Vous êtes sur la page 1sur 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi
otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi
berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik,
psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah
masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita epilepsy.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna
narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik
mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi
selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari
narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi
yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada
wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika
Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan
kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun
terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di
seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
dosen mata kulish mikrobiologi
C. Metode penulisan
Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan metode
deskriptif yaitu dengan peninjauan pustaka.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Epilepsi yang sukar untuk mengendalikan secara medis atau pharmacoresistant,
sebab mayoritas pasien dengan epilepsi adalah bersifat menentang, kebanyakan
yang sering terserang terlebih dahulu yaitu bagian kepala. Obat yang bias
menenangkan antiepileptik yang standar. Berkaitan dengan biomolekular basis
kompleksnya. Sakit kepala yang menyerang sukar sekali untuk diperlakukan
secara pharmakologis, walaupun obat antiepileptic sudah secara optimal
diberikan,sekitar 30-40% tentang penderita epilepsi yang terjangkit, biasanya
pasien melakukan operasi pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit
sementara. Akan tetapi gejala epilepsi akan timbul sesekali, karena epilepsi
sukar untuk dihilangkan rasa sakit kepala yang menyerang.

B. Faktor Resiko
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi
yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada
wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika
Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan
kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun
terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di
seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).
C. Epidemologi
Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki
otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang

tahan terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsi cukup


beragam: cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak.
Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan
ras apa saja. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1-2% dari populasi. Secara
umum diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsi menunjukan pola bimodal:
puncak insidensi terdapat pada golongan anak dan usia lanjut

D. Etiologi
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,
ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik
akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat
peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol,
ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi
dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan
yang buruk.

Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak
jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan
otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal
dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari
kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan.
Definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,
Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya
bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan
pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena
gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan
36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko
untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus
menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.

Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:


Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang
berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum,
dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3
atau 4 menit.
Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau
penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu
serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan
(twitch- like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.
Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regional
setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada
serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh lesi organik setempat
atau adanya kelainan fungsional.

E. Patogenesis
Sistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi). Otak
berkomunikasi dengan organ-organ tubuh yang lain melalui sel-sel saraf
(neuron). Pada kondisi normal, impuls saraf dari otak secara elektrik akan dibawa
neurotransmitter seperti GABA (gamma- aminobutiric acid) dan glutamat melalui
sel-sel saraf (neuron) ke organ-organ tubuh yang lain. Faktor-faktor penyebab
epilepsi di atas menggangu sistem ini, sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang
merupakan salah satu ciri epilepsi.
Faktor mencetus epilepsi :
Tekanan,
Kurang tidur atau rehat,
Sensitif pada cahaya yang terang (photo sensitive),dan
Minum minuman keras.
F. Diagnosis

Evaluasi penderita dengan gejala yang bersifat paroksismal, terutama dengan


faktor penyebab yang tidak diketahui, memerlukan pengetahuan dan
keterampilan khusus untuk dapat menggali dan menemukan data yang relevan.
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinik
dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.penderita atau
orang tuanya perlu diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsi
dikeluarganya. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan antara lain:

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut
auskultasi didaerah leher penting untuk menditeksi penyakit vaskular. Pada
anak-anak, dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma sebasea (tuberous
sclerosis), dan organomegali (srorage disease).
Elektro-ensefalograf
Pada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi
bangkitan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang
bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi secara
sinkron. Gambaran epileptiform anatarcetusan yang terekam EEG muncul dan
berhenti secara mendadak, sering kali dengan morfologi yang khas.
Pemeriksaan pencitraan otak
MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang
bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu
juga dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran
kecil, malformasi vaskular tertentu, dan penyakit demielinisasi.

Diagnosis Banding
Kejadian paroksismal
Diagnosis banding untuk kejadian yang bersifat paroksismal meliputi sinkrop,
migren, TIA (TransientIschaemic Attack),paralisis periodik,gangguan
gastrointestinal, gangguan gerak dan breath holding spells. Diagnosis ini bersifat
mendasar.
Epilepsi parsial sederhana
Diagnosis ini meliputi TIA, migren, hiperventilasi, tics, mioklonus, dan spasmus
hemifasialis. TIA dapat muncul dengan gejala sensorik yang dibedakan dengan

epilepsi parsial sederhana. Keduanya paroksimal, bangkitan dapat berupa


kehilangan pandangan sejenak, dan mengalami penderita lanjut usia.
Epilepsi parsial kompleks
Diagnosis banding ini berkaitan dengan tingkat kehilangan kesadaran, mulai dari
drop attacks sampai dengan pola prilaku yang rumit.secara umum diagnosis ini
meliputi sinkrop, migren, gangguan tidur, bangkitan non epileptik, narkolepsi,
gangguan metabolik dan transient global amnesia.

G. Penatalaksanan
Setelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan. Semua
orang yang menderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang non-idiopatik,
namun proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti
tumor serebri, harus mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk
pemberantasan serangan epileptik jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal
atau phenytoin. Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur
penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter
lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis luminal ialah 3-5
mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak itu.
Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin,
Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 515 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru
terlihat dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15
mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan.
Efek antikonvulsan dapat dinilai pada follow up. Penderita dengan frekuensi
serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan
penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan follow up
dapat dilaporkan hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat dinilai baik
atau buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani
terapi baru masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara banding,
dosis yang sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila frekuensinay tetap,
tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita epileptik
Jackson motorik/sensorik/march sebagai enteng atau jauh lebih ringan, maka
dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya
buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan lain.
Terapi Pengobatan Epilepsi :

Obat pertama yang paling lazim dipergunakan:


(seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin)
Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru,
Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing,
jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjar dan osteomalakia.
Obat kedua yang lazim digunakan: (seperti: lamotrigin, tiagabin, dan gabapetin)
Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah mengunakan obat
pertama, obatnya akan di tambah dengan dengan obatan kedua.
Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malays ia.
Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal
kecacatan sewaktu kelahiran.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan
(unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi
otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar
sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila
proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna
narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik
mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi
selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari
narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam
process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi
mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi
penyebab pastinya tetap belum diketahui.
B. Saran
Disarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab epilepsi
karena epilepsi dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.

Daftar pustaka
Harsono.2007.Epilepsi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Sidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999. Neurology klinis dalam praktek umum, Dian
Rakyat, Jakarta.
http//epilepsi.web.//www.google.co.id//2011

MAKALAH EPILEPSI

BAB I
PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan topik yang luas dan berkembang cukup pesat.


Pengetahuan kita mengenai epilepsi perlu sewaktu-waktu disegarkan dan
ditambah dengan informasi yang baru.
Serangan pertama pada sebagian besar penderita epilepsi telah terjadi
semasa anak-anak, sekitar 55 % terjadi sebelum berusia 10 tahun. Untuk
meningkatkan penaggulangan epilepsi secara keseluruhan, perlu ditingkatkan
penanggulangan epilepsi pada anak-anak dan remaja. Dalam menangani epilepsi
perlu diciptakan kerjasama yang baik antara orang tua, pengasuh, dokter,
penderita, anggota msyarakat yang bayak hubungannya dengan
penderita,misalnya guru di sekolah. Kerjasama yang baik berpengaruh positif
terhadap hasil terapi, baik dari segi perkembangan kepribadian, menta,
penyesuaian diri terhadap lingkungan, maupun dri segi mencegah kambuhnya
serangan.
Kepuusan untuk mmulai pengunaan obat-obat anti epilepsi ( OAE ) pada
seorang anak penderita epilepsi dapat mempunyai dampak yang besar bagi
kehidupannya dala keadan tertentu. Hal itu juga dpat menjadi suatu konfirmasi
final untuk diagnosa epilepsi, yang berarti penderita tersebut harus memakai
obat secara terus-menerusdalam jangka waktu yang panjang. Sejumlah
penelitian dalam beberapa tahun terakhir ini mengemukakan resiko berulangnya
pada anak penderita epilepsi yang berhenti minum OAE secara tiba-tiba begitu
mereka bebas serangan.

BAB II
EPIDEMIOLOGI EPILEPSI

II. A. Prevalens dan Insiden Epilepsi


Para peneliti umumnya mendpatkan insiden 20-70 per 100.000 per tahun
dan prevalens sewaktu-waktu 4-10 per 1.000 pada populasi umum.Insiden
epilepsi berubah-ubah menurut umur, insiden tertinggi pada anak-anak usia
dini,mencapai nadir pada usia dewasa dini dan naik kembali pada usia tua.1
Pasien laki-laki umunya sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan.
Prevalensi total yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk dalam suatu
populasi yang pernah menderita epilepsi dipekirakan sekitar 2-5 %, sehingga
diperkirakan sebanyak 1 di antara 20 penduduk dalam suatu populasi akan
mengalami epilepsi. Sedangkan pada populasi akan diperkirakan 0.3-0.4 % di
antaranya menderita epilepsi. Perhitungan ini menunjukkan bahwa epilepsi
merupakan kelainan neurologis yang paling menonjol.1

II. B. Kejang Tanpa Demam Setelah Kejang Demam


Anak dengan kejang demam mempunyai 2 resiko yang mungkin
dihadapinya, yaitu resiko sebesar 30-40 % untuk berulangnya kejang demam
dan sebagian kecil mengalami epilepsi di kemudian hari. Pada penelitian NCPP,
hanya 3 % di antara anak-anak dengan kejang demam mengalami setidaknya
sekali kejang tanpa demam.1
1. Riwayat epilepsi dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
II.C.

Berulangnya Kejang Tanpa Demam Setelah Kejang Tanpa Demam Pertama

Resiko berulangnya kejang pada anak-anak umumnya tergantung pada


jenis kejang serta ada atau tidaknya kelainan neurologis dan
elektroensefalografi. Di antara bayi yang mengalami kejang neonatal, akan
terjadi bangkitan kejang tanpa demam dalam 7 tahun pertama pada 25% kasus.
Tujuh puluh lima persen di antara bayi yang mengalami bangkitan kejan tersebut
akan menjadi epilepsi.1

Annegers dkk, meneliti resiko berulangnya kejang pada 424 pasien kejang
tanpa demam pertama yang terdiri dari neonatus sampai orang dewasa.
Berulangnya kejang tercatat pada 220. Secara keseluruhan resiko berulangnya
kejang sebesar 9%, 21%, 30%, 36%, 48% dan 56% berturut-turut setelah
pemantauan 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, 3 tahun dan 5 tahun.1
Resiko berulangnya kejang berbeda-beda secara bermakna menurut
klasifikasi etiologi kejang pertama. Pasien dengan kejang pertama yang idiopatik
(287 orang), yaitu pasien ayng tidak mempunyai riwayat gangguan neurologis
yang dapat dianggap predisposisi terjadinya kejang, mempunyai prognosis yang
paling baik dengna resiko rekuren kumulatif 26% pada 1 tahun dan 45% pada 5
tahun pemantauan. EEG abnormal, kelainan neurologis dan kejang parsial pada
pasien merupakan prediktor tingginya resiko berulangnya kejang.1
Pasien dengan kejang pertama yang simtomatik (122 orang), yaitu pasien
dengan riwayat gangguan susunan saraf pusat pascaneonatal yang dianggap
predisposisi terjadinya kejang seperti infeksi susunan saraf pusat, penyakit
serebrovaskular atau trauma kepala, mempunyai resiko rekuren 56% selama
periode 1 tahun dan 77% selama periode 5 tahun. Pasien dengan palsi serebral
atau retardasimental berat akibat defisit neurologis sejak lahir (15 orang),
mempunyai resiko rekuren 92% selama periode 1 tahun.1
Faktor resiko kunci berulangnya kejang dalam penelitian ini ialah etiologi
kejang (idiopatik atau simtomatik) dan elektroensefalogram. Dengan varabel
tersebut dapat ditentukan sekelompok besar anak-anak dengan resiko rendah
(kejang idiopatik dengan elektroensefalogram normal) dan sekelompok anakanak dengan resiko tinggi untuk mengalami kejang berikutnya (kejang idiopatik
dengan ekejtriebsefakigram abnormal dan riwayat epilepsi dalam keluarga,
kejang simtomatik dengan riwayat kejang demam, kejang simtomatik yang
parsial).1

II.D. Remisi dan Kekambuhan Pasien Epilepsi


Obat anti epilepsi dapat mengontrol kejang pada 70% - 80% anak-anak
dengan epilepsi. Resiko utama penghentian antikonvulsan ialah kambuhnya
kejang.1
Terdapat beberapa faktor yang rutut menentukan kemungkinan
kambuhnya kejang setelah penghentian antikonvulsan. Reterdasi mental dan
mudanya usia saat onset kejang meningkatkan resiko kambuh. Beberapa faktor
lain yang menunjukkan beratnya epilepsi juga meningkatkan resiko kambuh,
antara lain, seringnya serangan kejang sebelum epilepsi terkontrol, kelainan EEG
yang nyata sreta lamanya dan jumlah antikonvulsan yang dibutuhkan untuk
mengontrol epilepsi.1

Shinnar dkk, dalam penelitiannya mendapat 75% anak-anak dan remaja


epilepsi yang bebas kejang selama 2 tahun tetap bebas kejang setelah
penghentian antikonvulsan selama 30 bulan. Kekambuhan paling sering terjadi
dalam bulan-bulan pertama penghentian obat dan 82% kekambuhan terjadi
dalam tahun pertama. Kelaianan elektroensefalogram yang khas (perlambatan
atau gelombang paku), jenis kejang dan usia saat kejang merupakan faktor yang
berperan dalam prognosis.1
Shinnar dkk, merekomendasikan penghentian antikonvulsan pada pasien
epilepsi yang sudah bebas kejang selama 2 tahun atau lebih. Tingginya tingkat
remisi dan rendahnya kekambuhan berbagai peneliti ini menunjukkan prognosis
epilepsi yang baik pada anak.1

II. E. Prognosis
Secara umum dapat disimpulkan bahwa prognosis epilepsi pada anak
sangat tegantung pada jenis epilepsi yang dideritaya. Faktor yang berhubungan
dengan baiknya prognosis di antaranya tidak terdapatnya kelainan neurologis
dan mental; tidak kerapnya kejang, terutama jenis tonik klonik umum, hanya
terdapat satu jenis kejang, dan cepatnya kejang dikendalikan. Umur onset yang
relatif lambat, sesudah usia 2 atau 3 tahun, juga merupakan fakto ryang
menguntungkan. Resiko kekambuhan setelah penghentian pengobatan
tergantung pada faktor yang sama dengan remisi kejang. Sebaliknya, faktor
yang berhubungan dengan prognosis yang buruk di antaranya terdapatnya
penyebab kejang organik, terdapatnya kelainan neurologis dan atau mental,
terdapatnya beberapa jenis kejang termasuk serangan tonik klonik umum yang
sering dan atau kejang tonik dan atonik.1

BAB III
E P I L E P S I

III. A. Definisi
Bangkitan epilepsi atau serangan kejang merupakan manifestasi klinis
lepas muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak. Hal ini terjadi karena
fungsi sel neuron terganggu. Gangguan fungsi ini dapat berupa gangguan
fisiologi, biokimiawi, anatomi, atau gabungan berbagai faktor tersebut. Tiap
kelainan yang menganggu fungsi otak, baik yang fokal maupun umum, dapat
mengakibatkan bangkitan kejang atau serangan epilepsi.2

III. B. Etiologi

Bila ditinjau dari faktor etiologi, maka sindrom epilepsi dapat dibagi
menjadi kelompok, yakni : 1
1. Epilepsi idiopatik (penyebab tidak diketahui)
2. Epilepsi simtomatik (penyebabnya diketahui, misalnya tumor otak, pasca
trauma otak, pasca ensefalitis).

Epilepsi Idiopatik

Pada sebagian besar pasien, penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya
pasien tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dan juga tidak bodoh. Dengan
bertambah majunya pengetahuan serta kemampuan diagnostik, maka golongan
idiopatik makin berkurang. Sebagian dari jenis idiopatik disebabkan oleh
abnormalitas konstitusional dari fisiologi serebral yang disebabkan oleh interaksi
beberapa faktor genetik. Gangguan fisiologis ini melibatkan stabilitas sistem
telamik-intralaminar dari substansia kelabu basal da mencakup reticular
activating system dalam sinkronisasi lepas muatan. Sebagai akibatnya dapat
terjadi gangguan kesadaran yang berlangsung singkat (absens murni, petit mal),
atau lebih lama dan disertai kontraksi otot tonik-klonik (tonik-klonik umum,
grand mal).1

Epilepsi Simtomatik

Epilepsi Simtomatik dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai
kelainan intrakranial atau ekstrakranial. Penyebab intrakranial misalnya anomali
kongenital, trauma otak, neoplasma otak, misalnya: gagal jantung, gangguan
pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia),
gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (hidrasi,
hidrasi lebih).1

III. C. Patofisiologi
Sampai saat ini belum terungkapkan dengan baik dan rinci mekanisme
yang memulai atau yang mencetuskan sel neuron untuk berlepas muatan secara
sinkron dan berlebihan. Namun, beberapa faktor yang ikut berperan telah
terungkapnya, misalnya :1

Gangguan pada membran sel neuron

Potensial membran sel neuron bergantung pada permeabilitas sel tersebut


terhadap ion natrium dan kalium. Membran neuron permeabel sekali tehradap

ion kalium dan kurang permeabel terhadap ion natrium, sehingga didapatkan
konsentrasi ion kalium yang tingi dan konsentrasi ion natrium yang rendah di
dalam sel dalam keadaan normal.1
Potensial membran ini dapat diganggu dan berubah oleh berbagai hal,
misalnya perusahaan kosentrasi ion ekstraselular, stimulasi mekanis atau
kimiwai, perubahan pada membran oleh penyabit atau jejas, atau pengaruh
kelainan genetik.1
Bila keseimbangan terganggu, sifat semi-permeabel berubah, membiarkan
ion natrium dan perubahan potensial yang menyertainya. Potensial aksi
terbentuk di permukaan sel, dan menjadi stimulus yang efektif pada bagian
membran sel lainnya dan menyebar sepanjang akson. Konsep bahwa
permeabilitas ion meningkat pada bangkitan epilepsi saat ini banyak dianut.
Tampaknya semua konvulsi, apapun pencetus atau penyebabnya, disertai
berkurangnya ion kalium dan meingkatnya konsentrasi ion natrium di dalam
sel.1

Gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan pasca-sinaps

Sel neuron saling berhubungan sesamanya melalui sinaps-sinaps. Potensial-aksi


yang terjadi di satu neuron dihantar melalui neurakson yang kemudian
membebaskan zat transmiter pada sinaps, yang mengeksitasi atau menginhibisi
membran pascasinaps. Transmiter eksitasi (asetilkolin, glutamic acid, glisin)
mengakibatkan depolarisasi; zat transmiter inhibisi (GABA atau Gama amino
butyric acid, glisin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimaannya. Jadi
satu impuls dapat mengakibatkan stimulasi atau inhibisi pada transmisi sinaps.1
Tiap neuron berhubungan dengan sejumlah besar neuron-neuron lainnya
melaui sinaps eksitasi atau inhibisi, sehingga otak merupakan struktur yang
terdiri dari sel neuron yang saling berhubungan dengan saling mempengaruhi
aktivitasnya. Pada keadaan normal didapatkan keseimangan antara eksitasi dan
inhibisi. Gangguan terhadap keseimbangan ini dapat mengakibatkan terjadinya
bangkitan kejang. Efek inhibisi ialah meninggikan tingkat polarisasi membran sel.
Kegagalan mekanisme inhibisi mengakibatkan epilepsi. Fosfat-piridoksal penting
untuk sintesis GABA, definisi piridoksin metabolik atau nutrisi dapat
mengakibatkan konvulsi pada bayi. Antikonvulsan valproat bekerja dengan
melalui pencegahan pemecahan GABA.1
Dapat dikemukakan bahwa pada bayi dan anak, bukan saja maturasi
anatomik dari sistem saraf mempunyai peranan, tetapi juga variasi atara
keseimbangan sistem inhibisi dan eksitasi di otak memainkan peranan penting
dalam menentukan ambang kejang, dengan demikian mempengaruhi perubahan
tinggi-rendahnya ambang kejang. Demikian pula, jaringan saraf dapat menjadi
hipereksibel oleh perubahan homeostatis tubuh. Perubahan tersebut dapat
diakibatkan oleh demam, hipoksia, hipolsemia, hipogsia, hiposemia,
hipoglikemia, hidrasi-lebih dan perubahan keseimbangan asam-basa. Faktor

eksternal dapat pula meningkatkan hipereksitabilitas, misalnya obat konvulsan,


penghentian mendadak obat antikonvulsan terutama barbiturat, dosis-lebih
berbagai macam obat dan berbagai toksin.1

Sel gila

Sel gila diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstra-selular di sekitar
neuron dan terminal presinaps. Pada glisis atau keadaan cedera, fungsi gila yang
mengatur konsentrasi ion kalium ekstraselular dapat terganggu dan
mengakibatkan meningkatnya eksitabilitas sel neuron di sekitarnya. Rasio yang
tinggi antara kadar ion kalium ekstraselular dibanding intraselular dapat
mendepolarisasi membran neuron.1
Telah didapat banyak bukti bahwa astroglia berfungsi membuang ion kalium
yang berlebihan sewaktu aktifnya sel neuron. Didapatkan bahwa sewaktu kejang
kadar ion kalium meningkat sebanyak 5 kali atau lebih di cairan interstisial yang
mengitari sel neuron. Waktu ion kalium diserap oleh astroglia cairanpun ikut
terserap dan sel astroglia menjadi membengkak (edema), hal ini merupakan
jawaban yang khas bagi astroliga terhadap meningkatnya ionkalium ektraselular,
baik yang disebabkan oleh hiperativitas neuronal, maupun akibat iskemia
sebebral.1
Bila sekelompok sel neuron tercetus dalam aktivitas listrik berlebihan, maka
didapatkan 3 kemungkinan1:
1. Aktivitas ini tidak menjalar ke sekitarnya, melainkan terokalisasi pada
kelompok neuron tersebut, kemudian berhenti.
2. Aktivitas menjalar sampai jarak tertentu, namun tidak melibatkan seluruh
otak, kemudian menjumpai tahanan dan berhenti.
3. Aktivitas menjalar ke seluruh otak dan kemudian berhenti.
Pada keadaan 1 dan 2 didapatkan bangkitan epilepsi fokal (parsial),
sedang pada keadaan 3 didapatkan kejang umum. Jenis bangkitan epilepsi
bergantung kepada letak serta fungsi sel neuron yang berlepas-muatan listrik
berlebihan serta penjalarannya. Kontraksi otot somatik akan terjadi bila lepas
muatan melibatkan daerah motor di lobus frontalis. Bermacam ragam gangguan
sensori akan terjadi bila struktur di lobus parietalis dan oksipitalis terlihat.
Kesadaran menghilang bila lepas muatan melibatkan batang otak dan talamus.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan
epilepsi klinis, walaupun ia berlepas muatan listrik yang berlebihan. Sel neuron di
serebelum, di bagian bawah batang otak dan di medula spinals tidak mampu
mencetuskan bangkitan epilepsi. Fenomen Tood lebih sering dijumpai pada
pasien dengan fokus oleh lesi struktural. 1

Sesekali didapatkan cacat akibat bangkitan kejang yang menetap.


Bangkitan kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat mengakibatkan
kerusakan pada sel neuron, dengan akibat cacat yang menetap.1

BAB IV
KLASIFIKASI EPILEPSI

Epilepsi

Klasifikasi bangkitan (serangan kejang)

1.

Kejang parsial (fokal, lokal)


a.

Parsial sederhana (simple partial)

Dengan gejala motork

Dengan gejala otonom

Dengan gejala somatosensoris seperti halusinasi visual, auditoris, vertigo


dan sebagainya

Dengan gejala psikis, seperti fungsi luhur, afektif, kognitif, ilusi, halusinasi
struktural, dan sebagianya.
b.

Parsiap kompleks (complex partial)

Dengan gejala perubahan kesadaran, bisa dimulai sebagai serangan


parsial sederhana

Dengan gejala otomatis

Bisa dimulai sebagai gejala parsial sederhana kemudian berubah mejadi


tonok-klonik umum.

2.

Kejang umum

a.
Absences dengan gejala perubahan kesadaran sementara, bisa disertai
komponen tambahan berupa gerakan klonik, atonik, tonik atau otonom; atau
gejala otomatisme.
b.
Atypical absences dengan perubahan tonus otot, timbul dan
berakhirnya suatu serangan tidak secara tiba-tiba seperti pada typical absences.
c.

Serangan kejang mioklonik

d.

Serangan kejang tonik

e.

Sedangkan kejang tonik-klinik

f.

3.

Sedangkan kejang atonik

Tidak dapat diklasifikasi

Sindrom epilepsi

I.
1.

Hubungan lokalisasi epilepsi dan sindron (fokal, lokal, partial)


Idiopatik dengan onset berhubungan dengan umur :

Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal.

Epilepsi anak dengan paroksismalitas di oksipital.

Epilepsi reading primer.

2.

Simtomatik

o
Epilepsi parsial kontinua progresif kronik pada anak (sindrom
Kojewnikows).
o
Sindrom yang ditandai oleh bangkitan dengan carapresipitasi yang khas
sindrom yang berdasarkan tipe bangkitan, lokalisasi anatomik dan etiologi :
epilepsi lobus oksipitalis.
o
Kriptogenik : digolongkan menjadi simtomatik dengan etiologinya tidak
diketahui.

II.
1.

Epilepsi umum dan sindrom


Idiopatik dengan onset berhubungan dengan umur :

Kejang neonatal familial benigna

Kejang neonatal benigna

Epilepsi mioklonik benigna pada bayi

Epilepsi absens pada anak

Epilepsi absens juvenil

Epilepsi mioklonik juvenil (petit mal impulsif)

Epilepsi dengan bangkitan grand mal pada waktu bangun

Epilepsi bangkitan yang didahului oleh bentuk aktivitas yang khas.

2.

Kriptogenik atau imtomatik, menurut penampilan umur :

Sindrom West (spasme infantil, Blitz-Nick-Salam kramfe)

Sindrom Lennox Gastaut

Epilepsi dengan bangkitan mioklonik-astatik

Epilepsi dengan absens mioklonik

3.

Simtomatik :

a.

Etiologi tidak khas

Ensefalopati mioklonik dini

Ensefalopati epileptik infantil dini dengan Suppession burst.

Epilepsi umum simtomatik lain yang tidak tersebut di atas

b.

Sindrom spesifik

o
Bangkitan epileptik yang mungkin menyebabkan komplikasi banyak
penyakit, yang termasuk ini adalah penyakit-penyakit dengan bangkitan/
serangan yang merupakan manifestasi utama.

III. Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan sifatnya fokal atau umum
1.
o

Dengan keduanya bangkitan umum atau fokal :


Kejang neonatal

o
Epilepsi dengan gelombang paku-ombak terus menerus selama tidur
dengan gelombang lambat.
o

Afasia epileptik didapat (sindrom Landau-Kleffner)

Epilepsi lain yang tidak dapat ditentukan dan bukan di atas.

2.

Tanpa sifat yang jelas bangkitan umum atau fokal

o
Ini termasuk semua kasus grand mal tonik-klonik yang secara klinis dan
EEG tidak dapat diklasifikasikan secara jelas serangan umum dan hubungannya
dengan lokalisasinya, seperti pada banyak kasus serangan grand mal waktu
tidur.

IV. Sindrom special


Bangkitan yang berhubungan dengan situasi :
o

Kejang demam

Bangkitan tersendiri atau status epileptikus tersendiri.

o
Bangkitan yang terjadi hanya apabila ada kelainan metabolik akut atau
kejadian toksik akut misalnya karena alkohol obat-obatan, eklamsia, dan
hiperglikemia non hetotik.

V.A. Klasifikasi bangkitan


1. Kejang partial 1,2
Partial Sederhana

Partial Kompleks
-

Kejang dengan onset lokal pada 1 bagan tubuh tanpa gangguan kesadaran.

Berupa gejala motor, sensori, kognitif, atau efektif.

- terlihat gerakan klonik sejak awal atau gerakan klonik setelah fase tonik
sebentar, mengenai jari, bibir, kelopak mata, otot wajah, lidah, faring & larings,
salivasi dan kesulitan bicara.
- Kejang versive sering ditemukan, berupa deviasi konjugat bola mata dan
kepala ke satu sisi, dapat disertai perubahan postural berupa kontraksi tonik
lengan bawah dengan adduksi bahu disisi arah muka menoleh.
-

Terlihat jacksonian seizure berupa perjalanan kejang motor.

- gejala autonomik : muntah, pucat, muka merah, berkeringat, piloereksi,


dilatasi pupil, ikontinensia

disebut epilepsi iobus temporalis

Serangan epilepsi partial sederhana + gangguan kesadaran

gangguan kesadaran sejak awal serangan

Disertai gejala psikis / gangguan fungsi luhur berupa :

Disfagia

De Javu (dikenal dengan peristiwa yang belum pernah dialami

JamaisVu ( kenal dengan peristiwa yang pernah dialami)

Dreamy state (kesadaran seperti mimpi)

Ilusi

Gangguan emosi

- Penderita sering membingungkan, disorientasi selama bebereapa menit


pasca bangkitan.

2. Kejang Umum1

Absens

Ciri kas serangan absens adalah durasi yang singkat, onset dan terminasi
mendadak, frekuensi sangat sering, gangguan kesadaran dengan atau tanpa
manifestasi.
EEG iktal berupa gelombang paku-ombak 3 spd regular, bilateral simtris.
Kadang-kadang terlihat gelombang paku-ombak majemuk. EEG interiktal
biasanya normal.

Absens atipik

Berupa absens yang disertai kehilangan tonus yang sangat jelas, atau
oset dan berhentinya serangan tidak mendadak. EEG iktal lebih heterogen, dapat
berupa gelombang paku-ombak iregular, gelombang cepat atau aktivitas
paroksismal lain. Kelainan terlihat bilateral tetapi sering tidak simetris dan
iregular. EEG interiktal berupa gelombang paku atau paku-ombak lambat iregular
dan asimetris.

Kejang umum tonik-klonik (TK)

Dikenal sebagai epilepsi grand mal dan merupakan prototipe semua angkitan
kejang. Kejang TK tidak merupakan suatu grup homogen dan dapat terjadi pada
berbagai keadaan. Bila ia merupakan bagian dari suatu epilepsi kronik, biasanya
disertai bangkitan kejang lain.
1.
Kejang umum TK sejak awal serangan, seringkali merupakan manifestasi
epilepsi idiopatik. Sering didahului kejang mioklonik.
2.
Kejang umum Tk yang berasal dari kejang parsial yang secara sekunder
menjadi umum. Serangan kejang parsial dapat berupa motor fokal, sensori atau
fenomena lain. Serangan parsial ini disebut sebagai aura. Pada keadaan lain,
kejang secara klinis terlihat sebagai kejang umum Tk sejak awal, tetapi EEG iktal
menunjukkan adanya fokus fokal.

3.
Kejang umum TK dapat merupakan manifestasi epilepsi dengan fokus
multifokal yang independen satu sama lain. Dalam keadaan ini selalu disretai
jenis serangan lain misalnya kejang tonik, absens atau parsial.
Serangan terlihat sebagai manifestasi motor, autonomik dan
kehilangan kesadaran. Fase tonik berupa kontraksi otot menyeluruh yang
menyebabkan pasien jatuh. Pasien terbaring dalam posisi ekstensi. Kontraksi
yang menyebabkan pasien jatuh. Pasien terbaring dalam posisi ekstensi.
Kontraksi tonik diafragma dan otot interkostal menyebabkan hambatan respirasi
dan sianosis. Seteah 10 30 detik, terlihat kejang klonik simetris bilateral yang
seringkali didahului tremor. Dapat serta expiratory grunting karena udara
dipaksa ke luar oleh kontraksi diafragma melalui glotis yang tertutup. Mulut
berbuasa dan lidah dapat tergigit pada saat ini. Setelah 30-60 detik, terjadi
relaksasi otot. Dapat terjadi fase tonik kembali selama beberapa detik, terutama
pada otot sefalik. Postiktal pasien tidak sadar, nafas cepat dan terlihat pucat.
Pada 3% kasus tejadi inkontinensia. Fenomena autonomik berupa takidardia,
hipertensi, flushing, salivasi dan bertabahnya sekresi bronkus.

Kejang mioklonik

Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum


atau terbatas pada wajah, batang tubuh atau satu atau lebih ekstremitas, atau
satu group otot. Dapat berulang atau tunggal. Banyak gerak mioklonik yang
bukan merupakan epilepsi. Serangan mioklonik dapat terjadi pada penyakit
medula spinalis, disinergia sereberalis mioklonika, miokonus segmental
subkortikal dan lain-lain yang harus dibedakan dari epilepsi.

Kejang klonik

Kejang umum tonok-klonik kadang-kadang tidak memperlihatkan fase tonik


tetapi hanya sentakan klonik. Pada saat frekuensi gerak klonik menurun,
amplitudo tetap tinggi. Fase postiktal biasanya pendek. Dapat terjadi gerak
klonik kemudian menjadi tonik dan kembali menjadi klonik disebut sebagai
klonik-tonik-klonik.

Kejang tonik

Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap dalam


satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat
disertai rotasi seluruh batang tubuh.
Wajah menjadi distorsi, pucat kemudian menjadi merah dan kebiruan karena
tidak dapat bernapas. Serangan tonik aksial dengan ekstensi kepala, leher dan
batang tubuh dpat terjadi.

Kejang atonik atau astatik

Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh
ke depan, mulut terbuka, atau lengan jatuh tergantung, atau menyeluruh
sehingga pasien jatuh. Kesadaran hanya hilang sejenak. Serangan atonik dapat
terjadi pada keadaan bukan epileksi misalnya iskemia batang otak dan sindrom
narkolepsikatapleksi.

IV. B. Sindrom Epilepsi 1


1. Epilepsi Idiopatik Partial

Benign Childhood Epilepsy With Centrotemporal Spikes

Onset pada usia 2-13 tahun, tersering antara 5-10 tahun, laki-laki lebih sering
dibandingkan perempuan. Serangan terjadi pada anak normal. Terlihat dominasi
gejala orofaringeal berupa salivasi, tidak dapat bicara, gerak involunter mulut
dan farings, suara tenggorok, kontraksi tonik atau klonik lidah, dagu, atau salah
satu sisi wajah, rasa baal atau parestesia dagu, gusi dan lidah.

Epilepsi pada Anak dengan Paroksimalitas Oksipital (Childhood Epilepsy


with occipital Paroxysms)
Onset terjadi pada usia 6 tahun, sebagai seranan parsial dengan gejala visual
dominan, berupa buta sejenak, halusinasi berbentuk atau tidak berbentuk.
Serangan dapat terbatas hanya pada gejala visual atau terjadi serangan
hemiklonik, parsial kompleks atau tonik-klonik umum. Pasca kejang dapat terjadi
sakit kepala, neusea dan muntah.

2. Epilepsi Idiopatik Umum


Serangan kejang umum sejak awal pada EEG tampak kelainan umum pula.
Idiopatik dengan onset berhubungan dengan umur

Sindrom Neunatal Familial Benigna (Benign Neonatal Familial Convulson)

Sindrom Neonatal Familial Benigna (Benign Neonatal Familial Conculsion)

Kejang terjadi pada hari ke 2 sampai 15 setelah lahir

Tidak ada kriteria EEG

Sebagian kecil kasus mengalami kejang kembali pada masa anak.

Kejang Neonatal benigna (Benign Neonatal Convulsion = Bnc)

o
Kejang sangat sering, terjadi sekitar hari ke 5, tanpa etiologi yang jelas
EEG interiktal menunjukkan gambaran theta pointu alternant.
o

Tidak terjadi epilepsi atau kejang di kemudian hari

Perkembangan psikomotor normal.

Epilepsi Mioklonik Benigna Pada Bayi (Benign Myoclonic Epilepsy In


Infancy)
o

Jarang ditemukan

o
Serangan mioklonus umum pada tahun pertama atau kedua kehidupan
pada anak normal.
o

Seringkali ditemukan riwayat keluarga epilepsi.

o
EEG iktal memperlihatkan gelombang paku-ombak umum dengan letupan
oada saat awal tidur.

Epilepsi Mioklonik Juvenilis (Juvenile Myoclonic Epilepsy = JME)

Berbeda dengan serangan mioklonik lain, JME bersifat benigna dan tidak
progresif. Mioklonus merupakan gejala utama, berupa kejutan pada ekstremitas
atas spontan, tunggal atau multipel, bilateral simetris tanpa kehilangan
kesadaran. Serangan terjadi pada hari setelah bangun tidur setelah malamnya
mengalami kurang tidur.

Absens Juvenilis (Juvenile Absence Epilepsy)

Merupakan sindrom epilepsi umum idiopatik yang muncul pada usia sekitar
pubertas. Serangan tidak banyak berbeda dengan absens pada anak. Frekuensi
serangan jarangan, umumnya muncul setiap hari dan biasanya sporadis.

Kriptogenik atau Sitomatik

Sindrom West

Spasme

Retardasi mental atau deteriorasi mental

Hipsaritma

Onset sebelum 1 tahun, puncak antara 3-7 bulan

Sindrom Lennox-Gastaut (SLG)

o
Ditandai serangan epilepsi berupa absens atipik, kejang tonik aksial, jatuh
mendadak karena serangan atonik atau kadang-kadang mioklonik.
o
Gelombang paku ombak lambat difus pada saat bangun, irama cepat
10/detik pada saat tidur.
o

Gangguan perkembangan mental dan tingkah laku.

Umur onset kurang dari 8 tahun dengan puncaknya antara 3-5 tahun. Laki-laki
lebih banyak dibandingkan perempuan. Onset penyakit bervariasi, dapat terjadi
pada anak yang sebelumnya normal.

Epilepsi dengan Kejang Mioklonik-Astatik (Epilepsy with Myoclonic-Astatic)

Manifestasi klinis muncul pada usia antara 7 bulan 6 tahun. Laki-laki 2 kali lebih
sering dibandingkan perempuan. Kejang berupa kejang mioklonik, astatik,
mioklonik-astatik, absens dengan komponen klonik dan tonik, dan tonik-klonik.
Perjalanan penyakit bervariasi.

Epilepsi dengan Absens Mioklonik (Epilepsy with Myoclonic Absence)

Ini adalah bangkitan absens disertai mioklonus dengan intensitas bervariasi,


bilateral, ritmis, difus, EEG iktal menunjukkan gambaran paku ombak 3 per detik.

Tanpa Etiologi yang khas

Mioklonik Ensefalopati (Early Myoclonic Encephalopathy)

Onset sebelum usia 3 bulan

Mioklunus sejak onset

Kejang parsial tidak teratur

Mioklonia masif dan /atau spasme tonik

EEG : aktivitas supression-burst, berubah menjadi hipsaritmia atipik

Tidak ada perkembangan, meninggal sebelum usia 1 tahun

Seringkali familial

Early Infantile Epileptic Encephalophaty with Suppression-Burst

Bayi umumnya lahir normal dan tampak normal selama beberapa hari. Kemudian
terjadi kejang umum yang merupakan spasme fleksor, ekstensor atau asimetris.
Pada mulanya bayi normal secara neurologis. Kejang bertambah sering secara
progresif dan terjadi defisit neurologis berupa kelumpuhan, ataksia atau distonia.
Berbeda dengan early myoclonic encephatlopaty kelompok ini tidak
memperlihatkan mioklonus. EEG tidak menunjukkan irama normal, yang terlihat
adalah pola supression-burst, berupa gelombang yang hampir datar selama
beberapa detik bergantian dengan letupan gelombang paku dan lambat
amplitudo tinggi 150-300 uv difus. Prognosis buruk, separuh pasien akan
meninggal, sisanya menjadi cacat menetap. Sebagian pasien dapat berubah
menjadi spasme infantil.

BAB V
PEMERIKSAAN PENUNJANG EPILEPSI

Pemeriksaan penunjang biasa dilakukan terdiri atas pemeriksaan darah,


urin, cairan brospinalis, elektroensefalografi (EEG) dan pencitraan. Pemeriksaan
penunjang dilakukan atas dasar indikasi.1

Pemeriksaan Urin1

Kadang-kadang serangan epilepsi disebabkan oleh kelainan ginjal yang dapat


dideteksi dengan pemeriksaan urin rutin. Pemeriksaan urin lain ialah untuk
mengetahui adanya asam amino dalam urin, misalnya pada pasien epilepsi yang
disebabkan oleh fenilketonuria atau histidinuria. Pemeriksaan ini dilakukan atas
dasar indikasi.

Pemeriksaan Darah1

Kelainan-kelainan darah tertentu dapat menyebabkan serangan epilepsi,


misalnya anemia sickle cell, polisitemia dan leukemia. Pemeriksaan gula darah,
elektrolit darah dan ureum perlu dilakukan atas dasar indikasi. Misalnya
serangan spasme infantil dapat disebabkan oleh karena hipoglikemia.
Pemeriksaan darah lain ialah untuk mengetahui adanya infeksi intrauterin,
misalnya toksoplasmosis kongenital, rubela kongenital dan sitomegalovirus
kongenital. Pemeriksaan penunjang ini dilakukan atas dasar indikasi.

Pemeriksaan Cairan Serebrospinal1

Cairan serebrospinal pada pasien epilepsi umum normal, fungsi lumbal dilakukan
pada pasien yang diduga menderita meningitis. Pada pasien epilepsi dengan
kelainan neurologis fokal dan tanda peninggian tekanan intrakranial sangat
berbahaya apabila dilakukan fungsi lumbal.

Pemeriksaan EEG1

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
peemriksaan penunjang yang paling baik untuk menegakkan diagnosis epilepsi.
Adanya pemeriksaan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.

Pemeriksaan Pencitraan1

Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan ialah foto polos kepala, angiografi


serebral, Computed Tmography (CT) Scan, magnetic resonance imaging (MRI)
dan Positron Emission Tomography (PET). Pemeriksaan pencitraan pada pasien
epilepsi dilakukan atas dasar indikasi.

BAB VI
PENGOBATAN EPILEPSI

Secara umum, tujuan pengobatan epilepsi adalah untuk mengendalikan


serangan epilepsi dengan cara pemberian OAE yang tepat, dalam dosis yang
adekuat dan tanpa menimbulkan efek samping atau gejala-gejala toksik. Tetapi
harus pula diperhatikan bahwa pengobatan anak dengan epilepsi juga bertujuan
untuk mengoptimalkan kualitas hidup mereka. Pengambilan keputusan untuk
memulai pengobatan OAE sebaiknya dilakukan secara bersama oleh dokter dan
keluarga penderita dengan mempertimbangkan resiko/manfaat yang diperoleh
bila penggunaan OAE ditunda atau segera dimulai.3

Prinsip pengobatan adalah3 adalah :

1.
Mengurangi atau menghilangkan serangan untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita.
2.

Terari diberikan sedini mungkin setelah diagnosa pasti

3.

Pilihan OAE sesuai dengan jenis epilepsinya

4.

Obat diupayakan tunggal

5.

Dosis minimal yang efektif

6.

Biaya terjangkau

7.

Terapi harus berdasarkan evidense-based clinical praktice

Obat Anti Epilepsi

Pemilihan Obat Anti Epilepsi

Setelah diagnosis epilepsi mantap, tahap berikutnya adalah mencari OAE yang
sesuai. Jenis OAE sangat tergantung pada sifat serangan epilepsi. Berikut ini
tedapat 2 Tabel mengenai spesifitas OAE terhadap serangan (Tabel 5-1) dan OAE
pilihan pertama dan kedua terhadap jenis epilepsi tertentu (Tabel 5.2).

Tabel 5-1. SPESIFISITAS OAE PADA PELBAGAI JENIS SERANGAN1


Jenis Serangan

Parsial

Umum Tk

Absens

Mioklonik

Tonik
Asetazolamid
Karbamazepin
Klonazepam
Etosuksimid

Fenobarbital
Fenitoin
Primidon
Valporat

+/+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
-

+/+
+

+/+
+
+
+
+

Tabel 5-2. OBAT PILIHAN PERTAMA DAN KEDUA1


Serangan parsial (sederhana, kompleks, dan umum sekunder)

OAE pilihan pertama


fenitoin

karbamazepin, fenoberbital, primidon,

OAE pilihan kedua

benzodiazepin, asam valproat

Serangan Umum

Serangan tonik-klonik


OAE pilihan pertama
fenitoin, asam valproat

karbamazepin, fenoberbital, primidon,

benzodiazepin, asam valproat

OAE pilihan kedua

Serangan absens

OAE pilihan pertama

etosuksimid, asam valproat

OAE pilihan kedua

benzodiazepin

Serangan mioklonik

OAE pilihan pertama

benzodiazepin, asam valproat

OAE pilihan kedua

etosuksimid

Serangan tonik, klonik, anotik

Semua OAE kecuali etosuksimid.

Dosis dan kadar terapi obat antiepilepsi 2


Obat

Dosis (mg/kgBB/hari)

Kadar terapi dalam darah (mg/L)

Waktu paruh (jam)


Fenobarbital

2-10

15-40

40-70
Fenitoin

5-10

5-20

12-22
Karbamazepin

10-30

6-10

8-19
Valproat

15-30

50-100

6-15
Nitrazepam

0,1-1

Klonazepam

0, 03-0,1

0,03-0,06

16-60
Primidon

15-30

8-12

4-6
ACTH

10-30 U/hari

Asetazolmaid

20-25

Jenis onat epilepsi1

1. Fenobarbital dan pirimidon


- mengatasi kejang tonik-klonik umum (grand mal), serangan partial
sederhana, kompleks, status epileptikus dan mencegah kejang demam
merupakan antikonvulsan yang aman dan murah.
- Fenobarbital dosis awal : 4-5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis dan akan
mencapai kadar teraopetik dalam 2-3 minggu, kadar teraupetik 15-40 Ug/ml efek
toksik pada kadar lebih dari 60 Ug/ml.
- Pirimidon bersifat anti konvulsan. Dosis anak 10-25 mg/kgBB/hari, dibagi
dalam 2-4 dosis, kadar terapautik 5-12 Jug/ml. Efek toksik bila kadar efek lebih
dari 15 Ug/ml.
- Efek samping : ruam kulit dan diskrasia darah (jarang), mengantuk,
hiperaktivitas, kadang-kadang mual, sakit kepala, kesimbangan.

2. Karbamazepin
- Obat utama untuk epilepsi partial (sederhana dan kompleks) dan epilepsi
umum tonik-klonik.
- Dosis anak < 6 : 10-30 mg/kgBB dibagi dalam 2-4 dosis sehari kadar
terapeutik 18-12 Ug/ml dalam 3-4 hari.
- Untuk 6-12 tahun
sehari.
-

Efek idionsikratik

- Efek intoksikasi
distonik

100 mg 2x sehari, untuk 12 tahun : 200 mg 2x


:

Ruam kulit, diskrania darah

diplopia, vertiga, pusing, inkoordinasi, gejala

- Keunggulannya
: memperbaiki fungsi kognitif, menjadikan anak
lebih sadar dan merasa lebih enak.

3. Fenition
- Untuk kejang tonik-klonik umum, serangan partial (sederhana kompleks)
dan beberapa jenis kejang lainnya.
- Jangan dibeirkan pada serangan campuran, karena dapat memperberat
serangan absens
- Dosis rata-rata : mg/kgBB/hari, kadar terapeutik (10-20 Ug/ml) dalam 7-10
hari, nistagmus dapat timbul pada kadar 15-30 Ug/ml, ataksia pada kadar diatas
30 Ug/ml dan perburukan kejang pada kadar 40 Ug/ml.
-

Efek Idiosinkasi

ruam kulit, diskrasia darah dan reaksi imunologis

- Efek intoksikasi
: vertuga, gerakan involunter, pusing, mual,
nistagmus, sakit kepala, ataksia letargi, perubahan perilaku.
- Efek kronik
: hirsutisme, hipertrafi gigiva, gangguan perilaku
dan fungsi kognitif, dapat terjadi peninggian SGOT, SGPT.
Efek samping yang berat : kelainan hematologis (trombositopenia,
leukopenia, anemia) dan sindroma steven Johnson.

4. Etosuksimid
-

Paling efektif untuk mengatasi serangan petit mal

- Dosis dimulai dengan 15-20 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis perhari
pada anak <6 tahun (12 tahun : 250 mg/hari), kadar terapeutik 40-100 U/ml
dalam 7-10 hari.
- Efek Idiosinkratik
pansitopenia dan SLE).

ruam kulit dan diskrasia dalam (leukopenia,

Efek intoksikasi
: vertiga, sefalgia, ataksia, neusea, latargi,
anoreksia, batuk, gangguan gastrointestinal.
-

Efek kronik : sfalgia dan perubahan perilaku

5. Asam valproat
- untuk epilepsi miklonik, absens, tonik klonik & serangan partial sederhana
maupun kompleks.
- Dosis inisial anak
: 15-20 mg/kgBB/hari dalam 2-4 dosis (masa paruh
6-15 jam) kadar terapeutik 40-150 Ug/ml dalam 1-4 hari. Pada politerapi
dibutuhkan lebih dari 100 mg/kgBB/hari.
- Efek idiosinkratik
: ruam kulit, gagal ginjal akut, pankreatitis akut
dan diskrasia darah (trombositopenia, anemia & leukopenia)
Efek intosikasi

ngantuk, vertiga, perubahan perilaku

Efek kronik
: mengantuk, perubahan perilaku, tremor,
hiperamonia, rambut rontok, BB bertambah, gangguan lambung.
6. Benzodiazepin
- Untuk mengatasi serangan absens dan mioklonik, namun sayangnya
hanya berfedah untuk bebreapa bulan saja.
a. Klonazepam
: digunakan pada sebagian besar kejang motor
minor (akinetik-petit mal atipis dan kurnag berguna untuk spasme infantil),

dibeirkan dengan dosis 0,05 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis, lalu dinaikkan
dengan 0,05 mg/kgBB per minggu sampai kejang teratasi (dosis maksimal 0,5
mg/kgBB). Dosis masih dapat dinaikkan bertahap 0,05 mg/kg/BB sampai timbul
efek samping 9ataksia, mengantuk, disartria, iritabel dan berat badan naik).
Gangguan emosi sering timbul bila di kombinasi dengan fenobarbital atau
benzodiazepin lain.
b. Dizepam dan lorazepam digunakan pada status epileptikus dan kejang
demam.

Asetamolamid digunakan sebagai pengobatan tambahan pada kejang


refrakter, termasuk serangan bebas, kejang umum yang berkaitan dengan
menstruasi dan serangan parsial kompleks.

Pemberian Obat Anti Epilepsi Seceara Dini3


Manfaat

Pemberian OAE secara dini memberikan manfaat berupa terbebasnya penderita


dariserangan, tetapi bagaimana engontrolnya setelah itu merupakan hal yang
paling penting untuk diperhatikan. Pada penelitian yang membandingkan
serangan ulang pada penderita anak dengan serangan tunggal yang diobati,
dengan yang tidak diobati, terlihat bahwa pada anak yang mendapat
pengobatan mempunyai resiko kambuh besar 25% dalam 2 tahun sejak mulai
mendapat pengobatan OAE. Pada anak dengan trauma kepala, pemberian OAE
dapat mencegah terjadinya serangan kejang, tetapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsi dikemudian hari.

Kerugian

Penggunaan OAE dapat menimbulkan efek yang merugikan seperti efek


samping terhadap ranah kognitif, perubahan tingkahlaku, teratogenik maupun
sigma sosial yang menggangu disamping harganya yang mahal. Terjadinya efek
samping obat yangmerugikan pada pasien sulit diprediksi sebelumnya, misalnya
reaksi hipersensitivitas, depresi sumsum tulang atau gangguan fungsi hati. Efek
samping ini sering mengharuskan pasien menghentikan pengobatan.
Disamping itu diagnosa epilepsi kadang-kadang sulit dipastikan sehingga
menyulitkan pemberian OAE. Penderita dengan serangan epilepsi yang tidak
pasti sebaiknya diobservasi saja sampai diagnosa jelas, daripada menegakkan
diagnosa dengan tetapi coba-coba.

Melanjutkan Pengobatan Obat Anti Epilepsi1


Manfaat

Untuk mencapai terkontrolnya serangan harus ditetapkan perlu tidaknya


dilanjutkan pengobatan. Keputusan ini terutama didasarkan atas analisa
manfaat. Bila diputuskan untuk melanjutkan terapi,pasien akan terkontrol
serangannya walaupun resiko serangan ulangan selama pengobatan OAE tetap
ada.
Dua puluh dua persen yang sudah ada bebas kejang minimum 2 tahun dan
memperoleh terapi lanjutan akan mendapat serangan kembali dalam 2 tahun
berikutnya. Keputusan meneruskan tetapi tidak menjamin bebasnya penderita
dari serangan kembali dalam 2 tahun berikutnya. Keputusan meneruskan terapi
tidak menjamin bebasnya penderita dari serangan, walaupun pemberian terapi
lanjutan dapat menurunkan resiko kambuhnya serangan.

Kerugian

Resiko meneruskan pengobatan meliputi beberapa resiko dari pemakaian


OAE seperti telah disebutkan sebelumnya. Reaksi idiosinkrasi yang menyerupai
alergi obat merupakan salah satu alasan untuk menghentikan pengobatan OAE.

Menghentikan Pengobatan Obat Anti Epilepsi


Manfaat

Manfaatnya tergantung terutama kepada aspek sosiekonomis


penderita. Seorang penderita akan terbebas dari stigma epilepsi dan tidak
dibebani biaya yang relatif besar serta terbebas dari efek samping obat.
Padapasien remaja, penghentian pengobatan adalah suatu jembatan menuju
kebebasan.

Kerugian

Resiko utama dari penghentian pengobatan OAE, sekalipun dilakukan


secara bertahap adalah kambuhnya serangan. Dibandingkan dengan awal
pengobatan OAE kemungkinan kambuhnya serangan akibat penghentian OAE,
lebih bermakna. Walaupun demikian telah disepakati bahwa kemungkinan
serangan lebih rendah (30%) pada pasien yang sudah bebas kejang selama 2
tahun. Periode bebas serangan yang lebih panjang sebelum penghentian OAE,
secara bertahap berhubungan dengan menurunnya resiko kambuh. Pada
kebanyakan pasien kemungkinan kambuh serangan setelah 3-4 tahun bebas
serangan lebih kecil. Bahkan bila penghentian bertahap OAE ini ditunda,
penundaan ini dapat menimbulkan kesulitan dikemudian hari.
Penghentian OAE pada anak-anak penderita cerebral palsy tidak
selalu berhubungan dengan meningkatkan resiko kambuh serangan. Resiko
kambuhnya serangan pada anak-anak dengan cerebral palsy hanya 40, bila
pengobatan OAE dihentikan secara bertahap setelah 2 tahun bebas serangan.
Hanya 14,3% anak dengan diplegi spatik yang akan mengalami serangan ulang
setelah pengobatan OAE dihentikan.

Anak-anak dengan mula serangan sebelum umum 2 tahun


ataupadbuh, sebab bila epilepsi timbul sebelum umur 2 tahun, biasanya
berhubungan dengan gangguan struktural otak ataupun gangguan metabolik.
Pada remaja tidak jelas mengapa mempunyai kemungkinan kambuh yang lebih
besar.
Penghentian pengobatan dapat menimbulkan kecamatan pada
penderita. Untuk itu penderita harus memperoleh informasi yang jelas bahwa
penghentian pengobaatan tidak akan membahayakan dirinya. Apakah
penghentian penggunaan OAE akan menyebabkan kambuhnya serangan masih
diperdebatkan. Penghentian barbiturat dan benzodiazepin secara tiba-tiba dapat
memprovokasi serangan. Untuk OAE yang lain, bukti yang mendukung belum
diketahui dengan pasti. Penarikan OAE dilakukan perlahan untuk keamanan
pengobatan OAE. Resiko kambuhnya serangan pada 6 minggu setelah OAE
dihentikan secara bertahap sama besarnya dengan resiko 9 bulan kemudian.

BAB VII
STATUS EPILEPTIKUS

VII.A. PENDAHULUAN
Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi :
status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status
epileptikus dengan kejang tonik-klonik umum.4
Definisi : status epilepsi adalah bangkitan epilepsi yang berlangsung terus
menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselingi oleh masa sadar.4
Biasanya bila status epileptikus tidak bisa diatasi dalam satu jam, sudah
akan terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen. Oleh karena itu gejala ini
harus dapat dikenali dan ditanggulangi secepat mungkin. Rata-rata 15%
penderita meninggal, walaupun pengobatan dilakukan secara tepat. Lebih
kurang 60-80% penderita yang bebas dari kejang setelah lebih dari 1 jam akan
menderita cacad neurologis atau berlanjut menjadi penderita epilepsi.4

VII.B. GAMBARAN KLINIS


Epilepsi fokal dengan manifestasi kejang otot lokal sampai separuh tubuh,
gerakan adversif mata dan kepala, sering merupakan awal dari status
epileptikus. Keluarga penderita yang melihat kejadian ini akan dapat
menceritakannya kembali dengan jelas. Kejang menjadi bilateral dan umum
akibat penyebaran lepas muatan listrik yang terus-menerus dari fokus pada
suatu hemisfer ke hemisfer lain. Kejang tonik akan diikuti oleh sentakan otot atau

kejang klonik. Proses ini berlangsung terus, sambung-menyambung tanpa


diselingi oleh fase sadar.4

VII.C. ETIOLOGI
Status epileptikus tonik-klonik, banyak berasal dari insult akut pada otak
dengan suatu fokus serangan.4
Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui adalah, infark otak
mendadak, anoksia otak, bermacam-macam gangguan metabolisme, tumor
otak, menghentikan kebiasaan minimum keras secara mendadak, atau berhenti
makan obat anti kejang. Jarang status epileptikus disebabkan oleh penyakit
degenerasi sel-sel otak, menghentikan penggunaan penenang dengan
mendadak, pasca aniestasi dan cedera perinatal.4
Penderita yang sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsi, mungkin
mempunyai riwayat trauma kepala, radang otak, tumor, penyakit pembuluh
darah otak. Kelainan-kelainan ini terutama yang terdapat pada lobus frontalis,
lebih sering menimbulkan status epileptikus, dibandingkan dengan lokasi lain
pada otak.4
Penderita yang mempunyai riwayat epilepsi, dengan sendirinya
mempunyai faktor pencetus tertentu. Umumnya karena tidak teratur makan obat
atau menghentikan obat sekehendak hatinya. Faktor pencetus lain yang harus
diperhatikan adalah alkohol, keracunan kehamilan, uremia dan laing-lain.4

VII. D. PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN


Status epileptikus bukanlah sebagian dari epilepsi, namun merupakan
suatu komplikasi dan perubahan dalam pengobatan, akibat infeksi (virus) atau
operasi komplikasi dan perubahan dalam pengobatan, akibat infeksi (virus) atau
operasi otak. Tindakan yang terpenting adalah1:
1. Mempertahankan fungsi vital (memperbaiki pernafasan, hipertemia, hipotensi
dan mencegah jangan smapai terluka.
2. Memberikan OAE untuk memberantas kejang
3. Mencari penyebab
4. Mencegah timbulnya kejang lagi
Menkes lebih menyukai lorazepam (ativan) suatu benzodiazepin dengan
masa paruh 15,7 jam dengan dosis 0,1 mg/kgBB sampai maksimal 4 mg atau
0,06 mg/kgBB untuk anak 13 tahun. Lorazepam dapat menyebabkan
dibandingkan diazepam bila dikombinasi dengan fenobarbital.1

Diazepam dapat diberikan IV perlahan (1-2 mg/menit dengan dosis 0,3-0,5


mg/kgBB sampai dosis maksimal 20 mg) dan biasanya kejangnya akan berhenti
dalam 3-5 menit. Keuntungan dizepam adalah kerja yang cepat, aman dan
berfaedah pada serangan kortikal maupun sentrensefalik. Efek samping adalah
depresi pernafasan dan hipotensi yang terutama timbul pada kombinasi dengan
fenobarbital, masa kerja hanya 30-60 menit, sehingga perlu penambahan
fenitoin 20-30 mg/kgBB IV (dicampur dengan NaC1 0,9% 50 cc karena tidak larut
dalma glokuse 5%). Fenitoin sangat disukai untuk mengatasi kejang pada trauma
kapitis dengan kesadaran harus dipertahankan.1
Lorazepam maupun diazepam tidak dapat dipergunakan sebagai OAE
jangka panjang. Fenobarbital dapat diberikan 10 mg/kgBB IM atau IV atau
subkutan dan membutuhkan 15 menit untuk menembus sawar darah otak. Bila
masih timbul kejang, dapat diulang dosis yang sama. Bila kejang berlangsung
lama diberikan kortikosteroid untuk mencegah timbulnya adema otak. Kemudian
disusul dengan pemberian anestesia umum dengan kurare untuk mengurangi
hipertermia dan hipoksia. Setelah kejang teratasi diberikan dosis rumat
fenobarbital 4-6 mg/kgBB/hari IM disusun oleh pemberian oral. Pemeriksaan
kadar plasma harus dilakukan pada 5-10 hari pertama untuk menilai kadar
terapeutik.1

BAB VIII
KESIMPULAN

1. Epilepsi merupakan suatu gangguan kronik yang tidak hanya ditandai oleh
berulangnya kejang, tetapi juga berbagai implikasi medis dan psikososial.
2. Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut 2 cara yaitupada serangan dan
sindrom epilepsi.
3. Prinsip pengobatan epilepsi adalah : mengurangi atau menghilangkan
serangan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, terapi diberikan sedini
mungkin setelah diagnosa pasti, pilihan OAE sesuai dengan jenis epilepsi, obat
diudpayakan tunggal, dosis minimal yang efektif m (Uf, biaya terjangkau dan
terapi harus berdasarkan evidense based clinical practice.
4. Yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa keputusan untuk memulai
atau menghentikan pengobatan OAE harus dibuat secara individual. Pada pasien
dengan banyak tipe serangan, pengobatan OAE dapat ditunda jika ada interval
yang panjang diantara serangan-serangan tersebut atau jika tipe serangan
diketahui jinak. Pengobatan dengan OAE dilakukan sampai penderita bebas
serangan selama minimal 2 tahun, lalu dapat dihentikan secara bertahap dalam
waktu dari 6-12 bulan.

5. Status epileptikus bukanlah sebagian dari epilepsi, namun merupakan suatu


komplikasi dari perubahan dalam pengobatan, akibat, infeksi virus atau operasi
otak.
6. Status epileptikus merupakan suatu keadaan darurat, serangan timbul sangat
sering sehingga pasien tidak pernah sadar. Kejang yang berlangsung lebih dari
20-30 menit dapat menimbulkan kerusakan otak akibat hipoksia. Keadaan ini
ditambah lagi dengan beberapa keadaan yang kurang menguntungkan misalnya
hiperpireksia dan hipotesa yang akan menimbulkan kerusakan diserebelum.

Vous aimerez peut-être aussi