Vous êtes sur la page 1sur 10

ABCs Systems

Nah teman2 dalam bab ini kita akan belajar beberapa topik mengenai
kegawatdaruratan jalan napas serta bagaimana melakukan resusitasi jantung, paru
dan otak
Beberapa fase dari kematian
1.
2.
3.
4.

0-4 menit: Mati klinis (namun belum terjadi kerusakan otak)


4-8 menit: Mati klinis (mungkin sudah mulai terjadi kerusakan otak)
8-10 menit: Mati biologis (sudah mulai terjadi kerusakan otak)
>10 menit: Mati biologis (sudah pasti terjadi kerusakan otak)

Resusitasi jantung, paru dan otak meliputi Basic Life Support, Advance Life
Support, dan Prolong Life Support yang biasanya dilakukan pada pasien dengan
cardiac arrest. Adapun Chain of Survival dalam penanganan cardiac arrest, yakni:

Pengenalan dini dan telpon minta bantuan


Early CPRBuy time. Inget pada orang awam kita lebih menekankan adanya
pijat jantung, sebab (4):
Team advance datangmelakukan defibrilasirestart the heart
Post resusitasi caremengembalikan kualitas hidup

Basic Life Support (ABC)


Airway (tatalaksana jalan napas)
Masalah yang sering kita temukan pada airway ialah obstruksi jalan napas yang
dapat disebabkan karena:
1. Pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi telentang (karena
tonus otot genioglosus yg hilang shg lidah akan menyumbat hipofaring)
2. Trauma
3. Benda asing
4. Edema (karena alergi, asap)tanda suara parau
Diagnosa adanya obstruksi jalan napas:
1. Look (napas cuping hidung, retraksi trakea, toraks maupun otot bantu
pernapasan)
2. Listen (stridor, gurgling maupun wheezing)
3. Feel: tak terasa ada udara ekspirasi
Penatalaksanaan:
1. Tanpa alat (pembukaan saluran napas secara manual):
a. Manuver triple jalan napas yang tdd: head tilt-chin lift-jaw thrust dilakukan
pada pasien yang tidak dicurigai adanya trauma. Sementara pada pasien

trauma yang diduga mengalami cedera leher, lakukan HANYA jaw thrust
(penarikan rahang) tanpa mendorong kepala
b. Bila obstruksi jalan napas karena benda asing maka penanganannya ialah:
back blows pada anak atau abdominal thrust (helmlich) pada dewasa,
finger sweep bila ada darah.
2. Dengan alat (pemeliharaan jalan napas):
- OPA atau NPA
Kemungkinan yang dibutuhkan oleh pasien yang dapat bernapas spontan
hanyalah penempatan saluran napas yang tepat. Kita dapat melakukan
pemasangan OPA atau NPA pada keadaan:
a. Setelah manuver triple, namun tetap tidak berhasil membuka dan
mempertahankan jalan napas atas
b. Pada keadaan pasien trauma dan hanya dapat dilakukan jaw thrust, maka
langkah selanjutnya ialah memasang OPA atau NPA
Syarat pemasangan OPA/NPA: pasien tidak sadar tanpa adanya refleks batuk
atau muntah.Cara mengukur OPA ialah dari sudut bibir ke tragus atau tengah
bibir ke angulus mandibula. Cara pemasangan:
a. Metode upside down: OPA dimasukkan dalam rongga mulut hingga ujung
OPA menyentuh palatum keras kemudian OPA diputar 180 derajat
b. Dengan tongue spatel: memasukkan OPA secara lurus setelah
sebelumnya dilakukan penekanan lidah.
Breathing
Masalah yang kita temukan selanjutnya ialah pada pernapasan. Adapun setelah kita
melakukan pembebasan airway namun pasien masih tidak juga
bernapas/pernapasan sulit maka harus segera kita tangani. Adapun penyebabnya
ialah:
a.
b.
c.
d.

Depresi pusat napas


Kegagalan saraf aferen
Kegagalan otot napas
Gangguan pengembangan paru

Diagnosa: look-listen-feel
Penanganan:
Memberikan ventilasi dan oksigenasi. Caranya ada 2:
a. Tanpa alat: mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau mulut ke stoma
b. Dengan alat: mulut ke sungkup.
Nah sebelum lebih lanjut, disini kita akan membahas mengenai .

Terapi oksigen dan pernapasan buatan.


Respirasi adalah keadaan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida baik di paru
maupun sel. Dalam respirasi kita kenal 3 hal yakni:

Ventilasi: proses masuknya udara atmosfer ke alveoli


Difusi: masuknya gas menembus selaput alveoli-kapiler (pergerakan zat dari
kons tinggi ke rendah)
Perfusi: ambilan gas oleh aliran darah kapiler paru yang adekuat

Contoh adanya gangguan pada ventilasi dan difusi:

Pada pasien pneumonia terjadi gangguan difusi (tebal membran), oleh


karena itu tx ialah dengan memberikan oksigen tekanan tinggi agar dapat
menembus membran.
Pada pasien asma terjadi gangguan ventilasi maka sebaiknya diberikan
oksigen tekanan rendah karena memiliki kandungan konsentrasi oksigen
yang lebih banyak.

Hubungan ventilasi dan perfusi:

Normalnya rasio ventilasi:perfusi ialah 0,8


Shunting bila ventilasi buruk namun perfusi baik (rasio >0,8).
Dead space bila ventilasi baik namun perfusi buruk (rasio <0,8).

Rumus Oksigen Delivery (DO2) = Ca O2 (oxy content) x Cardiac Output = 20 cc/dl


x 50 dl/menit = 1000 cc
Beberapa Fakta ttg penyediaan oksigen:

1 gr Hb mengikat oksigen 1,34 cc pada saturasi 100%


Oksigen delivery 1000 cc/menit, yang dibutuhkan dalam keadaan basal 250
cc/mnt

Efek samping terapi oksigen:

CNS: twitching, confusion, kejang


Respirasi: trakeobronkitis, absorption atelektasis
Mata: rusak retina, miopia
Renal: rusak sel tubular
Hematologik: hemolisis
Kardiovaskuler: kerusakan miosit.

Gagal napas akut


Definisi secara lab bila PaO2 < 50 mmHg (tipe hipoksemia) dan PaCO2 > 50 mmHg
(tipe hiperkapneu)

a. Gagal napas tipe hipoksemia dapat disebabkan karena:


- Hipoventilasi
- Shunting (gangguan ventilasi namun perfusi baik) misal pada atelektasis,
adanya obstruksi pada asma atau PPOK (pada keadaan ini ingat beri O2
tek rendah)
- Dead space (ventilasi baik namun gangguan perfusi) misal pada emboli
paru, penebalan dinding alveoli, pneumonia (pada keadaan ini beri O2 tek
tinggi).
- Ketinggian
b. Gagal napas tipe hiperkapneu disebabkan karena keadaan hiperventilasi
Penanganan gagal napas ialah memberikan ventilasi dan terapi oksigen. Tujuan dari
terapi oksigen sendiri ialah untuk menaikkan konsentrasi oksigen yang
diinspirasi oleh pasien atau disebut fraksi oksigen inspirasi (FiO2) udara
pernapasan shg tidak terjadi hipoksia tingkat sel. Alat suplementasi oksigen
tersebut antara lain:
a. Nasal kanul:
Tiap 1 L/m menaikkan FiO2 4%
Aliran gas
1-2 L/m
3-4
5
b. Sungkup muka sederhana

FiO2
24-28%
32-36%
40%
(masker tanpa reservoir oksigen)

Aliran gas
FiO2
6-10 L/m
35-60%
c. Sungkup muka dengan kantong/reservoir O2. Ada 2 macam yakni
Sungkup muka non rebreathing
mask
Aliran oksigen mengisi kantung
reservoir. Selama inspirasi seluruh
gas berasal dari kantung dan gas
ekspirasi dibuang seluruhnya
sehingga tidak ada gas ekspirasi
yang dihirup.
Sementara utk kec aliran dan
FiO2 kedua

Sungkup muka partial


rebreathing mask
Aliran oksigen mengisi kantung
reservoir. Ketika ekspirasi, 1/3
awal gas ekspirasi masuk ke
kantung sehingga saat inspirasi
pasien menghisap kembali gas
ekspirasinya
sungkup tidak ada perbedaan

Aliran gas
6
7
8
9
10-15

FIO2
60%
70%
80%
90%
95-100%

d. Sungkup venturi: sungkup muka venturi tdd sungkup muka dengan mixing
jet. Dengan alat ini FiO2 yang diberikan dapat dikendalikan.
Aliran gas
FiO2
4-8 L/m
24-40%
10-12 L/m
40-50%
e. Selain nasal kanul, dan sungkup muka, kita juga mengenal adanya sungkup
laring atau dikenal dengan LMA (laryngeal mask airway).
Sekarang kita kembali lagi ke penanganan Breathing
Pernapasan Buatan
Teknik:
a. Tanpa alat: mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau mulut ke stoma
b. Dengan alat sederhana: Bag valve mask
c. Dengan alat canggih: ventilator
Komponen napas buatan:
1.
2.
3.
4.
5.

Volume tidal : 6-8 cc/kgBB (sekitar 500 ml)


RR semenit: 10-12 x/menit
Rasio inspirasi : ekspirasi = 1:2
FiO2
Tekanan jalan napas

Ventilasi kantung masker (Bag-mask ventilation)


Langkahnya antara lain:
1. Indikasi pengguanaan: henti napas, napas tidak adekuat.
2. Siapkan sebuah sungkup/masker dengan kantung reservoir O2 yang selalu
mengembang sebaiknya dengan sistem katup satu arah (non rebreathing)
untuk mencegah pasien menghirup udara yang sudah dihembuskan. Selain
dengan masker, kantung ventilasi juga dapat dihubungkan dengan alat bantu
jalan napas yang lain yaitu selang trakea (intubasi), sungkup laring, dan
selang esofagotrakea.
3. Sambungkan konektor dengan sumber oksigen
4. Perhatikan cara pemegangan sungkup yang benar agar tidak terjadi
kebocoran udara . Caranya ialah dengan tetap mengekstensikan kepala,
dengan satu tangan memegang sungkup (E-C-clamp technique) dan tangan
lain menekan kantung napas (inget tidal volume rata2 500 ml/m, bila volume
udara dalam kantung ialah 1600 ml, maka sebaiknya tekannya sedikit saja
dan frekuensinya 10-12x/m atau tekan kantung per 6 detik).
Ventilasi saluran napas lebih lanjut (Intubasi endotrakea)
Indikasi dilakukannya intubasi (5P):

a. Patensi jalan napas pada keadaan:


- Penurunan kesadaran
- Trauma fasial
- Epiglotitis
- Edem laring karena terbakar atau anafilaksis
b. Proteksi paru2 terhadap adanya aspirasi:
- Hilangnya refleks proteksi pada keadaan koma atau cardiac arrest
c. Posiitif pressure ventilation (VTP):
- Hipoventilasi
- Apneu karena anestesi
- Saat pemberian muscle relaxant
d. Pulmonary toilet: penyedotan/suction cabang trakeobronkial pada pasien
yang tidak membersihkan sekret.
e. Pharmacological. Sebagai alternatif untuk memasukkan obat (atropin,
vasopresin, epinefrin, dan lidokain) pada waktu resusitasi jantung paru bila
akses intravena dan intraoseus belum ada.
Jadi intinya lakukan intubasi bila:
a. Pasien sadar namun gangguan ventilasisetelah diterapi dengan ventilasi
tidak invasif namun tetap tidak adekuat
b. Pasien dengan kesadaran menurun (koma) atau henti jantung yang tidak
dapat mempertahankan jalan napasnya
Langkah intubasi;
a. Persiapan alat. Ingat SOLES: Suction, Oxygen, Laryngoscope, ETT, Styletsyringe.
b. Preoksigenasi dahulu dan kalau perlu suction mulut dan pharink
c. Posisikan pasien (sniffing position): posisi yang baik utk melihat laring dimana
leher sedikit fleksi dan kepala ekstensi pada leher. Posisi ini dibantu dengan
meletakkan bantal di belakang leher. Tujuannya agar mulut, faring dan laring
berada pada satu aksis (satu garis)
d. Masukkan laringoskop. Dapat dibantu dengan Sellick Manouevre (tekanan
pada kartilago krikoid), tujuannya ialah untuk membantu memvisualisasikan
trakea serta untuk mengkompresi esofagus untuk mencegah regurgitasi.
e. Masukkan ETT atau bila oerlu dengan bantuan stilet.
f. Kembangkan balon dan lepas tekanan pada krikoid
g. Konfirmasi penempatan ETT dengan: Look (lihat pengembangan dada, lihat
kondensasi uap air saat ekshalasi, lihat saturasi oksigen yang meningkat,
lihat kapnograf yang menunjukkan co2 yang meningkat di udara ekspirasi),
listen (auskultasi di daerah aksiler suara napas dan tidak ada udara di dlm
lambung).
h. Komplikasi laringoskop dan intubasi:
- Efek mekanik: rusaknya gigi, laserasi sekitar jar lunak (bibir, gusi, lidah,
faring, esofagus), trauma laring, intubasi esofagus atau endobronchial
- Efek sistemik: aktivasi sistem saraf simpatis (HT, takikardia, disritmia)
yang disebabkan karena tube yang mengenai pita suara, bronkospasme.

i.

j.

Kondisi medis yang menyulitkan intubasi: cedera kepala atau spasme leher
sehingga sulit diekstensi, gigi yang ompong, trauma mandibula, rahang
terkunci, lidah besar, obstruksi oleh tumor, leher yang pendek dimana jarak
dari tiro-mental<7cm, malampati,dll.
Ekstubasi: dilakukan saat pasien sudah dapat bernapas spontan, sebaiknya
lakukan ekstubasi saat pasien sudah sadar dengan refleks menelan.
Ekstubasi dilakukan saat inspirasi yakni saat kedua pita suara abduksi.
Komplikasi ekstubasi: aspirasi, lariongospasme,dll.

Circulation
Penyebab henti jantung ada 2:
a. Primer: IMA, gangguan kontraktilitas miokard, gangguan automatisasi dan
konduksi
b. Sekunder: hipovolemia, tamponade, tension pneumothoraks
Nah teman2, setelah airway dan breathing clear.. maka kita memeriksa sirkulasi,
caranya dengan meraba denyut nadi karotis. Bila tidak teraba maka lakukanlah RJP.
Lakukan pijat jantung luar dengan meletakkan tangan di tengah sternum dan
kemudian berikan pijat jantung dan napas buatan dengan perbandingan:
a. Penderita dewasa 30:2
b. Bayi s/d anak 15:2
c. Neonatus 3:1
Namun bila ingin RJP pada pasien yang diintubasi maka pada penderita dewasa
dilakukan kompresi dengan kecepatan 100x/m, sementara ventilasi yang diberikan
8-10 kali/menit (sekitar 1 ventilasi setiap 6-8 detik) yang dilakukan oleh 2 orang
dimana tidak ada sinkronisasi antara pijat jantung dengan pemberian ventilasi.
Namun untuk neonatus yang diintubasi + RJP, perbandingan rasio
kompresi:ventilasi tetap yakni 3:1.
Nah, selain itu untuk orang awam bila menemukan orang yang tidak sadar maka
yang penting ialah melakukan pijat jantung saja, mengapa? Karena 4 alasan: untuk
kemudahan,belum hipoksemia, masih ada pernapasan agonal,
Jadi kesimpulannya saat BLS yang penting ialah A, B, C berikut langkahnya:
1.
2.
3.
4.
5.

Bila menemukan pasien yang tidak bergerak dan tidak merespon


Segera minta bantuan
Open Airway, cek Breathing
Jika tidak ada pernapasan, beri pernapasan 2 x sehingga dada mengembang
Jika masih tidak ada respons, cek nadi karotis dalam 10 detik.
a. Bila ada teraba denyut nadi (henti napas tanpa disertai henti jantung),
maka cukup berikan ventilasi 10-12 x (1 ventilasi tiap 5-6 detik) dan
kemudian cek ulang nadi tiap 2 menit
b. Namun bila tidak maka,

6. Bila tidak ada denyut nadi (henti napas dan henti nadi) maka lakukan RJP
(30:2) hingga bantuan AED/defibrilator datang, namun ada yg bilang lakukan
RJP selama 5 siklus lalu evaluasi lagibila masih belum ada denyut nadi
maka diulangi lagi RJP 5 siklus.
Dalam Circulation, kita juga belajar mengenai terapi cairan.
Terapi Cairan dapat dibagikan ke dalam beberapa manfaat penggunaannya yaitu:
a. Terapi cairan maintenance atau rumatan: menggunakan rumus 4/2/1, contoh
orang BB 50 kg maka jumlah cairan rumatan IV yang diberikan ialah :
(4x10)+ (2x10) + (1x30) = 90cc/jam = 2160 cc/hari. Sementara itu untuk
maintenans elektrolit ialah : Na = 2-3 mEq/kg/hr dan K = 1-2 mEq/kg/hari.
b. Terapi cairan untuk defisit misalnya pada keadaan dehidrasi. Sifat dehidrasi
dapat beruba isotonik (kadar Na dan osmolaritas serum normal), hipotonik
atau hiponatremik (kadar Na <130mmol/L atau osmolaritas serum
<277mOsm/L), dan hipertonik atau hipernatremik (kadar Na>150 atau
osmolaritas serum >295mOsm/L). Adapun pedoman WHO untuk menilai
derajat dehidrasi yaitu:
Klinis

D Ringan (5%)

KU

Baik, CM

D sedang (510%)
Gelisah,
rewel.lesu
Cekung

Berat (>10%)
Lethargik, tidak
sadar
Sangat cekung

Mata cekung,
Normal
kering
Air mata
Ada
Kering
Kering sekali
Mulut atau lidah Lembab
Kering
Sangat kering,
kering
pecah-pecah
Haus
Minum normal
Haus
Tidak bisa minum
Turgor
Baik
Jelek
Sangat jelek
Nadi
Normal
Cepat
Cepat sekali
Tekanan darah
Normal
Turun
Turun sekali
Prod urine
Normal
Kurang, oligouria
Kurang sekali
c. Terapi pada kehilangan akibat third space losing
Misalnya pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang
ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung
besar kecilnya perdarahan.
- 6-8cc/kg untuk bedah besar
- 4-6cc/kg untuk bedah sedang
- 2-4 cc/kg untuk bedah kecil
d. Terapi pada perdarahan. Inget bahwa volume darah bayi anak 80cc/kg,
volume darah dewasa pria 75cc/kg, volume darah dewasa wanita 65cc/kg.
- Pada orang dewasa, bila perdarahan <20% volume total darah maka
cukup diberikan kristaloid sebanyak 3 kali jumlah perdarahan. Indikasi
transfusi darah bila: (1) perdarahan akut sampai Hb <8 atau Ht <30%.

Pada orang tua, kelainan paru, kelainan jantung Hb<10. (2) Bedah mayor
kehilangan darah >20%.
Pada bayi dan anak dengan kadar Hb normal, kehilangan darah sebanyak
10-15% volume darah, maka cukup diberi kristaloid atau koloid,
sedangkan di atas 15% perlu transfusi darah.

Contoh: tadi habis diskusi dgn dr Ben,,. Dikasih tau misalkan ada kasus anak
6 kg, Ht preop 32%.. Jadi hitung brp perdarahan yang memerlukan transfusi
darah.. kan sebenarnya ada 2 cara:
1. Anak perdarahan >15% baru pake transfusi jadi: 15% x EBV = 15% x
(80ml/kg x 6 kg) = 72 ml
2. (RBC volume pd Ht 32% - RBC volume pada Ht 30%) = (32%-30%)xEBV =
9,6 ml dan perdarahan yang memerlukan transfusi bila > (3 x 9,6) = >
28.8 ml.
Nah jauh berbeda bukan?? Jadi sebaiknya pada anak sih memakai prinsip
yang Ht aja.. kalo pada dewasa mungkin masih bisa pake prinsip yg >20%
kehilangan darah..
Nah sekarang kapan sih kita pakai kristaloid dan kapan pakai koloid??? Nah untuk
menjawab pertanyaan di atas kita wajib tahu dulu:

Distribusi vairan kompartemen.


TBW= 60%BB
ICF=40%BB
ECF:20%BB (15%BB untuk intersitiel dan 5%BB untuk intravaskuler)
Rumus: volume plasma hilang = volume infus x Pv/Vd
Contoh: perdarahan akut 500cc, BB 70kg, berapa volume infus RL yang
diberikan??
Cara: volume plasma hilang ialah 500cc. Pv (volume plasma)=5%BB=5% x
70kg = 3500cc. Vd(volume distribusi, RL didistribusikan ke ECF = 20%BB =
20% x 70kg = 14.000 cc. Jadi, 500 cc= volume infus x35000/14.000, maka
volume infus ialah 2000cc.
Nah namun inget distribusi cairan intravena dalam kompartemen tubuh
dalam 1 jam bila 1000 cc yang masuk adalah:

Larutan
NAcl 0,0%
200
800
RL
200
800
Albumin 5%
1000
Dekstran 40%
1600
-260
-340
Dekstran 70%
1300
-130
-170
Jadi bila anda memberikan 1000 cc RL maka dalam 1 jam maka hanya akan
tersisa 200 cc didalam plasma/intravaskuler, sehingga setelah tensi naik, maka
tensinya akan turun lagi. Maka sebaiknya diberikan koloid yang jauh lebih lama
bertahan di dalam pemb darah. Kalo menurut dr Ben sih, t1/2 dari RL ialah 50%

dalam 20 menit, sedangkan koloid lebih lama 6-8 jam. Jadi kesimpulannya kapan
pakai kristaloid dan kapan memutuskan memakai koloid ialah:
1. Bila anda memberikan cairan RL 3-4 x dari jumlah perdarahan, misal perd
500 cc dan kemudian anda memberikan 2000 mL. Namun karena dalam 1
jam sisa 400 cc di dalam PD maka sebaiknya kombinasi dengan koloid 3-4:1,
jadi 2000cc RL : 500cc koloid.
2. Atau menurut dr Ben, bila setelah pemberian kristaloid maka tensi naik
bentar dan kemudian turun lagi maka sebaiknya sudah harus diberikan
koloid.

Vous aimerez peut-être aussi