Vous êtes sur la page 1sur 16

Proposal penelitian

Hubungan antara kadar TNF alfa cairan ascites dan serum


Dalam menentukan PBS pada pasien sirosis hati dengan ascites

BAB I
1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang
Peritonitis Bakterial Spontan (PBS) adalah komplikasi serius pada pasien sirosis dengan

asites. PBS didefinisikan sebagai infeksi cairan asites tanpa dapat ditemukan penyebab dari
intraabdominal yang dapat diterapi secara bedah. Disebut PBS bila didapatkan peningkatan sel
polimorfonuklear PMN melebihi 250/mm3 dengan atau tanpa bakteriemia yang diisolasi dari
dalam cairan asites.1
Penelitian-penelitian dan konsensus mengenai PBS telah banyak dipublikasikan akhirakhir ini dalam rangka mempermudah identifikasi pasien pasien dengan risiko PBS serta
membantu menentukan terapi yang optimal. Namun demikian diagnosis dini dan pemberian
terapi antibiotika segera, prevalensi PBS masih berkisar antara 10-30%, dan yang lebih
meresahkan adalah angka kematian yang masih cukup tinggi sekitar 20-40%. Sedang harapan
hidup 1 tahun 67%.2,3 Di Indonesia angka kejadian PBS pada sirosis hati yang dirawat di Rumah
Sakit berkisar antara 10 - 30%, kurang lebih separuh kejadian PBS terjadi selama perawatan.4
Pada suatu penelitian di Brazil menemukan hubungan antara derajat sirosis hati dengan
kemungkinan terjadinya PBS. Dari 157 pasien sirosis dengan infeksi, 54.1% PBS, terbanyak
pada pasien dengan child-Pugh C (p=0.003) dibanding Child-Pugh A dan B (p=0.002).5
Penelitian lain pada pasien sirosis hati dengan perdarahan saluran makanan bagian atas
(SMBA) ditemukan kejadian PBS sekitar 22% pada 48 jam pertama perawatan dan meningkat
menjadi 35-66% dalam 7-14 hari. Perdarahan SMBA diidentifikasi sebagai faktor risiko PBS
dengan rasio odds 4,3; interval kepercayaan 95% (IK)=1,7-10,9.6
Beberapa penelitian lain mendapatkan bahwa pada pasien sirosis dengan kadar protein
cairan asites yang rendah (_1g/dL), kadar bilirubin serum yang tinggi (>3.2mg/dL) dan hitung
trombosit yang rendah (<98.000/mm3) dihubungkan dengan risiko terjadinya PBS sekitar 55%
dalam setahun.7
Infeksi cairan ascites merupakan komplikasi serius pada pasien sirosis dan berhubungan
dengan kesakitan dan kematian yang tinggi. Infeksi cairan ascites pada PBS apabila sel PMN
250 mm3 dan positif kultur cairan ascites tanpa bukti infeksi intra dan ekstra abdominal, serta

kultur negatif neutrocytic ascites (CNNA) dengan PMN> 250 mm3 kultur negatif cairan asites.9
Kejadian infeksi cairan ascites ditemukan 8-30%.8 SBP memiliki tingkat kekambuhan sangat
tinggi hingga 70% dalam 1 tahun.10 dan angka kematian di rumah sakit sekitar 20% sampai
40%.11,12 dan dapat mencapai hingga 78%.8 SBP dianggap sebagai akhir dari episode berulang
dari translokasi bakteri (BT) dari lumen usus dimana bakteri akhirnya mencapai cairan asites.13,14
Sitokin, seperti diketahui merupakan molekul pengatur peptida sebagai peptida, yang
dilepaskan dari jaringan yang rusak dan menginduksi pembentukan CRP dan sekresi dari
hepatosit. Tumor necrosis factor alpha (TNF-alpha) meningkatkan sintesis protein fase akut dari
hepatosit. TNF-alpha, adalah sitokin yang dilepaskan dari jaringan yang rusak dan menginduksi
pembentukan CRP dan sekresi dari hepatosit. Kadar TNF-alpha serum mungkin meningkat pada
sepsis, penyakit autoimun, berbagai penyakit menular dan penolakan transplantasi.15

Saat ini banyak penelitian-penelitian mengenai kadar siktokin pada pasien PBS. Kamel
(2007) mendapatkan peningkatan kadar IL-6 pada pasien PBS dan dapat membedakan steril dan
tidak steril cairan ascites.16 Sedangkan Goral dkk, (2009) dalam penelitiaannya mendapatkan
tidak terdapat perbedan antara kadar IL-8 dan TNF antara cairan ascites steril dan tidak steril.16
Sahar S, (2010) mendapatkan kadar TNF alfa dan CRP cairan ascites serum lebih tinggi
pada pasien dengan PBS dibandingkan steril cairan ascites. 17Di bagian patologi klinik saat ini
tidak dianjurkan pemeriksaan jumlah sel PMN apabila ditemukan jumlah sel kurang dari 1000
sel.18

1.2. Identifikasi Masalah


3

Apakah pemeriksaan TNF alfa dapat menentukan PBS pada pasien


sirosis hati
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Umum
Apakah pemeriksaan TNF alfa serum dan cairan ascites dapat
membedakan antara PBS dan tidak PBS
1.3.2. Khusus
1. Menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi TNF alfa cairan
ascites dan serum untuk menentukan PBS pada pasien sirosis
hati
2. Menilai cut of point TNF alfa guna mendiagnosis PBS pada
pasien sirhosis hati
3. Melihat perbedaan prevalensi PBS

berdasarkan tingkat

keparahan sirosis hati menurut kriteria Child pugh


4. Melihat hubungan jumlah leukosit cairan ascites dengan kadar
TNF alfa cairan ascites dan serum
1.4. Hipotesis Penelitian
TNF alfa dapat digunakan sebagai alat diagnostik PBS pada pasien
sirosis hati
1.5. Manfaat penelitian
Dengan mengetahui kadar dan TNF alfa dapat menjadi alternatif dalam
mendiagnosis PBS pada pasien sirosis

Kerangka konsep
Sirosis
hati
Hipertensi
portal

Pertumbuhan
4
bakteri usus yang
berlebih

Hipomotilitas usus
Imunodefisiensi
usus

Edema mukosa usus

Faktor virulensi
bakteri

Kelainan ultra struktur


epitel
Translokasi bakteri

Peningkatan

Bakteri di
dalam kelenjar
limfe

Bacteriemia yang
lama

Aktivitas bakterisid
baik

Asites
steril

Bakteriemi
a

Aktifasi sitokin
(IL-6,IL8,IL10,TNF alfa

Penularan ke cairan
ascites

Penurunan aktivitas
bakterisid

Tidak ada respon


PMN

Bactericite
s

CNNA atau SBP


Konsumsi
faktor
bakterisid

Hidup

Mudah menderita
SBP

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Desain Penelitian
5

Mati

Penelitian ini

merupakan penelitian observasional dengan desain

potong lintang
3.2

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di bangsal Penyakit dalam Rumah Sakit Dr. M
Djamil Padang selama 6 bulan

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian


Kegiatan

Bulan I

Persiapan
Pengumpu

Bulan II

Bulan III

Bulan IV

Bulan V

Bulan VI

X
X

lan data
Analisis

Data
Penulisan

hasil

3.3

Populasi dan Sampel


Populasi penelitian adalah pasien yang baru atau sudah dikenal
dan memenuhi kriteria penyakit sirhosis hepatis dengan ascites
berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

fisik,dan

pemeriksaan

laboratorium dan USG yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam Rumah


Sakit Dr. M Djamil

Padang. Pengambilan sampel dilakukan secara

konsekutif

Besar sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus:


n = Z2.p ( 1-p)
d2P
6

: Besar sampel penelitian

: sensitivitas uji yang diinginkan, ditetapkan sebesar 90%

: presisi penelitian ditetapkan sebesar 10%

: tingkat kesalahan ditetapkan sebesar 5% sehingga Z= 1.96)


: proporsi PBS = 20 %

n = 1.962 x 0.9x 0.1/ 0.12 x 0.2 = 17,28= 18 sampel


3.4

Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.4.1 Kriteria Inklusi

Pasien sirhosis hepatis dengan ascites


Tidak mendapat antibiotik dalam 2 minggu terakhir
Tidak dilakukan parasentese dalam 4 bulan ini
Setuju ikut penelitian

3.4.2 Kriteria eksklusi

3.5

Pasien sirhosis hepatis yang sudah dilakukan parasentese

sebelumnya
Pasien yang mendapatkan antibiotik dalam 2 minggu ini
Menderita infeksi yang lain selain infeksi peritonium
Tidak bersedia ikut dalam penelitian

Cara Kerja
1. Sebelum

penelitian

dimulai

penderita

menandatangani

surat

pernyataan persetujuan mengikuti penelitian.


2. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi dicatat nama, umur, jenis
kelamin, alamat dan penyakit yang pernah diderita.
3. Pemeriksaan leukosit, alananin transaminase dan

aspartat

transaminase, albumin, globulin, marker hepatitis B,C, ureum,


kreatinin, urinalisa,usg abdomen

4. Parasentese cairan ascites dan dilakukan analisa dan pemeriksaan


dan TNF alfa
5. Periksa TNF alfa serum

3.6

Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 20.

Hasil pemeriksaan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan


gambar,. Dilakukan uji sensitivitas, spesifisitas nilai prediktif positif, nilai
prediksi negatif, rasio kemungkinan positif dan dibandingkan dengan jumlah
leukosit PMN.

Kerangka penelitian
Sirosis hati +
ascites

Leuko,Alb,glo,alt,ast,
ureum,kreatinin,urinali
sa, ro.thorak

Kriteria
ekslusi
Kriteria inklusi

Periksa TNF
cairan ascites

Analisa cairan
ascites+Kultur

Analisa secara
statistik

DAFTAR PUSTAKA

Periksa TNF
serum

1. Sherlock S, Dooley J, Wolf DC. Ascites. In: Sherlock S, Dooley J, editors. Disease of the
liver and biliary system. 11th ed. USA: Blackwell Science Inc; 2004.p.119-34.
2. Evans LT, Kim WR, Poterucha JJ, Kamath PS.Spontaneous bacterial peritonitis in
asymptomatic outpatient with chirrotic ascites. Hepatology 2003;37:897-901.
3. Gines P, Cardenas A, Arroyo V, Rodes J. Management of Chirrosis and Ascites. N Engl J
Med 2004;350:1646-54.
4. PPHI. Diagnosis dan terapi peritonitis bakteri spontan pada sirosis hati. Konsensus
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. 2001.
5. Rosa H, Silverio AO, Perini RF, Arruda CB.Bacterial infection in chirrotic patients and its
relationship with alcohol. Am J Gastroenterol 2000;95:1290-3.
6. Deschenes M, Villeneuve JP. Risk faktors for the development of bacterial infections in
hospitalized patients with chirrosis. Am J Gastroenterol 1999;94:2001-3.
7. Guarner C, Sola R, Soriano G, Andreu M, Novella MT, Vila MC, et al. Risk of a first
communityacquired spontaneous bacterial peritonitis in chirrotics with low fluid preotein
level.Gastroenterology 1999;117:414-9.
8. Hoefs JC, Runyon BA. Spontaneous bacterial peritonitis. Dis Mon 1985;31:148 [cited
from: Kramer L, Druml W. Ascites and intraabdominal infection. Curr Opin Crit Care
2004;10(2):14651].
9. Runyon BA, Hoefs JC. Culture-negative neutrocytic ascites: a variant of spontaneous
bacterial peritonitis. Hepatology 1984;4(6):120911.
10. Runyon BA. Management of adult patients with ascites caused by cirrhosis. Hepatology
1998;27(1):26472.
11. Toledo C, Salmeron JM, Rimola A, et al. Spontaneous bacterial peritonitis in cirrhosis:
predictive factors of infection resolution and survival in patients treated with cefotaxime.
Hepatology 1993;17(2):2517.
12. Sort P, Navasa M, Arroyo V, et al. Effect of intravenous albumin on renal impairment and
mortality in patients with cirrhosis and spontaneous bacterial peritonitis. N Engl J Med
1999;341(6):4039.
13. Such J, Guarner C, Enriquez J, et al. Low C3 in cirrhotic ascites predisposes to
spontaneous bacterial peritonitis. J Hepatol 1988;6(1):804.
14. Such J, Guarner C, Soriano G, et al. Selective intestinal decontamination increases serum
and ascitic fluid C3 levels in cirrhosis. Hepatology 1990;12(5):11758.
15. Yildirim B, Sari R, and Isci N and Turkey M (2005): Patients with Spontaneous
Bacterial Peritonitis, and Malignant and Cirrhotic Ascites. J Nat Med Assoc., 97, (2):201206

10

16. Hanan M Kamel, Zeinab A Ismail, and Taha M Hassanin The concentrations of plasma
and ascetic fluid interleukin-6 in cirrhotic patients. El-Minia Med Bull,2007; 18 (2) :15466.
17. Goral V, Aggil C, Batu S. Ascitic fluid lymphocyte subgroups and cytokine levels in
patients with spontaneous bacterial peritonitis. Journal of Chinese Clinical Medicine.
2009; 4 (9) : 495-502.

11

Figure 1 Spontanous bacterial peritonitis (SBP)-associated mortality. Reported


risk
factors for poor prognosis in SBP are categorised into fixed or modifiable
factors as well
as host and bacterial factors, respectively. The most relevant for survival is
resolution of
infection which is best influenced by effective first-line therapy since other
factors are
not modifiable.( Spontaneous bacterial peritonitis:recent guidelines and beyond R Wiest,1 A
Krag,2 A Gerbes. Gut 2012;61:297e310. doi:10.1136/gutjnl-2011-300779

12

BAB II
PERITONITIS BAKTERIALIS SPONTAN
2.1.

Definisi
Peritonitis

bakterialis

spontan

klasik

dikatakan

apabila

jumlah

hitung

sel

polimorphonuclear neutrofil (PMN) > 250 sel/mm3 dari cairan ascites dengan hasil positif
biakan bakteri (Bar-Meir et al, 1978., Garcia-Tsao, 1992 dan Steven, 2005), tanpa adanya sumber
infeksi intraabdominal. Jika kultur negatif pada cairan asites dicirikan sebagai kultur negatif
neutrocytic ascites (CNNA). Pasien dengan kultur positif pada cairan asites tapi tanpa
neutrocytic diklasifikasikan sebagai monomicrobial nonneutrocytic bacterascites (Evans et al.,
2003).
Jika kultur cairan asites negatif disebut kultur

negatif neutrocytic ascites (CNNA).

Pasien dengan kultur positif pada cairan asites tapi tanpa neutrocytic diklasifikasikan sebagai
monomicrobial nonneutrocytic bacterascites (Evans et al., 2003). Infeksi cairan asites
diklasifikasikan ke dalam lima kategori, termasuk tiga kategori spontan. Klasifikasi ini
didasarkan pada nilai kultur cairan asites, leucocytic polymorphnuclear dan ada atau
tidak

adanya

sumber

infeksi

bedah

(Conn

dan

Fessel,

1982),

dan Runyon, 1985) dan (Runyon, 1990

Tabel 1.

Klasifikasi infeksi cairan ascites

Tipe infeksi
Peritonitis bakterialis spontan
Monomicrobial
nonneutrocytic bacterascites
Culture-negative neutrocytic
ascites
Polymicrobial bacterascites
Secondary bacterial
peritonitis

PMN Count (/ mm3)


> 250
< 250

Kultur bakteri
Positif (1 Organisme )
Positif ( 1 Organisme )

> 250

Negatif

< 250
> 250

Positif (Polimikrobial )
Positif ( Polimicrobial )

13

Hoefs

(Such and Runyon, 1998 and Sherif and Garly, 2004)


2.1.

Patogenesis peritonitis bakterialis spontan

Pemahaman yang lebih besar tentang patogenesis PBS akan memungkinkan lebih baik
identifikasi pasien berisiko tinggi

berkembangnya komplikasi ini dan berkontribusi dalam

mencari strategi baru untuk pencegahannya (Sola dan Soriano, 2002). Kultur bakteri dari cairan
asites adalah awal untuk mengetahui infeksi dari cairan asites , dua rute kemungkinan besar
bakteri mencapai cairan asites meliputi: translokasi bakteri dan penyebaran hematogen seperti
yang ditunjukkan pada gambar 1 (Sola dan Soriano, 2002)
2.1.1. Translokasi bakteri
Translokasi bakteri

terjadi bila bakteri hidup melewati intestinal ke ekstraintestinal

terutama kelenjar getah bening mesenterika. Bagian ini Termasuk transfer bakteri hidup dalam
neutrofil dan makrofag melalui dinding usus (Garcia-Tsao etal, 1995.). Kolonisasi di kelenjar
getah bening mesenterika nantinya akan memungkinkan bagian dari bakteri oleh pembuluh getah
bening ke darah, dan akhirnya dari darah ke cairan asites. Tidak diketahui bagaimana bakteri
dapat bertahan dalam perjalanan ini, tetapi perubahan dalam fungsi neutrofil dan makrofag
terlihat berperan pada pasien sirosis (Rajkovic et al, 1986) (Gomez et al., 1994).
Identifikasi

kultur

genetik

bakteri

secara

bersamaan

masing-masing

pada

kelenjar getah bening mesenterika dan cairan asites telah diperiksa dan memberikan hasil yang
sama sehingga memberikan bukti kuat untuk mendukung konsep bakteri translokasi (Liovet et
al., 1994). Dalam sebuah studi oleh Cirera dkk, (2001)., 18

pasien yang diteliti dengan

translokasi organisme enterik pada kelenjar mesenterika mesenterika, dilaporkan 30,8% terjadi
pada pasien sirosis dengan Child Pugh C.
2.1.2. Mekanisme translokasi bakteri
Meskipun pertumbuhan bakteri usus yang berlebihan jelas terlibat dalam translokasi
bakteri, data eksperimen

menunjukkan bahwa tidak semua bakteri usus yang

berlebihan

mengalami translokasi pada tikus yang mengalami sirosis. Keadaan ini menunjukkan ada faktor
lain yang terlibat. Faktor-faktor ini bisa perubahan struktural dan atau fungsional pada barier
usus, mungkin sebagai akibat dari stasis vaskular akibat hipertensi portal , yang akan
14

mengakibatkan peningkatan permeabilitas usus terhadap bakteri (Guarner et al., 1997).


Perubahan struktural seperti oedem mukosa usus telah diamati pada tikus sirosis (Liovet et al.,
1996).
2.2. Patogenesis infeksi bakteri
Peningkatan infeksi bakteri pada pasien sirosis sebagian besar disebabkan oleh
immunocompromised . Disfungsi imun pada pasien sirosis adalah multifaktorial15, 16 dan
sebagian karena penurunan aktivitas bakterisid oleh fagositosis cells.17-20 Selain itu, kadar
komplemen sangat penting dalam fagositosis bakteri yang rendah pada sirosis,21-23 terutama
pada sirosis dengan ascites22 dan pada pasien dengan insufisiensi hati. 21,23 dan penting juga,
sirosis disertai dengan gangguan sistem retikuloendotelial (RES), terutama sistem pertahanan
terhadap bakteremia dan . Sebagian besar aktivitas RES terletak di hati di mana sel-sel Kupffer
(makrofag jaringan) adalah komponen utama. Pada sirosis, aktivitas RES terganggu karena
portosystemic shunting yang melewati hati dan karena gangguan aktivitas fagositik sel kupfer
hati. Pasien dengan penurunan aktivitas RES akan berkembang bakteremia spontan dan SBP
lebih tinggi dibandingkan pasien dengan aktifitas RES normal.24 Shunting yang melewati
portosystemic tidak hanya mekanisme penting yang menjelaskan kegagalan untuk membersihkan
portal atau sistemik bakteri pada sirosis, tetapi juga menjelaskan kegagalan untuk membersihkan
produk bakteri lain seperti endotoksin dan sitokin. Risiko yang lebih tinggi dari infeksi pada
pasien sirosis dengan perdarahan gastrointestinal dianggap sekunder untuk beberapa faktor, di
antaranya penurunan aktifitas RES 25, 26, dan rata-rata lebih tinggi dari translokasi bakteri.
(PBS,Sirs,Sepsis)

15

Gambar 1. Mekanisme yang mungkin terlibat dalam patogenesis peritonitis


bakterialis spontan
bakteri peritonitis. ( such dan Runyon, 1998).

16

Vous aimerez peut-être aussi