Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Hal lainnya yang perlu dinilai dalam anamnesis adalah riwayat sakit kuning sebelumnya
dan riwayat keluarnya proglottid ( lembaran putih di pakaian dalam) dengan tujuan
menyingkirkan diagnosa banding.
b. Pemeriksaan fisik:
Dari pemeriksaan tanda vital umumnya ditemukan demam. Pada mata ditemukan
konjungtiva palpebra inferior pucat. Selain itu juga dapat dijumpai sklera ikterik akibat abses
yang multiple ataupun abses yang meluas hingga menekan duktus biliaris. Pada pemeriksaan
thorax dapat dijumpai peningkatan batas paru hati relatif/absolut tanpa peranjakan. Selain itu,
suara pernapasan dapat melemah pada lapangan paru kanan bawah. Ditemukannya friction
rub pada pemriksaan thorax menunjukkan rupture abses ke pericardium dan nilai
mortalitasnya sangat tinggi.
Dari pemeriksaan abdomen ditemukan hepatomegali yang nyeri tekan. Hepar meiliki
tepi yang regular dengan permukaan licin dan teraba adanya fluktuasi. Selain itu juga dapat
dilakukan pemeriksaan Ludwig sign, yakni menekan sela iga ke-6 setentang linea axilaris
anterior, apabila terdapat nyeri tekan maka menguatkan dugaan abses hati. Nyeri tekan di
kuadran kanan atas umumnya dijumpai. Nyeri tekan pada region epigastrium
menggambarkan kemungkinan abses di lobus kiri dan keadaan ini harus diwaspadai
mengingat kecenderungan abses di lobus kiri menyebabkan efusi pericardium. Nyeri tekan
yang menjalar ke lumbal kanan menimbulkan dugaan letak abses di postoinferior lobus kanan
hati. Apabila terdapat akut abdomen dan bising usus menghilang maka dipertimbangkan
kemungkinan perforasi ke peritoneum.
c. Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan laboratorium yang pertama dipertimbangkan adalah pemeriksaan darah
rutin dimana akan ditemukan leukositosis ( 11.000-25.000/mm3) dengan neutrofil batang
>70% dan anemia normokromik normositer. Akan tetapi, pada kasus yang kronik,
leukosistosis dapat saja tidak ditemui dan dijumpai anemia hipokrom mikrositer.
Pada pemeriksaan feses rutin dapat dijumpai leukosit, kista, dan bentuk trofozoit yang
mengandung eritrosit.
Pemeriksaan fungsi hati perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa banding, dan
mengetahui kronisitas penyakit. Pada abses hati yang akut dapat dijumpai peninggian SGOT.
Sementara itu, pada kasus yang kronik SGOT cenderung normal, akan tetapi terjadi
peningkatan SGPT. Akan tetapi pada beberapa kasus yang dilaporkan, tidak dijumpai
peninggian SGOT dan SGPT. Hiperbilirubinemia jarang terjadi kecuali abses mengakibatkan
kolestasis.
d. Radiologis:
Pada foro thorax dijumpai dome diafragma yang meninggi, hal ini dimungkinkan akibat
penekanan abses. Pada USG abdomen didapati lesi berbentuk bulata atupun oval, tunggal,
berbatas tegas dan hipoekoid. USG abdomen juga dapat mengkonfirmasi letak lobus.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnose banding selanjutnya
adalah alfafetoprotein (AFP) dimana nilai normalnya 0-20ng/ml. Apabila didapati AFP >
400ng/ml maka nilai ini sangat sugestif untuk penegakan diagnosa hepatoma.
e. Kriteria Penegakan Diagnosis ;
Terdapat beberapa acuan penegakan diagnosis yakni kriteria Ramachandra, kriteria
Sherlock, juga kriteria Lamont dan Pooler.
Kriteria Ramachandran ditegakkan abses hati bila didapatkan tiga atau lebih dari:
Hepatomegali yang nyeri tekan
Riwayat disentri
Leukositosis
Kelainan radiologis
Respons terhadap terapi amoebisid
Kriteria Sherlock yakni :
Hepatomegali yang nyeri tekan
Respon yang baik terhadap terapi amoebisid
Leukositosis
Peninggian diafragma kanan dengan pergerakan yang kurang
Aspirasi pus
Pada USG ditemukan rongga dalam hati
Tes hemaglutinasi positif
Kriteria Lamont dan Pooler ditegakkan abses hati bila didapatkan tiga atau lebih dari:
Hepatomegali yang nyeri
Kelainan hematologis
Kelainan radiologi
Pus amoebik
Tes serologi positif
Kelainan sidikan hati
Respon yang baik terhadap terapi amoebisid
f. Diagnosa banding
Diagnosa banding abses hati amebic adalah:
Abses hati piogenik: umumnya disebabkan apendisitis dan infeksi pada saluran empedu.
Dengan demikian, pada anamnesis perlu ditanyakn riwayat nyeri abdomen kanan bawah dan
riwayat sakit kuning sebelumnya
Kolesistisis
Kista hidatid : perlu ditanyakan kebiasaan makan dan adanya pengeluaran proglotid
Kolelitiasis ; perlu ditelusuri gambaran nyeri, sclera ikterik dan Murphy sign
Karsinoma sel hati primer
2.2.4 Penanganan
Terapi untuk pasien dengan abses hati amebic berupa medikamentosa, aspirasi
terapeutik, dan pembedahan.
Pemberian derivat nitroimidazole seperti metronidazole masih merupakan lini pertama
pengobatan abses hati amebik dengan dosis 3x750 mg selama 5-10 hari. Hal ini dikarenakan
kemampuannya sebagai agen amebiasis ekstraluminal. Akan tetapi obat ini tidak poten
terhadap kista (bentuk intraluminal) sehingga perlu dikombinasikan dengan Paramomycin
dengan dosis 4X500mg. Pilihan lainnya dapat pula ditambahkan atau diganti dengan
kloroquin fosfat dengan dosis 1gr/hari selama 2 hari dilanjutkan dengan 500mg/hari selama
20 hari. Hal ini dilakukan apabila setelah terapi metronidazole selama 5 hari tidak terdapat
perbaikan ataupun bila terdapat intoleransi. Obat lini kedua yang digunakan yakni
dihydroemetin 1-1,5mg/kgBB/hari secara intramuskular (maksimum 99gr/hari) selama 10
hari. Akan tetapi, yang terakhir disebutkan relatif toksik sehingga perlu kewaspadaan
pemakaian.
Tindakan aspirasi terapeutik diindikasikan apabila :
abses dikhawatirkan akan pecah ( terutama bila diameter >5 cm)
Tidak ada respon terhadap medikamentosa setelah 7 hari
Abses berada di lobus kiri memiliki risiko mudah pecah ke rongga peritoneum ataupun
pericardium
Tindakan pembedahan berupa drainase atau[un lobektomi dilakukan apabila :
Abses disertai komplikasi infeksi sekunder
Abses jelas menonjol ke abdomen atau ruang interkostla
Terapi medika mentosa dan aspirasi tidak berhasil
Rupture abses ke rongga perikardial/pleural/peritoneum
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi yang umumnya terjadi dapat berupa:
a. infeksi sekunder yang umumnya terjadi pada 10-20% kasus
b. ruptur abses menyebabkan perikarditis, pleuritis ataupun peritonitis
c. komplikasi vaskuler berupa ruptur abses ke dalam vena porta hepatica, saluran
empedu, ataupun traktus gastrointestinal
d. parasitemia dan amebiasis serebral dimana parasit masuk ke alirand arah sistemik dan
menginvasi organ lain misalnya otak yang memberikan gambaran klinik lesi fokal
intrakranial.
2.2.6 Tatalaksana
Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis yakni virulensi parasit, status imunitas
dan keadaan nutrisi pasien, usia pasien dimana prognosis lebih buruk pada usia tua, kronisitas
penyakit dimana tipe akut memiliki prognosis yang lebih buruk, letak dan jumlah abses,
prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple.
Sejak digunakannnya pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin,
mortalitas menurun secara tajam. Penyebab mortalitas umumnya adalah sepsis ataupun
sindrom hepatorenal.