Vous êtes sur la page 1sur 2

Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata

tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Karena pasien memerlukan pemakaian lensa


yang tebal, maka akan memberikan keluhan pada mata tersebut sebagai berikut:
1. Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibanding normal
2. Terdapat efek prisma lensa tebal, sehingga benda terlihat seperti melengkung
3. Pada penglihatan terdapat keluhan seperti badut di dalam kotak atau fenomena
jack in the box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya pada bagian sentral,
sedang penglihatan tepi kabur.
Dengan adanya keluhan di atas maka pada pasien hipermetropia dengan afakia
diberikan kacamata sebagai berikut
1.
2.
3.
4.

Pusat lensa yang dipakai letaknya tepat pada tempatnya


Jarak lensa dengan mata cocok untuk pemakaian lensa afakia
Bagian tepi lensa tidak mengganggu lapang pandangan
Kacamata tidak terlalu berat.

Afakia secara literature berarti tidak adanya lensa dalam mata. Afakia akan
mengakibatkan Hipermetropia tinggi.
Penyebab :
1. Kongenital.
Suatu keadaan yang jarang dimana lensa tidak ada sejak lahir.
2. Afakia paska operasi.
Terjadi setelah operasi ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction ), ECCE ( Extra
Capsular Cataract Extraction ).
3. Post Traumatik.
Diikuti oleh trauma tumpul atau tembus, yang mengakibatkan subluksasi atau
dislokasi dari lensa.
4. Posterior dislokasi dari lensa ke vitreus akan menyebabkan optikal Afakia.

Optik Afakia dari mata : perubahan optik terjadi setelah keluarnya lensa.
1.
2.
3.
4.

Mata menjadi Hipermetropia tinggi


Total power mata berkurang dari 60 D menjadi 44D
Fokal poin anterior menjadi 23.2 mm didepan kornea
Posterior fokal poin sekitar 31 mm dibelakang kornea atau sekitar 7 mm
dibelakang mata normal ( panjang bola mata anterior-posterior sekitar 24 mm )

Terapi : untuk mengkoreksi Afakia terdiri dari kacamata, kontak lensa, intraokular
lensa.
Kelainan refraksi telah dilaporkan sebagai penyebab gangguan penglihatan yang
mencolok diberbagai belahan dunia. Prevalensi yang tinggi dari gangguan
penglihatan akibat kelainan refraksi juga telah dilaporkan terjadi diseluruh dunia,
gangguan refraksi ini dapat diterapi, dimana sebagian besar dapat dikoreksi.
Berdasarkan analisis WHO, diperkirakan terdapat 45 juta orang mengalami
kebutaan dan 135 juta orang dengan low vision atau terdapat kurang lebih 180 juta
orang dengan gangguan penglihatan diseluruh dunia.
Salah satu penyebab kebutaan adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Hal ini
dapat diketahui dari laporan-laporan penelitian mengenai kelainan refraksi. Kelainan
refraksi menjadi penyebab kebutaan ( ditandai dengan tajam penglihatan < 20/200
pada mata yang terbaik ) pada 0,3% populasi did Andra Pradesh India. Prevalensi
kebutaan akibat kelainan refraksi pada usia 40 tahun atau lebih adalah 1,06% di
Andra Pradesh India dan 0,11% di Victoria Australia.
Prevalensi yang tinggi dari gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi yang
tidak terkoreksi atau koreksinya tidak optimal telah dilaporkan dalam 10 tahun
terakhir ini dari beberapa penelitian-penelitian survey, seperti Baltimore Eye
Survey, The Blue Mountains Eye Study, The Victoria Visual Impairment Project, dan
Andra Pradesh Eye Diseases Study.
Sebagian besar penelitian epidemiologi terhadap kelainan refraksi difokuskan pada
Miopia, mungkin hal ini disebabkan karena Miopia merupakan penyebab tersering
gangguan penglihatan pada kelainan refraksi. Miopia juga dapat berhubungan
dengan kelainan mata yang lain seperti retinal detachment dan myopic retinal
degeneration, dimana hal ini dapat mengakibatkan hilangnya penglihatan.
Dapus: Ramanjit Sihota, Radhika Tandon, Refractive Errors of the Eye in Parsons
Diseases of the Eye, Twentieth Edition, Section II, New Delhi, Reed Elsevier India
Private Limited, 2007, p. 71-83
Kanski J.J, Degenerative Miopia, Acquired Macular Disorders and Related Conditions
in Clinical Ophthalmology A Systematic Approach, Sixth Edition, 2007, p. 654-655

Vous aimerez peut-être aussi