Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi
otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi
berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik,
psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah
masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita epilepsy.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna
narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik
mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi
selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari
narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi
yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada
wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika
Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan
kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun
terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di
seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
dosen mata kulish mikrobiologi
C. Metode penulisan
Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan metode
deskriptif yaitu dengan peninjauan pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Epilepsi yang sukar untuk mengendalikan secara medis atau pharmacoresistant,
sebab mayoritas pasien dengan epilepsi adalah bersifat menentang, kebanyakan
yang sering terserang terlebih dahulu yaitu bagian kepala. Obat yang bias
menenangkan antiepileptik yang standar. Berkaitan dengan biomolekular basis
kompleksnya. Sakit kepala yang menyerang sukar sekali untuk diperlakukan
secara pharmakologis, walaupun obat antiepileptic sudah secara optimal
diberikan,sekitar 30-40% tentang penderita epilepsi yang terjangkit, biasanya
pasien melakukan operasi pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit
sementara. Akan tetapi gejala epilepsi akan timbul sesekali, karena epilepsi
sukar untuk dihilangkan rasa sakit kepala yang menyerang.
B. Faktor Resiko
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi
yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada
wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika
Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan
kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun
terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di
seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).
C. Epidemologi
Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki
otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang
D. Etiologi
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,
ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik
akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat
peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol,
ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi
dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan
yang buruk.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak
jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan
otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal
dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari
kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan.
Definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,
Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya
bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan
pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena
gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan
36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko
untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus
menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
E. Patogenesis
Sistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi). Otak
berkomunikasi dengan organ-organ tubuh yang lain melalui sel-sel saraf
(neuron). Pada kondisi normal, impuls saraf dari otak secara elektrik akan dibawa
neurotransmitter seperti GABA (gamma- aminobutiric acid) dan glutamat melalui
sel-sel saraf (neuron) ke organ-organ tubuh yang lain. Faktor-faktor penyebab
epilepsi di atas menggangu sistem ini, sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang
merupakan salah satu ciri epilepsi.
Faktor mencetus epilepsi :
Tekanan,
Kurang tidur atau rehat,
Sensitif pada cahaya yang terang (photo sensitive),dan
Minum minuman keras.
F. Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut
auskultasi didaerah leher penting untuk menditeksi penyakit vaskular. Pada
anak-anak, dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma sebasea (tuberous
sclerosis), dan organomegali (srorage disease).
Elektro-ensefalograf
Pada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi
bangkitan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang
bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi secara
sinkron. Gambaran epileptiform anatarcetusan yang terekam EEG muncul dan
berhenti secara mendadak, sering kali dengan morfologi yang khas.
Pemeriksaan pencitraan otak
MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang
bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu
juga dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran
kecil, malformasi vaskular tertentu, dan penyakit demielinisasi.
Diagnosis Banding
Kejadian paroksismal
Diagnosis banding untuk kejadian yang bersifat paroksismal meliputi sinkrop,
migren, TIA (TransientIschaemic Attack),paralisis periodik,gangguan
gastrointestinal, gangguan gerak dan breath holding spells. Diagnosis ini bersifat
mendasar.
Epilepsi parsial sederhana
Diagnosis ini meliputi TIA, migren, hiperventilasi, tics, mioklonus, dan spasmus
hemifasialis. TIA dapat muncul dengan gejala sensorik yang dibedakan dengan
G. Penatalaksanan
Setelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan. Semua
orang yang menderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang non-idiopatik,
namun proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti
tumor serebri, harus mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk
pemberantasan serangan epileptik jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal
atau phenytoin. Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur
penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter
lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis luminal ialah 3-5
mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak itu.
Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin,
Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 515 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru
terlihat dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15
mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan.
Efek antikonvulsan dapat dinilai pada follow up. Penderita dengan frekuensi
serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan
penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan follow up
dapat dilaporkan hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat dinilai baik
atau buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani
terapi baru masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara banding,
dosis yang sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila frekuensinay tetap,
tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita epileptik
Jackson motorik/sensorik/march sebagai enteng atau jauh lebih ringan, maka
dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya
buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan lain.
Terapi Pengobatan Epilepsi :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan
(unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi
otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar
sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila
proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna
narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik
mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi
selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari
narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam
process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi
mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi
penyebab pastinya tetap belum diketahui.
B. Saran
Disarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab epilepsi
karena epilepsi dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.
Daftar pustaka
Harsono.2007.Epilepsi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Sidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999. Neurology klinis dalam praktek umum, Dian
Rakyat, Jakarta.
http//epilepsi.web.//www.google.co.id//2011
MAKALAH EPILEPSI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
EPIDEMIOLOGI EPILEPSI
Annegers dkk, meneliti resiko berulangnya kejang pada 424 pasien kejang
tanpa demam pertama yang terdiri dari neonatus sampai orang dewasa.
Berulangnya kejang tercatat pada 220. Secara keseluruhan resiko berulangnya
kejang sebesar 9%, 21%, 30%, 36%, 48% dan 56% berturut-turut setelah
pemantauan 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, 3 tahun dan 5 tahun.1
Resiko berulangnya kejang berbeda-beda secara bermakna menurut
klasifikasi etiologi kejang pertama. Pasien dengan kejang pertama yang idiopatik
(287 orang), yaitu pasien ayng tidak mempunyai riwayat gangguan neurologis
yang dapat dianggap predisposisi terjadinya kejang, mempunyai prognosis yang
paling baik dengna resiko rekuren kumulatif 26% pada 1 tahun dan 45% pada 5
tahun pemantauan. EEG abnormal, kelainan neurologis dan kejang parsial pada
pasien merupakan prediktor tingginya resiko berulangnya kejang.1
Pasien dengan kejang pertama yang simtomatik (122 orang), yaitu pasien
dengan riwayat gangguan susunan saraf pusat pascaneonatal yang dianggap
predisposisi terjadinya kejang seperti infeksi susunan saraf pusat, penyakit
serebrovaskular atau trauma kepala, mempunyai resiko rekuren 56% selama
periode 1 tahun dan 77% selama periode 5 tahun. Pasien dengan palsi serebral
atau retardasimental berat akibat defisit neurologis sejak lahir (15 orang),
mempunyai resiko rekuren 92% selama periode 1 tahun.1
Faktor resiko kunci berulangnya kejang dalam penelitian ini ialah etiologi
kejang (idiopatik atau simtomatik) dan elektroensefalogram. Dengan varabel
tersebut dapat ditentukan sekelompok besar anak-anak dengan resiko rendah
(kejang idiopatik dengan elektroensefalogram normal) dan sekelompok anakanak dengan resiko tinggi untuk mengalami kejang berikutnya (kejang idiopatik
dengan ekejtriebsefakigram abnormal dan riwayat epilepsi dalam keluarga,
kejang simtomatik dengan riwayat kejang demam, kejang simtomatik yang
parsial).1
II. E. Prognosis
Secara umum dapat disimpulkan bahwa prognosis epilepsi pada anak
sangat tegantung pada jenis epilepsi yang dideritaya. Faktor yang berhubungan
dengan baiknya prognosis di antaranya tidak terdapatnya kelainan neurologis
dan mental; tidak kerapnya kejang, terutama jenis tonik klonik umum, hanya
terdapat satu jenis kejang, dan cepatnya kejang dikendalikan. Umur onset yang
relatif lambat, sesudah usia 2 atau 3 tahun, juga merupakan fakto ryang
menguntungkan. Resiko kekambuhan setelah penghentian pengobatan
tergantung pada faktor yang sama dengan remisi kejang. Sebaliknya, faktor
yang berhubungan dengan prognosis yang buruk di antaranya terdapatnya
penyebab kejang organik, terdapatnya kelainan neurologis dan atau mental,
terdapatnya beberapa jenis kejang termasuk serangan tonik klonik umum yang
sering dan atau kejang tonik dan atonik.1
BAB III
E P I L E P S I
III. A. Definisi
Bangkitan epilepsi atau serangan kejang merupakan manifestasi klinis
lepas muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak. Hal ini terjadi karena
fungsi sel neuron terganggu. Gangguan fungsi ini dapat berupa gangguan
fisiologi, biokimiawi, anatomi, atau gabungan berbagai faktor tersebut. Tiap
kelainan yang menganggu fungsi otak, baik yang fokal maupun umum, dapat
mengakibatkan bangkitan kejang atau serangan epilepsi.2
III. B. Etiologi
Bila ditinjau dari faktor etiologi, maka sindrom epilepsi dapat dibagi
menjadi kelompok, yakni : 1
1. Epilepsi idiopatik (penyebab tidak diketahui)
2. Epilepsi simtomatik (penyebabnya diketahui, misalnya tumor otak, pasca
trauma otak, pasca ensefalitis).
Epilepsi Idiopatik
Pada sebagian besar pasien, penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya
pasien tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dan juga tidak bodoh. Dengan
bertambah majunya pengetahuan serta kemampuan diagnostik, maka golongan
idiopatik makin berkurang. Sebagian dari jenis idiopatik disebabkan oleh
abnormalitas konstitusional dari fisiologi serebral yang disebabkan oleh interaksi
beberapa faktor genetik. Gangguan fisiologis ini melibatkan stabilitas sistem
telamik-intralaminar dari substansia kelabu basal da mencakup reticular
activating system dalam sinkronisasi lepas muatan. Sebagai akibatnya dapat
terjadi gangguan kesadaran yang berlangsung singkat (absens murni, petit mal),
atau lebih lama dan disertai kontraksi otot tonik-klonik (tonik-klonik umum,
grand mal).1
Epilepsi Simtomatik
Epilepsi Simtomatik dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai
kelainan intrakranial atau ekstrakranial. Penyebab intrakranial misalnya anomali
kongenital, trauma otak, neoplasma otak, misalnya: gagal jantung, gangguan
pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia),
gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (hidrasi,
hidrasi lebih).1
III. C. Patofisiologi
Sampai saat ini belum terungkapkan dengan baik dan rinci mekanisme
yang memulai atau yang mencetuskan sel neuron untuk berlepas muatan secara
sinkron dan berlebihan. Namun, beberapa faktor yang ikut berperan telah
terungkapnya, misalnya :1
ion kalium dan kurang permeabel terhadap ion natrium, sehingga didapatkan
konsentrasi ion kalium yang tingi dan konsentrasi ion natrium yang rendah di
dalam sel dalam keadaan normal.1
Potensial membran ini dapat diganggu dan berubah oleh berbagai hal,
misalnya perusahaan kosentrasi ion ekstraselular, stimulasi mekanis atau
kimiwai, perubahan pada membran oleh penyabit atau jejas, atau pengaruh
kelainan genetik.1
Bila keseimbangan terganggu, sifat semi-permeabel berubah, membiarkan
ion natrium dan perubahan potensial yang menyertainya. Potensial aksi
terbentuk di permukaan sel, dan menjadi stimulus yang efektif pada bagian
membran sel lainnya dan menyebar sepanjang akson. Konsep bahwa
permeabilitas ion meningkat pada bangkitan epilepsi saat ini banyak dianut.
Tampaknya semua konvulsi, apapun pencetus atau penyebabnya, disertai
berkurangnya ion kalium dan meingkatnya konsentrasi ion natrium di dalam
sel.1
Sel gila
Sel gila diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstra-selular di sekitar
neuron dan terminal presinaps. Pada glisis atau keadaan cedera, fungsi gila yang
mengatur konsentrasi ion kalium ekstraselular dapat terganggu dan
mengakibatkan meningkatnya eksitabilitas sel neuron di sekitarnya. Rasio yang
tinggi antara kadar ion kalium ekstraselular dibanding intraselular dapat
mendepolarisasi membran neuron.1
Telah didapat banyak bukti bahwa astroglia berfungsi membuang ion kalium
yang berlebihan sewaktu aktifnya sel neuron. Didapatkan bahwa sewaktu kejang
kadar ion kalium meningkat sebanyak 5 kali atau lebih di cairan interstisial yang
mengitari sel neuron. Waktu ion kalium diserap oleh astroglia cairanpun ikut
terserap dan sel astroglia menjadi membengkak (edema), hal ini merupakan
jawaban yang khas bagi astroliga terhadap meningkatnya ionkalium ektraselular,
baik yang disebabkan oleh hiperativitas neuronal, maupun akibat iskemia
sebebral.1
Bila sekelompok sel neuron tercetus dalam aktivitas listrik berlebihan, maka
didapatkan 3 kemungkinan1:
1. Aktivitas ini tidak menjalar ke sekitarnya, melainkan terokalisasi pada
kelompok neuron tersebut, kemudian berhenti.
2. Aktivitas menjalar sampai jarak tertentu, namun tidak melibatkan seluruh
otak, kemudian menjumpai tahanan dan berhenti.
3. Aktivitas menjalar ke seluruh otak dan kemudian berhenti.
Pada keadaan 1 dan 2 didapatkan bangkitan epilepsi fokal (parsial),
sedang pada keadaan 3 didapatkan kejang umum. Jenis bangkitan epilepsi
bergantung kepada letak serta fungsi sel neuron yang berlepas-muatan listrik
berlebihan serta penjalarannya. Kontraksi otot somatik akan terjadi bila lepas
muatan melibatkan daerah motor di lobus frontalis. Bermacam ragam gangguan
sensori akan terjadi bila struktur di lobus parietalis dan oksipitalis terlihat.
Kesadaran menghilang bila lepas muatan melibatkan batang otak dan talamus.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan
epilepsi klinis, walaupun ia berlepas muatan listrik yang berlebihan. Sel neuron di
serebelum, di bagian bawah batang otak dan di medula spinals tidak mampu
mencetuskan bangkitan epilepsi. Fenomen Tood lebih sering dijumpai pada
pasien dengan fokus oleh lesi struktural. 1
BAB IV
KLASIFIKASI EPILEPSI
Epilepsi
1.
Dengan gejala psikis, seperti fungsi luhur, afektif, kognitif, ilusi, halusinasi
struktural, dan sebagianya.
b.
2.
Kejang umum
a.
Absences dengan gejala perubahan kesadaran sementara, bisa disertai
komponen tambahan berupa gerakan klonik, atonik, tonik atau otonom; atau
gejala otomatisme.
b.
Atypical absences dengan perubahan tonus otot, timbul dan
berakhirnya suatu serangan tidak secara tiba-tiba seperti pada typical absences.
c.
d.
e.
f.
3.
Sindrom epilepsi
I.
1.
2.
Simtomatik
o
Epilepsi parsial kontinua progresif kronik pada anak (sindrom
Kojewnikows).
o
Sindrom yang ditandai oleh bangkitan dengan carapresipitasi yang khas
sindrom yang berdasarkan tipe bangkitan, lokalisasi anatomik dan etiologi :
epilepsi lobus oksipitalis.
o
Kriptogenik : digolongkan menjadi simtomatik dengan etiologinya tidak
diketahui.
II.
1.
2.
3.
Simtomatik :
a.
b.
Sindrom spesifik
o
Bangkitan epileptik yang mungkin menyebabkan komplikasi banyak
penyakit, yang termasuk ini adalah penyakit-penyakit dengan bangkitan/
serangan yang merupakan manifestasi utama.
III. Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan sifatnya fokal atau umum
1.
o
o
Epilepsi dengan gelombang paku-ombak terus menerus selama tidur
dengan gelombang lambat.
o
2.
o
Ini termasuk semua kasus grand mal tonik-klonik yang secara klinis dan
EEG tidak dapat diklasifikasikan secara jelas serangan umum dan hubungannya
dengan lokalisasinya, seperti pada banyak kasus serangan grand mal waktu
tidur.
Kejang demam
o
Bangkitan yang terjadi hanya apabila ada kelainan metabolik akut atau
kejadian toksik akut misalnya karena alkohol obat-obatan, eklamsia, dan
hiperglikemia non hetotik.
Partial Kompleks
-
Kejang dengan onset lokal pada 1 bagan tubuh tanpa gangguan kesadaran.
- terlihat gerakan klonik sejak awal atau gerakan klonik setelah fase tonik
sebentar, mengenai jari, bibir, kelopak mata, otot wajah, lidah, faring & larings,
salivasi dan kesulitan bicara.
- Kejang versive sering ditemukan, berupa deviasi konjugat bola mata dan
kepala ke satu sisi, dapat disertai perubahan postural berupa kontraksi tonik
lengan bawah dengan adduksi bahu disisi arah muka menoleh.
-
Disfagia
Ilusi
Gangguan emosi
2. Kejang Umum1
Absens
Ciri kas serangan absens adalah durasi yang singkat, onset dan terminasi
mendadak, frekuensi sangat sering, gangguan kesadaran dengan atau tanpa
manifestasi.
EEG iktal berupa gelombang paku-ombak 3 spd regular, bilateral simtris.
Kadang-kadang terlihat gelombang paku-ombak majemuk. EEG interiktal
biasanya normal.
Absens atipik
Berupa absens yang disertai kehilangan tonus yang sangat jelas, atau
oset dan berhentinya serangan tidak mendadak. EEG iktal lebih heterogen, dapat
berupa gelombang paku-ombak iregular, gelombang cepat atau aktivitas
paroksismal lain. Kelainan terlihat bilateral tetapi sering tidak simetris dan
iregular. EEG interiktal berupa gelombang paku atau paku-ombak lambat iregular
dan asimetris.
Dikenal sebagai epilepsi grand mal dan merupakan prototipe semua angkitan
kejang. Kejang TK tidak merupakan suatu grup homogen dan dapat terjadi pada
berbagai keadaan. Bila ia merupakan bagian dari suatu epilepsi kronik, biasanya
disertai bangkitan kejang lain.
1.
Kejang umum TK sejak awal serangan, seringkali merupakan manifestasi
epilepsi idiopatik. Sering didahului kejang mioklonik.
2.
Kejang umum Tk yang berasal dari kejang parsial yang secara sekunder
menjadi umum. Serangan kejang parsial dapat berupa motor fokal, sensori atau
fenomena lain. Serangan parsial ini disebut sebagai aura. Pada keadaan lain,
kejang secara klinis terlihat sebagai kejang umum Tk sejak awal, tetapi EEG iktal
menunjukkan adanya fokus fokal.
3.
Kejang umum TK dapat merupakan manifestasi epilepsi dengan fokus
multifokal yang independen satu sama lain. Dalam keadaan ini selalu disretai
jenis serangan lain misalnya kejang tonik, absens atau parsial.
Serangan terlihat sebagai manifestasi motor, autonomik dan
kehilangan kesadaran. Fase tonik berupa kontraksi otot menyeluruh yang
menyebabkan pasien jatuh. Pasien terbaring dalam posisi ekstensi. Kontraksi
yang menyebabkan pasien jatuh. Pasien terbaring dalam posisi ekstensi.
Kontraksi tonik diafragma dan otot interkostal menyebabkan hambatan respirasi
dan sianosis. Seteah 10 30 detik, terlihat kejang klonik simetris bilateral yang
seringkali didahului tremor. Dapat serta expiratory grunting karena udara
dipaksa ke luar oleh kontraksi diafragma melalui glotis yang tertutup. Mulut
berbuasa dan lidah dapat tergigit pada saat ini. Setelah 30-60 detik, terjadi
relaksasi otot. Dapat terjadi fase tonik kembali selama beberapa detik, terutama
pada otot sefalik. Postiktal pasien tidak sadar, nafas cepat dan terlihat pucat.
Pada 3% kasus tejadi inkontinensia. Fenomena autonomik berupa takidardia,
hipertensi, flushing, salivasi dan bertabahnya sekresi bronkus.
Kejang mioklonik
Kejang klonik
Kejang tonik
Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh
ke depan, mulut terbuka, atau lengan jatuh tergantung, atau menyeluruh
sehingga pasien jatuh. Kesadaran hanya hilang sejenak. Serangan atonik dapat
terjadi pada keadaan bukan epileksi misalnya iskemia batang otak dan sindrom
narkolepsikatapleksi.
Onset pada usia 2-13 tahun, tersering antara 5-10 tahun, laki-laki lebih sering
dibandingkan perempuan. Serangan terjadi pada anak normal. Terlihat dominasi
gejala orofaringeal berupa salivasi, tidak dapat bicara, gerak involunter mulut
dan farings, suara tenggorok, kontraksi tonik atau klonik lidah, dagu, atau salah
satu sisi wajah, rasa baal atau parestesia dagu, gusi dan lidah.
o
Kejang sangat sering, terjadi sekitar hari ke 5, tanpa etiologi yang jelas
EEG interiktal menunjukkan gambaran theta pointu alternant.
o
Jarang ditemukan
o
Serangan mioklonus umum pada tahun pertama atau kedua kehidupan
pada anak normal.
o
o
EEG iktal memperlihatkan gelombang paku-ombak umum dengan letupan
oada saat awal tidur.
Berbeda dengan serangan mioklonik lain, JME bersifat benigna dan tidak
progresif. Mioklonus merupakan gejala utama, berupa kejutan pada ekstremitas
atas spontan, tunggal atau multipel, bilateral simetris tanpa kehilangan
kesadaran. Serangan terjadi pada hari setelah bangun tidur setelah malamnya
mengalami kurang tidur.
Merupakan sindrom epilepsi umum idiopatik yang muncul pada usia sekitar
pubertas. Serangan tidak banyak berbeda dengan absens pada anak. Frekuensi
serangan jarangan, umumnya muncul setiap hari dan biasanya sporadis.
Sindrom West
Spasme
Hipsaritma
o
Ditandai serangan epilepsi berupa absens atipik, kejang tonik aksial, jatuh
mendadak karena serangan atonik atau kadang-kadang mioklonik.
o
Gelombang paku ombak lambat difus pada saat bangun, irama cepat
10/detik pada saat tidur.
o
Umur onset kurang dari 8 tahun dengan puncaknya antara 3-5 tahun. Laki-laki
lebih banyak dibandingkan perempuan. Onset penyakit bervariasi, dapat terjadi
pada anak yang sebelumnya normal.
Manifestasi klinis muncul pada usia antara 7 bulan 6 tahun. Laki-laki 2 kali lebih
sering dibandingkan perempuan. Kejang berupa kejang mioklonik, astatik,
mioklonik-astatik, absens dengan komponen klonik dan tonik, dan tonik-klonik.
Perjalanan penyakit bervariasi.
Seringkali familial
Bayi umumnya lahir normal dan tampak normal selama beberapa hari. Kemudian
terjadi kejang umum yang merupakan spasme fleksor, ekstensor atau asimetris.
Pada mulanya bayi normal secara neurologis. Kejang bertambah sering secara
progresif dan terjadi defisit neurologis berupa kelumpuhan, ataksia atau distonia.
Berbeda dengan early myoclonic encephatlopaty kelompok ini tidak
memperlihatkan mioklonus. EEG tidak menunjukkan irama normal, yang terlihat
adalah pola supression-burst, berupa gelombang yang hampir datar selama
beberapa detik bergantian dengan letupan gelombang paku dan lambat
amplitudo tinggi 150-300 uv difus. Prognosis buruk, separuh pasien akan
meninggal, sisanya menjadi cacat menetap. Sebagian pasien dapat berubah
menjadi spasme infantil.
BAB V
PEMERIKSAAN PENUNJANG EPILEPSI
Pemeriksaan Urin1
Pemeriksaan Darah1
Cairan serebrospinal pada pasien epilepsi umum normal, fungsi lumbal dilakukan
pada pasien yang diduga menderita meningitis. Pada pasien epilepsi dengan
kelainan neurologis fokal dan tanda peninggian tekanan intrakranial sangat
berbahaya apabila dilakukan fungsi lumbal.
Pemeriksaan EEG1
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
peemriksaan penunjang yang paling baik untuk menegakkan diagnosis epilepsi.
Adanya pemeriksaan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.
Pemeriksaan Pencitraan1
BAB VI
PENGOBATAN EPILEPSI
1.
Mengurangi atau menghilangkan serangan untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita.
2.
3.
4.
5.
6.
Biaya terjangkau
7.
Setelah diagnosis epilepsi mantap, tahap berikutnya adalah mencari OAE yang
sesuai. Jenis OAE sangat tergantung pada sifat serangan epilepsi. Berikut ini
tedapat 2 Tabel mengenai spesifitas OAE terhadap serangan (Tabel 5-1) dan OAE
pilihan pertama dan kedua terhadap jenis epilepsi tertentu (Tabel 5.2).
Parsial
Umum Tk
Absens
Mioklonik
Tonik
Asetazolamid
Karbamazepin
Klonazepam
Etosuksimid
Fenobarbital
Fenitoin
Primidon
Valporat
+/+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+/+
+
+/+
+
+
+
+
Serangan Umum
Serangan tonik-klonik
OAE pilihan pertama
fenitoin, asam valproat
Serangan absens
benzodiazepin
Serangan mioklonik
etosuksimid
Dosis (mg/kgBB/hari)
2-10
15-40
40-70
Fenitoin
5-10
5-20
12-22
Karbamazepin
10-30
6-10
8-19
Valproat
15-30
50-100
6-15
Nitrazepam
0,1-1
Klonazepam
0, 03-0,1
0,03-0,06
16-60
Primidon
15-30
8-12
4-6
ACTH
10-30 U/hari
Asetazolmaid
20-25
2. Karbamazepin
- Obat utama untuk epilepsi partial (sederhana dan kompleks) dan epilepsi
umum tonik-klonik.
- Dosis anak < 6 : 10-30 mg/kgBB dibagi dalam 2-4 dosis sehari kadar
terapeutik 18-12 Ug/ml dalam 3-4 hari.
- Untuk 6-12 tahun
sehari.
-
Efek idionsikratik
- Efek intoksikasi
distonik
- Keunggulannya
: memperbaiki fungsi kognitif, menjadikan anak
lebih sadar dan merasa lebih enak.
3. Fenition
- Untuk kejang tonik-klonik umum, serangan partial (sederhana kompleks)
dan beberapa jenis kejang lainnya.
- Jangan dibeirkan pada serangan campuran, karena dapat memperberat
serangan absens
- Dosis rata-rata : mg/kgBB/hari, kadar terapeutik (10-20 Ug/ml) dalam 7-10
hari, nistagmus dapat timbul pada kadar 15-30 Ug/ml, ataksia pada kadar diatas
30 Ug/ml dan perburukan kejang pada kadar 40 Ug/ml.
-
Efek Idiosinkasi
- Efek intoksikasi
: vertuga, gerakan involunter, pusing, mual,
nistagmus, sakit kepala, ataksia letargi, perubahan perilaku.
- Efek kronik
: hirsutisme, hipertrafi gigiva, gangguan perilaku
dan fungsi kognitif, dapat terjadi peninggian SGOT, SGPT.
Efek samping yang berat : kelainan hematologis (trombositopenia,
leukopenia, anemia) dan sindroma steven Johnson.
4. Etosuksimid
-
- Dosis dimulai dengan 15-20 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis perhari
pada anak <6 tahun (12 tahun : 250 mg/hari), kadar terapeutik 40-100 U/ml
dalam 7-10 hari.
- Efek Idiosinkratik
pansitopenia dan SLE).
Efek intoksikasi
: vertiga, sefalgia, ataksia, neusea, latargi,
anoreksia, batuk, gangguan gastrointestinal.
-
5. Asam valproat
- untuk epilepsi miklonik, absens, tonik klonik & serangan partial sederhana
maupun kompleks.
- Dosis inisial anak
: 15-20 mg/kgBB/hari dalam 2-4 dosis (masa paruh
6-15 jam) kadar terapeutik 40-150 Ug/ml dalam 1-4 hari. Pada politerapi
dibutuhkan lebih dari 100 mg/kgBB/hari.
- Efek idiosinkratik
: ruam kulit, gagal ginjal akut, pankreatitis akut
dan diskrasia darah (trombositopenia, anemia & leukopenia)
Efek intosikasi
Efek kronik
: mengantuk, perubahan perilaku, tremor,
hiperamonia, rambut rontok, BB bertambah, gangguan lambung.
6. Benzodiazepin
- Untuk mengatasi serangan absens dan mioklonik, namun sayangnya
hanya berfedah untuk bebreapa bulan saja.
a. Klonazepam
: digunakan pada sebagian besar kejang motor
minor (akinetik-petit mal atipis dan kurnag berguna untuk spasme infantil),
dibeirkan dengan dosis 0,05 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis, lalu dinaikkan
dengan 0,05 mg/kgBB per minggu sampai kejang teratasi (dosis maksimal 0,5
mg/kgBB). Dosis masih dapat dinaikkan bertahap 0,05 mg/kg/BB sampai timbul
efek samping 9ataksia, mengantuk, disartria, iritabel dan berat badan naik).
Gangguan emosi sering timbul bila di kombinasi dengan fenobarbital atau
benzodiazepin lain.
b. Dizepam dan lorazepam digunakan pada status epileptikus dan kejang
demam.
Kerugian
Kerugian
Kerugian
BAB VII
STATUS EPILEPTIKUS
VII.A. PENDAHULUAN
Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi :
status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status
epileptikus dengan kejang tonik-klonik umum.4
Definisi : status epilepsi adalah bangkitan epilepsi yang berlangsung terus
menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselingi oleh masa sadar.4
Biasanya bila status epileptikus tidak bisa diatasi dalam satu jam, sudah
akan terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen. Oleh karena itu gejala ini
harus dapat dikenali dan ditanggulangi secepat mungkin. Rata-rata 15%
penderita meninggal, walaupun pengobatan dilakukan secara tepat. Lebih
kurang 60-80% penderita yang bebas dari kejang setelah lebih dari 1 jam akan
menderita cacad neurologis atau berlanjut menjadi penderita epilepsi.4
VII.C. ETIOLOGI
Status epileptikus tonik-klonik, banyak berasal dari insult akut pada otak
dengan suatu fokus serangan.4
Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui adalah, infark otak
mendadak, anoksia otak, bermacam-macam gangguan metabolisme, tumor
otak, menghentikan kebiasaan minimum keras secara mendadak, atau berhenti
makan obat anti kejang. Jarang status epileptikus disebabkan oleh penyakit
degenerasi sel-sel otak, menghentikan penggunaan penenang dengan
mendadak, pasca aniestasi dan cedera perinatal.4
Penderita yang sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsi, mungkin
mempunyai riwayat trauma kepala, radang otak, tumor, penyakit pembuluh
darah otak. Kelainan-kelainan ini terutama yang terdapat pada lobus frontalis,
lebih sering menimbulkan status epileptikus, dibandingkan dengan lokasi lain
pada otak.4
Penderita yang mempunyai riwayat epilepsi, dengan sendirinya
mempunyai faktor pencetus tertentu. Umumnya karena tidak teratur makan obat
atau menghentikan obat sekehendak hatinya. Faktor pencetus lain yang harus
diperhatikan adalah alkohol, keracunan kehamilan, uremia dan laing-lain.4
BAB VIII
KESIMPULAN
1. Epilepsi merupakan suatu gangguan kronik yang tidak hanya ditandai oleh
berulangnya kejang, tetapi juga berbagai implikasi medis dan psikososial.
2. Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut 2 cara yaitupada serangan dan
sindrom epilepsi.
3. Prinsip pengobatan epilepsi adalah : mengurangi atau menghilangkan
serangan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, terapi diberikan sedini
mungkin setelah diagnosa pasti, pilihan OAE sesuai dengan jenis epilepsi, obat
diudpayakan tunggal, dosis minimal yang efektif m (Uf, biaya terjangkau dan
terapi harus berdasarkan evidense based clinical practice.
4. Yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa keputusan untuk memulai
atau menghentikan pengobatan OAE harus dibuat secara individual. Pada pasien
dengan banyak tipe serangan, pengobatan OAE dapat ditunda jika ada interval
yang panjang diantara serangan-serangan tersebut atau jika tipe serangan
diketahui jinak. Pengobatan dengan OAE dilakukan sampai penderita bebas
serangan selama minimal 2 tahun, lalu dapat dihentikan secara bertahap dalam
waktu dari 6-12 bulan.