Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Jepang sendiri menjadi suatu negara yang kuat dan agresif sesudah
revolusi politik dan ekonomi sejak apa yang dinamakan Restorasi Meiji.
Jepang berkembang sebagai negara industri dan kapitalis yang kuat. Pada
masa Jepang masih menjadi permainan kekuatan-kekuatan Barat Besar,
yaitu dibuka pintunya oleh Commodore Perry, penduduknya hanya
berjumlah kurang dari 30 juta jiwa dan sekitar tahun 1930 penduduk ini
berjumlah 70 juta jiwa, dengan kira-kira hanya 500 ribu orang Jepang yang
tersebar di daerah-daerah jajahannya atau berimigrasi ke daerah-daerah lain.
Hanya industri yang dapat menampung pertambahan penduduk yang
demikian hebat. Penanaman modal Jepang juga menunjukkan angka-angka
yang meningkat. Pada akhir perang Cina-Jepang (1895), modal yang
ditanam berjumlah 308 juta yen, sedangkan pada tahun 1930 berjumlah
13.790.758 .000 yen, meningkat hampir seratus kali. Modal perdagangannya
dalam tahun 1930, sejak 1895, meningkat lima puluh kali. Setengah dari
jumlah modal penanaman ini, ditanamkan pada pabrik-pabrik dan
pertambangan, dan sebagian besar lainnya pada perbankan dan perdagangan.
Perkembangan industri di Jepang ini sayangnya tidak diikuti oleh
perubahan-perubahan sosial atau perubahan-perubahan struktur dalam
masyarakatnya. Malahan perkembangan industri dan modal ini terjadi atas
dasar masyarakat lama yaitu feodalisme, dan struktur feodalisme ini sedikit
banyak memungkinkan perkembangan yang pesat. Modal Jepang di tangan
beberapa firma atau clan (klan) yang sudah tua dan bersifat feudal, misalnya
Sumitomo Company, Mitsui Company berasal dari abad pertengahan, dan
1
kepentingan
memperlihatkan
industri,
permusuhan
perdagangan,
antar-klan,
yang
dan
agraria
juga
masing-masing
juga
Struktur
sosial
masyarakat
dan
persoalan
penyewaan
tanah
dan
perusahannya.
konkuensi
sehingga
terpaksa
menggulung
Perkembangan-perkembangan
tersebut
ujung Semenanjung Liandong yang disewa dari Cina. Armada Timur Jauh
Rusia yang terjebak di Port Arthur tidak dapat keluar dari pangkalannya,
sehingga Rusia mendatangkan bala bantuan dengan mengirimkan Armada
Baltik yang terpaksa mengelilingi separuh dunia untuk mencapai Port
Arthur. Namun sudah jauh-jauh berlayar, armada yang kelelahan ini dicegat
dan dihancurkan di Selat Tsuhima oleh armada Jepang yang dipimpin
Laksamana Heihachiro Togo pada musim semi 1905. Bala tentara Jepang
setelah merebut Linadong, kemudian berusaha masuk lebih jauh kedalam
wilayah Manchuria.
Setahun kemudian, Jepang berkuasa atas wilayah Manchuria bahkan
sampai ke Pulau Sakhalin Selatan. Keberhasilan ini sangat mengagumkan
bagi sebagian negara Asia dan dianggap sebagai awal kebangkitan Asia.
Dengan demikian, ancaman Rusia di Manchuria pun dapat disingkirkan dan
sekaligus Jepang dapat menempatkan seorang wali atau resident general di
Korea, yaitu Hirobumi Ito yang langsung berusaha mengubah Korea sebagai
negara pengaruh Jepang. Tetapi usaha ini gagal karena dibunuh oleh seorang
patriot Korea pada 1909. Akibat pembunuhan ini, Jepang murka dan
Semenanjung Korea pun resmi dianeksasi sebagai wilayah Jepang pada 1910
( Himawan Soetanto et al, 2010 : 71 72 )
Dari tahun 1920 sampai 1930, negara-negara Barat berhasil
mengekang Jepang. Jepang pada tahun 1920-an itu mengalami kesalahankesalahan diplomatik di lapangan internasional. Kekuatan negara-negara
Barat agak terlalu besar untuk dihadapi dan Jepang sendiri di dalam negeri
diperintah oleh partai politik pemilik modal dan golongan yang lebih hatihati dalam politik ekspansi. Pimpinan angkatan bersenjatanya juga masih di
6
daripada Jepang adalah pembentukan perdamaian dunia sesuai dengan citacita Hakko Ichi-u tersebut, tetapi agaknya intisarinya adalah pembentukan
suatu lingkungan yang didominasi oleh Jepang yang meliputi bagian-bagian
besar dunia. Tertib dunia atau lingkungan kemakmuran bersama yang
baru ini akan dicapai dalam beberapa tahap. Tahap pertama dicapai selama
Perang Dunia II dengan jalan melancarkan beberapa langkah politik global
yang, jika perlu, disokong oleh kekuatan militer. Tahap pertama ini meliputi
pembentukan lingkungan kemakmuran bersama yang terkecil, yang
disebut Lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya yang
mencakup apa yang sekarang menjadi Asia Tenggara dengan Jepang, Cina
dan Mancukuo sebagai tulang punggungnya. Adapun pengembangan yang
paling luas daripada lingkungan kemakmuran bersama itu akan mencakup
tempat-tempat yang berjauhan seperi Sri Langka, Australia, Selandia Baru,
seluruh Oseania (termasuk Hawai), dan bahkan bagian-bagian Benua
Amerika seperti Alaska dan negara-negara kecil di Amerika Tengah.
Halangan utama terhadap ambisi-ambisi Jepang tersebut adalah Amerika
Serikat yang meskipun pada waktu itu masih netral, namun telah
memberikan segala macam bantuan kecuali intervensi bersenjata kepada
pihak Serikat.
Pada tanggal 11 Mei 1940, sehari setelah Jerman-Nazi menyerbu
negeri Belanda, menteri luar negeri Amerika Serikat mengeluarkan
pernyataan bahwa Banyak negara, di antaranya Jepang, telah mengikatkan
diri untuk menghormati status Hindia Belanda, dan bahwa setiap gangguan
terhadapnya akan merugikan perdamaian dan keamanan seluruh wilayah
Pasifik. Sehari sebelumnya menteri luar negeri Amerika Serikat telah
mengusulkan
kepada
menteri
luar
negeri
Inggris
supaya
kedua
11
yang
13
Pers
dan
suara-suara pergerakan
Indonesia
juga
mengambil
untuk
mengajukan
tuntutan-tuntutan
demikian.
Selain
itu,
melakukan
pekerjaan-pekerjaan
spionase
di
Indonesia.
mereka dalam bulan Juni 1940 bahwa 2.000 serdadu Inggris telah mendarat
di Jawa (berdasarkan laporan seorang wartawan Jepang yang mendengar
seorang serdadu Belanda berbahasa Inggris di suatu toko di pedalaman
Jawa). Angka 2.000 tentara Inggris ini oleh DOMEI (pusat berita Jepang)
dijadikan 20.000 tentara Inggris. Insiden-insiden dengan kapal-kapal nelayan
juga dibesar-besarkan
SAITO, yang mengambil peranan yang sangat penting dalam agitasi ini
untuk menyebabkan suatu keadaan histeris perang seperti yang termuat
dalam berita darinya : Penembakan membabi-buta oleh Angkatan Laut
Belanda terhadap kapal-kapal nelayan Jepang yang tak berdaya (1 Mei 1940
di Riau ) Bayangan ancaman perang dan serangan terhadap Hindia
Belanda terus berjalan selama perundingan.
Dalam misi Kobayashi ikut serta seorang agent-provacateur Jepang
yang tersohor; Katsujiro Kizaki, yang juga mengambil peranan dalam
menimbulkan insiden dalam perundingan-perundingan tahun 1934, yaitu
dengan menyuruh merusak suatu toko Belanda di Osaka. Selama
perundingan-perundingan dengan misi Kobayashi, insiden-insiden semacam
itu di Hindia Belanda dapat dibatasi dan hanya berjumlah kecil, entah karena
Kobayashi melarangnya atau karena awasnya polisi Hindia Belanda. Namun
hal ini toh menyukarkan dan menimbulkan keringat dingin di pihak Belanda
( Onghokham, 2014 : 48 54 )
daripada
Persoalan
Soviet
serta
(3)
Pemerintahan
minimum dan di Cina tidak ada operasi-operasi militer yang sangat besar
yang sedang dijalankan.
Keputusan untuk perang diambil pada suatu konperensi penghubung
lain yang diselenggarakan pada tanggal 27 November. Keputusan itu
disahkan pada suatu Konperensi Kemaharajaan pada tanggal 1 Desember
1942 ( Nugroho Notosusanto, 1979 : 17 21 )
Setelah keputusan Koperensi Kemaharajaan pada tanggal 6 September
1941 bahwa Jepang harus mempersiapkan diri untuk perang. Angkatan Darat
mulai mengadakan persiapan-persiapan bagi kampanye di Asia Tenggara.
Persiapan-persiapan itu diakhiri pada ujung bulan Oktober, dan pada tanggal
6 November Markas Besar Kemaharajaan membentuk jajaran Tentara
Umum Selatan (biasanya disingkat menjadi Nampo Gun atau Tentara
Selatan) di bawah komando Jenderal (kemudian Marsekal Darat) Terauchi
Hisaichi)
Di bawah Tentara Selatan terdapat beberapa satuan bawahan yakni
Tentara Keempat belas di bawah Letnan Jenderal Homma Masaharu dengan
Filipina sebagai daerah operasinya. Tentara kelima belas di bawah Letnan
Jenderal Lida Shojiro di Muangthai dan Birma sebagai wilayah operasinya.
Tentara Keenam belas di bawah Letnan Jenderal Imamura Hitoshi dengan
Indonesia sebagai daerah operasinya dan Tentara Kedua puluh lima di bawah
Letnan Jenderal Yamashita Tomoyuki dengan Malaya sebagi daerah
operasinya. Di samping itu ada satuan-satuan lain yang langsung berada di
bawah Panglima Tentara Selatan seperti Divisi Udara Ke-3 di bawah Letnan
Jenderal Sugawara Mihio, Divisi Udara Ke-5 di bawah Letnan Jenderal
21
Obata Eiryo, dan Divisi Ke-21 yang berdiri sendiri di bawah Letnan Jenderal
Tanaka Hisaichi serta beberapa satuan kecil lainnya.
Pada waktu Imamura membawahkan Divisi Ke-2 di bawah Mayor
Jenderal Maruyama Masao, Divisi ke-39 di bawah Mayor Jenderal Sano
Tadayoshi, Divisi ke-48 di bawah Mayor Jenderal Tsuchihashi Yuetsu dan
Detasemen Sakaguhi di bawah Mayor Jenderal Sakaguhi Shizuo. Divisi ke-2
(yang diikuti oleh Staf Tentara Keenam belas) ditugaskan untuk merebut
Jawa Barat, dan baik Panglima maupun Kepala Staf Mayor Jenderal Okazaki
Seizaburo mendarat dengan satuan-satuan divisi ini di Banten, dari Divisi
Ke-38 satu brigade lainnya ditugaskan ke Palembang; satuan-satuan lain dari
divisi ini dibawah Kolonel Shoji mendarat di Eretan (sebelah barat irebon di
Jawa Barat) dan kemudian merebut Lapangan Udara Kalijati. Adapun Divisi
Ke-48 mendarat di Kragan (Jawa Tengah) dan selanjutnya menduduki Jawa
Timur. Detasemen Sakaguhi pertama kali mendarat di Kalimantan Timur
merebut Tarakan, kemudian terus ke Balikpapan dan selanjutnya ke
Bajarmasin dan akhirnya menggabungkan diri kepada Divisi ke-48 di
Kragan untuk menyerang menuju Bandar Cilacap.
Satuan-satuan Angkatan Laut yang digunakan dalam kampanye di
Asia Tenggara adalah dari Armada Selatan di bawah Laksamana Madya
Kondo Nobutake yang membawahi Armada Ke-2, Armada Ke-3, Armada
Ekspedisi Selatan dan Armada Udara Ke-11. Untuk mengangkut pelbagai
satuan Tentara Keenam belas ke Jawa sebagai sasaran terakhir, dibentuk
sebuyah angkatan tugas di bawah Laksamana Madya Takahashi Ibo,
angkatan-tugas ini dibagi atas dua gugus-tugas yang satunya terdiri atas 41
pengakut dikawal oleh dua flotia perusak dan diberi tabir oleh sebuah flotilla
22
lain yang terdiri atas satu divisi penjelajah dan satu divisi perusak. Terdapat
pula tiga kapal induk, satu divisi penyapu ranjau dan satu divisi buru-selam.
Setelah konsolidasi pasukan-pasukannya, pihak Jepang melakukan
reorganisasi di dalam jajaran Tentara Selatan. Tiga homen gun atau tentara
wilayah dibentuk, satu buat Birma dan dua untuk Indonesia dan Malaysia.
Tentara Keempat belas di Filipina dan Tentara Garnisum di Muangthai
langsung di bawah Panglima Tentara Selatan. Tentara-tentara di Indonesia
disusun sebagai berikut : dibawah Tentara Wilayah Ketujuh pimpinan
Jenderal Itaguki Seishiro (markas besar di Singapura) terdapat Tentara
Keenam belas (Jawa), Tentara Kedua puluh lima (Sumatera), Tentara Kedua
puluh sembilan (Malaya dan Singapura) dan Tentara Garnisum di Kalimatan.
Di bawah Tentara Wilayah Kedua pimpinan Jenderal Anami Korechika
(kemudian diganti oleh Letnan Jenderal Jimura Jo) markas besar di Davao,
kemudian Manado) terdapat pasukan-pasukan di Indonesia bagian timur
yakni Tentara Kesembilan belas (Maluku), Tentara Kedua (Irian Utara ),
Divisi ke-32) dan Brigade Ke-125 juga di Irian Utara )dan Brigade Ke-57 di
Sulawesi Utara.
Tentara wilayah ini, berlainan dengan Tentara Wilayah Ketujuh, tidak
mempunyai tanggung jawab administratif. Seperti yang kemudian akan di
sampaikan, di Kalimantan dan Indonesia bagian timur pemerintahan militer
dilakukan oleh Angkatan Laut. Satuan-satuan Angkatan Darat di sana hanya
bertugas untuk menghadapi kemungkinan dilancarkannya serangan balas
dari Australia.
23
24
serangan
laut
Jepang. ABDACOM
(Sekutu)
membentuk
torpedo
Jepang
mengakibatkan
Karel
Doorman
ucapan
selamat
kepada
Imamura
atas
keberhasilan
32
dan
rute
selatan
sebagai
kolonisator.
Belanda
yang
hadir
hanya
dapat
bagi
Indische
Burgerij.
Susuhunan
katanya
tidak
bisa
Yogykarata tidak terjadi apa-apa di sana keadaan tetap tentram sebab sultan
mencegah segala kegoncangan dan melindungi orang-orang Belanda dalam
detik kekalahannya. Suatu sikap yang sangat dipuji Belanda tetapi
diinterprestasi salah, oleh karena sendiri. Seakan-akan sultan muda itu pro
Belanda. Peristiwa-peristiwa di Jawa Timur sepanjang pantai Pulau Jawa
tidak kurang seram. Kota-kota besar ternyata lebih aman daripada kota-kota
kecil dan pegunungan-pegunungan tidak aman sebaliknya diperkirakan
karena bahaya pengeboman terhadap kota-kota besar pada zaman perang. Di
kota-kota kecil terjadi kegoncangan dan dirasakan kekosongan kewibawaan
sehingga terjadi huru-hara terhadap Indische Burgerij.
Kerusuhan-kerusuhan terjadi sampai di sana-sini, tentara Jepang
mengembalikan kekuasaan setempat dan mendukungnya dengan bayonetbayonet yang sama seperti stadswacht. Terlaksanalah di sana-sini eksekusieksekusi dan lain-lain, biarpun pada permulaan mereka membiarkan kadangkadang terjadinya perampokan dan lain-lain ataupun menganjurkannya.
Tetapi tiap pemerintah memerlukan tata tentram dan ini dikembalikan
dengan keras dan cepat ( Onghokham , 2015 : 370 376 )
39