Vous êtes sur la page 1sur 46

ASUHAN KEBIDANAN GANGGUAN REPRODUKSI DENGAN KISTA

OVARIUM PADA NY... DI RUANG BOUGENVILE RSUD KEBUMEN


TAHUN 2015

PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
Pendidikan Ahli Madya Kebidanan

Disusun Oleh :
WULAN YULIA RENA SARI
NIM.121540123960151

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA


PROGRAM STUDI KEBIDANAN D3
PURWOKERTO
2015

HALAMAN PERSETUJUAN
ASUHAN KEBIDANAN GANGGUAN REPRODUKSI DENGAN KISTA
OVARIUM PADA NY... DI RUANG BOUGENVILE RSUD KEBUMEN
TAHUN 2015

Disusun oleh :

WULAN YULIA RENA SARI


NIM.121540123960151

Telah disetujui untuk dilakukan seminar Proposal Karya Tulis Ilmiah


Pada tanggal..............................

Purwokerto, ..... Febuari 2015


Menyetujui,

Pembimbing I

Linda Yanti S.ST., M.Keb


NIK.107001100288

Pembimbing II

Etika Dewi Cahyaningrum, S.ST., M.Kes


NIK.105709070486

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah selalu tercurah hanya kepada Allah SWT, karena
dengan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Karya Tulis Ilmiah sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Studi
Kebidanan D3 yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Harapan Bangsa Purwokerto dengan judul Asuhan Kebidanan Gangguan
Reproduksi dengan Kista Ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD
Kebumen Tahun 2015.
Dalam pelaksanaan penyusun Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis
banyak

mengalami

kendala

dikarenakan

keterbatasan

pengetahuan

dan

pengalaman penulis, namun berkat usaha dan bimbingan dari berbagai pihak
Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh kerena itu
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1.

Iis Setiawan Mangkunegara S.Kom., M.TI., sebagai Ketua Yayasan


Pendidikan Dwi Puspita

2.

dr. Pramesti Dewi M.Kes sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Harapan Bangsa Purwokerto.

3.

Direktur RSUD Kebumen yang telah memberikan ijin untuk melakukan


pengambilan data

4.

Tin Utami, S.ST., M.Kes., sebagai Ketua Prodi D3 Kebidanan Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa Purwokerto.

5.

Linda Yanti, S.ST, M.Keb., selaku pembimbing I yang telah memberikan


bimbingan, arahan dan masukan dalam penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah
ini.

6.

Etika Dwi Cahyaningrum, S.ST., M.Kes., sebagai pembimbing II yang


telah memberikan masukan sehingga Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat
terselesaikan.

7.

Seluruh Dosen dan Karyawan STIKES Harapan Bangsa Purwokerto, yang


telah memberikan materi yang berkaitan dengan Proposal Karya Tulis Ilmiah
yang penulis susun.

8.

Serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik
fisik maupun moril, sehingga terselesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa Proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh

dari sempurna dan banyak sekali kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kearah yang lebih baik.

Purwokerto, Febuari 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................

LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................

ii

KATA PENGANTAR....................................................................................

iii

DAFTAR ISI..................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ...........
B.Rumusan Masalah ......
C.Tujuan ........................
D.Manfaat.......................
E.Ruang Lingkup ...........
F.Metode Pengumpulan Data.........
G.Etika Penelitian...........

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori....................................
B.Teori Manajemen Kebidanan............
C.Landasan Hukum......

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

10

A. Latar Belakang
Ganggungan kesehatan yang sering terjadi pada sistem reproduksi
wanita di kalangan masyarakat diantaranya kanker serviks, kanker payudara,
kista ovarium, gangguan menstruasi, mioma uteri dan lain sebagainya
(Manuaba, 2010). Salah satu gangguan kesehatan yang terjadi pada sistem
reproduksi wanita adalah kista ovarium. Kista ovarium merupakan salah satu
tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai pada wanita di masa
reproduksinya. Kista ovarium disebabkan oleh ganguan (pembentukan)
hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium. Kista ovarium pada
umumnya dijumpai pada wanita usia yang lebih tua, post menopause. Hampir
80% kasus tumor ovarium dijumpai pada wanita usia diatas 50 tahun. Kista
ovarium yang bersifat ganas disebut kanker ovarium.
Menurut WHO adalah The American Cancer Society memperkirakan
bahwa pada tahun 2014, sekitar 21.980 kasus baru kanker ovarium akan di
diagnosis dan 14.270 wanita akan meninggal karena kanker ovarium di
amerika serikat. Angka kejadian kista ovarium tertinggi di temukan pada
Negara maju, dengan rata-rata 10 per 100.000, kecuali di jepang (6,5 per
100.000). insiden di amerika selatan (7,7 per 100.000) relative tinggi bila di
bandingkan

dengan

angka

kejadian

di

asia

dan

afrika

(Http://digilib.unimus.ac.id di akses tanggal 15 januari 2015).


US Statistik (2014), menunjukan bahwa kejadian dan laporan kematian,
20.095 perempuan di Amerika Serikat mengetahui bahwa mereka menderita
kista ovarium, 6.600 wanita yang didiagnosis dengan kista ovarium di Inggris
setiap tahun, sekitar 1.500 di Australia dan 2.300 di Kanada. Tingkat

kematian untuk penyakit ini tidak banyak berubah dalam 50 tahun terakhir. Di
Malaysia pada tahun 2008 terdata 428 kasus penderita kista ovarium, dimana
terdapat 20% diantaranya meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2009
terdata 768 kasus penderita kista dan 25% di antaranya meninggal dunia.
Di Indonesia sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan
oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan serta penyakit
sistem reproduksi misalnya kista ovarium (Depkes RI, 2011). Angka kejadian
penyakit kista ovarium di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena
pencatatan dan pelaporan yang kurang baik. Sebagai gambaran di RS. Kanker
Dharmais ditemukam kira-kira 30 penderita setiap tahun. Nasdaldy (2009)
mengatakan bahwa menurut data hasil penelitian di Rumah Sakit Umum
Cipto Mangunkusumo terdata pada tahun 2008 terdapat 428 kasus penderita
kista ovarium, 20% diantaranya meninggal dunia, sedangkan pada tahun 2009
terdata 768 kasus penderita kista ovarium dan 25% diantaranya meninggal
dunia dan 70%
Berdasarkan data Dinkes Provisi Jawa Tengah pada tahun 2012,
berdasarkan laporan program dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
berasal dari Rumah Sakit dan Puskesmas, kasus penyakit kista ovarium
terdapat 2.259 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013)
Kista ovarium sering terjadi pada wanita dimasa reproduksi, pada
pemeriksaan mikroskopik kista tampak dilapisi oleh epitel torak tinggi
dengan inti pada dasar sel, jika terdapat sobekan di dinding kista maka sel-sel
epitel menyebar pada permukaan peritoneum rongga perut yang akan
menimbulkan penyakit menahun dengan musin terus bertambah dan
menyebabkan banyak perlekatan sehingga penderita meninggal karena ileus

dan inanisi. Risiko yang paling ditakuti dari kista ovarium yaitu mengalami
degenerasi keganasan, disamping itu bisa mengalami torsi atau terpuntir
sehingga menimbulkan nyeri akut, perdarahan atau infeksi. Sehingga Kista
ovarium memerlukan penanganan yang profesional dan multi disiplin
(Wiknjosastro, 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas dan mengingat masih tingginya kista
ovarium maka penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul Asuhan
Kebidanan Gangguan Reproduksi dengan Kista Ovarium pada Ny... di Ruang
Bougenvile RSUD Kebumen Tahun 2015.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas masalah yang timbul adalah Bagaimanakah
asuhan kebidanan gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di
Ruang Bougenvile RSUD Kebumen Tahun 2015 dengan menggunakan
pendekatan manajemen kebidanan 7 langkah Varney?.
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melaksanakan asuhan kebidanan gangguan reproduksi
dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen
dengan pendekatan 7 langkah Varney.
2. Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengkajian gangguan reproduksi dengan kista
ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.
b) Mampu menginterpretasikan data yang timbul, meliputi diagnosa
kebidanan, masalah, kebutuhan kasus gangguan reproduksi dengan
kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.
c) Mampu mendiagnosa potensial kasus gangguan reproduksi dengan kista
ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.

d) Mampu melaksanakan antisipasi atau tindakan segera gangguan


reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile
RSUD Kebumen.
e) Mampu merencanakan asuhan kebidanan yang telah diberikan
gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang
Bougenvile RSUD Kebumen.
f) Mampu melaksanakan asuhan kebidanan gangguan reproduksi dengan
kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.
g) Mampu mengevaluasi asuhan kebidanan gangguan reproduksi dengan
kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Manfaat Teoritis
Dengan dilakukannya penelitian ini bisa memberikan masukan dan
tambahan informasi kepada peneliti selanjutnya yang bisa digunakan untuk
meningkatkan asuhan kebidanan pada gangguan reproduksi dengan kista
ovarium.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman secara
langsung dalam menghadapi kasus pada kasus gangguan reproduksi
dengan kista ovarium.
b) Bagi Institusi Rumah Sakit (RSUD Kebumen)
Diharapkan agar rumah sakit dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan
dalam memberikan asuhan kebidanan khususnya pada kasus gangguan
reproduksi dengan kista ovarium.
c) Bagi STIKES Harapan Bangsa
Dapat digunakan sebagai bahan referensi atau sumber bacaan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan kebidanan khususnya pada kasus
gangguan reproduksi dengan kista ovarium.

E. Ruang Lingkup
1. Sasaran
Sasaran yang akan digunakan dalam studi kasus ini adalah pada pasien
dengan kista ovarium.
2. Tempat
Tempat dalam studi kasus ini akan dilakukan di RSUD Kebumen.
3. Waktu Penyusunan KTI
Stadi kasus akan dilakukan mulai Bulan Januari 2015 sampai Mei 2015.
4. Waktu Pengambilan Data
Waktu pengambilan data akan dilakukan selama 3 hari pada tangal 16
Maret sampai 11 April 2015.
F. Metode Pengumpulan Data
Secara garis besar pengumpulan data yang akan digunakan untuk
menyusun Asuhan Kebidanan meliputi :
1. Wawancara
Suatu teknik pengumpulan data dengan melaksanakan komunikasi
dengan pasien dan atau keluarga untuk dapat mengetahui keluhan atau
masalah pasien (Nursalam, 2008).
2. Observasi
Mengamati secara langsung keadaan umum pasien dan perubahanperubahan yang terjadi pada pasien dalam jangka waktu tertentu
(Nursalam, 2008).
3. Pemeriksaan Fisik
Adalah penyusun memeriksa untuk mengumpulkan keadaan fisik
klien baik yang normal maupun yang menunjukkan kelainan. Pemeriksaan
fisik pada kunjungan awal pranatal difokuskan untuk mengidentifikasi
kelainan yang sering mengkontribusi morbiditas dan mortalitas dan untuk
mengidentifikasi gambaran tubuh yang menunjukkan gangguan genetik

(Wheeler, 2004). Teknik pengkajian fisik menurut Prihardjo (2006)


meliputi:
a. Inspeksi
Inspeksi
menggunakan

adalah
mata

merupakan

untuk

proses

mendeteksi

observasi

tanda-tanda

fisik

dengan
yang

berhubungan dengan status fisik saat pertama kali bertemu pasien dan
mengamati secara cermat tingkah laku dan keadaan tubuh pasien.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan.
Metode ini biasannya dilakukan terakhir setelah inspeksi, auskultasi dan
perkusi. Dalam melakukan palpasi hanya menyentuh bagian tubuh yang
akan diperiksa dan dilakukan secara terorganisasi dari suatu bagian
kebagian yang lain.
c. Perkusi
Perkusi adalah metode pemeriksaan dengan cara mengetuk
dengan tujuan menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan
cara measakan vibrasi yang ditimbulkan akibat adannya gerakan yang
diberikan kebawah jaringan.
d. Auskultasi
Merupakan metode pengkajian yang menggnakan stetoskop untuk
memperjelas pendengaran misalnya mendengarkan bunyi jantung, paruparu, bagian usus, dan mengukur tekanan darah.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosa
seperti pemeriksaan hemoglobin, protein urine dan urine reduksi
(Nursalam, 2008)
5. Studi Dokumentasi
Penulis mempelajari catatan-catatan resmi/rekam medik pasien
(Nursalam, 2008).
6. Studi Pustaka

Diambil dari buku-buku literature guna memperkaya khasanah


ilmiah yang mendukung pelaksanaan studi kasus (Nursalam, 2008).
G. Etika Penelitian
Hidayat (2007), mengemukakan bahwa dalam melaksanakan penelitian
harus memperhatikan etika penelitian sebagai berikut :
1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam
informed consent tersebut antara lain: partisipasi pasien, tujuan
dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur
pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan
dan informasi yang mudah dihubungi (Hidayat, 2007). Informed consent
dalam study kasus ini peneliti memberikan informed consent kepada calon
responden sebagai tanda persetujuan sebagai responden.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah ini merupakan masalah etika yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan (Hidayat, 2007). Anonimity dalam study kasus ini peneliti

tidak mencantumkan nama responden dan hanya menggunakan inisial


nama saja.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada
hasil penelitian (Hidayat, 2007). Confidentiality dalam study kasus ini
peneliti menjaga kerahasian data yang peneliti dapat saat pengkajian
mengenai privasi responden.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis
1. Gangguan Reproduksi
a. Pengertian
Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen
kesehatan reproduksi (Manuaba, 2010). Permasalahan dalam bidang
kesehatan reproduksi salah satunya adalah masalah reproduksi yang
berhubungan

dengan

mencakup infeksi,
keganasan

gangguan
gangguan

sistem

reproduksi.

menstruasi,

masalah

Hal

ini

struktur,

pada alat reproduksi wanita, infertilitas, dan lain-lain

(Baradero, 2007).
b. Sebab-sebab gangguan reproduksi
Gangguan reproduksi disebabkan

oleh ketidakseimbangan

hormon, cacat anatomi saluran reproduksi (defek kongenital),


gangguan fungsional, kesalahaan manajemen atau infeksi organ
reproduksi. Gangguan reproduksi yang biasa terjadi, misal kista
endometriosis yang banyak dialami wanita yang memiliki kadar
FSH dan LH tinggi (Kasdu, 2005).

2. Kista Ovarium
a. Pengertian

Kista ovarium adalah kantong tertutup berdinding membran yang


berlapis epitel dan cairan atau semi cairan dengan berbagai bentuk,
permukaanya bisa rata, halus, licin, dan ada yang dapat di
gerakan

ataupun

tidak

tumbuh

(Prawirohardjo, 2010).
Kista ovarium adalah

di

kantung

dalam

rongga

abnormal

ovarium

yang

berisi

cairan abnormal yang tumbuh tak hanya di indung telur (ovarium) atau
ujung- ujung saluran telur, tapi juga dikulit, paru-paru, bahkan
otak (Chyntia, 2009).
Kista ovarium adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan
didalam jaringan ovarium. Kista ovarium sering terjadi pada wanita
dimasa reproduksinya.

Sebagian

besar kista terbentuk karena

perubahan kadar hormone yang terjadi selama siklus haid, produksi


dan pelepasan sel telur dari ovarium (Lubis, 2012).
b. Etiologi
Penelitian epidemiologi telah gagal untuk mencapai suatu
konsensus mengenai kontribusi dari karsinogen terhadap etiologi dari
kista ovarium . Sebenarnya masih belum dapat dapat diketahui secara
pasti perkembangan kista ovarium. Saat ini ada beberapa hipotesis yang
dikemukakan dalam proses terjadinya kista ovarium, yaitu: (Choi,
2007)
1) Teori Incessant Ovulation
Hipotesis ini pertama kali diajukan oleh Fathalla pada tahun
1971 dan kemudian dilanjutkan oleh peneliti lainnya, mengatakan
bahwa trauma berulang selama ovulasi mengakibatkan pajanan
epithelial permukaan ovarium terhadap abnormalitas genetic dan

faktor risiko lainnya. Dalam hal ini, usia menstruasi dini, menopause
pada usia lanjut, dan nulipara, semuanya merupakan hal yang
mengakibatkan ovulasi lebih banyak. Sebaliknya kondisi yang
menekan ovulasi, seperti kehamilan dan menyusui telah dilaporkan
menurunkan risiko terjadinya kista ovarium.
Ovulasi dan bertambahnya usia menyebabkan terperangkapnya
fragmen

epitel

permukaan

ovarium

pada

cleft

(invaginasi

permukaan) dan badan inklusi pada korteks ovarium. Beberapa


penelitian

telah

membuktikan

hubungan

langsung

frekuensi

metaplasia dan neoplasma konversi pada daerah invaginasi dan


badan inklusi. Hal ini memungkinkan karena pajanan berlebihan
terhadap hormone atau lingkungan stromal kaya faktor pertumbuhan.
Maka epithelial permukaan ovarium yang terjebak di korteks
ovarium

dapat

dianggap

sebagai

proses

neoplastik

tempat

berkembangnya kanker epithelia ovarium. Akan tetapi, bagaimana


sel epitel permukaan atau ksita berkembang menjadi ganas belum
diktehui sepenuhnya.
Ness dan Cottreau melalui penelitaannya mengungkapkan,
inflamasi di lingkungan ovarium, seperti kerusakan sel, pajanan
oksidatif, dan peningkatan sitokin dan prostaglandin, daripada
terperangkapnya epithelial permukaan ovarium pada stroma.
Kehilangan berulang membrane basal selama ovulasi, telah di
implikasikan sebagai kejadian awal dari kista ovarium.
2) Teori inflamasi

Teori ini berdasarkan peningkatan insiden kanker ovarium


pada individu dengan penyakit inflamasi pelvis. Teori ini menduga
karsinogen dapat berkontak dengan ovarium setelah melewati
saluran genital. Walaupun adanya proteksi oleh ligasi tuba da
histerektomi mendukung teori ini, tapi peranan signifikan faktor
reproduksi lainnya tidak dijelaskan oleh teori ini.
3) Teori Gonadotropin
Teori ini juga dapat dikemukakan sebagai dasar timbulnya
kanker ovarium, karena kadar gonadotropin yang tinggi, berkaitan
dengan

lonjakan

yang

terjadi

selama

proses

ovulasi

dan

hilangnyagonadal negative feedback pada menopause dan kegagalan


ovarium premature, dapat memegang peranan penting dalam
perkembangan dan progresi kista ovarium. Cramer dan Welch, lebih
lanjut menerangkan hubungan antara gonadotropin dan estrogen.
Sekresi

gonadotropin dalam

jumlah

banyak,

mengakibatkan

peningkatan stimulasi estrogen epithelial permukaan ovarium, yang


bertanggung jawab terhadap peningkatan risiko kanker ovarium.
4) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya Kista Ovarium
a) Usia
Resiko kista ovarium meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Kista ovarium dapat menyerang pada umur
yang lebih muda dibandingkan dengan kista jenis lain, biasanya
mengenai wanita berumur sekitar 20- 30 tahun, tapi 80% lebih
diagnosis ditemukan pada wanita yang berumur lebih dari 45
tahun. Median umur saat didiagnosis adalah 59 tahun. Kista
ovarium dapat terjadi pada semua golongan umur, bahkan balita

dan anak-anak, tetapi jumlah temuan kasus baru paling besar


terjadi pada rentang umur 60- 74 tahun. Resiko kista ovarium
untuk menjadi keganasan juga meningkat seiring bertambahnya
usia, dengan resiko 13% pada wanita premenopause dan 45%
pada wanita postmenopause (Howe, 2009)
b) Kehamilan
Kehamilan adalah faktor risiko yang penting. Wanita yang
sudah pernah hamil mempunyai risiko terkena kista ovarium
sekitar 50% lebih rendah dibandingkan dengan wanita nullipara.
Wanita yang sudah pernah beberapa kali hamil memiliki risiko
yang lebih rendah lagi.
c) Penggunaan obat kontrasepsi oral
Penelitian dari CDC (Center for Disease Control)
menunjukkan bahwa penggunaan obat kontrasepsi oral akan
mengurangi risiko terkena kista ovarium sebesar 40% pada wanita
usia 20 sampai 54 tahun, dengan risiko relatif 0,6. Penelitian lain
melaporkan bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama 1 tahun
menurunkan risiko sampai 11 persen, sedangkan pemakaian
selama 5 tahun menurunkan risiko sampai 50 persen. Hormon
yang berperan dalam penurunan risiko ini adalah progesterone.
Pemberian pil yang mengandung estrogen saja pada wanita
pascamenopause akan meningkatkan risiko terjadinya kista
ovarium, sedangkan pemberian kombinasi progsteron dan
estrogen atau progesterone saja akan menurunkan risiko
terjadinya kista ovarium (Busmar, 2008).

d) Pemakaian talk
Pemakaian talk (hydrous magnesium silicate) pada daerah
perineum dilaporkan meningkatkan risiko terjadinya kista
ovarium dengan risiko relatif sekitar 1,9% (Busmar, 2008).
e) Ligasi Tuba (Pengikatan tuba)
Pengikatan tuba menurunkan risiko terjadinya kista ovarium
dengan risiko relatif 0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini
diduga dengan terputusnya akses talk atau karsinogen lain ke
ovarium (Busmar, 2008).
f) Terapi hormon pengganti pada masa menopause
Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause
dengan estrogen selama 10 tahun meningkatkan risiko relatif
menjadi 2,2. Pemakaian selama 20 tahun atau lebih meningkatkan
risiko relatif menjadi 3,2. Pemakaian terapi ini disertai dengan
dengan pemberian progestin masih meningkatkan risiko relatif
menjadi 1,5 (Busmar, 2008).
g) Obat-obatan yang meningkatkan kesuburan
Obat-obatan yang meningkatkan fertilitas (seperti klomifen
sitrat), yang diberikan secara oral, dan obat-obat gonadotropin
yang diberikan dengan suntikan, (seperti Follicle Stimulating
Hormone (FSH) atau kombinasi FSH dengan Luteinizing
Hormone (LH) akan menginduksi terjadinya ovulasi tunggal atau
multipel. Hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya kista
ovarium. Pada pemakaian klomifen sitrat lebih dari 12 siklus,
risiko relatif terjadinya kista ovarium menjadi 11 kali (Busmar,
2008).
h) Riwayat keluarga

Riwayat adanya keluarga yang menderita kista ovarium


meningkatkan risiko terjadinya kista serupa pada anggota
keluarga yang lain. Risiko kista ovarium adalah 1,6 persen pada
keseluruhan populasi. Risiko meningkat menjadi 4 sampai 5
persen apabila anggota keluarga derajat 1 (ibu atau saudara
kandung) terkena kista ovarium. Risiko meningkat menjadi 7
persen, bila ada 2 anggota keluarga yang menderita kista ovarium.
Riwayat adanya kanker kolon dan kanker payudara juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium (Busmar, 2008).
i) Faktor genetik
Kista ovarium berhubungan dengan mutasi gen BRCA 1
dan 2. Kedua gen ini dapat mengalami mutasi pada kanker
payudara. Kista ovarium juga berhubungan dengan kista
kolorektal nonpoliposis herediter yang disebabkan oleh mutasi
pada gen pengatur perbaikan DNA. Sekitar 30 sampai 40%
penderita kista ovarium menunjukkan adanya gangguan genetik
(Choi, 2007).
c. Tanda dan Gejala Kista Ovarium
Kista ovarium seringkali tanpa gejala, terutama bila ukuran
kistanya masih kecil. Kista yang jinak baru memberikan rasa tidak
nyaman apabila kista semakin membesar, sedangkan pada kista yang
ganas kadangkala memberikan keluhan sebagai hasil infiltrasi atau
metastasis kejaringan sekitar. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari
gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain
seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di luar

rahim) atau kanker ovarium. Meski demikian, penting untuk


memperhatikan setiap gejala atau perubahan ditubuh untuk mengetahui
gejala mana yang serius. Gejala-gejalanya antara lain:
1) Perut terasa penuh
2) Berat dan kembung
3) Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
4) Haid tidak teratur
5) Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar
6)
7)
8)
9)

ke punggung bawah dan paha


Nyeri senggama
Mual, ingin muntah
pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.
Kadang-kadang kista dapat memutar pada pangkalnya, mengalami
infark dan robek, sehingga menyebabkan nyeri tekan perut bagian
bawah yang akut sehingga memerlukan penanganan kesehatan

segera (Moore, 2010).


d. Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil
yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan
dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature.
Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat
matang memiliki struktur 1,5 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila
tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami
fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi,
korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual
akan mengecil selama kehamilan (Price, 2005).
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat

distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista


fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau
sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia
tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan
kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg
menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam
terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin
(FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan
sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian
HCG (Price, 2005).
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih
dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak.
Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan
ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel
permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis
kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma
serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari
area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord
sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari
tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional;
ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
e. Klasifikasi Kista Ovarium
Klasifikasi kista ovarium menurut Lowdermik (2005), adalah :
1) Kista folikel
Kista folikel berkembang pada wanita muda wanita muda sebagian
akibat folikel de graft yang matang karena tidak dapat meyerap

cairan setelah ovulasi. Kista ini bisanya asimptomotik keculi jika


robek. Dimana kasus ini paraf jika tedapat nyeri pada panggul. Jika
kista tidak robek, bisanya meyusut setelah 2-3 siklus menstruasi.
2) Kista corpus luteum
Terjadi setelah ovulasi dan karena peningkatan sekresi dari
progesterone akibat dari peningkatan cairan di korpus luteum
ditandai dengan nyeri, tendenderness pada ovari, keterlambatan
mens dan siklus mens yang tidak teratur atau terlalu panjang.
Rupture dapat mengakibatkan haemoraghe intraperitoneal. Biasanya
kista corpus luteum hilang dengan selama 1-2 siklus menstruasi.
3) Syndroma rolycystik ovarium
Terjadi ketika endocrine tidak seimbang sebagai akibat dari
estrogen yang terlalu tinggi, testosoron dan luteinizing hormone dan
penurunan sekresi. Tanda dan gejala terdiri dari obesitas, hirsurism
(kelebihan rambut di badan) mens tidak teratur, infertelitas.
4) Kista Theca- lutein
Biasanya bersama dangan mola hydatidosa. Kista ini berkembang
akibat

lamanya

stimulasi

ovarium

dari

human

chorionik

gonadotropine (HCG).
f. Komplikasi
Komplikasi dari kista ovarium menurut Manuaba (2010), yaitu :
1) Perdarahan intra tumor
Perdarahan menimbulkan gejala klinik nyeri abdomen mendadak
dan memerlukan tindakan yang cepat.
2) Perputaran tangkai
Tumor bertangkai mendadak menimbulkan nyeri abdomen.
3) Infeksi pada tumor
Menimbulkan gejala : badan panas, nyeri pada abdomen,
mengganggu aktifitas sehari-hari.
4) Robekan dinding kista

Pada torsi tangkai ada kemungkinan terjadi robekan sehingga


isi kista tumpah kedalam ruangan abdomen.
5) Keganasan kista ovarium
Terjadi pada kista pada usia sebelum menarche dan pada usia
diatas 45 tahun.
g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi : (Chyntia, 2009)
1) Pap smear: untuk mengetahui displosia seluler menunjukan
kemungkinan adaya kanker / kista.
2) Ultrasound / CT scan: membantu mengindentifikasi ukuran / lokasi
massa. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas
tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium atau kandung
kencing, apakah kistik atau solid dan dapat dibedakan pula antara
cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3) Laparoskopi: dilakukan untuk melihat tumor,

perdarahan,

perubahan endometrial. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk


mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak dan
untuk menentukkan sifat sifat tumor itu
4) Hitung darah lengkap: penurunan Hb dapat menununjukan anemia
kronis sementara penurunan Ht menduga kehilangan darah aktif,
peningkatan SDP dapat mengindikasikan proses inflamasi / infeksi.
h. Penatalaksanaan
Prawirohardjo (2010), menyatakan bahwa dapat dipakai prinsip
bahwa kista ovarium neoplastik memerlukan operasi dan kista
nonneoplastik tidak. Jika menghadapi kista yang tidak memberi gejala
atau keluhan pada penderita dan yang besar kistanya tidak melebihi
jeruk nipis dengan diameter kurang dari 5 cm, kemungkinan besar kista
tersebut adalah kista folikel atau kista korpus luteum, jadi merupakan

kista nonneoplastik. Tidak jarang kista-kista tersebut mengalami


pengecilan secara spontan dan menghilang, sehingga pada pemeriksaan
ulangan setelah beberapa minggu dapat ditemukan ovarium yang kirakira besarnya normal. Oleh sebab itu, dalam hal ini perlu menunggu
selama 2 sampai 3 bulan, sementara mengadakan pemeriksaan
ginekologik berulang. Jika selama waktu observasi dilihat peningkatan
dalam pertumbuhan kista tersebut, maka dapat mengambil kesimpulan
bahwa kemungkinan besar kista itu bersifat neoplastik, dan dapat
dipertimbangkan satu pengobatan operatif.
Tindakan operasi pada kista ovarium neoplastik yang tidak ganas
ialah pengangkatan kista dengan mengadakan reseksi pada bagian
ovarium yang mengandung kista. Akan tetapi, jika kistanya besar atau
ada komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan ovarium, biasanya
disertai dengan pengangkatan tuba (salpingo-ooforektomi). Pada saat
operasi kedua ovarium harus diperiksa untuk mengetahui apakah
ditemukan pada satu atau pada dua ovarium.
Pada operasi kista ovarium yang diangkat harus segera dibuka,
untuk mengetahui apakah ada keganasan atau tidak. Jika keadaan
meragukan, perlu pada waktu operasi dilakukan pemeriksaan sediaan
yang dibekukan (frozen section) oleh seorang ahli patologi anatomik
untuk mendapatkan kepastian apakah kista ganas atau tidak. Jika
terdapat keganasan, operasi yang tepat ialah histerektomi dan salpingoooforektomi bilateral. Akan tetapi, wanita muda yang masih ingin
mendapat keturunan dan tingkat keganasan kista yang rendah (misalnya

kista sel granulosa), dapat dipertanggung- jawabkan untuk mengambil


resiko dengan melakukan operasi yang tidak seberapa radikal.
Llewellyn (2005) menyatakan bahwa, terapi bergantung pada
ukuran dan konsistensi kista dan penampakannya pada pemeriksaan
ultrasonografi. Mungkin dapat diamati kista ovarium berdiameter
kurang dari 80 mm, dan skening diulang untuk melihat apakah kista
membesar. Jika diputuskan untuk dilakukan terapi, dapat dilakukan
aspirasi kista atau kistektomi ovarium. Kista yang terdapat pada wanita
hamil, yang berukuran >80 mm dengan dinding tebal atau semisolid
memerlukan pembedahan, setelah kehamilan minggu ke 12. Kista yang
dideteksi setelah kehamilan minggu ke 30 mungkin sulit dikeluarkan
lewat pembedahan dan dapat terjadi persalinan prematur. Keputusan
untuk melakukan operasi hanya dapat dibuat setelah mendapatkan
pertimbangan yang cermat dengan melibatkan pasien dan pasangannya.
Jika kista menimbulkan obstruksi jalan lahir dan tidak dapat digerakkan
secara digital, harus dilakukan seksio sesaria dan kistektomi ovarium.
Penatalaksanaan post operasi pada psien kista ovarium ada
beberapa prinsip yang perlu diimplementasikan antara lain :
1) Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pasca
operasi.
2) Klien harus mandi shower bila memungkinkan.
3) Luka mengeluarkan eksudat cair atau tembus ke pakain, pembalutan
luka harus di ulang bila tidak kemungkinan luka akan terbuka.
4) Luka harus dikaji setelah operasi dan kemudian setiap hari selama
masa pasca operasi sampai ibu diperolehkan pulang atau rujuk.
5) Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang di gunakan harus yang
sesuai dan tidak lengket.

6) Pembalutan dilakukan dengan tehnik aseptic. ( Johnson R, 2008 ).


7) Keputusan untuk membuka jahitan, klip atau staples dibuat
sesuaidengan hasil pengkajian. Jahitan dibuka jika sudah sembu,
sering kali 5 10 hari pasca operasi. Jahitan yang dibiarkan terlalu
lama dapat memperlambat penyembuhan luka (Johnson R. 2008).
8) Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat
kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan
abdomen. Penurunan tekanan intra- abdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kista yang besar, biasanya mengarah pada distensi
abdomen yang berat. Komplikasi ini dapat di cegah sampai suatu
tingkat dengan memberikan gurita abdomen yang ketat (Smeltzer
dan Bare 2009).
i. Standar Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi
Asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan Reproduksi
adalah Asuhan yang di berikan Bidan pada wanita yang mengalami
gangguan reproduksi. Bidan memberikan KIE (Konseling Informasi
Edukasi) tentang gangguan-gangguan reproduksi yang sering muncul
pada wanita seperti keputihan, menstruasi yang tidak teratur.
Wanita dengan gangguan sistem reproduksi akan mengalami
gangguan atau perubahan yang bersifat fisiologis maupun psikologis.
Perubahan fisiologis yang terjadi seperti keputihan, gangguan haid,
penyakit menular seksual, dll. Sedangkan perubahan yang bersifat
psikologis diantaranya ibu cemas, takut akan masalah-masalah yang
terjadi dan ketidaksiapan dalam menerima kenyataan.
Pelaksanaan komunikasi pada wanita dengan gangguan sistem
reproduksi adalah penjelasan kemungkinan penyebab gangguan yang

dialaminya, deteksi dini terhadap kelainan sehubungan dengan


gangguan reproduksi, pemberian informasi tentang layanan kesehatan,
membantu dalam pengambilan keputusan dan pemberian support
mental.
B. Konsep Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah melalui penemuan. Ketrampilan dalam rangkaian
atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus
pada klien (Varney, 2007).
2. Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan oleh bidan dalam memecahkan klien. Penulis menerapkan
manajemen kebidanan yang telah di kembangkan oleh Varney yang terdiri
dari : pengkajian data, interpretasi data, diagnosa potensial, tindakan
segera, rencana tindakan, pelaksanaan, evaluasi (Varney, 2007). Menurut
Varney (2007), manajemen kebidanan 7 langkah Varney adalah sebagai
berikut:
a. Langkah I : Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal yang dipakai dalam penerapan
asuhan kebidanan pada pasien yang terdiri dari data subjektif dan data
objektif (Varney, 2007).
1) Data Subjektif

Data subjektif adalah data yang didapat dari pasien sebagai


suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian (Nursalam, 2008).
Pada kasus yang diambil penulis yaitu kista ovarium, maka
pengkajan ditujukan pada pemeriksaan ginekologi (Nursalam, 2008).
Data subjektif meliputi :
a) Biodata
Pengkajian identitas menurut Nursalam (2008) meliputi :
(1) Nama:

untuk

mengindari

adanya

kekeliruan

atau

membedakan dengan klien atau pasien lainya.


(2) Umur: untuk mengenal faktor risiko dilihat dari umur pasien.
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti
kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang,
mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umum lebih dari
35 tahun rentan sekali untuk terjadi kista ovarium (Anggraini,
2010).
(3) Agama: untuk memberi motivasi pasien sesuai dengan
agamanya.
(4) Suku/bangsa: untuk mengetahui adat istiadat dan faktor
pembawa atau ras pasien.
(5) Tingkat pendidikan: untuk menyesuaikan dalam memberikan
pendidikan kesehatan.
(6) Pekerjaan:

untuk

mengetahui

kemungkinan

pekerjaan pasien terhadap permasalahan keluarga.

pengaruh

(7) Alamat: untuk mengetahui tempat tinggal pasien.


b) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah mengetahui keluhan yang dirasakan
saat pemeriksaan (Varney, 2007). Pada kasus kista ovarium pasien
merasa nyeri pada perut bagian bawah, nyeri saat haid, sering
ingin buang air besar atau kecil dan teraba benjolan pada daerah
perut (Chyntia, 2009).
c) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali klien
menikah, sudah berapa lama, jumlah anak, istri keberapa dan
keberadaannya dalam keluarga, kesehatan dan hubungan suami
istri dapat memberikan wawasan tentang keluhan yang ada.

d) Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui menarche, siklus haid, lamanya haid,
banyaknya darah, teratur/tidak, sifat darah, dismenorhea (Liwinto,
2009).
e) Riwayat Kehamilan, persalinan dan Nifas yang lalu
Pengkajian riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang
lalu menurut Varney (2007), meliputi :
(1) Kehamilan: untuk mengetahui riwayat kehamilan yang lalu
normal atau ada komplikasi

(2) Persalinan: untuk mengetahui jenis persalinan, penolong


persalinan, lama persalinan, kala I, II, III dan IV.
(3) Nifas: untuk mengetahui riwayat nifas yang lalu normal atau
ada komplikasi
f) Riwayat Keluarga Berencana
Untuk

mengetahui

apakah

ibu

sebelumnya

pernah

menggunakan alat kontrasepsi atau belum. Jika pernah lamanya


berapa tahun dan jenis alat kontrasepsi yang digunakan serta
komplikasi yang menyertai.

g) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan menurut Varney (2007), meliputi :
(1) Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui keadaan pasien saat ini dan
mengetahui adakah penyakit lain yang berasa memperberat
keadaan klien.
(2) Riwayat penyakit sistemik
Untuk mengetahui apakah klien pernah menderita
jantung, ginjal, asma/TBC, hepatitis, DM, hipertensi TD

160/110, dan Diabetes melitus dan penyakit menular seperti


TBC, hepatitis, HIV/AIDS.
h) Kebiasaan sehari-hari
Untuk mengetahui bagaimana pasien sehari-hari dalam
menjaga kebersihan dirinya dan bagaimana pola makanan seharihari apakah terpenuhi gizinya atau tidak.
(1) Nutrisi: dikaji untuk mengetahui makanan yang biasa
dikonsumsi dan porsi makan dalam sehari (Wiknjosastro,
2009).
(2) Eliminasi: untuk mengetahui berapa kali BAB dan BAK,
apakah ada obstipasi atau tidak (Farrer, 2008).
(3) Istirahat: dikaji untuk mengetahui kebiasaan istirahat klien
siang berapa jam dan malam berapa jam (Varney, 2007).
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam
pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur misalnya membaca,
mendengarkan musik, kebiasaan mengkonsumsi obat tidur,
kebiasaan tidur siang, penggunaan waktu luang (Ambarwati
dkk, 2010).
(4) Seksualitas: dikaji untuk mengetahui berapa kali klien
melakukan hubungan seksualitas dengan suami dalam
seminggu dan ada keluhan atau tidak (Wiknjosastro, 2009).

(5) Personal Hygiene: untuk mengetahui tingkat kebersihan


pasien. Kebersihan perorangan sangat penting agar terhindar
dari penyakit kulit.
(6) Aktifita: hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah
aktivitas sehari-hari akan terganggu karena adanya nyeri
akibat penyakit yang dialaminya (Hidayat, 2008).
i) Data psikologis
Perlu dikaji adalah tanggapan ibu terhadap kondisi yang
dialami waktu nifas ini, selain pasien juga memerlukan dukungan
emosional dan psikologi dari suami maupun keluarga dalam
berbagai hal (Perry, 2005).
2) Data Objektif
Data ini diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik pasien dan
pemeriksaan laboratorium (Nursalam, 2008).

a) Pemeriksaan umum
(1) Keadaan umun
Untuk mengetahui keadaan umum ibu tampak tidak
sehat atau lemas setelah persalinan (Wiknjosastro, 2009).
(2) Kesadaran

Untuk mengetahui tingkat kesadaran composmentis


(kesadaran normal), somnolen (kesadaran menurun) dan
apatis (Wiknjosastro, 2009).
(3) Tanda tanda vital
(a) Tekanan Darah: untuk mengetahui tekanan darah normal
100/80-120/80 mmhg dan yang tidak normal lebih dari
140/100 mmhg. Untuk mengetahui faktor resiko
hipertensi. Tekanan darah normal 120/80 mmHg
(Wiknjosastro, 2009).
(b) Suhu: untuk mengetahui suhu badan apakah ada
peningkatan suhu atau tidak. Normalnya (36,5 37,60
C) bila ada peningkatan harus dicurigai adanya infeksi
(c) Nadi: untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam
1 menit penuh. Normalnya 80-90 x/menit.
(d) Respirasi: untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien
dalam 1 menit. Batas normal 18-24 x/menit.
(e) TB: untuk mengetahui tinggi badan ibu.
(f) BB: untuk mengetahui berat badan ibu.
b) Pemeriksaan fisik
(1) Inspeksi meliputi:
(a) Rambut: untuk mengetahui apakah rambutnya bersih,
rontok, dan berketombe.

(b) Muka: untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak,


adakah kelainan, adakah oedema.
(c) Mata: untuk mengetahui warna konjungtiva merah atau
pucat, sklera putih atau tidak.
(d) Hidung: untuk mengetahui adakah kelainan, adakah
polip, adakah hidung tersumbat.
(e) Mulut: untuk mengetahui apakah mulut bersih atau tidak,
ada caries dan karang gigi tidak, ada stomatitis atau
tidak.
(f) Telinga: untuk mengetahui apakah ada serumen.
(2) Palpasi
(a) Leher: untuk mengetahui apakah ada pembesaran thyroid
atau tidak, ada pembesaran limfe atau tidak.
(b) Dada: untuk mengetahui apakah simetris atau tidak,
bersih atau tidak, ada benjolan atau tidak. Hal ini
mengetahui apakah ada tumor atau kanker.
(c) Abdomen: untuk mengetahui apakah ada luka bekas
operasi, adakah nyeri tekan serta adanya masa. Hal ini
untuk mengetahui kelainan pada abdomen.
(d) Ekstremitas: untuk mengetahui adanya oedema, varices,
dan untuk mengetahui reflek patella.
(3) Auskultasi

(a) Jantung: untuk mengetahui bunyi jantung teratur atau


tidak
(b) Paru-paru: untuk mengetahui adakah suara wheezzing,
serta ada suara ronchi atau tidak.
(4) Perkusi: untuk mengetahui ekstremitas : reflek patella kanan
kiri positif atau tidak.
c) Pemeriksaan penunjang
Data penunjang diperlukan untuk mengetahui pemeriksaan
laboratorium (Varney, 2007).
b.

Langkah Kedua : Interpretasi Data


Interpretasi data dasar merupakan rangkaian, menghubungkan
data yang diperoleh dengan konsep teori, prinsip relevan untuk
mengetahui kesehatan pasien.Pada langkah ini data di interpretasikan
menjadi diagnosa, masalah (Varney, 2007).
1) Diagnosa
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam
lingkup praktik kebidanan (Varney, 2007). Diagnosa kebidanan
adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkungan praktek
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan
yang dikemukakan dari hasil pengkajian atau yang menyertai
diagnosa (Varney, 2007).

Diagnosa kebidanan yang ditegakkan adalah : gangguan reproduksi


dengan kista ovarium pada Ny. X di Ruang Bougenvile RSUD
Kebumen.
Data Subjektif :
a) Pasien merasa nyeri pada perut bagian bawah, nyeri saat haid,
sering ingin buang air besar atau kecil dan teraba benjolan pada
daerah perut (Chyntia, 2009).
b) Pasien merasa nyeri saat senggama (Chyntia, 2009).
c) Pasien merasa cemas (Prawirohardjo, 2010)
Data Objektif :
a)
b)
c)
d)

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Composmentis
TTV, TD : 120/80 mmHg, N : 90 x/menit, R : 24 x/menit, S : 370C
Pada pemeriksaan abdomen terdapat benjolan dan nyeri perut

bagian bawah
e) Pada pemeriksaan vagina terdapat bercak darah yang keluar
f) Pemeriksaan penunjang : dilakukan pemeriksaan pap smear dan
CT-Scan (Chyntia, 2009)

2) Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman
pasien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai
diagnosa sesuai keadaan pasien (Varney, 2007). Pada kasus kista
ovarium masalah yang dihadapi pasien yaitu pasien merasa cemas
sebelum dilakukan pengangkatan kista ovarium (Chyntia, 2009).
3) Kebutuhan

Kebutuhan merupakan halhal yang dibutuhkan pasien dan


yang belum teridentifikasi dalam diagnosa masalah yang didapatkan.
Pada kasus kista ovarium kebutuhan yang diberikan yaitu beri
dukungan moral dan spiritual sehingga pasien lebih tenang
(Prawirohardjo, 2010).
c.

Langkah Ketiga : Diagnosa Potensial


Diagnosa potensial adalah suatu pernyataan yang timbul
berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah
ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antsipasi, bila diagnosis atau masalah potensial ini benarbenar terjadi (Varney, 2007).
Diagnosa potensial pada kasus kista ovarium yang mungkin
terjadi yaitu terjadi kanker ovarium (Chyntia, 2009).

d.

Langkah Keempat : Antisipasi


Pada langkah ini perlu segera diambil untuk mengantisipasi
diagnosa potensial yang berkembang lebih lanjut dan menimbulkan
komplikasi, sehingga dapat segera dilakukan tindakan yang sesuai
dengan diagnosa potensial yang muncul (Varney, 2007). Bidan
mengidentifikasi tindakan untuk segera di tangani atau dikonsultasikan
dengan dokter SpOG. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari

proses

manajemen

kebidanan.

Tindakan

ini

bertujuan

agar

kegawatdaruratan yang dikhawatirkan dalam diagnosa potensial tidak


terjadi (Varney, 2007).
Pada kasus gangguan reproduksi dengan kista ovarium antisipasi
yang diberikan yaitu kolaborasi dengan dokter bedah, bila tidak terjadi
keganasan bisa diobati secara operasi atau dengan obat-obatan, bila
terjadi keganasan harus dilakukan pengangkatan kista atau operasi dan
diberi obat-obat anti kanker (Chyntia, 2009).
e.

Langkah Kelima : Perencanaan


Pada langkah ini dilakukan rencana tindakan yang menyeluruh
merupakan kelanjutan dari manajemen terhadap diagnosa yang telah
teridentifikasi. Tindakan yang dapat dilakukan berupa observasi,
penyuluhan atau pendidikan kesehatan dan pengobatan sesuai advis
dokter. Setiap rencana harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu
bidan dan pasien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena pasien
diharapkan juga akan melaksanakan rencana tersebut (Varney, 2007).
Rencana asuhan yang diberikan pada gangguan reproduksi
dengan kista ovarium menurut Chyntia (2009), yaitu :
1) Pre Operasi
a) Observasi keadaan umum dan TTV
b) Jelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini
c) Berikan analgesik sesuai resep
d) Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan penanganan berupa
tindakan histerektomi.
2) Post Operasi
a) Ajarkan teknik relaksasi.

b) Berikan tindakan kenyamanan dasar seperti kompres hangat pada


abdomen atau tehnik relaksasi nafas dalam.
c) Lakukan perawatan post histerektomi dengan memberikan gurita
abdomen sebagai penyangga.
f. Langkah Keenam : Pelaksanaan
Implementasi

merupakan

pelaksanaan

dari

asuhan

yang

direncanakan secara efisien dan aman. Pada kasus dimana bidan harus
berkolaborasi

dengan

dokter,

maka

keterlibatan

bidan

dalam

manajemen asuhan pasien adalah tetap bertanggung jawab terhadap


pelaksanaan asuhan bersama yang menyeluruh (Varney, 2007). Pada
kasus gangguan reproduksi dengan kista ovarium pelaksanaan
dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat (Chyntia, 2009).

g. Langkah Ketujuh : Evaluasi


Merupakan langkah terakhir untuk menilai keaktifan dari rencana
asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam masalah
dan diagnosa (Varney, 2007). Evalusi yang diharapkan setelah
dilakukan tindakan menurut Chyntia (2009), adalah :
1)
2)
3)
4)
5)

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital normal
Kista ovarium telah teratasi dengan cara operasi histerektomi
Tidak ada komplikasi setelah dilakukan operasi

Data Perkembangan Menggunakan SOAP.

Metode pendokumentasian data perkembangan yang digunakan dalam


asuhan kebidanan adalah SOAP. Adapun konsep SOAP menurut Varney
(2007) :
S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesa
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium dan test diagnosatik lain yang dirumuskan dalam
data fokus untuk mendukung assesment.

A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu indentifikasi.
P : Planning
Menggambarkan
berdasarkan

pendokumentasian

assesment.

Memberikan

dari

rencana

konseling

sesuai

evaluasi
dengan

permasalahan yang ada sebagai upaya untuk membantu pengobatan

C. Landasan Hukum
Kewenangan bidan

pengelolaan

oleh

bidan

sesuai

dengan

kompetensi bidan di Indonesia dalam kasus gangguan reproduksi dengan


prolaps uteri bidan memiliki kemandirian untuk melakukan asuhannya dalam
Permenkes NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010.

Tentang ijin dan

penyelenggaraan praktek bidan. Dalam kasus ini pelayanan kebidanan sesuai


dengan pasal 12 yang isinya :
Pasal 9: Bidan dalam menjalankan praktek, berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi:
1. Pelayanan kesehatan ibu
2. Pelayanan kesehatan anak
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
Pasal 12: Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
huruf c, berwenang untuk :
1. Memberikan penyuluhan

dan

konseling

kesehatan

reproduksi

perempuan dan keluarga berencana


2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom (Menkes RI, 2010)
Kewenangan badan pengelolaan oleh bidan sesuai dengan kompetensi
bidan di Indonesia, dalam kasus menopause bidan memiliki kemandirian
untuk

melakukan

KESEHATAN

RI

asuhannya

berdasarkan

KEPUTUSAN

369/MENKES/SK/III/2007,

tentang

MENTERI

asuhan

pada

ibu/wanita dengan ganguan reproduksi yaitu kompetensi ke-9 : Melaksanakan


asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
Mengenai ketentuan-ketentuan yang harus di lakukan bidan untuk
menyelenggarakan praktek kebidanan sesuai dengan standar kebidanan yang
ada. Ketentuan-ketentuan tersebut secara khusus diatur yaitu mengenai
perizinan dan penyelenggaraan praktik. Yang tertuang pada BAB II dan III
yang tertera dalamPERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO
HK.02.02/MENKES/149/2010, pasal 8, bidan dalam menjalankan praktik
berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi: pelayanan kebidanan,
pelayanan reproduksi perempuan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero Mary, Dayrit Wilfrid Mary, Siswadi Y. 2007. Klien Dengan Gangguan System
Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC
Chyntia, E. 2009. Pahami Kista Anda Akan Terbebaskan. Yogyakarta: Maximus
Dinkes Jateng. 2010. Pedoman Pemantauan dan Penyelidikan Program Kesehatan Ibu
dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Depkes
Dinkes Jateng. 2013. Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2013. Semarang: Dinkes
Jateng.
Hidayat. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Kasdu D. 2005. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta : Puspa Swara
Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI
Kepmenkes, RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan. Available from: http://www.gizikia.depkes.go.id/download/PermenkesBidan.pdf. Accessed on: 9 Febuari 2015
Lowdermilk. 2005. Maternity Womens Health Care. Seventh edition. Philadelphia :
Mosby
Manuaba, et al. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Perry. et. all. 2005. Buku Saku Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Smeltzer and Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC
Varney, H. 2007. Varney Midwivery (Terjemahan). Bandung: Sekeloa Publisher.
Wiknjosastro, H. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

INFORM CONSENT
(SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN)

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama

Umur

Alamat

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya bersedia menjadi responden


dengan data yang sesungguhnya dalam rangka penyususnan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul Asuhan Kebidanan Pada Gangguan Reproduks dengan Kista Ovarium Ny...
Umur... Tahun P A Ah di RSUD Kebumen Tahun 2015 yang sedang disusun oleh :
Nama

: Wulan Yulia Rena Sari

NIM

: 121540123960151

Alamat

: STIKes Harapan Bangsa Purwokerto

Dengan demikian surat ini kami buat, semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Responden

Peneliti

Refisian tanggal 25-02-2015


Bab I
1. Angka kejadin kanker ovarium jika pada penderita kista
ovarium tidak ditangani berapa %
2. Tertarik karena apa
3. Penderita kista ovarium berapa % dan penderita kanker ovarium
berapa %
Bab 2
1.
2.
3.
4.

Tanda gejala kista ovarium di buat point


Penatalaksanaan di lengkapi
Tindakan pasca operasi di lengkapi
Infrom consent format

Vous aimerez peut-être aussi