Vous êtes sur la page 1sur 11

LINGKUNGAN BISNIS DAN HUKUM KOMERSIAL

PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINANNYA &


PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HUKUM BISNIS SERTA
PEMBUKTIANNYA

NAMA :
AULYA AGUSTIN DWI ANDHINI

(1306498241)

CLASS : F13/2S

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS INDONESIA

Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi
Program Studi Magister Akuntansi Pendidikan Profesi Akuntansi
STATEMENT OF AUTHORSHIP
Saya/kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir
adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain, kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami
menggunakannya.
Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan
atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Nama Mahasiswa

: AULYA AGUSTIN DWI ANDHINI (1306498241)

Kelas

: F13- 2S

Mata Ajar
KOMERSIAL

: LINGKUNGAN BISNIS DAN HUKUM

Judul Makalah/Tugas

: PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINANNYA &


PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HUKUM
BISNIS SERTA PEMBUKTIANNYA

Hari, Tanggal

: SABTU, 7 MARET 2015

Nama Pengajar

: DR. YUNUS HUSEIN

Tandatangan

AULYA AGUSTIN DWI ANDHINI

PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINANNYA


1. Apa perbedaan antara perjanjian kredit dan pinjam meminjam? Jelaskan!
NO

PEMBEDA

PERJANJIAN KREDIT
Berdasarkan Undang-undang Nomor
10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 11, Kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan
persetujuan
atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga.

PINJAM MEMINJAM
Beradasarkan buku ke III bab XIII
KUH Perdata. Terdapat dalam
pasal
1754
KUH
Perdata,
Perjanjian pinjam-meminjam ialah
perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah
tertentu
barang-barang
yang
menghabis karena pemakaian,
dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan
ini
akan
mengembalikan sejumlah yang
sama dari macam dan keadaan
yang sama pula.

Pengertian

Tujuan

Perjanjian kredit selalu bertujuan, dan


tujuan tersebut biasanya berkaitan
dengan
program
pembangunan,
biasanya dalam pemberian kredit sudah
ditentukan tujuan penggunaan uang
yang akan diterima

Sedangkan
dalam
perjanjian
pinjam-meminjam
tidak
ada
ketentuan tersebut dan debitur
dapat
menggunakan
uangnya
secara bebas

Pemberi kredit

Dalam
perjanjian
kredit
sudah
ditentukan bahwa pemberi kredit
adalah bank atau lembaga pembiayaan,
dan tidak dimungkinkan diberikan oleh
individu

Sedangkan
dalam
perjanjian
pinjam-meminjam
pemberian
pinjaman dapat diberikan oleh
individu

Pada perjanjian kredit telah ditentukan


bahwa pengembalian uang pinjaman itu
harus disertai bunga, imbalan atau
pembagian hasil

Sedangkan
dalam
perjanjian
pinjam-meminjam hanya berupa
bunga saja dan bunga ini pun baru
ada apabila diperjanjikan

Bank harus mempunyai keyakinan


akan kemampuan debitur untuk
melunasi kredit yang diformulasikan
dalam bentuk jaminan baik materiil
maupun immaterial

Jaminan merupakan pengamanan


bagi kepastian pelunasan hutang
dan ini pun baru ada bila
diperjanjikan

Jaminan

2. Jelaskan apa boleh kredit tanpa agunan?


Bank atau lembaga pembiayaan tidak boleh memberikan kredit tanpa agunan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (23) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan), agunan adalah jaminan
tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian
fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
3

Selanjutnya berdasarkan penjelasan Pasal 8 ayat (1) Kredit atau pembiayaan


berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga
dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko
tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk
melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting
yang harus diperhatikan oleh bank.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan
prospek usaha dari Nasabah Debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu
unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat
diperoleh keyakinan atas kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya,
agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan
kredit yang bersangkutan.
3. Apa perbedaan antara bank komersial dan bank syariah?
NO

PEMBEDA

BANK KOMERSIAL

BANK SYARIAH

Falsafah

Berdasarkan atas bunga. Nilai uang


masa sekarang berbeda dengan nilai
mata uang masa yang akan datang
(time value of money)

Tidak
berdasarkan
bunga
spekulasi dan ketidakjelasan.
Nilai uang masa sekarang dan
masa yang akan datang

Visi dan Misi Bisnis

Tujuan profit oriented

Aspek social dinyatakan secara


tegas dalam visi dan misi

Modal Disetor

Minimal Rp3 triliun

Minimal Rp1 triliun

Governance
Board of Director dan Board of
Structure/Organisasi Commisioner saja

Harus ada lembaga


Pengawas Syariah

Hubungan dengan
nasabah

Nasabah sebagai debitur

Nasabah sebagai mitra (posisi


sejajar)

Ruang lingkup
Usaha

Hanya menjual produk perbankan

Ruang lingkup usaha lebih luas


sebab mencakup jual beli juga

Prinsip
Usaha/Operasional

Bunga (baik
kerja/investasi)

Pasar Uang

Pasar Uang Antar Bank

Pasar Uang antar Bank Syariah


(PUAS)

Piranti/instrument
moneter

Sertifikat Bank Indonesia

10

Risk Management

Terdapat 8 jenis risiko, yaitu risiko:


a. Kredit;
b. Operasional;
c. Reputasi;
d. Pasar;

Sertifikat
Bank
Indonesia
Syariah
Terdapat 10 jenis risiko, yaitu
risiko:
a. Kredit;
b. Operasional;
c. Reputasi;

konsumtif,

Dewan

modal Bagi hasil (mudharabah &


musyarakah),
jual
beli
(murabahah, salam, istishna,
ijarah), dan jasa (qordh, hawalah,
kafalah, wakalah, rahn)

NO

PEMBEDA
e.
f.
g.
h.

BANK KOMERSIAL
Likuiditas;
Strategic;
Hukum;
Kepatuhan.

d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

BANK SYARIAH
Pasar;
Likuiditas;
Strategic;
Hukum;
Kepatuhan;
Investasi;
Musyarakah/bagi hasil/joint
venture.

11

Penjaminan

Penjaminan sebesar maksimal Rp2 Tidak ada batasan penjaminan


miliar dengan bunga pinjaman

12

Cara menentukan
bunga

Bunga ditentukan di awal perjanjian

Tidak boleh menentukan bunga


atau sesuau yang belum pasti

4. Apa larangan dan pembatasan kredit? Jelaskan!


Terdapat 7 pembatasan dan larangan perkreditan, yaitu:
a. BMPK (Batas maksimum pemberian kredit)
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 jo. Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit Bank Umum (PBI BMPK), BMPK diartikan sebagai persentase maksimum
penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal Bank.
b. Kredit Kepada Non-Residen
Berdasarkan Peraturan BI Nomor 7/14/PBI 2005 tentang pembatasan transaksi
rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh bank, bank dilarang melakukan
transaksi yaitu diantaranya pemberian Kredit dalam rupiah dan atau valuta asing.
c. Kredit Untuk Jual Beli Saham
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direksi Bank Indonesia Nomor
23/70/KEP/DIR dan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor 23/3/UKU,
keduanya tertanggal 28 Februari 1991, yang mengatur pembatasan pemberian
kredit untuk pembelian dan pemilikan saham oleh bank. Bank tidak
diperkenankan atau dilarang untuk:
1) Memberikan kredit untuk membiayai pembelian saham atau modal kerja

dalam rangka kegiatan jual beli saham, kecuali untuk pemberian kredit
investasi untuk pembiayaan barang modal (aktiva tetap atau bergerak) yang
diperlukan oleh perusahaan untuk melakukan kegiatan jual beli saham atau
pembelian obligasi yang diperdagangkan di pasar modal;
2) Memiliki saham yang tidak dimaksudkan sebagai penyertaan.

d. Kredit Untuk Setoran Marjin Deposit Transaksi Derivatif


Pengertian transaksi derivatif berdasarkan SE BI Nomor 28/15/UD tanggal 18
Februari 1996 adalah suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya
merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai
tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa
pergerakan dana. Pihak bank hanya boleh ikut dalam transaksi derivatif dengan
dibatasi pada transaksi derivatif yang berkaitan dengan valuta asing (nilai tukar)
dan suku bunga. Adapun transaksi derivatif yang berkaitan dengan saham hanya
5

dapat dilakukan atas izin BI secara kasus per kasus. Transaksi derivatif yang
dilarang dalam kaitannya dengan nasabah bank adalah:
1) Bank dilarang memelihara posisi atas transaksi derivatif yang dilakukan oleh

nasabah grup dari bank, direksi, komisaris, pegawai atau pemilik bank yang
bersangkutan.
2) Bank dilarang memberikan fasilitas kredit dan cerukan (overdraft) dalam

rangka kewajiban pemenuhan margin deposit nasabah untuk keperluan


transaksi derivatif kepada nasabah (vide Pasal 6 ayat (2) SK Direksi BI No.
28/119/KEP/DIR tanggal 29 Desember 1995 tentang Transaksi Derivatif).
e. Kredit Untuk Pembelian Tanah
Berdasarkan SK Direksi BI No. 30/46/KEP/DIR dan SE BI No. 30/2/UK masingmasing tanggal 7 Juli 1997 tentang Pembatasan Pemberian Kredit oleh Bank
Umum untuk Pembiayaan Pengadaan dan atau Pengolahan Tanah, pokok-pokok
ketentuan yang diatur dalam kaitannya dengan pembiayaan pengadaan dan atau
pengolahan tanah antara lain Bank dilarang memberikan kredit kepada
pengembang, baik secara langsung maupun tidak langsung dan atau
membeli/menjamin surat berharga dari pengembang untuk pembiayaan pengadaan
dan atau pengolahan tanah.
Pemberian kredit secara langsung adalah pemberian kredit oleh bank langsung
kepada pengembang, sedangkan pemberian kredit secara tidak langsung adalah
pemberian kredit oleh bank kepada pihak lain yang secara efektif dapat
dimanfaatkan oleh pengembang untuk pembiayaan pengadaan dan atau
pengolahan tanah.
f. Pelunasan Kredit Dengan Commercial Paper (CP)
Berdasarkan SK Direksi BI No. 28/52/KEP/DIR tanggal 11 Agustus 1995,
Pembelian CP oleh Bank tidak dapat diperhitungkan sebagai angsuran atau
pelunasan kredit debitur. Bank dilarang bertindak sebagai arranger, agen penerbit,
dealer, agen pembayaran dan pembeli dari CP yang diterbitkan oleh pihak terkait
dengan bank, debitur yang memiliki kolektibilitas diragukan dan macet. Bank
dilarang membeli CP sebab CP mengandung resiko besar karena tiada jaminan
apapun. Bank umum yang terlibat dalam penerbitan dan perdagangan CP hanya
dapat melakukannya bagi CP yang termasuk Investment Grade, yaitu CP yang
diterbitkan oleh perusahaan bukan bank yang berbadan hukum Indonesia dengan
peringkat sekurang-kurangnya mencerminkan kemampuan untuk membayar
kembali hutang jangka pendeknya secara memadai.
g. Kredit Untuk Pembiayaan Yang bertentangan Dengan UU
5. Apa restrukturisasi kredit dan apa yang dilakukan dengan restrukturisasi
kredit?
Berdasarkan Ketentuan Restrukturisasi Kredit menurut PBI 7/2/PBI/2005 tanggal
20/01/2005, Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan
bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami
kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain
melalui:
a. Penurunan suku bunga kredit;
b. Perpanjangan jangka waktu;
c. Pengurangan tunggakan bunga kredit;
6

d. Pengurangan tunggakan pokok kredit;


e. Penambahan fasilitas kredit, dan atau;
f.

Konversi kredit menjadi penyertaan Modal Sementara.

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HUKUM BISNIS SERTA


PEMBUKTIANNYA

1. Apa perbedaan antara litigasi dan non litigasi? Jelaskan!


Perbedaan Litigasi dan Non Litigasi
Mediasi
Litigasi
Nonlitigasi
a. Dasar hukum
a. Dasar hukum
Mempunyai dasar hukum yang jelas,
Dasar hukumnya tidak tertulis secara
misalnya : PerMA (1) tahun 2008 dan
rapi, misalnya berdasarkan pada
juncto PerMA (2) 2003,
kearifan local maupun pada budayabudaya suatu masyarakat tertentu.
b. Jenis
Mediasi
yang
dilaksanakan
pengadilan (melalui jalur formal)

b. Jenis
di
Mediasi yang dilakukan di
pengadilan (bukan jalur formal)

luar

c. Tempat mediasi
c. Tempat mediasi
Biasanya, mediasi litigasi hanya
Melalui proses yang panjang, dan
dilakukan di dalam Pengadilan, tidak
tidak hanya dilakukan di ruang
meliputi tahapan-tahapan yang panjang.
pengadilan saja, bisa saja dilakukan di
mana tempat yang disetujui oleh
kedua belah pihak.
d. Memiliki masa kerja yaitu maksimal 40 d. Tidak memiliki masa kerja yang
hari ditambah dengan 14 hari.
ditentukan, semakin cepat ditangani
maka semakin cepat selesai, dan
semakin lama proses mediasi maka
semakin berlarut permasalahan yang
dihadapi.
Advokasi

a. Dasar hokum
UU No. 18 tahun 2003 tentang advokat

b. Tempat
Advokasi litigasi
pengadilan

dilaksanakan

a. Dasar hukum

UU 14 Tahun 1970, Penyelesaian


perkara di luar pengadilan atas dasar
perdamaian atau melalui wasit
(arbitrase)
b. Tempat
di
Advokasi non litigasi dilaksanakan di
luar pengadilan

c. Waktu pelaksanaan
c. Waktu pelaksanaan
Relative lama dan bertele-tele, serta
Relative singkat, serta dapat memilih
tidak dapat memilih waktu sesuai
waktu sesuai dengan yang diinginkan.
keinginan.

2. Sebutkan alat bukti yang ada di gugatan perdata? Jelaskan!


Berdasarkan ketentuan Pasal 164 HIR dan 284 Rbg serta Pasal 1886 KUHPerdata ada
lima alat bukti dalam perkara perdata di Indonesia, yaitu:
a. alat bukti tertulis
Alat bukti tertulis atau surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda bacaan
yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan
buah pikiran seseorang yang ditujukan untuk dirinya dan atau pikiran
seseorang yang ditujukan untuk dirinya dan orang lain yang dapat digunakan
untuk alat pembuktian. Ada dua macam alat bukti tertulis atau surat, yaitu:
1) Surat yang bukan akta, dan
2) Surat yang berupa akta; yang dapat dibagi lagi atas:
a) Akta Otentik; dan
b) Akta dibawah tangan.
b. alat bukti saksi

Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak


dikecualikan oleh undang-undang (Pasal 1895 KUHPerdata). Tiap kesaksian harus
disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya. Pendapat
maupun dugaan khusus, yang diperoleh dengan memakai pikiran, bukanlah suatu
kesaksian (Pasal 1907 KUHPer, Pasal 171 HIR). Dengan kata lain, Saksi adalah
seseorang yang melihat, mengalami atau mendengar sendiri kejadian (atau
peristiwa hukum) yang diperkarakan. Testimonium de auditu (kesaksian de
auditu) adalah keterangan yang saksi peroleh dari orang lain, ia tidak
mendengarnya atau mengalaminya sendiri, hanya ia dengar dari orang lain tentang
kejadian itu. Pada prinsipnya, testimonium de auditu tidak dapat diterima sebagai
alat bukti. Keterangan seorang saksi saja tanpa alat bukti lain tidak dapat
dipercaya, disebut juga Unus testis nullus testis (Pasal 1905 KUHPer, Pasal 169
HIR).
Yang tidak dapat didengar sebagai saksi, yaitu (Pasal 145 HIR):
1) Keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah atu pihak menurut garis
lurus;
2) Suami atau isteri salah satu pihak, meskipun telah bercerai;
3) Anak Anak- anak yang belum cukup berumur 15 tahun;

4) Orang gila, walaupun kadang- kadang ingatannya terang.


c. alat bukti persangkaaan

Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik
dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak
diketahui umum (Pasal 1915 KUHPerdata, Pasal 173 HIR, Pasal 310 RBg).
Persangkaan undang-undang atau persangkaan hukum adalah persangkaan
berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang berkenaan atau berhubungan
9

dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu (Pasal 1916 KUHPer).


Persangkaan-persangkaan semacam ini, antara lain:
1) perbuatan yang oleh UU dinyatakan batal, karena semata-mata demi sifat dan
wujudnya dianggap telah dilakukan untuk menyelundupi suatu ketentuan UU.
2) Perbuatan yang oleh UU diterangkan bahwa hak milik atau pembebasan utang
disimpulkan dari keadaan tertentu.
3) Kekuatan yang oleh UU diberikan kepada suatu putusan hakim yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
4) Kekuatan yang oleh UU diberikan kepada pengakuan atau sumpah salah satu
pihak.
Persangkaan Hakim adalah persangkaan berdasarkan kenyataan atau fakta
(fetelijke vermoeden) atau presumptiones facti yang bersumber dari fakta yang
terbukti dalam persidangan sebagai titik tolak menyusun persangkaan (Pasal 1922
KUHPer, Pasal 173 HIR).
d. alat bukti pengakuan

Berdasarkan Pasal 1923 KUHPer dan Pasal 174 HIR Pengakuan adalah
pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain
dalam proses pemeriksaan suatu perkara.Pernyataan atau keterangan itu
dilakukan di muka hakim atau dalam sidang pengadilan. Keterangan itu
merupakan pengakuan, bahwa apa yang didalilkan atau yang dikemukakan pihak
lawan benar untuk keseluruhan atau sebagian.
e. alat bukti sumpah

Sumpah sebagai alat bukti adalah suatu keterangan atau pernyatan yang dikuatkan
atas nama Tuhan, dengan tujuan agar orang yang bersumpah dalam memberi
keterangan atau pernyataan itu takut atas murka Tuhan apabila dia berbohong
serta takut kepada murka atau hukuman Tuhan, dianggap sebagai daya pendorong
bagi yang bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya.
Ada 2 macam sumpah, yaitu:
1) sumpah yang dibebankan oleh hakim
2) sumpah yang dimohonkan pihak lawan.
Apabila sumpah telah diucapkan, hakim tidak diperkenankan lagi untuk meminta
bukti tambahan dari orang yang disumpah itu, yaitu perihal dalil yang dikuatkan
dengan sumpah termaksud (Pasal 177 HIR).
3. Mengapa satu orang saksi tidak dapat dianggap cukup untuk memutuskan
kasus perdata? Jelaskan!
Menurut Pasal 169 HIR dan Pasal 1905 KUH Perdata, keterangan seorang saksi saja
tidak dapat dipercaya, sehingga minimal dua orang saksi (unus testis nullus
testis) harus dipenuhi atau ditambah alat bukti lain.
10

4. Apa perbedaan antara kebenaran yang ingin dicapai dalam perkara pidana dan
perdata?
Kebenaran yang ingin dicapai dalam hukum acara perdata adalah kebenaran formil,
yaitu kebenaran yang hanya didasarkan pada formalitas-formalitas hukum, sementara
kebenaran kebenaran yang diautamakan dalam hukum acara pidana adalah kebenaran
materil, yaitu yang bukan hanya memerlukan formalitas hukum, akan tetapi harus
ditunjang pula dengan pengujian terhadap formallitas hukum itu dimuka siding
pengadilan, dan fakta-fakta yang ditemukan dalam siding pengadilan menjadi bahan
masukan bagi hakim dalam memutuskan perkara.
Sedangkan Kebenaran yang ingin dicapai dalam hukum acara pidana adalah mencari
kebenaran materiil yaitu mencari kebenaran sesungguhnya yang tidak terbatas pada
apa saja yang telah dilakukan oleh Terdakwa. Melainkan harus diselidi pula sampai
pada latar belakang perbuatan terdakwa. Hakim mencari kebenaran materiil secara
mutlak dan tuntas.
5. Bagaimana menurut saudara penegakan hukum (legal certainty) di Indonesia?

Jelaskan!
Bahwa Hukum dan penegakannya saat ini masih menciptakan legal Gaps
dalam masyarakat karena alasan sebagai berikut:
a. Belum tersentuhnya nilai moral dan

keadilan pada elit politik dalam membuat


peraturan dan Penyelenggara
Negara didalam menegakan Hukum.
Semuanya yang seharusnya memasukkan unsur nilai-nilai hukum yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat di dalam melegalisasi hukum sebagai Undangundang,
sehingga,
hukum belum
tercipta dan berfungsi sebagai norma yang mampu mencapai tujuan
bersama
masyarakat secara keseluruhan terutama pada lapisan masyarakat dari kalangan
bawah yang
masih merasakan betapa mahalnya
harga sebuah
keadilan. Masyarakat masih merasakan ketidakpuasan atas hukum yang
dikeluarkan oleh Negara ini sebagai suatu produk komoditi politik.

b. Peraturan yang diciptakan belum mampu menciptakan hukum sebagai instrumen

untuk
membangun
struktur
kehidupan
yang
efisien,
dan
membentuk sebuah institusi yang baik serta bersih dari campur tangan politik dan
kepentingan manapun. Termasuk di dalamnya adalah unsur penegak hukum dan
penyelenggara
Negara
yang
belum
dapat
bersikap
fair
dan objektif didalam penegakan hukumnya. Dalam artian, hukum yang diciptakan
tersebut belum dapat dijadikan alat untuk membersihkan dan menetralisir para
penegak hukum dari seluruh institusi yang terkait didalam menjalankan tugasnya
sebagai penegak hukum dari kepentingan tertentu dan budaya sinten dan
pinten (dalam lingkup Peradilan).
c. Hukum

yang berlaku belum dapat mengakomodir harapan dan cita-cita


masyarakat menuju masyarakat yang sejahtera, aman dan bebas dari ketakutan
dari apapun juga termasuk didalamnya atas proses penegakan
hukum yang berlaku,

Jadi apabila masyarakat sudah dapat merasakan bahwa hukum sudah mencapaitujuan
bersama yaitu keselarasan antara tujuan hukum dengan harapan dancita-cita
masyarakat, maka hukum berarti sudah dikatakan efektif sebagai norma yang
memuat aspiratif rakyat Indonesia.

11

Vous aimerez peut-être aussi