Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Abstract Landslide is one of the most serious natural disasters causing great losses in term of materials and lives. Digital maps of
geology, ground slope, and dormant landslides are combined statistically in a geographic information system (GIS) to identify sites of
future land sliding over a broad area. The case study area is at Timor Tengah Selatan (TTS) District, Nusa Tenggara Timur (NTT)
Province, Indonesia. Landslide hazard potential and prediction model were assessed at regional scale 1:25.000 [1]. In this study,
weighting and ranking of importance of factors to landslide occurrence are used to identification landslide potential areas. It is based
on the observed relationship between each instability factor and the past landslide distribution. The obtained results allow to define
the main factors causing land sliding as: slope rate, hydro-geological structure, surface weathering factors, distance to active faults
and impact of human activities (land usage, plantation coverage etc). The degree of landslide hazard is expressed in relative term from
very low to very high hazard level, and represents the expectation of future landslide occurrence based on the conditions of that
particular area. It is obvious from the result map that the areas under high and very high hazard level are near the first and second
stream orders of the study area. Finally, landslide hazard maps were produced. The result from this study represents differing hazard
levels that show only the order of relative hazard at a particular site and not the absolute hazard.
Keywords GIS, landslide susceptibility, NTT privince, mapping, TTS district
I. PENDAHULUAN
6
Kab. Timor Tengah Selatan
1cm
45 km
Proceedings of National Seminar on Applied Technology, Science, and Arts (1st APTECS),
Surabaya, 22 Dec. 2009, ISSN 2086-1931
sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras
komputer (hardware), perangkat lunak (software), data
geografi, dan personal yang didesain untuk memperoleh,
menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan
menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi
geografi.
Secara lebih komprehesif GIS didefinisikan sebagai suatu
sistem yang terintegrasi menggunakan perangkat komputer
untuk melakukan proses yang berkelanjutan dan menyeluruh
meliputi:
pengumpulan
data
(capture);
kompilasi
(compilation); penyimpanan data (storage); pembaharuan dan
perubahan; manipulasi (manipulation); pengaksesan data
(retrieval); analisis (analysis); dan penampilan data (display).
Komponen yang terdapat pada GIS secara umum mencakup
tiga tahapan, yaitu:
1. Input, dapat berupa bahan data berupa citra/foto udara dan
data primer dari lapangan.
2. Proses, mencakup sustu teknik query dari parameterparameter input yang dilakukan secara overlay. Untuk
melakukan analisis pada peta terlebih dahulu dilakukan
penyamaan koordinat serta sistem proyeksi setiap
parameter peta. Didalam penelitian ini dilakukan query
dengan perhitungan data baik berupa penjumlahan,
pengurungan, pembagian serta perkalian nilai dari peta.
3. Output, yaitu berupa data peta yang disajikan guna tujuan
tertentu.
B. Analisis Spasial Data Geoteknis
Data spasial merupakan suatu data yang berisikan suatu
gambar/peta, yang bersifat kuantitatif (atribut) dan kualitatif
(peta). Input dari sebuah data spasial yaitu berupa citra/foto
udara atau survey lapangan yang dilakukan dengan suatu penskala-an yang kemudian dituangkan dalam suatu peta.
Keunggulan data spasial adalah sebaran data dengan mudah
diketahui dan dapat dimodelkan sesuai keinginan sehingga
mudah untuk dianalisis. Pengolahan data secara spasial pada
penelitian ini dilakukan dengan metode overlay (tumpangtindih) dengan terlebih dahulu melakukan pemberian
nilai/skor (skoring) dari setiap parameter [3].
Pada tahun 1988 Evans dan King [4] telah mempetakan
sebuah daerah kerentanan gerakan tanah berdasarkan korelasi
dari gerekan tanah yang sudah terjadi dengan kemiringan
lereng serta kondisi geomorfologi. Berbagai penelitian juga
telah membahas berbagai hal mengenai aplikasi GIS pada
daerah rentan longsor [5],[6] dan [7].
14
Proceedings of National Seminar on Applied Technology, Science, and Arts (1st APTECS),
Surabaya, 22 Dec. 2009, ISSN 2086-1931
IV. HASIL PENELITIAN
Data lapangan menunjukkan tanah longsor, tersebar di desadesa Oeekam, Baki, Tumu, Noebesa, Nobinobi, Bone, Sopo,
Filli, Falas, Oenai, Napi, Oenlasi, Belle, Fatuulan, dan Kota
Soe. Titik-titik longsor tersebut berada di bagian tengan
wilayah administratif Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Analisis tumpang-tindih (overlay) dilakukan terhadap
kelima parameter, yaitu: litologi, struktur geologi, kelerengan,
vegetasi, dan penggunaan lahan, yang telah diberikan bobot
sesuai dengan pengaruhnya terhadap keterjadian suatu gerakan
massa (Tabel 1), klasifikasi tingkat kerentanan dapat diproses
seperti pada Tabel 2.
TABEL 1
BOBOT PARAMETER
Pameter
Bobot
Struktur Geologi
1
Litologi
2
Kelerengan
3
Vegetasi
1
Penggunaan Lahan
1
TABEL 2
KLASIFIKASI
Kelas
I
II
III
IV
Skor Total
18
9 16
17 24
25 - 32
Proceedings of National Seminar on Applied Technology, Science, and Arts (1st APTECS),
Surabaya, 22 Dec. 2009, ISSN 2086-1931
Maka syarat-syarat terjadinya suatu gerakan massa pun
terpenuhi di daerah tersebut.
Situasi serupa juga terbangun pada titik-titik lainnya, seperti
di Desa Tumu, dimana batugamping Formasi Batuputih
(Tmpb) menumpang secara tidak selaras diatas batuan
Formasi Bobonaro. Desa Baki juga mengalami situasi serupa,
dimana batugamping Formasi Nakfunu (Kna) menumpang
secara tidak selaras diatas Formasi Bobonaro.
Kondisi berbeda dimiliki oleh desa-desa Sopo, Filli, dan
Bone yang secara geologi tersusun oleh konglomerat Formasi
Noele (QTn) yang bersifat mudah longsor (kelas 4). Di lokasilokasi tersebut gerakan massa tanah terjadi pada kondisi
batuan yang mudah longsor. Namun di Desa Tumu dan
Noebesa, gerakan massa tanah justru terjadi pada batugamping
terumbu (Ql) yang menumpang diatas Formasi Noele,
sehingga mekanismenya menyerupai apa yang terjadi di Kota
Soe. Sebaran patahan tidak terlalu berpengaruh, meski di Desa
Sopo terdapat 2 titik longsor yang berada tepat pada zona
sesar yang dialiri oleh sungai (Gbr. 6).
Sedangkan vegetasi dan penggunaan lahan tidak begitu
banyak berpengaruh terhadap sebaran titik longsor (Gbr. 7 dan
8). Sebagian besar titik longsor berada pada zona vegetasi
yang rapat hingga sedang (kelas 2 hingga 3), dimana tentunya
diharapkan peran tumbuhan sebagai stabilisator serta penguat
massa tanah dan batuan. Ditinjau dari penggunaan lahan,
sebagian kecil titik longsor berada pada pemukiman dan
perkebunan (kelas 4), seperti di Kota Soe, desa-desa Oenai,
Napi, Oinlasi, Belle, dan Fatuulan. Selebihnya tersebar pada
padang rumput (kelas 3).
V. KESIMPULAN
Berdasarkan pada analisis tumpang-tindih terhadap
paramater kelerengan, geologi, vegetasi, penggunaan lahan,
dan struktur geologi, terdapat 4 kelas tingkat kerentanan
gerakan massa di Kabupaten Timor Tengah Selatan, yaitu
sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi.
Meski suatu daerah dapat dinyatakan memiliki tingkat
kerentanan gerakan massa yang rendah atau sedang, tidak
berarti daerah tersebut sepenuhnya aman dari ancaman tanah
longsor. Beberapa data observasi di lapangan menunjukkan
adanya peran kelerengan dan geologi yang sangat dominan
dan unik didalam mengontrol terjadinya suatu tanah longsor.
Sebagian besar tanah longsor yang terobservasi terjadi
akibat penggerusan sungai kearah hulu (headward erosion)
yang bekerja sangat efektif pada batuan-batuan yang mudah
tererosi, seperti litologi penyusun Formasi Bobonaro. Proses
erosi tersebut dengan mudah dan cepat memperbesar tingkat
kelerengan yang ada, dan meruntuhkan batuan yang ada di
atas igirnya, meskipun batuan tersebut bersifat tidak mudah
longsor dan dengan kelerengan yang landai, seperti pada kasus
Kota Soe.
Proses erosi kearah hulu ini memang tidak dapat dihentikan,
karena merupakan suatu sistem keseimbangan lereng yang
bersifat dinamis. Tindakan yang dapat dilakukan adalah
memperlambatnya dengan menanam vegetasi yang tepat pada
lereng-lereng sungai serta pembuatan retaining wall pada
beberapa titik strategis. Prioritas hendaknya diberikan dengan
memperhatikan kelas-kelas formasi batuan terhadap tingkat
kerentanan erosinya.
Penelitian selanjutnya adalah pemetaan kerentanan gerakan
tanah pada daerah lain di propinsi NTT dengan menerapkan
metode yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil pemetaan
tersebut direncanakan terhubung ke jaringan secara real-time
melalui basis data berbasis web. Sistem ini juga akan
menggunakan Decision Support Systems (DSS) yang dapat
diintegrasikan dengan basis data lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
[2]
[3]
[4]
[5]
16
Proceedings of National Seminar on Applied Technology, Science, and Arts (1st APTECS),
Surabaya, 22 Dec. 2009, ISSN 2086-1931
[6]
17