Vous êtes sur la page 1sur 16

ABSTRACT

Terasi has known as Indonesians shrimp paste. Terasi also known by fishery
particular products of Bontang city. Terasi has known as households scale with simple
instruments and unstandard procession technics as the cause of the bacteria that
involved in fermentation process. The aim of this study is to investigated the processing
of terasi, isolated and characterization bacteria. Based on result of first studied, it had
three terasi processor on added of salt treatments differently: salt from sea water (A),
salt from combination between sea water and commercial salt (B) and also salt from
commercial salt (C). pH value (7,05-7,08) and TPC value on A, B and C (2,3x10 5,
1,7x105 and 1,4x105 CFU/g). Bacteria that inoculated from Bontang shrimp paste are
Basillus sp., Staphylococcus sp., Erysipelothrix sp., Neisseria sp., Pseudomonas sp.,
Listeria sp., and Corynebacterium sp.
Keywords

: Shrimp paste, Isolation, characterization and Bacteria


ABSTRAK

Terasi merupakan salah satu produk tradisional hasil perikanan asal kota
Bontang yang diproduksi dalam skala rumah tangga dengan cara pengolahan yang
beragam. Pengolah terasi di desa Bontang Kuala umumnya menambahkan garam dapur
dan air laut sebagai sumber garam. Penambahan sumber garam yang berbeda diduga
mempengaruhi Jenis bakteri yang terdapat pada terasi tersebut. Penelitian ini bertujuan
untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi genus bakteri yang terdapat pada terasi dari
desa Bontang Kuala, Bontang. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan diketahui tiga
pengolah terasi yang berbeda berdasarkan sumber garam : air laut (A), kombinasi air

laut dan garam dapur (B) dan garam dapur (C). Jenis bakteri dari terasi Bontang ialah
Basillus sp., Staphylococcus sp., Erysipelothrix sp., Neisteria sp., Pseudomonas sp.,
Listeria sp., dan Corynebacterium sp. Nilai pH (7,05-7,08) dan nilai TPC (Total Plate
Count) pada pengolah A, B dan C sebesar 2,3x10 5CFU/g, 1,7x105 CFU/g dan 1,4x105
CFU/g.
Kata Kunci

: Terasi, Isolasi, Karakterisasi dan Bakteri

I.

PENDAHULUAN

Terasi merupakan produk perikanan setengah basah yang terbuat dari udang atau
ikan-ikan kecil yang dicampur dengan garam, kemudian difermentasikan (Sari, 2009).
Terasi merupakan suatu produk dikenal memiliki rasa asin, sedikit seperti flavour keju
dan memiliki karakteristik suatu aroma tertentu (Peralta et al. 2007). Fukami et al.
(2004) menyebutkan bahwa protein pada tubuh udang terhidrolisis selama proses
fermentasi berlansung yang disebabkan oleh bakteri dan oleh aktivitas proteinase dari
tubuh udang itu sendiri. Peptida-peptida dan asam amino yang menjadi penyebab utama
akan flavour dan aroma spesifik dari produk fermentasi terasi (Raksakulthai et al,1992).

Fitriyani et al. (2013) berpendapat bahwa banyak orang menyukai terasi karena rasa dan
aromanya yang khas, terutama untuk meningkatkan selera makan. Terasi digunakan
sebagai bahan penyedap makanan seperti pada makanan sayur, sambal, rujak dan
sebagainya (Haryati et al, 2007). Menurut Rahayu et al. (1992) dalam Christanti (2006)
menyatakan bahwa jenis mikroba yang dapat tumbuh pada terasi antara lain Rhizopus
sp., Penicillum sp., Aspergillus sp., Micrococcus sp., Aerococcus sp., dan Neisseria sp.
Produk terasi banyak ditemukan di negara-negara asia tenggara dengan nama
yang berbeda-beda disetiap negaranya (kapi, mam, belachan, terasi, dan lain-lain) dan
kebanyakan pengolahnya masih menggunakan sistem pengolahan tradional (Faithong et
al, 2009). Produk terasi sama halnya dengan daerah lain di Indonesia, terasi juga
merupakan salah satu olahan tradisional yang cukup dikenal di kota Bontang. Maaruf
et. al (2013) menyebutkan bahwa terasi Bontang diolah dengan cara udang rebon segar
diperam selama 1 hari kemudian dijemur dan ditumbuk. Dalam proses penumbukkan
ditambahkan air laut hingga menjadi adonan, kemudian dicetak, dijemur dan
dipasarkan. Proses pengolahan terasi yang dilakukan oleh masyarakat biasanya
menambahkan air laut sebagai sumber garam selain menggunakan garam dapur untuk
pemberi rasa asin, sedangkan pada umumnya pembuatan terasi menggunakan udang
rebon kering sebagai bahan bakunya dan garam sebagai bahan tambahan adonannya
(Mantiri, 2012). Dengan perbedaan sumber garam ini diduga terjadi perbedaan jenis
mikroba yang berperan dalam proses fermentasi pada terasi udang asal Bontang. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengkarakterisasikan bakteri dari terasi
udang rebon (M. relicata) dari Bontang Kuala, kota Bontang.

II. MATERI DAN METODE


Bahan utama yang digunakan adalah terasi yang diperoleh dari 3 pengolah di
desa Bontang Kuala, Bontang, sedangkan media dan bahan untuk isolasi bakteri antara
lain Nutrien Agar (NA), Trypticase Soy Agar (TSA), Triple Sugar Iron Agar (TSIA),
Motility Test Medium (MTM), dan Oksidatif Fermentatif (O/F) medium.
Penelitian ini didahului dengan melakukan survey dan observasi pada lokasi
penelitian di desa Bontang Kuala, Bontang untuk mengetahui proses pengolahan terasi
yang dilakukan oleh pengolah. Pengambilan sampel terasi dilakukan pada 3 pengolah
terasi yang berbeda dalam penggunaan sumber garamnya. Sampel terasi dimasukkan ke
dalam wadah plastic steril

dan dibawa menggunakan styrofoam ke Laboratorium

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unmul Samarinda. Untuk menduga jenis genus
bakteri yang ada pada terasi dilakukan beberapa tahapan uji yaitu : Isolasi dan
karakterisasi bakteri menggunakan metode Hadioetomo (1985). Pengamatan morfologi
koloni dan sel (Lay, 1994), pewarnaan Gram (Suriawiria, 2011), uji Motilitas (Ferdiaz,
1989). Pengujian fisiologi meliputi : katalase (Lay, 1994), oksidase (Irianto, 200)), TSI
& H2S (Irianto,2006) dan O/F (minor dan marth (1976) dalam Christanti, 2006).
Tahapan selanjutnya merupakan pendugaan jenis bakteri yang diisolasi pada terasi

didasarkan pada diagram alir identifikasi (Lay, 1994), kunci identifikasi bakteri (Cowan
dan Steels, 1974) dan Bergeys manual identification (Holt et al., 1994)..

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil survey dan observasi di lapangan menunjukkan bahwa proses
pengolahan terasi di Bontang Kuala sama, tetapi mempunyai perbedaan pada sumber
garam yang digunakan. Ada 3 pengolah yang berbeda berdasarkan sumber garamnya
yaitu : air laut (A), kombinasi air laut dan garam dapur (B) dan garam dapur (C).
Tabel 1. Hasil Uji Biokimia Bakteri pada Terasi Udang Rebon (Mysis relicta)

+
+
F

+
+
F*

+
F

Bacillus sp.

Listeria sp.

Eryshipelothrix sp.

Pseudomonas sp.

C5
+
B
+
+
+

C6
+
B
-

+
F

+
+
F

+
F

+
+
F

+
+
F*

+
+
+
O/F

+
+
+
O/F
Corynebacterium sp.

+
+
+
O/F

C4
+
B
+
-

Bacillus sp.

+
+
F

C3
+
K
+
+

Eryshipelothrix sp.

+
+
O/F

C2
K
+
+
+

Staphylococcus sp.

+
+
+
O/F

C1
+
B
+
+
-

Neisseria sp.

B2
+
B
+
+
-

Listeria sp.

B1
+
B
+
+
+

Neisseria sp.

A3
+
K
+
+

Bacillus sp.

Genus Bakteri

A2
+
B
+
+
-

Staphylococcus sp.

Gram
Bentuk Sel
Motilitas
Katalase
Oksidase
TSI
Gas
H2S
Ferm. Glu
Ferm. Lak
O/F

A1
+
B
+
+
+

Isolat
B3 B4 B5
+
B
B
K
+
+
+
+
+

Listeria sp.

Uji Biokimia

Keterangan : B = Basil; K=Kokus; Ferm= Fermentasi; Glu= Glukosa; Lak= laktosa; F=fermentatif;
O=oksidatif; dan *=weak reaction.

1. Karakterisasi Bakteri pada Terasi Udang Rebon


Seluruh koloni bakteri yang tumbuh pada masing-masing hasil pengenceran,
diambil beberapa koloni berbeda untuk kemudian diidentifikasi. Pemilihan koloni yang
berbeda didasarkan pada morfologinya. Berdasarkan pemilihan tersebut, didapatkan 3
isolat pada sampel A dengan nama A1, A2 dan A3, 5 isolat pada sampel B dengan nama
B1, B2, B3, B4 dan B5 dan 6 isolat pada sampel C dengan nama C1, C2, C3, C4, C5
dan C6. Untuk identifikasi pada tahap awal dilakukan pemurnian dan pewarnaan Gram
untuk melihat apakah bakteri tersebut sudah murni atau belum. Pewarnaan Gram juga
dilakukan untuk melihat bentuk bakteri dan reaksi pewarnaan Gram. Bila bakteri sudah
murni maka dapat dilakukan uji biokimia selanjutnya, untuk pendugaan jenis bakteri.
Hasil uji morfologi dan fisiologis sel bakteri dapat dilihat pada pada Tabel 1.
Berdasarkan pada hasil pendugaan jenis bakteri pada tiga pengolah terasi di
Bontang Kuala ditemukan 7 jenis yaitu :
a. Bacillus sp.
Bacillus sp merupakan jenis bakteri yang berbentuk basil/batang, bersifat Gram
positif, motil, katalase positif, oksidase negatif dan bersifat oksidatif-fermentatif
(Cowan and Steel, 1974). Keberadaan Basillus sp. sangat diharapkan keberadaannya
terutama untuk proses fermentasi terasi udang, karena menurut Hommes (2012), bakteri
jenis B. Mycoides banyak digunakan sebagai starter dalam mempercepat proses
fermentasi pada berbagai bahan pangan. Namun salah satu spesiesnya yaitu Bacillus

subtilis merupakan penyebab kerusakan pangan (food borne) pada produk susu
(Kontiranta, 2000).
b. Staphylococcus sp.
Staphylococcus sp. merupakan bakteri yang berbentuk kokus, Gram positif,
nonmotil, katalase positif, oksidase negatif dan bersifat fermentatif (Cowan dan Steel,
1974). Hammer (2012) menyatakan bahwa Staphylococcus piscifermentans dapat
dijadikan sebagar fermenter pada bahan pangan karena dapat memunculkan rasa asam,
memperpanjang umur simpan, tingkat higienitas yang tinggi, membentuk tekstur dan
mempercepat perubahan warna pada pangan. Jones et al.,(1998) berpendapat bahwa
Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama penyakit matitis pada ternak
c. Pseudomonas sp.
Pseudomonas sp. merupakan bakteri yang berbentuk basil, Gram negatif,
nonmotil, katalase positif, oksidase positif dan bersifat fermentatif (Holt et al.,
1994).Menurut Angayarkanni et al. (2005) Pseudomonas ssp. memiliki sifat biocontrol
yang dapat menghambat pertumbuhan jamur yang bersifat patogen pada produk pangan.
Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa Pseudomonas flourescents merupakan
penyebab pembusukan pada produk pangan (Irianto, 2006).
d. Erishipelothrix sp.
Erysipelothrix sp. merupakan bakteri berbentuk basil, Gram positif, motil,
katalase positif, oksidase negatif dan bersifat fermentatif (Holt et al., 1994). Holt et al
(1994) menyatakan bahwa bakteri ini secara luas terdistribusi di alam, dan biasanya
terdapat pada mamalia, burung dan ikan. Beberapa strain dapat bersifat pathogen pada

mamalia dan burung.

Erysipelothrix rhusiopathiae merupakan jenis bakteri dalam

perikanan laut, penyebab penyakit yang masih belum dikenali, bakteri ini dapat
bertahan dalam waktu yang lama dalam lapisan lendir pada ikan (Wood, 1975). Namun
berdasarkan pada Brooke et. al (1999) menyatakan bahwa Erysipelotrix sp. tidak ada
ditemukan pada ikan pada saat ditangkap kondisi aseptis, namun kotak atau wadah
yang digunakan untuk membawa ikan, menjadikan penyebab utama dalam perpindahan
Erysipelotrix sp. ke ikan.
e. Neisseria sp.
Neisseria sp. merupakan bakteri bersifat Gram negatif, berbentuk kokus,
nonmotil, katalase positif, oksidase positif dan bersifat fermentatif (Holt et al., 1994).
Menurut Rahayu et al. (1992) dalam Christanti (2006) menyebutkan bahwa Nesseria
sp. merupakan jenis bakteri yang ditemukan dan dapat tumbuh pada terasi. Namun
Neisseria meningitidis merupakan salah satu penyebab penyakit meningitis bagi yang
menjadi inangnya (Gold et. al., 1978).
f. Listeria sp.
Listeria sp. merupakan bakteri bersifat Gram positif, berbentuk batang/basil,
motil, katalase positif, oksidase negatif dan bersifat oksidatif-fermentatif (Cowan dan
Steel, 1974). Gomez et al. (2014) menyebutkan bahwa isolat Listeria monocytogenes
merupakan bakteri penyebab kerusakan pangan (food borne) dan bakteri ini banyak
ditemukan pada produk siap makan dan lingkungan pengolahan produk pangan yang
tidak steril. Hal ini diperkuat dengan CAC (2007) yang menyebutkan bahwa Listeria sp.
selalu diasosiasikan dengan kontaminasi pada beberapa jenis bahan pangan seperti susu,

keju, daging dan produk daging, sayur-mayur, produk perikanan dan produk pangan
ready-to-eat.
g. Corynebacterium sp.
Corynebacterium sp. berbentuk basil, bersifat Gram positif, nonmotil, katalase
dan oksidase negatif, dan bersifat oksidatif-fermentatif (Holt et al., 1994).Beberapa
spesies dari Corynebacterium sp. yang tidak bersifat pathogen digunakan sebagai
fermenter skala industri untuk pemproduksi asam amino seperti L-Glutamate dan Llysine (Burkovski, 2008). Sehingga bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang
dapat mempercepat proses fermentasi pada terasi. Namun Corynebacterium
pseudotuberculosis merupakan salah satu spesies corynebacterium yang bersifat
pathogen dan penyebab tuberculosis (Coyle et al., 1990).
2.

Analisis nilai pH dan TPC terasi udang rebon


Pada Tabel 2 tampak bahwa hasil pengujian pada pH terasi udang dari 3

pengolah tidak ada perbedaan yang menyolok demikian juga jika dibandingkan dengan
terasi komersil (Cap 77) yaitu 7,06 hasil penelitian Christanti (2006). Bonner et. al
(1966) mengemukakan bahwa pada sebagian besar bakteri tumbuh dengan baik pada
kondisi netral dan sedikit alkalin (basa). Sedangkan menurut Hadiwiyoto (1993), nilai
pH akan berpengaruh besar sekali dalam pertumbuhan bakteri.
Tabel 2. Hasil uji pH dan TPC Terasi Udang Rebon (Mysis relicta)
Pengolah Terasi
A
B
C

Nilai pH
7,06
7,08
7,05

Nilai TPC (CFU/gram)


2,3x105
1,7x105
1,4x105

Terasi komersil merek Bung beng Cap 77 hasil penelitian Christanti (2006)
memiliki nilai TPC jauh lebih rendah dibandingkan dengan terasi Bontang hal itu

10

dikarenakan menurut Ferdiaz (1987) yang diacu dalam Christanti (2006), bahwa
fermentasi makanan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu fermentasi spontan dan
fermentasi tidak spontan. Fermentasi yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan
mikroba dalam bentuk starter dan mikroba berperan aktif berkembang biak secara
spontan disebut fermentasi spontan. Pada fermentasi spontan biasanya jumlah dan jenis
mikroba yang aktif beraneka ragam. Sedangkan fermentasi tidak spontan terjadi bila
dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, dimana mikroba
berkembang biak dan aktif mengubah bahan yang difermentasikan menjadi produk yang
diinginkan. Sejalan dengan pendapat di atas, maka terasi dari Bontang merupakan jenis
produk fermentasi spontan karena fermentasi ini melibatkan jumlah dan jenis mikroba
aktif yang beraneka ragam.

11

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Pengolah terasi udang dari desa Bontang Kuala, Bontang memiliki teknik
pengolahan terasi yang sama antara pengolah satu dengan yang lainnya tetapi berbeda
dalam penambahan sumber garamnya yaitu : air laut, kombinasi air laut dan garam
dapur dan garam dapur.

Hasil isolasi bakteri pada terasi udang diperoleh diduga

terdapat tujuh jenis bakteri yang tersebar pada tiga pengolah yaitu : Basillus sp.,
Listeria sp. Staphylococcus sp., Erysipelothrix sp., Neisteria sp., dan Pseudomonas, dan
Corynebacterium sp. Terasi Bontang Kuala memiliki nilai pH yaitu 7,05-7,08 dan nilai
TPC (Total Plate Count)

pada pengolah A sebesar 2,3 X 10 5CFU/g, pengolah B

memiliki nilai TPC sebesar 1,7 X 10 5 CFU/g dan pada pengolah C sebesar 1,4 X 10 5
CFU/g.
B. Saran
1. Perlu dilakukan pengujian fisiologis yang lebih lengkap untuk mengidentifikasi
bakteri yang terdapat pada terasi asal kota Bontang hingga dapat diketahui jenis
spesiesnya.
2. Perlu dilakukan penelitian untuk mengaplikasikan bakteri-bakteri tersebut sebagai
starter.

12

DAFTAR PUSTAKA

Angayarkanni T. Kamalakannan A. Santhini E. and Predeepa D. 2005. Identification of


biochemical markers for the selection of Pseudomonas fluorescens against
Pythium spp. In: Asian conference on Emerging Trends in Plant-Miceobial
Interactions. University of Madras, Chennai. 295-303.
Brooke, J.C. and Thomas V.R. 1999. Erysipelothrix rhusiopathiae : Bacteriology,
Epidemiology And Clinical Manifestations Of An Occupational Pathogen.
Medical Microbial., 46: 178-189.
Burkovski, A. 2008. Corynebacteria: Genomics and Molecular Biology. Caister
Academic Press, Caister.
CAC (Codex Alimentarius Commission), 2007. Guidelines on the Application of
General Principles of Food Hygiene to the Control of Listeria monocytogenes in
Ready-to-eat Foods. Codex Alimentarius Commission /GL 61.
Cowan, ST. 1974. Manual for Identification of Medical Bacteria. Cambridge University
Press, Great Britain.

13

Christanti, Dwi Agustin. 2006. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Halotoleran Pada
Terasi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB),
Bogor.
M.B. Coyle, B.A. Lipsky. 1990. Coryneform bacteria in infectious diseases: clinical and
laboratory aspects, Clin. Microbiol. Rev. 3 227246.
Fitriyani, R., Utami R. dan Nurhartadi E. 2013. Kajian Karakteristik Fisikokimia Dan
Sensori Bubuk Terasi Udang Dengan Penambahan Angkak Sebagai Pewarna
Alami Dan Sumber Anti Oksidan. Jurnal Teknosains Pangan. 2(1) : 97 107.
Fukami, K., Funatsu, Y., Kawasaki, K., Watabe, S., 2004. Improvement of fish sauce
odor by treatment with bacteria isolated from the fish-sauce mush (moromi)
made from frigate mackerel. Journal of Food Science 69 (2), 4549.
Gold, R. I. Goldschneider, M. L. Lepow, T. F. Draper, And M. Randolph. 1978. Carriage
of Neisseria meningitidis and Neisseria lactamica in infants and children. J.
Infect. Dis.137:112121.
Gmez, Diego., Ester A., Noelia M., Juan J. C., Carmina R., Agustn A. and Javier
Yangela. 2014. Antimicrobial resistance of Listeria monocytogenes and
Listeria innocua from meat products and meat-processing environment. Food
Microbiology. 42: 61-65.
Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar
Labotarium. Jakarta: Penerbit Gramedia.

14

Haryati, Sakinah dan Dini surilayani. 2007. Keragaman produk terasi sebagai salah satu
produk fermentasi hasil perikanan di propinsi banten. Prosiding Seminar
Nasional Inovasi Teknologi Pengolahan Dan Bioteknologi Kelautan Dan
Perikanan. IV: 123-127.
Holt, J.G., Noel R.K., Peter H.A.S., James T.S., dan Stanley T.W. 1994. Bergeys
Manual Of determinative Bacteriologi : Ninth Edition. Baltimore : Wiliams &
Wilkins.
Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi : Menguak dunia mikrobiologi jilid 2. Bandung: CV.
yrama widya.
Jones, G. M., T. L. Bailey, Jr. and J. R. Roberson. 1998. Staphylococcus aureus Mastitis:
Cause, Detection and Control. Dairy Science Publication. Virginia Polytechnic
Institute and State University. USA.
Kotiranta A., Lounatmaa K., Haapasalo M. (2000): Epidemiology and pathogenesis of
Bacillus cereus. Microbes Infection, 2: 189198.
Lay B.W. 1994. Analisis Mikroba di Labotarium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ma'ruf, M. Komasanah S., Elly P. dan Erwan S. 2013. Penerapan produksi benih pada
industri pengolahan terasi skala rumah tangga di dusun Selangan laut pesisir
Bontang. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis 18 (2): 84-94.
Mantiri, Rose O. S. E., Susumu Ohtsuka and Shozo Sawamoto. 2012. Fisheries on
Mesopodopsis (Mysida: Mysidae) and Acetes (Decapoda: Sergestidae) in
Indonesia. Kuroshio Science.5(2) : 137146

15

Oyewole, O.B. and Odunfa S.A. 1992. Effect of processing variables on cassava
fermentation for fufu production. Trop. Sci. 33: 19-22
Peralta, M.E. Hatate H., Kawabe D., Kuwahara R., Wakamatsu S., Yuki T. and Murata
H. 2008. Improving antioxidant activity and nutritional components of
philippine salt-fermented shrimp paste through prolonged fermentation. Food
Chemistry 111: 72-77.
Raksakulthai, N., & Haard, N. 1992. Correlation between the concentration of peptides
and amino acids and the flavor of fish sauce. ASEAN Food Journal. 7: 286290
Sari, Ira N., Edison dan Mus S. 2009. Kajian Tingkat Penerimaan Konsumen Terhadap
Produk Terasi Ikan Dengan Penambahan Ekstrak Rosela. Jurnal Berskala
Perikanan Terubuk 37(2): 91-103.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 1992. Mutu dan Standar Uji : Terasi. Nomor 012716-1992.
Suriawiria, Unus. 2011. Microbiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti, Jakarta.
Vihavainen, E., Lundstrom, H.S., Susiluoto, T., Koort, J., Paulin, L., Auvinen, P. and
Bjorkroth, K.J., 2007. Role of broiler carcasses and processing plant air in
contamination

of

modified-atmosphere-packaged

broiler

products

with

psychrotrophic lactic acid bacteria. Applied and Environmental Microbiology.


73: 1136-1145.

16

Wood, R.L., W.T. Hubbert., W.F. McCullough., P.R. Schnurrengerger.

1975.

Erysipelothrix infection. In: Diseases Transmittedfrom Animals to Man. Charles


C. Thomas Limited, Springfield, pp. 271e281.

Vous aimerez peut-être aussi