Vous êtes sur la page 1sur 8

Analisis Masalah

Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan kelainan pada kasus?
Diatas umur 25 tahun, resiko stroke meningkat dua kali lipat untuk setiap dekade seseorang
hidup. Wanita lebih beresiko terkena stroke daripada pria karena wanita cenderung hidup
lebih lama dibandingkan pria, serta stroke lebih beresiko pada usia tua. Insidensi stroke pada
pria lebih banyak terjadi pada usia muda.

Bagaimana hubungan riwayat penyakit DM dan hipertensi yang tidak minum obat

secara

teratur pada kasus ini? (sampai akibat)


Pada penderita DM, terjadi kerusakan alur air antar pembuluh darah yang menyebabkan
sistem imun menganggap bahwa endotel telah rusak (disfungsi endotel). Penganggapan ini
akan memulai perjalanan penyakit atherosclerosis, baik yang secara langsung akan
membentuk trombosis lokal atau secara tidak langsung mengirimkan bolus nantinya ke otak.
Pada penderita hipertensi, tekanan darah yang tinggi mampu memberikan energi yang
cukup untuk melepaskan trombus dari thrombus cap sehingga mengirimkan emboli ke tempat
lain. Selain itu hipertensi merupakan salah satu risk factor dari stroke.
apa arti klinis dari keluhan baru pertama kali dirasakan?
Artinya paien bterkena stroke mendadak, akibat hipertensi dan DM yang tidak terkontrol
bagaimana etiologi pada kasus?
Menurut Adam dan Victor (2009) , penyebab kelainan pembuluh darah otak yang dapat
mengakibatkan stroke, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Trombosis aterosklerosis
Transient iskemik
Emboli
Perdarahan hipertensi
Ruptur dan sakular aneurisma atau malformasi arterivena
Arteritisa.
a. Meningovaskular sipilis, arteritis sekunder dari piogenik dan meningitis
tuberkulosis, tipe infeksi yang lain (tipus, scistosomiasis, malaria, mucormyosis)
b. Penyakit jaringan ikat (poliarteritis nodosa, lupus eritromatous), necrotizing
arteritis. Wegener arteritis, temporal arteritis, Takayasu diseases, granuloma atau

arteritis giant sel dari aorta.


7. Trombophlebitis serebral : infeksi sekunder telinga, sinus paranasal, dan wajah.

8. Kelaianan hematologi : antikoagulan dan thrombolitik, kelainan faktor pembekuan


darah, polisitemia, sickle cell disease, trombotik trombositopenia purpura,
trombositosis, limpoma intravaskular.
9. Trauma atau kerusakan karotis dan arteri basilar
10. Angiopati amiloid
11. Kerusakan aneuriisma aorta
12. Komplikasi angiografi
bagaimana penatalaksanaan pada kasus?
PENATALAKSANAAN ( PERDOSSI, 2007 ):
STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan
resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada
stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian
cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan
analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktorfaktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien
yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke Iskemik
Terapi umum:

Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan

hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.


Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika

kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).


Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.

Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg

% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.


Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari

penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai

gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220
mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg
(pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid,
penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi
hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9%
250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik
masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah

sistolik 110 mmHg.


Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin).
Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka

panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan
umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan,
atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).
Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
apa saja komplikasi pada kasus?

1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral
Manifestasi
1. Kehilangan motorik antara lain hemiplegia dan hemiparesis.
2. Kehilangan komunikasi antara lain disatria (kesulitan berbicara), disfasia atau afasia
(bicara defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya).
3. Gangguan persepsi antara lain disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visualspasial, dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik.
5. Disfungsi kandung kemih (Brunner & Suddarth, 2002).
Learning Issue
1. Stroke Non Hemorrhagic
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau
kematian. Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD)
dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai
penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO). Stroke atau gangguan aliran darah
di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat
(disabilitas, invaliditas).
Stroke terjadi akibat adanya kelumpuhan fungsi bagian tubuh yang disebabkan
terganggunya sirkulasi darah ke otak. Adakah Perbedaan Stroke Hemoragik Dan Non
Hemoragik? Gangguan sirkulasi darah ini disebabkan adanya sumbatan pada pembuluh darah
(non hemoragik stroke) atau pecahnya pembuluh darah (hemoragik stroke).Berat atau
ringannya kondisi stroke tergantung pada luas daerah otak yang mengalami gangguan aliran
darah.
Kemungkinan 4 penyebab yang dapat terjadi:
1. Thrombosis (obstruksi pembuluh karena faktor pembekuan)
2. Embolism (obstruksi karena bolus yang berasal dari lokasi lain),
3. Systemic hypoperfusion (penurunan suplai darah, e.g: syok)
4. Venous thrombosis.
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses
patologik (kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik:

Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)


Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/ Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal:
Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak.
Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang
kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti
oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan
oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL).
Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis.
Stroke Emboli/Non Trombotik Stroke
Emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas.
Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa
mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
Buta mendadak (amaurosis fugaks).
Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan
terletak pada sisi dominan.
Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat
disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air

Bisa terjadi kejang-kejang.


c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di
pangkal maka lengan lebih menonjol.
Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
Meningkatnya refleks tendon.
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar
(vertigo).
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit
bicara (disatria).
Kehilangan kesadaran

sepintas

(sinkop),

penurunan

kesadaran

secara

lengkap(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi).
viii.Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda ( diplopia), gerakan arah bola
mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis),
kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan
atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
Gangguan pendengaran.
Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
i.

Koma
Hemiparesis kontra lateral.
Ketidakmampuan membaca (aleksia).
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur


Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu,
Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran
melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang
lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti
pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar,
walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan
otak
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan
dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah

ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah
terjadinya kerusakan otak.
Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang
sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering
bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari
yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan
melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada
kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya
gangguan bicara.
viii.Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis,
infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
Diagnosis didasarkan atas hasil:
a. Penemuan Klinis
i.

Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma
kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan
jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya

b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan
membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral
(karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh
darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis,
seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan
intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).
Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb,
hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen
kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG)
Sumber:

http://repository.usu.ac.id
http://www.stroke.org
www.kalbemed.com
http://keperawatan.unsoed.ac.id
Donnan GA, Fisher M, Macleod M, Davis SM (May 2008). "Stroke"
Shuaib A, Hachinski VC (September 1991). "Mechanisms and management of stroke

in the elderly"
Stam J (April 2005). "Thrombosis of the cerebral veins and sinuses". The New

England Journal of Medicine


Sarwar N, Gao P, Seshasai SR, Gobin R, Kaptoge S, Di Angelantonio E, Ingelsson E,
Lawlor DA, Selvin E, Stampfer M, Stehouwer CD, Lewington S, Pennells L,
Thompson A, Sattar N, White IR, Ray KK, Danesh J (2010). "Diabetes mellitus,
fasting blood glucose concentration, and risk of vascular disease: A collaborative

meta-analysis of 102 prospective studies".


O'Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, Casey DE, Chung MK, de Lemos JA, Ettinger
SM, Fang JC, Fesmire FM, Franklin BA, Granger CB, Krumholz HM, Linderbaum
JA, Morrow DA, Newby LK, Ornato JP, Ou N, Radford MJ, Tamis-Holland JE,
Tommaso CL, Tracy CM, Woo YJ, Zhao DX, Anderson JL, Jacobs AK, Halperin JL,
Albert NM, Brindis RG, Creager MA, DeMets D, Guyton RA, Hochman JS, Kovacs
RJ, Kushner FG, Ohman EM, Stevenson WG, Yancy CW (29 January 2013). "2013
ACCF/AHA guideline for the management of ST-elevation myocardial infarction: a
report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines.".

Vous aimerez peut-être aussi