Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Nah teman2 dalam bab ini kita akan belajar beberapa topik mengenai
kegawatdaruratan jalan napas serta bagaimana melakukan resusitasi jantung, paru
dan otak
Beberapa fase dari kematian
1.
2.
3.
4.
Resusitasi jantung, paru dan otak meliputi Basic Life Support, Advance Life
Support, dan Prolong Life Support yang biasanya dilakukan pada pasien dengan
cardiac arrest. Adapun Chain of Survival dalam penanganan cardiac arrest, yakni:
trauma yang diduga mengalami cedera leher, lakukan HANYA jaw thrust
(penarikan rahang) tanpa mendorong kepala
b. Bila obstruksi jalan napas karena benda asing maka penanganannya ialah:
back blows pada anak atau abdominal thrust (helmlich) pada dewasa,
finger sweep bila ada darah.
2. Dengan alat (pemeliharaan jalan napas):
- OPA atau NPA
Kemungkinan yang dibutuhkan oleh pasien yang dapat bernapas spontan
hanyalah penempatan saluran napas yang tepat. Kita dapat melakukan
pemasangan OPA atau NPA pada keadaan:
a. Setelah manuver triple, namun tetap tidak berhasil membuka dan
mempertahankan jalan napas atas
b. Pada keadaan pasien trauma dan hanya dapat dilakukan jaw thrust, maka
langkah selanjutnya ialah memasang OPA atau NPA
Syarat pemasangan OPA/NPA: pasien tidak sadar tanpa adanya refleks batuk
atau muntah.Cara mengukur OPA ialah dari sudut bibir ke tragus atau tengah
bibir ke angulus mandibula. Cara pemasangan:
a. Metode upside down: OPA dimasukkan dalam rongga mulut hingga ujung
OPA menyentuh palatum keras kemudian OPA diputar 180 derajat
b. Dengan tongue spatel: memasukkan OPA secara lurus setelah
sebelumnya dilakukan penekanan lidah.
Breathing
Masalah yang kita temukan selanjutnya ialah pada pernapasan. Adapun setelah kita
melakukan pembebasan airway namun pasien masih tidak juga
bernapas/pernapasan sulit maka harus segera kita tangani. Adapun penyebabnya
ialah:
a.
b.
c.
d.
Diagnosa: look-listen-feel
Penanganan:
Memberikan ventilasi dan oksigenasi. Caranya ada 2:
a. Tanpa alat: mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau mulut ke stoma
b. Dengan alat: mulut ke sungkup.
Nah sebelum lebih lanjut, disini kita akan membahas mengenai .
FiO2
24-28%
32-36%
40%
(masker tanpa reservoir oksigen)
Aliran gas
FiO2
6-10 L/m
35-60%
c. Sungkup muka dengan kantong/reservoir O2. Ada 2 macam yakni
Sungkup muka non rebreathing
mask
Aliran oksigen mengisi kantung
reservoir. Selama inspirasi seluruh
gas berasal dari kantung dan gas
ekspirasi dibuang seluruhnya
sehingga tidak ada gas ekspirasi
yang dihirup.
Sementara utk kec aliran dan
FiO2 kedua
Aliran gas
6
7
8
9
10-15
FIO2
60%
70%
80%
90%
95-100%
d. Sungkup venturi: sungkup muka venturi tdd sungkup muka dengan mixing
jet. Dengan alat ini FiO2 yang diberikan dapat dikendalikan.
Aliran gas
FiO2
4-8 L/m
24-40%
10-12 L/m
40-50%
e. Selain nasal kanul, dan sungkup muka, kita juga mengenal adanya sungkup
laring atau dikenal dengan LMA (laryngeal mask airway).
Sekarang kita kembali lagi ke penanganan Breathing
Pernapasan Buatan
Teknik:
a. Tanpa alat: mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau mulut ke stoma
b. Dengan alat sederhana: Bag valve mask
c. Dengan alat canggih: ventilator
Komponen napas buatan:
1.
2.
3.
4.
5.
i.
j.
Kondisi medis yang menyulitkan intubasi: cedera kepala atau spasme leher
sehingga sulit diekstensi, gigi yang ompong, trauma mandibula, rahang
terkunci, lidah besar, obstruksi oleh tumor, leher yang pendek dimana jarak
dari tiro-mental<7cm, malampati,dll.
Ekstubasi: dilakukan saat pasien sudah dapat bernapas spontan, sebaiknya
lakukan ekstubasi saat pasien sudah sadar dengan refleks menelan.
Ekstubasi dilakukan saat inspirasi yakni saat kedua pita suara abduksi.
Komplikasi ekstubasi: aspirasi, lariongospasme,dll.
Circulation
Penyebab henti jantung ada 2:
a. Primer: IMA, gangguan kontraktilitas miokard, gangguan automatisasi dan
konduksi
b. Sekunder: hipovolemia, tamponade, tension pneumothoraks
Nah teman2, setelah airway dan breathing clear.. maka kita memeriksa sirkulasi,
caranya dengan meraba denyut nadi karotis. Bila tidak teraba maka lakukanlah RJP.
Lakukan pijat jantung luar dengan meletakkan tangan di tengah sternum dan
kemudian berikan pijat jantung dan napas buatan dengan perbandingan:
a. Penderita dewasa 30:2
b. Bayi s/d anak 15:2
c. Neonatus 3:1
Namun bila ingin RJP pada pasien yang diintubasi maka pada penderita dewasa
dilakukan kompresi dengan kecepatan 100x/m, sementara ventilasi yang diberikan
8-10 kali/menit (sekitar 1 ventilasi setiap 6-8 detik) yang dilakukan oleh 2 orang
dimana tidak ada sinkronisasi antara pijat jantung dengan pemberian ventilasi.
Namun untuk neonatus yang diintubasi + RJP, perbandingan rasio
kompresi:ventilasi tetap yakni 3:1.
Nah, selain itu untuk orang awam bila menemukan orang yang tidak sadar maka
yang penting ialah melakukan pijat jantung saja, mengapa? Karena 4 alasan: untuk
kemudahan,belum hipoksemia, masih ada pernapasan agonal,
Jadi kesimpulannya saat BLS yang penting ialah A, B, C berikut langkahnya:
1.
2.
3.
4.
5.
6. Bila tidak ada denyut nadi (henti napas dan henti nadi) maka lakukan RJP
(30:2) hingga bantuan AED/defibrilator datang, namun ada yg bilang lakukan
RJP selama 5 siklus lalu evaluasi lagibila masih belum ada denyut nadi
maka diulangi lagi RJP 5 siklus.
Dalam Circulation, kita juga belajar mengenai terapi cairan.
Terapi Cairan dapat dibagikan ke dalam beberapa manfaat penggunaannya yaitu:
a. Terapi cairan maintenance atau rumatan: menggunakan rumus 4/2/1, contoh
orang BB 50 kg maka jumlah cairan rumatan IV yang diberikan ialah :
(4x10)+ (2x10) + (1x30) = 90cc/jam = 2160 cc/hari. Sementara itu untuk
maintenans elektrolit ialah : Na = 2-3 mEq/kg/hr dan K = 1-2 mEq/kg/hari.
b. Terapi cairan untuk defisit misalnya pada keadaan dehidrasi. Sifat dehidrasi
dapat beruba isotonik (kadar Na dan osmolaritas serum normal), hipotonik
atau hiponatremik (kadar Na <130mmol/L atau osmolaritas serum
<277mOsm/L), dan hipertonik atau hipernatremik (kadar Na>150 atau
osmolaritas serum >295mOsm/L). Adapun pedoman WHO untuk menilai
derajat dehidrasi yaitu:
Klinis
D Ringan (5%)
KU
Baik, CM
D sedang (510%)
Gelisah,
rewel.lesu
Cekung
Berat (>10%)
Lethargik, tidak
sadar
Sangat cekung
Mata cekung,
Normal
kering
Air mata
Ada
Kering
Kering sekali
Mulut atau lidah Lembab
Kering
Sangat kering,
kering
pecah-pecah
Haus
Minum normal
Haus
Tidak bisa minum
Turgor
Baik
Jelek
Sangat jelek
Nadi
Normal
Cepat
Cepat sekali
Tekanan darah
Normal
Turun
Turun sekali
Prod urine
Normal
Kurang, oligouria
Kurang sekali
c. Terapi pada kehilangan akibat third space losing
Misalnya pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang
ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung
besar kecilnya perdarahan.
- 6-8cc/kg untuk bedah besar
- 4-6cc/kg untuk bedah sedang
- 2-4 cc/kg untuk bedah kecil
d. Terapi pada perdarahan. Inget bahwa volume darah bayi anak 80cc/kg,
volume darah dewasa pria 75cc/kg, volume darah dewasa wanita 65cc/kg.
- Pada orang dewasa, bila perdarahan <20% volume total darah maka
cukup diberikan kristaloid sebanyak 3 kali jumlah perdarahan. Indikasi
transfusi darah bila: (1) perdarahan akut sampai Hb <8 atau Ht <30%.
Pada orang tua, kelainan paru, kelainan jantung Hb<10. (2) Bedah mayor
kehilangan darah >20%.
Pada bayi dan anak dengan kadar Hb normal, kehilangan darah sebanyak
10-15% volume darah, maka cukup diberi kristaloid atau koloid,
sedangkan di atas 15% perlu transfusi darah.
Contoh: tadi habis diskusi dgn dr Ben,,. Dikasih tau misalkan ada kasus anak
6 kg, Ht preop 32%.. Jadi hitung brp perdarahan yang memerlukan transfusi
darah.. kan sebenarnya ada 2 cara:
1. Anak perdarahan >15% baru pake transfusi jadi: 15% x EBV = 15% x
(80ml/kg x 6 kg) = 72 ml
2. (RBC volume pd Ht 32% - RBC volume pada Ht 30%) = (32%-30%)xEBV =
9,6 ml dan perdarahan yang memerlukan transfusi bila > (3 x 9,6) = >
28.8 ml.
Nah jauh berbeda bukan?? Jadi sebaiknya pada anak sih memakai prinsip
yang Ht aja.. kalo pada dewasa mungkin masih bisa pake prinsip yg >20%
kehilangan darah..
Nah sekarang kapan sih kita pakai kristaloid dan kapan pakai koloid??? Nah untuk
menjawab pertanyaan di atas kita wajib tahu dulu:
Larutan
NAcl 0,0%
200
800
RL
200
800
Albumin 5%
1000
Dekstran 40%
1600
-260
-340
Dekstran 70%
1300
-130
-170
Jadi bila anda memberikan 1000 cc RL maka dalam 1 jam maka hanya akan
tersisa 200 cc didalam plasma/intravaskuler, sehingga setelah tensi naik, maka
tensinya akan turun lagi. Maka sebaiknya diberikan koloid yang jauh lebih lama
bertahan di dalam pemb darah. Kalo menurut dr Ben sih, t1/2 dari RL ialah 50%
dalam 20 menit, sedangkan koloid lebih lama 6-8 jam. Jadi kesimpulannya kapan
pakai kristaloid dan kapan memutuskan memakai koloid ialah:
1. Bila anda memberikan cairan RL 3-4 x dari jumlah perdarahan, misal perd
500 cc dan kemudian anda memberikan 2000 mL. Namun karena dalam 1
jam sisa 400 cc di dalam PD maka sebaiknya kombinasi dengan koloid 3-4:1,
jadi 2000cc RL : 500cc koloid.
2. Atau menurut dr Ben, bila setelah pemberian kristaloid maka tensi naik
bentar dan kemudian turun lagi maka sebaiknya sudah harus diberikan
koloid.