabuhan ini disebut Sunda Kelapa.
Pelabuhan Sunda Kelapa telah dikenal semenjak abad ke-12 dan kala itu merupakan pelabuhan
terpenting Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam
dan para penjelajah Eropa, Sunda Kelapa diperebutkan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dan
Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para
penakluk ini mengganti nama-nama pelabuhan Sunda Kelapa dan daerah sekitarnya. Namun
pada awal tahun 1970-an, nama kuno Sunda Kelapa kembali digunakan sebagai nama resmi
pelabuhan tua ini.
o.Masa Hindu-Buddha
Menurut sumber Portugis, Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan
Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk Sunda Kelapa yang

dalam teks ini disebutKalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari
ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang
berarti kota) dalam tempo dua hari.
Pelabuhan ini telah dipakai sejak zaman Tarumanagara dan diperkirakan sudah ada sejak abad
ke-5 dan saat itu disebut Sundapura. Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai
pelabuhan lada yang sibuk milik Kerajaan Sunda, yang memiliki ibukota di Pakuan Pajajaran
atau Pajajaran yang saat ini menjadi Kota Bogor. Kapal-kapal asing yang berasal
dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini
membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra,kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan
zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.
o. Masa Islam dan awal kolonialisme Barat
Pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, para penjelajah Eropa mulai berlayar mengunjungi
sudut-sudut dunia. Bangsa Portugis berlayar ke Asia dan pada tahun 1511, mereka bahkan bisa
merebut kota pelabuhan Malaka, di Semenanjung Malaka. Malaka dijadikan basis untuk
penjelajahan lebih lanjut di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Tome Pires, salah seorang penjelajah Portugis, mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di pantai utara
Pulau Jawa antara tahun 1512 dan 1515. Ia menggambarkan bahwa pelabuhan Sunda Kelapa
ramai disinggahi pedagang-pedagang dan pelaut dari luar seperti dari Sumatra, Malaka, Sulawesi
Selatan, Jawa dan Madura. Menurut laporan tersebut, di Sunda Kelapa banyak diperdagangkan
lada, beras, asam, hewan potong, emas, sayuran serta buah-buahan.
Laporan Portugis menjelaskan bahwa Sunda Kelapa terbujur sepanjang satu atau dua kilometer
di atas potongan-potongan tanah sempit yang dibersihkan di kedua tepi sungai Ciliwung. Tempat
ini ada di dekat muaranya yang terletak di teluk yang terlindung oleh beberapa buah pulau.
Sungainya memungkinkan untuk dimasuki 10 kapal dagang yang masing-masing memiliki
kapasitas sekitar 100 ton. Kapal-kapal tersebut umumnya dimiliki oleh orang-orang Melayu,
Jepang dan Tionghoa. Di samping itu ada pula kapal-kapal dari daerah yang sekarang disebut
Indonesia Timur. Sementara itu kapal-kapal Portugis dari tipe kecil yang memiliki kapasitas
muat antara 500 - 1.000 ton harus berlabuh di depan pantai. Tome Pires juga menyatakan bahwa
barang-barang komoditas dagang Sunda diangkut dengan lanchara, yaitu semacam kapal yang
muatannya sampai kurang lebih 150 ton.
Lalu pada tahun 1522 Gubernur Alfonso dAlbuquerqueyang berkedudukan di Malaka mengutus
Henrique Leme untuk menghadiri undangan raja Sunda untuk membangun benteng keamanan di
Sunda Kalapa untuk melawan orang-orang Cirebon yang bersifat ekspansif. Sementara itu
kerajaan Demak sudah menjadi pusat kekuatan politik Islam. Orang-orang Muslim ini pada
awalnya adalah pendatang dari Jawa dan merupakan orang-orang Jawa keturunan Arab.
Maka pada tanggal 21 Agustus 1522 dibuatlah suatu perjanjian yang menyebutkan bahwa orang
Portugis akan membuat loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda
Kelapa, sedangkan Sunda Kelapa akan menerima barang-barang yang diperlukan. Raja Sunda
akan memberikan kepada orang-orang Portugis 1.000 keranjang lada sebagai tanda persahabatan.
Sebuah batu peringatan atau padra dibuat untuk memperingati peristiwa itu. Padrao dimaksud

disebut sebagai layang salaka domas dalam cerita rakya Sunda Mundinglaya Dikusumah. Padra
itu ditemukan kembali pada tahun 1918 di sudut Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) dan Groenestraat
(Jalan Nelayan Timur) di Jakarta.
Kerajaan Demak menganggap perjanjian persahabatan Sunda-Portugal tersebut sebagai sebuah
provokasi dan suatu ancaman baginya. Lantas Demak menugaskanFatahillah untuk
mengusir Portugis sekaligus merebut kota ini. Maka pada tanggal 22 Juni 1527, pasukan
gabungan Demak-Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) merebut Sunda Kelapa.
Tragedi tanggal 22 Juni inilah yang hingga kini selalu dirayakan sebagai hari jadi kota Jakarta.
Sejak saat itu nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta. Nama ini biasanya diterjemahkan
sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan, namun sejatinya artinya ialah kemenangan yang
diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha dari bahasa Sansekertajayakarta (Dewanagari ).
o. Masa kolonialisme Belanda
Kekuasaan Demak di Jayakarta tidak berlangsung lama. Pada akhir abad ke-16, bangsa Belanda
mulai menjelajahi dunia dan mencari jalan ke timur. Mereka menugaskan Cornelis de Houtman
untuk berlayar ke daerah yang sekarang disebut Indonesia. Eskspedisinya walaupun biayanya
tinggi dianggap berhasil dan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) didirikan. Dalam
mencari rempah-rempah di Asia Tenggara, mereka memerlukan basis pula. Maka dalam
perkembangan selanjutnya pada tanggal 30 Mei 1619, Jayakarta direbut Belanda di bawah
pimpinan Jan Pieterszoon Coen yang sekaligus memusnahkannya. Di atas puing-puing Jayakarta
didirikan sebuah kota baru. J.P. Coen pada awalnya ingin menamai kota ini Nieuw Hoorn (Hoorn
Baru), sesuai kota asalnyaHoorn di Belanda, tetapi akhirnya dipilih nama Batavia. Nama ini
adalah nama sebuah suku Keltik yang pernah tinggal di wilayah negeri Belanda dewasa ini pada
zaman Romawi.
Menurut catatan sejarah, pelabuhan Sunda Kelapa pada masa awal ini dibangun dengan kanal
sepanjang 810 meter. Pada tahun 1817, pemerintah Belanda memperbesarnya menjadi 1.825
meter. Setelah zaman kemerdekaan, dilakukan rehabilitasi sehingga pelabuhan ini memiliki kanal
sepanjang 3.250 meter yang dapat menampung 70 perahu layar dengan sistem susun sirih.
o. Abad ke-19
Sekitar tahun 1859, Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Akibat
pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang
dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Kota Batavia saat itu sebenarnya sedang
mengalami percepatan dan sentuhan modern (modernisasi).
apalagi sejak dibukanya Terusan Suezpada 1869 yang mempersingkat jarak tempuh berkat
kemampuan kapal-kapal uap yang lebih laju meningkatkan arus pelayaran antar samudera. Selain
itu Batavia juga bersaing dengan Singapura yang dibangun Raffles sekitar tahun 1819.
Maka dibangunlah pelabuhan samudera Tanjung Priok, yang jaraknya sekitar 15 km ke timur
dari Sunda Kelapa untuk menggantikannya. Hampir bersamaan dengan itu dibangun jalan kereta
api pertama (1873) antara Batavia - Buitenzorg (Bogor). Empat tahun sebelumnya (1869)
muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di bagian mulutnya.

Selain itu pada pertengahan abad ke-19 seluruh kawasan sekitar menara syahbandar yang
ditinggali para elitBelanda dan Eropa menjadi tidak sehat. Dan segera sesudah wilayah
sekeliling Batavia bebas dari ancaman binatang buas dan gerombolan budak pelarian, banyak
orang Sunda Kalapa berpindah ke wilayah selatan.
o. Abad ke-20
Pada masa pendudukan oleh bala tentara Dai Nipponyang mulai pada tahun 1942, Batavia
diubah namanya menjadi Jakarta. Setelah bala tentara Dai Nippon keluar pada tahun 1945, nama
ini tetap dipakai oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Kemudian pada
masa Orde Baru, nama Sunda Kelapa dipakai kembali. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
DKI Jakarta No.D.IV a.4/3/74 tanggal 6 Maret 1974, nama Sunda Kelapa dipakai lagi secara
resmi sebagai nama pelabuhan. Pelabuhan ini juga biasa disebut Pasar Ikan karena di situ
terdapat pasar ikan yang besar.
o. Pelabuhan Sunda Kelapa di masa sekarang
Pelabuhan Sunda Kelapa kini merupakan pelabuhan bongkar muat barang, terutama kayu dari
Pulau Kalimantan. Di sepanjang pelabuhan berjajar kapal-kapal phinisi atau
Bugis Schooner dengan bentuk khas, meruncing pada salah satu ujungnya dan berwarna-warni
pada badan kapal. Setiap hari tampak pemandangan para pekerja yang sibuk naik turun kapal
untuk bongkar muat.
Pelabuhan Sunda Kelapa terletak di ujung sebelah utara kota Jakarta, di teluk Jakarta, atau
tepatnya terletak di jalan Baruna Raya No. 2 Jakarta Utara, lebih kurang 8 Km sebelah barat
pelabuhan laut Tanjung Priok. Luas area pelabuhan Sunda Kelapa adalah 631.000 m2, sedangkan
luas perairannya adalah 12.090.000 m2. Alur pelabuhannya sepanjang 2 mil dan lebar 100 m2
dibatasi dengan beton.
Di samping pelabuhan terdapat pasar ikan yang tetap ramai hingga kini. Di depan areal menuju
pasar ikan terdapat menara pengawas atau yang dulu dikenal denganUitkijk toren. Sekitar 50
meter ke arah barat menara atau terdapat Museum Bahari. Di dalam museum ini dapat disaksikan
peralatan asli, replika, gambar-gambar dan foto-foto yang berhubungan dengan dunia bahari di
Indonesia, mulai dari zaman kerajaan hingga ekspedisi modern. Museum ini dahulu merupakan
bangunan gudang tempat menyimpan barang-barang dagang VOC di abad 17 dan 18, dan tetap
dipertahankan kondisi aslinya untuk kegiatan pariwisata. Pada sisi utara museum masih terdapat
benteng asli yang menjadi benteng bagian utara. Memasuki Jln. Tongkol di selatan museum, kita
akan tiba di lokasi bekas galangan kapal VOC atau dikenal juga dengan VOC Shipyard atau
VOC dock. Dahulu kapal-kapal yang rusak diperbaiki di tempat ini. Bangunan panjang dengan
jendela-jendela segi tiga di atapnya kini direvitalisasi sebagai restoran dengan tetap
mempertahankan arsitektur aslinya.
Di sekitar kawasan pelabuhan Sunda Kelapa hingga kini masih terdapat beberapa peninggalan
Belanda yaitu gedung-gedung yang berarsitektur indah dan megah yang sekarang ini difungsikan
sebagai museum yaitu Museum Bahari, bekas galangan kapal VOC, Museum Fatahillah,
Museum Wayang dan lain sebagainya. Sekitar 2 km dari pelabuhan ini terdapat stasiun kereta api
Kota atau BEOS (Batavia En OmStreken). Wilayah ini merupakan daerah yang ramai dan padat
dengan adanya pusat -pusat pertokoan dan bisnis yang ada di sekitarnya. Karena itu sejak dahulu

kala pelabuhan Sunda Kelapa sudah merupakan pelabuhan penting karena merupakan wilayah
yang strategis dan dekat dari pusat kota.
B. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelabuhan Sunda Kelapa adalah nama sebuah pelabuhan dan tempat sekitarnya
di Jakarta, Indonesia. Pelabuhan ini termasuk pelabuhan konvensional untuk kapal layar motor.
Pelabuhan ini terletak di kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan bersejarah peninggalan Kota Jakarta.
Pelabuhan Sunda Kelapa terletak di Jalan Baruna Raya No.2, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Wisatawan yang berkunjung ke
pelabuhan ini tidak dipungut biaya masuk.
Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki berbagai daya tarik yang berbeda dengan pelabuhanpelabuhan lainnya. Yaitu dengan adanya peninggalan dan jejak sejarah yang dapat menarik para
wisatawan (wisatawan domestic maupun wisatawan asing) untuk mengunjingi pelabuhan
tersebut.
3.2 Saran
Pelabuhan memiliki nilai sejarah, ekonomi, social dan budaya. Agar Pelabuhan Sunda Kelapa
tetap menjadi daya taik wisatawan, maka harus tetap di lestarikan, dijaga, dan dilindungi
keindahan alamnay dan peninggalan-peninggalan sejarahnya. Hal ini tentu harus mendapat
kerjasama dari semua pihak yang terlibat agar kondisi Pelabuhan sunda Kelapa tidak
memprihatinkan dan lebih baik lagi. Terutama dukungan dari pemerintah dan masyarakat sekitar
pelabuhan yang paling mempengaruhi perkembangan dan kelestarian pelabuhan tersebut. Namun
untuk lebih memajukan perekonomian pelabuhan tersebut masih memiliki banyak kekurangan
terutama alat bongkar muat dan lokasi gudang lini dan pelabuhan yang kapalnya bertapak siring
yang kemudian harus ditunjang juga dengan kebersihan pelabuhan yang masih perlu banyak
perbaikan agar dapat tercipta pelabuhan yang aman yang sesuai dengan UU no.17 Tahun 2008
yang berlaku di Indonesia.

Vous aimerez peut-être aussi