Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/referatdifteri_18.html
FAKULTASKEDOKTERAN
2005
BABI
PENDAHULUAN.
Difteri adalah suatupenyakit infeksi akut yangsangat menular, disebabkan olehkarena toxindari
bakteridenganditandaipembentukanpseudomembranpadakulitdanataumukosadanpenyebarannya
melaluiudara.PenyebabpenyakitiniadalahCorynebacteriumDiphteriae,dimanamanusiamerupakan
salahsatureservoirdaribakteriini.(1)
Infeksibiasanyaterdapatpadafaring,laring,hidungdankadangpadakulit,konjugtiva,genitaliadan
telinga. Infeksi ini menyebabkan gejala gejala lokal dan sistemik,efeksistemik terutama karena
eksotoksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme pada tempat infeksi. Masa inkubasi kuman ini
antara25hari,penularanterjadimelaluikontakdenganpenderitamaupuncarrier.(2)
Difterimerupakanpenyakityangharusdidiagnosadanditerapidengansegera.Bayibarulahirbiasanya
membawaantibodysecarapasifdariibunyayangbiasanyaakanhilangpadausia6bulan,olehkarena
itubayibayidiwajibkandivaksinasi,yangmanavaksinasiinitelahterbuktimengurangi insidensi
penyakittersebut.(5)
Walaupun difteri sudahjarang di berbagai tempat di dunia,tetapi kadangkadang masihada yang
terkenaolehpenyakittersebut.DiIndonesiadifteribanyakterdapatdidaerahberpendudukpadatdan
keadaan lingkungan yang buruk dengan angka kematian yang cukup tinggi, 50% penderita difteri
meninggaldengangagaljantung.Kejadianluarbiasainidapatterjaditerutamapadagolonganumur
rentanyaitubayidananak.TapiakhirakhiriniberkatadanyaProgramPengembanganImunisasi(PPI)
makaangkakesakitandankematianmenurunsecaradrastis.(3)
BABII
TINJAUANPUSTAKA
DIFTERI
2.1.Etiologi
SpesiesCorynebacteriumDiphteriaeadalahkumanbatanggrampositif(basilaerob),tidakbergerak,
pleomorfik,tidakberkapsul,tidakmembentukspora,matipadapemanasan60C,tahandalamkeadaan
bekudankering.Denganpewarnaan,kumaninibisaterlihatdalamsusunanpalisade,bentukLatuV,
atau merupakan formasi mirip huruf cina. Kuman tidak bersifat selektif dalam pertumbuhannya,
isolasinya dipermudah dengan media tertentu (yaitu sistin telurit agar darah) yang menghambat
pertumbuhanorganismeyangmenyaingi,danbiladireduksiolehC.diphteheriaeakanmembuatkoloni
menjadi abuabu hitam, atau dapat pula dengan menggunakan media loeffler yaitu medium yang
mengandungserumyangsudahdikoagulasikandenganfosfatkonsentrasitinggimakaterjadigranul
yangberwarnametakromatikdenganmetilenblue,padamediuminikoloniakanberwarnakrem.Pada
membran mukosa manusia C.diphtheriae dapat hidup bersamasama dengan kuman diphtheroid
saprofityangmempunyaimorfologiserupa,sehinggauntukmembedakankadangkadangdiperlukan
pemeriksaankhususdengancarafermentasiglikogen,kanji,glukosa,maltosaatausukrosa.(4)
Secara umum dikenal 3 tipe utama C.diphtheriae yaitu tipe garvis, intermedius dan mistis namun
dipandangdarisudutantigenitassebenarnyabasilinimerupakanspesiesyangbersifatheterogendan
mempunyaibanyaktipeserologik.Halinimungkinbiasmenerangkanmengapapadaseorangpasien
biasa mempunyai kolonisasi lebih dari satu jenis C.diphtheriae. Ciri khas C.diphtheriae adalah
kemampuannyamemproduksieksotoksinbaikinvivomaupuninvitro,toksininidapatdiperagakan
denganujinetralisasi toksininvivopadamarmut(ujikematian)ataudiperagakaninvitrodengan
teknikimunopresipitinagar(ujiElek)yaitusuatuujireaksipolimerasepengamatan.Eksotoksinini
merupakan suatu protein dengan berat molekul 62.000 dalton, tidak tahan panas atau cahaya,
mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen A (aminoterminal) dan fragmen B (karboksiterminal).
Kemampuan suatu strain untuk membentuk atau memproduksi toksin dipengaruhi oleh adanya
bakteriofag,toksinhanyabiasadiproduksiolehC.diphtheriaeyangterinfeksiolehbakteriofagyang
mengandungtoxigene.(1)
2.2.Patogenesisdanpatofisiologis
KumanC.diphtheriaemasukmelaluimukosa/kulit,melekatsertaberkembangbiakpadapermukaan
mukosasalurannafasbagianatasdanmulaimemproduksitoksinyangmerembeskesekelilingserta
selanjutnyamenyebarkeseluruhtubuhmelaluipembuluhlimfedanpembuluhdarah.Efektoksinpada
jaringantubuhmanusiaadalahhambatanpembentukanproteindalamsel.Pembentukanproteindalam
sel dimulai dari penggabungan 2 asam amino yang telah diikat 2 transfer RNA yang mendapati
kedudukanPdanAdariribosom.Bilarangkaianasamaminoiniakanditambahdenganasamamino
lainuntukmembentukpolipeptidasesuaidengancetakan biruRNA,diperlukanprosestranslokasi.
Translokasi ini merupakan pindahnya gabungan transfer RNA + dipeptida dari kedudukan A ke
kedudukanP.Prosestranslokasiinimemerlukanenzimtraslokase(elongationfactor2)yangaktif.
ToksindifteriamulamulamenempelpadamembranseldenganbantuanfragmenBdanselanjutnya
fragmenAakanmasukdanmengakibatkaninaktivitasienzimtranslokasemelaluiprosesNAD+EF2
(aktif) toksin ADPribosilEF2 (inaktif) + H2 + Nikotinamid ADPribosilEF2 yang inaktif ini
menyebabkan proses traslokasi tidak berjalan sehingga tidak terbentuk rangkaian polipeptida yang
diperlukan,denganakibatselakanmati.Nekrosistampakjelasdidaerahkolonisasikuman.Sebagai
responsterjadi inflamasi local,bersamasamadenganjaringannekrotikmembentukbercak eksudat
yang semula mudah dilepas. Produksi toksin semakin banyak, daerah infeksi semakin lebar dan
terbentuklah eksudat fibrin. Terbentuklah suatu membran yang melekat erat berwarna kelabu
kehitaman,tergantungdarijumlahdarahyangterkandung.Selainfibrin,membranjugaterdiridarisel
radang,eritrositdanepitel.Biladipaksamelepaskanmembranakanterjadiperdarahan.Selanjutnya
akanterlepassendiripadamasapenyembuhan.(1)
Pada pseudomembran kadangkadang dapat terjadi infeksi sekunder dengan bakteri (misalnya
Streptococcuspyogenes).Membrandanjaringanedematousdapatmenyumbatjalannafas.Gangguan
pernafasan / sufokasi bias terjadi dengan perluasan penyakit kedalam laring atau cabang trakeo
bronkus. Toksin yang diedarkan dalam tubuh bias mengakibatkan kerusakan pada setiap organ,
terutamajantung,sarafdanginjal.Antitoksindifteriahanyaberpengaruhpadatoksinyangbebasatau
yangterabsorbsipadasel,tetapitidakmenetralisasiapabilatoksintelahmelakukanpenetrasikedalam
sel. Setelah toksin terfiksasi dalam sel, terdapat masa laten yang bervariasi sebelum timbulnya
manifestasi klinis.Miokarditisbiasanyaterjadi dalam1014hari,manifestasi sarafpadaumumnya
terjadisetelah37minggu.Kelainanpatologikyangmencolokadalahnekrosistoksisdandegenerasi
hialinpadabermacammacamorgandanjaringan.Padajantungtampakedema,kongesti,infiltrasisel
mononuclearpadaseratototdansystemkonduksi,.Apabilapasientetaphidupterjadiregenerasiotot
dan fibrosis interstisial. Pada saraf tampak neuritis toksik dengan degenerasi lemak pada selaput
myelin.Nekrosishatibiasadisertaigejalahipoglikemia,kadangkadangtampakperdarahanadrenal
dannekrosistubularakutpadaginjal.(4)
2.3.ManifestasiKlinis
Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bias bervariasi dari tanpa gejala
sampaisuatukeadaan/penyakityanghipertoksiksertafatal.Sebagaifactorprimeradalahimunitas
pejamu terhadap toksin difteria, virulensi serta toksigenitas C. diphtheriae ( kemampuan kuman
membentuktoksin),danlokasipenyakitsecaraanatomis.Faktorlaintermasukumur,penyakitsistemik
penyertadanpenyakitpadadaerahnasofaringyangsudahsebelumnya.Difteriamempunyaimasatunas
2hari.Pasienpadaumumnyadatinguntukberobatsetelahbeberapaharimenderitakeluhansistemik.
Demam jarang melebihi 38,9C dan keluhan serta gejala lain tergantung pada lokalisasi penyakit
difteria.(3)
2.3.1.DifteriSaluranPernapasan
Padauraianklasik1400kasusdifteridariCaliforniayangdipublikasikanpadatahun1954,
focus infeksi primer adalah tonsil atau faring pada 94%, dengan hidung dan laring dua tempat
berikutnyayangpalinglazim.Sesudahsekitarmasainkubasi24hari,terjaditandatandadangejala
gejalaradanglokal.Demamjaranglebihtinggidari39C.
2.3.1.1.DifteriHidung
Difteriahidungpadaawalnyameneyerupaicommoncold,dengangejalapilekringantanpa
ataudisertaigejalasistemikringan.Infeksinaresanterior(lebihseringpadabayi)menyebabkanrhinitis
erosif,purulen,serosanguinisdenganpembentukanmembrane.Ulserasidangkalnaresluardanbibir
sebelah dalam adalah khas. Pada pemeriksaan tampak membrane putih pada daerah septum nasi.
Absorbsitoksinsangatlambatdangejalasistemikyangtimbultidaknyatasehinggadiagnosislambat
dibuat.(4)
2.3.1.2DifteriTonsilFaring
Pada difteri tonsil danfaring, nyeri tenggorokmerupakan gejala awal yang umum,tetapi
hanya setengah penderita menderita disfagia, serak, malaise atau nyeri kepala. Dalam 12 hari
kemudiantimbulmembraneyangmelekatberwarnaputihkelabu,injeksifaringringandisertaidengan
pembentukanmembranetonsilunilateralataubilateral,yangmeluassecaraberbedabedamengenai
uvula, palatum molle, orofaring posterior, hipofaring dan daerah glottis. Edema jaringan lunak
dibawahnyadanpembesaranlimfonodidapatmenyebabkangambaranbullneck.Selanjutnyagejala
tergantungdariderajatpeneterasitoksindanluasmembrane.Padakasusberat,dapatterjadikegagalan
pernafasan atausirkulasi.Dapat terjadi paralisispalatum molle baikuni maupunbilateral, disertai
kesukaranmenelandanregurgitasi.Stupor,koma,kematianbiasterjadidalam1minggusampai10
hari. Pada kasus sedang penyembuhan terjadi secara berangsurangsur dan bias disertai penyulit
miokarditisatauneuritis.Padakasusringanmembraneakanterlepasdalam710haridanbiasanya
terjadipenyembuhansempurna.(6)
2.3.1.3.DifteriLaring
Difteri laring biasanya merupakan perluasan difteri faring. Penderita dengan difteri laring
sangatcenderungtercekikkarenaedemajaringanlunakdanpenyumbatanlepasanepitelpernapasan
tebaldanbekuannekrotik.Padadifteriafaringprimergejalatoksikkurangnyata,olehkarenamukosa
laring mempunyai daya serap toksin yang rendah dibandingkan mukosa faring sehingga gejala
obstruksi saluran nafas atas lebih mencolok. Gejala klinis difteri laring sukar dibedakan dari tipe
infectious croups yang lain, seperti nafas berbunyi, stridor yang progresif, suara parau dan batuk
kering.PadaObstruksilaringyangberatterdapatretraksisuprasternal,interkostaldansupraklavikular.
Bilaterjadipelepasanmembraneyangmenutupjalannafasbiasaterjadikematianmendadak.Pada
kasusberat,membranedapat meluaskepercabangan trakeobronkial. Apabiladifterialaringterjadi
sebagaiperluasandaridifteriafaring,makagejalayangtampakmerupakancampurangejalaobstruksi
dantoksemia.
2.3.2.DifteriKulit
Difterikulitberupatukakdikulit,tepijelasdanterdapatmembranepadadasarnya,kelainan
cenderung menahun. Difteri kulit klasik adalah infeksi nonprogresif lamban yang ditandai dengan
ulkus yang tidak menyembuh, superficial, ektimik dengan membrane coklat keabuabuan. Infeksi
difteri kulittidakselaludapat dibedakandariimpetigostreptokokusataustafilokokus,danmereka
biasanyabersama.Padakebanyakankasus,dermatosisyangmendasari,lukagoresan,lukabakaratau
impetigo yang telah terkontaminasi sekunder. Tungkai lebih sering terkena dari pada badan atau
kepala.Nyeri,sakit,eritema,daneksudatkhas.Hiperestesilokalatauhipestesiatidaklazim.Kolonisasi
saluranpernapasanatauinfeksibergejaladankomplikasitoksikterjadipadasebagiankecilpenderita
dengandifterikulit.
2.3.3.DifteriVulvovaginal,Konjungtiva,danTelinga
C. diphtheriae kadangkadang menimbulkan infeksi mukokutan pada tempattempat lain,
seperti telinga (otitis eksterna), mata (konjungtivitis purulenta dan ulseratif), dan saluran genital
(vulvovginitispurulentadanulseratif).Wujudklinis,ulserasi,pembentukanmembranedanperdarahan
submukosamembantumembedakandifteridaripenyebabbakteridanviruslain.(7)
2.4.Diagnosis
Diagnosisdinidifterisangatpentingkarenaketerlambatanpemberianantitoksinsangatmempengaruhi
prognosapenderita.(3)Diagnosisharusditegakkanberdasarkangejalagejalakliniktanpamenunggu
hasil mikrobiologi. Karena preparat smear kurang dapat dipercaya, sedangkan untuk biakan
membutuhkan waktu beberapa hari. Cara yang lebih akurat adalah dengan identifikasi secara
Flourescent antibody technique, namun untuk ini diperlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan
isolasi C diphtheriae dengan pembiakan padamedia loeffler dilanjutkan dengantes toksinogenitas
secarainvivo(marmot)daninvitro(tesElek).(1)
Adanyamembrantenggoroksebenarnyatidakterlaluspesifikuntukdifteri,karenabeberapapenyakit
lainjugadapatditemuiadanyamembran.Tetapimembranpadadifteriagakberbedadenganmembran
penyakitlain,warnamembranpadadifterilebihgelapdanlebihkeabuabuandisertaidenganlebih
banyakfibrindanmelekatdenganmukosadibawahnya.Biladiangkatterjadiperdarahan.Biasanya
dimulaidaritonsildanmenyebarkeuvula.(4)
2.5.DiagnosisBanding
DifteriaHidung,penyakityangmenyerupaidifteriahidungialahrhinorrhea(commoncold,sinusitis,
adenoiditis),bendaasingdalamhidung,snuffles(luescongenital).
Difteria Faring, harus dibedakan dengan tonsillitis membranosa akut yang disebabkan oleh
streptokokus (tonsillitis akut, septic sore throat), mononucleosis infeksiosa, tonsillitis membranosa
nonbakterial,tonsillitisherpetikaprimer,moniliasis,blooddyscrasia,pascatonsilektomi.
DifteriaLaring,gejaladifterialaringmenyerupailaryngitis,dapatmenyerupaiinfectiouscroupsyang
lainyaituspasmodiccroup,angioneuroticedemapadalaring,danbendaasingdalamlaring.
DifteriaKulit,perludibedakandenganimpetigodaninfeksikulityangdisebabkanolehstreptokokus
ataustafilokokus.(1)
2.6.Komplikasi
Komplikasidifteriadapatterjadisebagaiakibatinflamasilokalatauakibataktivitaseksotoksin,maka
komplikasidifteriadapatdikelompokkandalaminfeksitumpanganolehkumanlain,obstruksijalan
nafas akibat membrane atau adema jalannafas, sistemik; karena efek eksotoksinterutama keotot
jantung,syaraf,danginjal.(3)
Infeksi tumpangan pada anak dengan difteri seringkali mempengaruhi gejala kliniknya sehingga
menimbulkanpermasalahandiagnosismaupunpengobatan.Infeksiinidapatdisebabkanolehkuman
streptokok dan stafilokok. Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi
tumpangan dengan streptokok. Mengingat adanya infeksi tumpanganini,kitaharus lebihwaspada
dalammendiagnosisdanmengobatidifteripadaanak.(7)
Obstruksijalannafas,disebabkanolehtertutupnyajalannafasolehmembranedifteriaatauolehkarena
edemapadatonsil,faring,daerahsubmandibulardanservical.
Kasus septikemi yang jarang dan secara umum mematikan telah diuraikan. Kasus endokarditis
sporadik terjadi, dan kelompokkelompok pengguna obat intravena telah dilaporkan di beberapa
negara; kulit adalah tempat masukyang mungkin,dan hampir semua strain adalah nontoksigenik.
Kasusarthritispiogeniksporadicterutamakarenastrainnontoksigenik,dilaporkanpadaorangdewasa
dananakanak.Difteroidyangdiisolasidaritempattempattubuhsteriltidakbolehdianggapsebagai
kontaminantanpapertimbanganwujudklinisyangteliti.(5)
Miokardiopatitoksik.Terjadipadasekitar1025%penderitadengandifteridanmenyebabkan5060%
kematian. Tandatandamiokarditisyangtidakkentara dapat terdeteksi pada kebanyakan penderita,
terutamapadaanakyanglebihtua,tetapiresikokomplikasiyangberartiberkorelasisecaralangsung
denganluasnyadankeparahanpenyakitorofaringlokaleksudatifdanpenundaanpemberianantitoksin.
Buktiadanyatoksisitasjantungkhasterjadipadamingguke2danke3sakitketikapenyakitfaring
membaik tetapi dapat muncul secara akut seawall 1minggu bila berkemungkinan hasil akhir
meninggal, atau secara tersembunyi lambat sampai sakit minggu ke6. Takikardi diluar proporsi
demamlazimdandapatmerupakanbuktiefektiftoksisitasjantungataudisfungsisystemsarafotonom.
Pemanjangan interval PR dan perubahan pada gelombang STT pada elektrokardiogram relative
merupakantandayanglazim.Disaritmiajantungtunggalataudisaritmiaprogresifdapatterjadi,seperti
blockadejantungderajatI,IIdanIII,dissosiasiatrioventrikule,dantakikardiventrikuler.Gagaljantung
kongestif klinis mungkin mulai secara tersembunyi atau akut. Kenaikan kadar aminotransferase
aspartatserumsangatparalleldengankeparahanmionekrosis.Disaritmiaberatmenramalkankematian.
Penemuan histologikpascamati dapat menunjukkan sedikit mionekrosis atau difus dengan respons
radangakut.Yangbertahanhidupdaridisaritmiayanglebihberatdapatmempunyaidefekhantaran
permanent;untukyanglain,penyembuhandarimiokardiopatitoksikbiasanyasempurna.
Neuropati toksik,komplikasi neurologisparallel denganluasnyainfeksi primerdanpadamulainya
yangmultifasik.Secaraakutatau23minggusesudahmulairadangorofaring,seringterjadihipestesia
danparalisislokalpalatummolle.Kelemahannervusfaringeus,laringeus,danfasialisposteriordapat
menyertai,menyebabkansuarakualitashidung,sukarmenelan,danresikokematiankarenaaspirasi.
Neuropaticranialkhasterjadipadamingguke5danmenyebabkanparalisisokulomotordanparalisis
siliaris,yangnampaksebagaistrabismus,pandangankabur,ataukesukaranakomodasi.Polineuropati
simetrismulainya1harisampai3bulansesudahinfeksiorofaringdanterutamamenyebabkandeficit
motordenganhilangnyareflekstendondalam.Kelemahanototproksimaltungkaimenyebarkedistal
danlebihsering.Tandatandaklinisdancairanserebrospinalpadayangkeduatidakdapatdibedakan
daritandatandaklinisdancairanserebrospinalpolineuropatisindromLandryGuillainBarre.Paralisis
diafragmadapatterjadi.Mungkinterjadipenyembuhansempurna.2atau3minggusesudahmulaisakit
jarangadadisfungsipusatpusatvasomotoryangdapatmenyebabkanhipotensiataugagaljantung.(1)
2.7.PengobatanDanPenatalaksanaan.
Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya,
mencegahdanmengusahakanagarpenyulityangterjadiminimal,mengeliminasiC.diphtheriaeuntuk
mencegahpenularansertamengobatiinfeksipenyertadanpenyulitdifteria.
A. Pengobatanumum
Pasiendiisolasisampaimasaakutterlampauidanbiakanhapusantenggoroknegative2kali
berturutturut.Padaumumnyapasientetapdiisolasiselama23minggu.Istirahattirahbaring
selamakuranglebih23minggu,pemberiancairansertadietyangadekuat,makananlunak
yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori. Penderita diawasi ketat atas
kemungkinanterjadinyakomplikasiantaralaindenganpemeriksaanEKGpadahari0,3,7
dansetiapmingguselama5minggu.Khususpadadifterilaringdijagaagarnafastetapbebas
sertadijagakelembabanudaradenganmenggunakannebulizer.(3)
B.PengobatanKhusus
1.Antitoksin:AntiDiphtheriaSerum(ADS)
Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria. Dengan
pemberian antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada penderita kurang dari 1%.
Namundenganpenundaanlebihdariharike6,angkakematianinibiasameningkatsampai
30%.
DosisADSMenurutLokasiMembrandanLamaSakit
TipeDifteriaDosisADS(KI)Carapemberian
DifteriaHidung20.000Intramuscular
DifteriaTonsil40.000Intramuscular/
Intravena
DifteriaFaring40.000Intramuscular/
Intravena
DifteriaLaring40.000Intramuscular/
Intravena
Kombinasilokasidiatas80.000Intravena
Difteria+penyulit,bullneck80.000100.000Intravena
Terlambatberobat(>72jam)80.000100.000Intravena
SebelumPemberianADSharusdilakukanujikulitatauujimataterlebihdahulu,olehkarena
pada pemberian ADS dapat terjadi reaksi anafilaktik, sehingga harus disediakan larutan
adrenalina:1000dalamsemprit.Ujikulitdilakukandenganpenyuntikan0,1mlADSdalam
larutangaramfisiologis1:1.000secaraintrakutan.Hasilpositifbiladalam20menitterjadi
indurasi>10mm.Ujimatadilakukandenganmeneteskan1teteslarutanserum1:10dalam
garamfisiologis.Padamatayanglainditeteskangaramfisiologis.Hasilpositifbiladalam20
menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi. Bila uji kulit/mata
positif,ADSdiberikandengancaradesentisasi (Besredka). Bilaujihiprsensitivitastersebut
diatasnegative,ADSharusdiberikansekaligussecaraintravena.DosisADSditentukansecara
empirisberdasarkanberatpenyakitdanlamasakit,tidaktergantungpadaberatbadanpasien,
berkisarantara20.000120.000KIsepertiterterapadatabeldiatas.PemberianADSintravena
dalamlarutangaramfisiologisatau100mlglukosa5%dalam12jam.Pengamatanterhadap
kemungkinanefeksampingobatdilakukanselamapemberianantitoksindanselama2jam
berikutnyaDemikianpulaperludimonitorterjadinyareaksihipersensitivitaslambat(serum
sickness)(1)
2.Antibiotik
Antibiotikdiberikanbukansebagaipenggantiantitoksinmelainkanuntukmembunuhbakteri
danmenghentikanproduksitoksindanjugamencegahpenularanorganismepadakontak.C.
diphtheriaebiasanyarentanterhadapberbagaiageninvitro,termasukpenisilin,eritromisin,
klindamisin, rifampisin dan tetrasiklin. Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada
populasiyangpadatjikaobattelahdigunakansecaraluas.Yangdianjurkanhanyapenisilin
atau eritromisin; eritromisin sedikit lebih unggul daripada penisilin untuk pemberantasan
pengidapnasofaring.
Dosis:
Penisilinprokain25.00050.000U/kgBB/harii.m.,tiap2jamselama14hariataubila
hasilbiakan3hariberturutturut().
Eritromisin4050mg/kgBB/hari,maks2g/hari,p.o.,tiap6jamselama14hari.
PenisilinGkristalaqua100.000150.000U/kgBB/hari,i.m.ataui.v.,dibagidalam4
dosis.
Amoksisilin.
Rifampisin.
Klindamisin.
UjiSchick
()
Tindakan
Bebasisolasi:anakyangtelahmendapatimunisasidasardiberikan
(+)
()
boostertoksoiddifteria
Pengobatankarier:Penisilin100mg/kgBB/harioral/suntikan,atau
(+)
(+)
eritromisin40mg/kgBB/hariselama1minggu
Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan atau eritromisin 40
()
(+)
mg/kgBB+ADS20.000KI
Toksoid difteria ( imunisasi aktif), sesuaikan dengan status
imunisasi
2.8.Prognosis
Umumnyatergantungdariumur,virulensikuman,lokasidanpenyebaranmembran,statusimunisasi,
kecepatanpengobatan,ketepatandiagnosis,danperawatanumum.(8)
PrognosisdifteriasetelahditemukanADSdanantibiotik,lebihbaikdaripadasebelumnya,keadaan
demikiantelahterjadidinegaranegaralain.Kematianterseringpadaanakkurangdari4tahunakibat
membrandifteri.MenurutKrugman,kematianmendadakpadakasusdifteriadapatdisebabkanoleh
karena
(1)Obstruksijalannafasmendadakdiakibatkanolehterlepasnyadifteria,
(2)Adanyamiokarditisdangagaljantung,
(3)Paralisisdifragmasebagaiakibatneuritisnervusnefrikus.
Anakyangpernahmenderitamiokarditisatauneuritissebagaipenyulitdifteria,padaumumnyaakan
sembuh sempurna tanpa gejala sisa; walaupun demikian pernah dilaporkan kelainan jantung yang
menetap. Penyebab straingravisprognosisnyaburuk.Adanyatrombositopeniaamegakariositikdan
leukositosis > 25.000/
(56,8%)menyusultipenasofaring(48,4%)danfaring(10,5%)(1).
2.9.Pencegahan
Pencegahansecaraumumdenganmenjagakebersihandanmemberikanpengetahuantentang
bahaya difteria bagi anak. Pada umumnya setelah seseorang anak menderita difteria, kekebalan
terhadappenyakitinisangatrendahsehinggaperluimunisasiDPTdanpengobatankarier.Seorang
anak yangtelahmendapat imunisasi difteria lengkap,mempunyai antibodi terhadap toksindifteria
tetapitidakmempunyaiantibodyterhadaporganismenya.Keadaandemikianmemungkinkanseseorang
menjadipengidapdifteriadalamnasofaringnya(karier)ataumenderitadifteriringan.(5)
Toksoiddifteridipersiapkandenganpengobatanformaldehidtoksin,kekuatannyadibakukan,
dandiserappadagaramalumunium,yangmemperbesarimunogenitas.Duapreparat toksoiddifteri
dirumuskansesuaidengankandunganbatasflokulasi(Bf)suatupengukurankuantitastoksoid.Preparat
pediatric(yaituDPT,DT,DTaP)mengandung6,712,5Bfunittoksoiddifteriperdosis0,5mL;preparat
dewasa(yaituTd)mengandungtidaklebihdari2Bfunittoksoidper0,5mLdosis.Formulasitoksoid
potensiyanglebihtinggi(yaituD)digunakanuntukdosisseriprimerdanboosteruntukanakumur6
tahunkarenaimunogenitasnyasuperiordanreaktogenisitasnyaminimal.Untukindividuumur7tahun
danyanglebihtua,Tddianjurkanuntukseriprimerdandosisbooster,karenakadartoksoiddifteri
yang lebih rendah cukup imunogenik dank arena semakin kadar toksoid difteri makin tinggi
reaktogenitaspadaumuryangsemakintinggi.
Rencana(Jadwal):
Untukanakumur6minggusampai7tahun,beri0,5mLdosisvaksinmengandungdifteri(D).
seripertamaadalahdosispadasekitar2,4,dan6bulan.Dosiskeempatadalahbagianintergral
seripertamadandiberikansekitar612bulansesudahdosisketiga.Dosisboostersiberikan
umur46tahun(kecualikalaudosisprimerkeempatdiberikanpadaumur4tahun).
Untuk anakanak yang berumur 7 tahun atau lebih, gunakan tiga dosis 0,5 mL yang
mengandungvaksin(D).Seriprimermeliputiduadosisyangberjarak48minggudandosis
ketiga612bulansesudahdosiskedua.
UntukanakyangimunisasipertusisnyaterindikasidigunakanDTatauTd.
MerekayangmulaidenganDTPatauDTpadasebelumusia1tahunharusmengalamilima
dosisvaksinyangmengandungdifteri(D)0,5mLpadausia6tahun.Untukmerekayang
mulai pada atau sesudah umur 1 tahun, seri pertama adalah tiga dosis 0,5 mL vaksin
mengandungdifteri,denganboosteryangdiberikanpadausia46tahun,kecualikalaudosis
ketigadiberikansesudahumur4tahun.(4)
BABIII
KESIMPULAN
Difterimerupakanpenyakityangharusdidiagnosadanditherapidengansegera,olehkarenaitubayi
bayi diwajibkandivaksinasi.Daninitelahterbuktidalam mengurangi insidensipenyakit tersebut,
walaupun difteri sudah jarang di berbagai tempat di dunia tetapi kadangkadang masih ada yang
terkenapenyakitini.
PenyebabdaripenyakitdifteriiniadalahCdiphtheriaeyangmerupakankumangram(+),ireguler,tidak
bergerak,tidakberspora, bersifat leomorfikdanmemperlihatkanbentukseperti tulisanChina.Masa
inkubasikumanini25hari,dengangejalaklinisberupasakittenggorokanringan,panasbadan38,9C.
Penyakit ini diklasifikasikan menurut lokasi membran yaitu difteri nasal, difteri tonsil dan faring,
difterilaring,difterikulit,difterivulvovaginal,difterikonjungtiva,dandifteritelinga,akantetapiyang
palingterseringaadalahdifteritonsilfaring.
Diagnosisdinidifterisangatpentingkarenaketerlambatanpemberianantitoksinsangatmempengaruhi
prognosa penderita. Diagnosa pasti dari penyakit ini adalah isolasi C. Diphtheriae dengan bahan
pemeriksaanmembranbagiandalam(kultur).
DasardaritherapiiniadalahmenetralisirtoksinbebasdaneradikasiC.diphtheriaedenganantibiotik.
AntibiotokpenisilindaneritromisinsangatefektifuntukkebanyakanstrainC.diphtheriae.
Prognosisumumnyatergantungdariumur,virulensikuman,lokasidanpenyebaranmembran,status
imunisasi,kecepatanpengobatan,ketepatandiagnosis,danperawatanumum.
Pencegahansecaraumumdilakukandenganmenjagakebersihandanmemberipengetahuantentang
bahayadifteribagianakdanjugadenganpemberianimunisasiDPT0,5mLintramuscularuntukanak
kurangdari7tahundanpemberianDT0,5mLintramuscularuntukanaklebihdari7tahun.
DAFTARPUSTAKA
1. Dr.T.H.Rampengan,Spa(k)danDr.I.R.Laurentz,Spa.1992.PenyakitInfeksiTropikPada
Anak,Difteri,118
2. GarnaHerry,dkk.2000.Difteri.PedomanDiagnosisdanTerapiIlmuKesehatanAnak.Edisi
kedua.Bagian/SMFIlmuKesehatanAnakFKUP/RSHS.173176
3. http://rarediseases.about.com/cs/Diphtheriae/a/090703.htm
4. http://www.cdc.gov/ncbddd/dd/Diphtheri.htm
5. http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=540
6. http://www.ijppediatricsindia.org/article.asp?issn=00195456;year=2005
7. http://jama.amaassn.org/cgi/content/full/286/3/299
dari : http://tomajehari.blogspot.com/2011/05/makalah-difteri.html
DIFTERI
A.
Definisi
Difteri adalah penyakit, berpotensi fatal menular yang biasanya melibatkan
hidung, tenggorokan, dan saluran udara, tetapi juga dapat menginfeksi kulit. Fiturnya
yang paling mencolok adalah pembentukan membran kelabu yang menutupi tonsil
dan bagian atas tenggorokan.
B.
Deskripsi
Seperti banyak penyakit lain saluran pernapasan bagian atas, difteri paling
mungkin untuk keluar selama musim dingin. Pada suatu waktu itu adalah pembunuh
masa kecil besar, tetapi sekarang jarang terjadi di negara-negara maju karena
imunisasi luas. Sejak tahun 1988, semua dikonfirmasi kasus di Amerika Serikat telah
terlibat pengunjung atau imigran. Di negara-negara yang tidak memiliki imunisasi
rutin terhadap infeksi ini, angka kematian bervariasi 1,5-25%.
Orang yang belum diimunisasi mungkin mendapatkan difteri pada usia apapun.
Penyakit ini paling sering menyebar melalui tetesan dari batuk atau bersin dari orang
yang terinfeksi atau carrier. Masa inkubasi 2-7 hari, dengan rata-rata tiga hari. Sangat
penting untuk mencari bantuan medis sekaligus ketika difteri diduga, karena
pengobatan memerlukan tindakan darurat untuk orang dewasa maupun anak-anak.
C.
paling mungkin untuk menghasilkan komplikasi serius. Demam biasanya lebih tinggi
dalam bentuk difteri (103-104 F atau 39,4-40 C) dan pasien sangat lemah. Pasien
mungkin memiliki batuk parah, mengalami kesulitan bernapas, atau kehilangan suara
mereka sepenuhnya. Pengembangan "leher banteng" menunjukkan tingkat tinggi
eksotoksin dalam aliran darah. Obstruksi jalan napas dapat menyebabkan kompromi
pernapasan dan kematian.
d.
Kulit
Bentuk difteri, yang kadang-kadang disebut difteri kulit, menyumbang
sekitar 33% kasus difteri. Hal ini ditemukan terutama di antara orang dengan
kebersihan yang buruk. Setiap istirahat di kulit dapat menjadi terinfeksi dengan
difteri. Jaringan yang terinfeksi mengembangkan daerah ulserasi dan membran difteri
bisa terbentuk atas luka namun tidak selalu hadir. Luka atau ulkus lambat untuk
menyembuhkan dan mungkin mati rasa atau tidak sensitif bila disentuh.
D.
Diagnosa
Karena difteri harus diperlakukan secepat mungkin, dokter biasanya membuat
diagnosis berdasarkan gejala terlihat tanpa menunggu hasil tes.
Dalam membuat diagnosis, dokter mata memeriksa pasien, telinga, hidung, dan
tenggorokan dalam rangka untuk menyingkirkan penyakit lain yang dapat
menyebabkan demam dan sakit tenggorokan, seperti mononukleosis menular, infeksi
sinus, atau radang tenggorokan. Gejala yang paling penting yang menunjukkan difteri
adalah membran. Ketika seorang pasien infeksi kulit yang berkembang selama wabah
difteri, dokter akan mempertimbangkan kemungkinan difteri kulit dan mengambil
smear untuk mengkonfirmasikan diagnosis.
E.
Tes laboratorium
Diagnosis difteri dapat dikonfirmasikan oleh hasil budaya yang diperoleh dari
daerah yang terinfeksi. Bahan dari spons diletakkan di slide mikroskop dan
pewarnaan dengan menggunakan prosedur yang disebut Gram stain. Basil difteri
disebut Gram-positif karena memegang dye setelah slide dibilas dengan alkohol. Di
bawah mikroskop, basil difteri terlihat seperti sel-sel batang berbentuk manik-manik,
yang dikelompokkan dalam pola-pola yang menyerupai karakter China. Lain uji
laboratorium melibatkan tumbuh basil difteri pada bahan khusus yang disebut
medium Loeffler's.
F.
Pengobatan
Difteri adalah penyakit serius yang membutuhkan perawatan rumah sakit di unit
perawatan intensif jika pasien telah mengembangkan gejala-gejala pernafasan.
Perawatan termasuk kombinasi obat-obatan dan perawatan suportif:
*
Antitoksin
Langkah yang paling penting adalah administrasi segera antitoksin difteri,
tanpa menunggu hasil laboratorium. antitoksin ini dibuat dari serum kuda dan bekerja
dengan menetralkan setiap eksotoksin beredar. Dokter harus terlebih dahulu menguji
pasien untuk kepekaan terhadap serum hewan. Pasien yang sensitif (sekitar 10%)
harus peka dengan antitoksin diencerkan, karena antitoksin adalah satu-satunya
substansi spesifik yang akan melawan eksotoksin difteri. Tidak antitoksin manusia
yang tersedia untuk pengobatan difteri.
Dosis berkisar antara 20,000-100,000 unit, tergantung pada tingkat
keparahan dan lamanya waktu gejala terjadi sebelum perawatan. Difteri antitoksin
biasanya diberikan infus.
*
Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk melenyapkan bakteri, untuk mencegah
penyebaran penyakit, dan untuk melindungi pasien dari berkembang pneumonia.
Mereka bukan pengganti pengobatan dengan antitoksin. Baik orang dewasa dan anakanak dapat diberikan penisilin, ampisilin, atau eritromisin. Eritromisin tampaknya
lebih efektif daripada penisilin dalam memperlakukan orang-orang yang pembawa
karena penetrasi yang lebih baik ke daerah yang terinfeksi.
Cutaneous difteri biasanya dirawat dengan membersihkan luka secara
menyeluruh dengan sabun dan air, dan memberikan antibiotik pasien selama 10 hari.
G.
Mendukung perawatan
Pencegahan komplikasi
Pasien difteri yang mengalami miokarditis dapat diobati dengan oksigen dan
dengan obat-obat untuk mencegah irama jantung yang tidak teratur. Sebuah alat pacu
jantung buatan mungkin diperlukan. Pasien dengan kesulitan menelan bisa diberi
makan melalui tabung dimasukkan ke dalam perut melalui hidung. Pasien yang tidak
bisa bernapas biasanya memakai respirator mekanik.
I.
Prognosa
Prognosis tergantung pada ukuran dan lokasi membran dan perawatan dini
dengan antitoksin, semakin lama menunda, semakin tinggi tingkat kematian. Para
pasien yang paling rentan adalah anak-anak di bawah usia 15 dan mereka yang
J.
mengembangkan pneumonia atau miokarditis. Hidung dan difteri kulit jarang fatal.
Pencegahan
Pencegahan difteri memiliki empat aspek:
*
Imunisasi
Universal imunisasi adalah cara paling efektif mencegah difteri. Kursus
standar imunisasi bagi anak-anak yang sehat adalah tiga dosis DPT (difteri-tetanuspertussis) persiapan diberikan antara dua bulan dan enam bulan usia, dengan dosis
penguat diberikan pada 18 bulan dan pada masuk ke sekolah. Orang dewasa harus
diimunisasi pada interval 10 tahun dengan Td (tetanus-difteri) toksoid. toksoid adalah
toksin bakteri yang diperlakukan untuk membuatnya tidak berbahaya tapi masih dapat
menimbulkan kekebalan terhadap penyakit.
*
Isolasi pasien
Pasien difteri harus diisolasi selama satu sampai tujuh hari atau sampai dua
budaya berturut-turut menunjukkan bahwa mereka tidak lagi menular. Anak-anak
ditempatkan dalam isolasi biasanya ditugaskan seorang perawat utama untuk
dukungan emosional.
singkat, anggota keluarga dan kontak lainnya pasien difteri harus mengamati gejala
dan diuji untuk melihat apakah mereka adalah pembawa. Mereka biasanya diberikan
antibiotik selama tujuh hari dan suntikan booster imunisasi difteri / tetanus toksoid.
*
Pelaporan kasus kepada pihak berwenang kesehatan masyarakat
Pelaporan diperlukan untuk melacak potensi epidemi, untuk membantu
dokter mengidentifikasi strain spesifik difteri, dan untuk melihat apakah resistensi
terhadap penisilin atau eritromisin telah dikembangkan.
Sumber :
Chambers, Henry F. "Infectious Diseases:. Bakteri & klamidia" Pada saat ini Medis Diagnosa
dan Pengobatan, 1998, diedit oleh Stephen McPhee, et al., 37 ed. Stamford: Appleton
& Lange, 1997.
dari : http://dianalmira.blogspot.com/2013/04/askep-difteri-makalahkelompok.html
ASKEPDIFTERIMAKALAHKELOMPOK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Difteri adalah suatu penyakita infeksi yang bisa menular yang disebabkan oleh
bakteri coryneabacterium diphteria yang berasal dari membran mukosa hidung dan
nasovaring, kulit dan lesi lain dari orang yang terinfeksi (Buku Pegangan Praktek
Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak)
Kuman C. diphtheriae masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berkembang
biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi
toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh
melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah.
Masa inkubasi difteri biasanya 2-5 hari , walaupun dapat sngkat hanya satu
hari dan lama 8 hari bahkan sampai 4 minggu. Biasanya serangan penyakit agak
terselubung, misalnya hanya sakit tenggorokanyang ringan, panas yang tidak tinggi,
berkisar antara 37,8 C 38,9C. Pada mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi
kebanyakan sudah terjadi membrane putih/keabu-abuan.3
Kematian terjadi pada 5%-10% dari kasus pernapasan yang terjadi. Imunisasi
umum dengan toksoid difteri selama hidup untuk memberikan kadar antitoksin
protektif konstan dan untuk mengurangi penghuni C. diphtheriae yang merupakan
satu-satunya cara pengendalian efektif untuk penyakit difteri. Penelitian ini tergolong
jenis penelitian analitik observasional yang bertujuan untuk mengetahui adanya
hubungan antara status imunisasi difteri dengan meningkatnya kasus difteri di
Kabupaten Bangkalan tahun 2010. Status imunisasi difteri yang dimaksudkan dalam
penelitian ini meliputi status imunisasi DPT1, DPT2, DPT3 dan DT booster beserta
cakupan dari imunisasi tersebut. Desain penelitian yang digunakan adalah cross
sectional.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi fisiologi saluran nafas atas ?
1.2.2 Bagaimana definisi difteri ?
1.2.3 Bagaimana etiologi difteri ?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi difteri ?
1.2.5 Bagaimana klasifikasi difteri ?
1.2.6 Bagaimana Manifestasi difteri ?
1.2.7 Bagaimana Penatalaksanaan difteri ?
1.2.8 Bagaimana Pencegahan difteri ?
1.2.9 Bagaimana komplikasi difteri ?
1.2.10 Bagaimana hasil penelitian difteri ?
1.2.11 Bagaimana system pelayanan kesehatan difteri ?
1.2.12 Bagaimana legal etis difteri ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan umum
Untuk mempelajari difteri
1.3.2
a.
Tujuan khusus
Untuk mengetahui Anatomi dan fisiologi traktus respiratorius atas
f.
j.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
2.1.1 Anatomi
Pada anatomi, tenggorokan bagian dari leher depan sampai kolumna vertebra.
Terdiri dari faring dan laring. Bagian yang terpenting dari tenggorokan adalah
epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan akan menuju
ke esophagus. Tenggorakan jika dipendarahi oleh bermacam-macam pembuluh darah,
otot faring, trakea dan esophagus. Tulang hyoid dan klavikula merupakan salah satu
tulang tenggorokan untuk mamalia.2
a. Rongga mulut
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak
di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Bibir dan
pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh
saraf fasilais. Vermilion berwarna merah karena di tutupi oleh lapisan tipis epitel
skuamosa. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum
oris. Muara duktus kelenjar parotis menghadap gigi molar kedua atas.2
Gigi ditunjang oleh krista alveolar mandibula dibagian bawah dan krista alveolar
maksila di bagian atas. Gigi pada bayi terdiri dari dua gigi seri, satu gigi taring dan
dua gigi geraham. Gigi dewasa terdiri dari dua gigi seri dan satu gigi taring, dua gigi
premolar dan tiga gigi molar. Permukaan oklusal dari gigi seri berbentuk menyerupai
pahat dan gigi taring tajam, sedangkan gigi premolar dan molar mempunyai
permukaan oklusal yang datar. Daerah diantara gigi molar paling belakang atas dan
bawah dikenal dengan trigonum retromolar.2
Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan dan sebagian
besar dari otot palatum mole dibagian belakang. Palatum mole dapat diangkat untuk
faring bagian nasal dari rongga mulut dan orofaring. Ketidakmampuan palatum mole
menutup akan mengakibatkan bicara yang abnormal (rinolalia aperta) dan kesulitan
menelan. Dasar mulut diantara lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian
dari kelenjar submandibula. Muara duktus mandibularis terletak di depan ditepi
frenulum lidah. Kegagalan kelenjar liur untuk mengeluarkan liur menyebabkan mulut
menjadi kering, atau xerostomia. Hal ini merupakan keluhan yang menyulitkan pada
beberapa pasien.2
Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga bagian depan dapat
digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Otot dari lidah dipersarafi oleh saraf
hipoglosus. Dua pertiga lidah bagian depan dipersarafi oleh saraf lingualis dan saraf
glosofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.2
b. Faring
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang dari mulut, cavum nasi,
kranial atau superior sampai esofagus, laring dan trakea. Faring adalah suatu kantong
fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di
bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus
setinggi vertebra servikalis ke-6. ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring,
sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melaui aditus laring dan ke bawah
berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa
kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.
Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler,
pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring,
orofaring dan laringofaring (hipofaring).2
Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,
kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain.
Nasofaring membuka ke arah depan ke hidung melalui koana posterior. Superior,
adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustakhius
kartilaginosa terdapat didepan lekukan yang disebut fosa Rosenmuller. Kedua struktur
ini berada diatas batas bebas otot konstriktor faringis superior. Otot tensor veli
palatini, merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustakhius,
masuk ke faring melalui ruangan ini. Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar
hamulus tulang untuk memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatini dipersarafi
oleh saraf mandibularis melalui ganglion otic.2
Orofaring ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal
dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan
tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan dibelakang dari arkus
faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus otot-otot ini membantu menutupnya
orofaring bagian posterior. Semuanya dipersarafi oleh pleksus faringeus.2
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan
otot:
1. Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring
karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya
torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan
laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan
tidak bersilia.2
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak
dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh
karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.2
2. Palut Lendir (Mucous Blanket)
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di
bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan
bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk
menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini
mengandung enzim Lyzozyme yang penting untuk proteksi.2
3. Otot
Faring merupakan daerah dimana udara melaluinya dari hidung ke laring juga
dilalui oleh makanan dari rongga mulut ke esofagus. Oleh karena itu, kegagalan dari
otot-otot faringeal, terutama yang menyusun ketiga otot konstriktor faringis, akan
menyebabkan kesulitan dalam menelan dan biasanya juga terjadi aspirasi air liur dan
makanan ke dalam cabang trakeobronkial.2
4. Pendarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.
Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan
cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatina superior.2
5. Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari
n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik.
Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring
kecuali m.stilofaring yang dipersarafi lansung oleh cabang n.glosofaring (n.IX).2
6. Kelenjar getah bening
Aliran limfa dari dinding faring dapat melaui 3 saluran yakni superior, media dan
inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan
kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar
getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran
limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.2
Berdasarkan letak, faring dibagi atas:
1. Nasofaring
Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan
limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa
rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis
serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba
eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus
vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian
petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.2
2. Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan
kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah
dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan
posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.2
a.
Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus didalamnya.2
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil
lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.
Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada
kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong
faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.2
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang
disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi
kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang
terlepas, bakteri dan sisa makanan.2
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul
tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan
diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina
ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis
dorsal.2
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadangkadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan
tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus
tiroglosus.2
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan
dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.2
3. Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula
epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus
makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian
medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan
dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di
antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas
inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah
lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus. 2
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak
langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur
pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua
buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan
ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil
( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan
tersangkut disitu.2
Dibawah valekula terdapta epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil
(bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat
menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak
langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi
(proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.2
Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring
dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.2
2.1.2 Fisiologi
a.Fungsi faring
Terutama untuk pernapasan, menelan, resonansi suara dan artikulasi. Tiga dari fungsifungsi ini adalah jelas. Fungsi penelanan akan dijelaskan terperinci.
1. Penelanan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut
ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap
ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang
sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah.
Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod
berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan
seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian
belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh
kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus
esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus
berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui
esofagus dan masuk ke lambung.2
2. Proses berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum
dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding
belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mulamula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersamasama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli
palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior
faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding
belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring
sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif
m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu
bersamaan.2
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi,
tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat
bersamaan dengan gerakan palatum.2
2.2
Definisi
Difteri adalah suatu penyakita infeksi yang bisa menular yang disebabkan oleh
bakteri coryneabacterium diphteria yang berasal dari membran mukosa hidung dan
nasovaring, kulit dan lesi lain dari orang yang terinfeksi (Buku Pegangan Praktek
Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak)
Difteri adalah penyakit infeksi yang mendadak yang disebabkan oleh kuman
Coryneabacterium diphteria. Mudah menular dan yang diserang terutama traktus
respiratorius bagian atas dengan tanda khas terbentuknya pseudo membran dan
dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal (Ilmu
Kesehatan Anak)
2.3
Etiologi
Disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, bakteri gram positif yang
bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarna sediaan
langsung dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan
sediaan langsung dari lesi. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam susunan
palisade, bentuk L atau V, atau merupakan kelompok dengan formasi mirip huruf
cina. Kuman tumbuh secara aerob, bisa dalam media sederhana, tetapi lebih baik
dalam media yang mengandung K-tellurit atau media Loeffler. Pada membran mukosa
manusia C.diphteriae dapat hidup bersama-sama dengan kuman diphteroid saprofit
yang mempunyai morfologi serupa, sehingga untuk membedakan kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan khusus dengan cara fermentasi glikogen, kanji,glukosa,
maltosa dan sukrosa.
Basil ini hanya tumbuh pada medium tertentu, seperti: medium Loeffler,
medium tellurite, medium fermen glukosa, dan Tindale agar. Pada medium Loeffler,
basil ini tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni yang kecil, glanular,
berwarna hitam, dan dilingkari warna abu-abu coklat.
Menurut bentuk, besar, dan warna koloni yang terbentuk, dapat dibedakan 3
jenis basil yang dapat memproduksi toksin, yaitu:
Gravis, koloninya besar, kasar, irregular, berwarna abu-abu dan tidak
menimbulkan hemolisis eritrosit.
Mitis, koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks, dan dapat menimbulkan
hemolisis eritrosit.
Intermediate, koloninya kecil, halus, mempunyai bintik hitam di tengahnya
dan dapat menimbulkan hemolisis eritrosit.
Jenis gravis dan intermediate lebih virulen dibandingkan dengan jenis mitis.
Karakteristik jenis gravisialah dapat memfermentasikan tepung kanji dan glikogen,
sedangkan dua jenis lainnya tidak. Semua jenis bakteri ini bisa memproduksi
eksotoksin, akan tetapi virulensinya berbeda.
Sebagian besar jenis yang tidak virulen adalah termasuk grup mitis, kadangkadang ada bentuk grafis atauintermediate yang tidak virulen terhadap manusia.
Strain toksigenik ini mungkin berubah menjadi non-toksigenik, setelah dilakukan
subkultur yang berulang-ulang di laboratorium atau karena pengaruh pemberian
bakteriofag. Ciri khas C.diphteriaeadalah kemampuannya memproduksi eksotoksin
baik
in
vivo
maupunin
vitro.
Kemampuan
suatu
strain
untuk
Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan berwarna putih keabuabuan yang terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan basil.
Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam
diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada
otot jantung, ginjal dan jaringan saraf. Minimum lethal dose (MLD) toksin ini adalah
0,02ml. Satu perlima puluh ml toksin dapat membunuh marmut dan kurang lebih 1/50
dosis ini dipakai untuk uji Schick.
Bakteri ini ditularkan dropplet dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembang biak
pada atau disekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan beberapa jenis bakteri ini menghasilkan teksik yang sangat
kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak. Masa inkubasi 1-7
hari (rata-rata 3 hari). Hasil difteria akan mati pada pemanasan suhu 600C selama 10
menit, tetapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air, susu dan lender yang
telah mengering.
2.4
biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi
toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh
melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah. Efek toksin pada jaringan tubuh
manusia adalah hambatan pembentukan protein dalam sel. Pembentukan protein
dalam sel dimulai dari penggabungan 2 asam amino yang telah diikat 2 transfer RNA
yang mendapati kedudukan P dan A dari ribosom. Bila rangkaian asam amino ini akan
ditambah dengan asam amino lain untuk membentuk polipeptida sesuai dengan
cetakan biru RNA, diperlukan proses translokasi. Translokasi ini merupakan
pindahnya gabungan transfer RNA + dipeptida dari kedudukan A ke kedudukan P.
Proses translokasi ini memerlukan enzim traslokase (elongation factor-2) yang aktif.
Toksin difteria mula-mula menempel pada membran sel dengan bantuan
fragmen B dan selanjutnya fragmen A akan masuk dan mengakibatkan inaktivitasi
enzim translokase melalui proses NAD+EF2 (aktif) toksin ADP-ribosil-EF2 (inaktif)
+ H2 + Nikotinamid ADP-ribosil-EF2 yang inaktif ini menyebabkan proses traslokasi
tidak berjalan sehingga tidak terbentuk rangkaian polipeptida yang diperlukan, dengan
akibat sel akan mati. Nekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman. Sebagai
respons terjadi inflamasi local, bersama-sama dengan jaringan nekrotik membentuk
bercak eksudat yang semula mudah dilepas. Produksi toksin semakin banyak, daerah
infeksi semakin lebar dan terbentuklah eksudat fibrin. Terbentuklah suatu membran
yang melekat erat berwarna kelabu kehitaman, tergantung dari jumlah darah yang
terkandung. Selain fibrin, membran juga terdiri dari sel radang, eritrosit dan epitel.
Bila dipaksa melepaskan membran akan terjadi perdarahan. Selanjutnya akan terlepas
sendiri pada masa penyembuhan. (1)
Pada pseudomembran kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder dengan
bakteri (misalnya Streptococcus pyogenes). Membran dan jaringan edematous dapat
menyumbat jalan nafas. Gangguan pernafasan / sufokasi bias terjadi dengan perluasan
penyakit kedalam laring atau cabang trakeo-bronkus. Toksin yang diedarkan dalam
tubuh bias mengakibatkan kerusakan pada setiap organ, terutama jantung, saraf dan
ginjal. Antitoksin difteria hanya berpengaruh pada toksin yang bebas atau yang
terabsorbsi pada sel, tetapi tidak menetralisasi apabila toksin telah melakukan
penetrasi kedalam sel. Setelah toksin terfiksasi dalam sel, terdapat masa laten yang
bervariasi sebelum timbulnya manifestasi klinis. Miokarditis biasanya terjadi dalam
10-14 hari, manifestasi saraf pada umumnya terjadi setelah 3-7 minggu. Kelainan
patologik yang mencolok adalah nekrosis toksis dan degenerasi hialin pada
bermacam-macam organ dan jaringan. Pada jantung tampak edema, kongesti,
infiltrasi sel mononuclear pada serat otot dan system konduksi,. Apabila pasien tetap
hidup terjadi regenerasi otot dan fibrosis interstisial. Pada saraf tampak neuritis toksik
dengan degenerasi lemak pada selaput myelin. Nekrosis hati biasa disertai gejala
hipoglikemia, kadang-kadang tampak perdarahan adrenal dan nekrosis tubular akut
pada ginjal. (4)
2.4
Klasifikasi
Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala
hanya nyeri menelan.
Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala
komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis(kelemahan anggota
gerak) dan nefritis (radang ginjal).
Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan
pasien, yaitu:
a)
Difteri hidung (nasal diphtheria) bila penderita menderita pilek dengan ingus yang
bercampur darah. Prevalesi Difteri ini 2 % dari total kasus difteri. Bila tidak diobati
akan berlangsung mingguan dan merupakan sumber utama penularan.
c)
Difteri laring ( laryngo tracheal diphtheriae ) dengan gejala tidak bisa bersuara,
sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah,
kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan
difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.
d) Difteri kutaneus (cutaneous diphtheriae) dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip
sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membran diatasnya. Namun
tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi cenderung
tidak terasa apa-apa.
2.5
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala difteri tergantung pada focus infeksi, status kekebalan dan
apakah toksin yang dikeluarkanitu telah memasuki peredaran darah atau belum. Masa
inkubasi difteri biasanya 2-5 hari , walaupun dapat sngkat hanya satu hari dan lama 8
hari bahkan sampai 4 minggu. Biasanya serangan penyakit agak terselubung,
misalnya hanya sakit tenggorokanyang ringan, panas yang tidak tinggi, berkisar antara
37,8 C 38,9C. Pada mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi kebanyakan
sudah terjadi membrane putih/keabu-abuan.3
Dalam 24 jam membrane dapat menjalar dan menutupi tonsil, palatum molle,
uvula. Mula-mula membrane tipis, putih dan berselaput yang segera menjadi tebal,
abu-abu/hitam tergantung jumlah kapiler yang berdilatasi dan masuknya darah ke
dalam eksudat. Membran mempunyai batas-batas jelas dan melekat dengan jaringan
dibawahnya, shingga sukar diangkat sehingga jika diangkat secara paksa
menimbulkan perdarahan. Jaringan yang tidak ada membrane biasanya tidak
membengkak. Pada difteri sedang biasanya proses yang terjadi akan menurun pada
hari-hari 5-6, walaupun antitoksin tidak diberikan.3
Gejala local dan sistemik secara bertahap menghilang dan membrane akan
menghilang dan membrane akan menghilang. Bentuk difteri antara lain bentuk
Bullneck atau malignant difteri. Bentuk ini timbul dengan gejala gejala yang lebih
berat dan membrane secara cepat menutupi faring dan dapat menjalar ke hidung.
Udema tonsil dan uvula dapat timbul, dapat disertai nekrosis. Pembengkakan kelenjar
leher, infiltrate ke dalam sel-sel jaringan leher, dari satu telinga ke telinga yang lain
dan mengisi bagian bawah mandibula sehingga member gambaran bullneck.3
Gambaran klinik dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
Gejala umum, kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu
makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan.
a.
Gejala local, yang tamapak berupa tonsil yang membengkak ditutupi bercak
putihkotor yang makin lama makin meluas, dan dapat menyumbat saluran nafas.
Pseudomembran ini melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah. Pada perkembangan penyakit ini infeksi berjalan terus, kelenjar limfe leher
akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai sapi( bullneck ).
Bila difteria mengenai hidung (hanya 2% dari jumlah pasien difteria) gejala yang
timbul berupa pilek, sekret yang keluar bercampur darah yang berasal dari
pseudomembran dalam hidung. Biasanya penyakit ini akan meluas ke bagian
Penatalaksanaan
Pengobatan
a. Tindakan Umum
1. Tujuan :
a. Mencegah terjadinya komplikasi
b. Mempertahankan/memperbaiki keadaan umum
c. Mengatasi gejala /akibat yang timbul
2. Jenis Tindakan :
a)
b)
Jamin intake cairan dan makanan. Bentuk makanan disesuaikan dengan toleransi,
untuk hal ini dapat diberikan makanan lunak, saring/cair, bilaperlu sonde lambung
jika ada kesukaranmenelan (terutama pada paralysisis palatum molle dan otot-otot
faring).
c)
Jamin kemudahan defekasi. Jika perlu berikan obat-obat pembantu defekasi (klisma,
laksansia,
d)
e)
f)
g)
h)
1. Berikan Oksigen
2. Trakeostomi, yang mana disesuaikan dengan tingkat dispneu laryngeal menurut
Jackson :
i) Penderita tenang dengan cekungan ringal suprasternal
j) Retraksi suprasternal lebih dalam + cekungan epigastrium dan penderita gelisah
k) Retraksi supra dan infrasternal, penderita gelisah
l) Penderita sangat gelisah, ketakutan, muka pucat kelabu dan akan kehabisan tenaga,
lalu tampak seolah-olah tenang, tertidur dan akhirnya meninggal karena asfiksia
Trakeostomi hanya diindikasikan pada tingkat II dan III.
b. Tindakan Spesifik
1. Tujuan :
a. Menetralisir Toksin
b. Eradikasi Kuman
c. Menanggulangi infeksi sekunder
2. Jenis Tindakan (Ada 3 jenis pengobatan) :
1. Serum Anti Difteri (SAD)
Dosis diberikan berdasar atas luasnya membrane dan beratnya penyakit.
a) 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas membran menutupi sebagian/seluruh tonsil
secara unilateral/bilateral.
b) 80.000 IU untuk difteri berat, yakni luas membran menutupi hingga melewati tonsil,
meluas ke uvula, palatum molle dan dinding faring.
c) 120.000 IU untuk difteri sangat berat, yakni ada bull neck, kombinasi difteri laring
dan faring,
komplikasi
berupa
miokarditis,
kolaps
sirkulasi
dan
kasus
lanjut.
Dosis DS (KI)
Cara Pemberian
Difteri hidung
20.000
Difteri tonsil
40.000
Difteri faring
40.000
Difteri laring
40.000
Kombinasi lokasi di atas
80.000
Difteri + penyulit, bullneck
80.000-120.000
Terlambat berobat (>72 jam),80.000-120.000
IM
IM atau IV
IM atau IV
IM atau IV
IV
IV
IV
Pengawasan tanda vital dan reaksi lainnya seperti perluasan membran, selama dan
sesudah pemberian SAD terutama sampai 2 jam setelah pemberian serum.
b. Adrenalin 1:1000 dalam dalam semprit harus selalu disediakan ( dosisnya 0,01 cc/kg
BB im,
maksimal diulang 3x dengan interval 5-15 menit ).
c.
a) Tes kulit
a. SAD 0,1 cc pengenceran 1:10 dalam NaCl 0,9% intrakutan. Hasilnya dibaca setelah
15-20 menit.
b. Dianggap positif bila teraba indurasi dengan diameter paling sedikit 10 mm.
b)
Tes Mata
1 tetes pengenceran SAD 1:10 dalam NaCl 0,9% diteteskan pada salah satu kelopak
mata bagian bawah
1 tetes NaCl 0,9% digunakan sebagai kontras pada mata lainnya. Hasilnya dilihat
setelah 15 20 menit kemudian
Dianggap (+) bila ada tanda konjungtivitis ( merah, bengkak, lakrimasi )
Konjungtivitis diobati dengan adrenalin 1:1000
Bila salah satu tes kepekaan (+), maka SAD tidak diberikan secara sekaligus (single
dose) tetapi secara bertahap, yaitu dengan dosis yang ditingkatkan secara perlahan-
lahan (desensibilisasi) dengan interval 20 menit. SAD diencerkan dalam NaCl 0,9%
dengan dosis sebagai berikut:
0,05 cc dari pengenceran 1:20 secara subkutan
0,1 cc dari pengenceran 1:20 secara subkutan
0,1 cc dari pengenceran 1:10 secara subkutan
0,1 cc tanpa pengenceran secara subkutan
0,3 cc tanpa pengenceran secara subkutan
0,5 cc tanpa pengenceran secara subkutan
1 cc tanpa pengenceran secara subkutan
SAD yang sisa diberikan secara drips IV. Bila ada tanda-tanda reaksi anafilaktik
segera berikan
adrenalin 1:1000.
2. Antibiotik
a.
b.
Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/kg BB secara oral 3-4 kali/hari selama 10 hari.
3. Kortikosteroid
a. Indikasi : Difteri berat dan sangat berat (membran luas, komplikasi bull neck)
b. Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu.
c. Dexamethazon 0,5-1 mg/kgBB/hari seca IV (terutama untuk toksemia)
2.7
Pemeriksaan Diagnostik
a. Schick test
Tes kulit ini digunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Tes ini
tidak berguna untuk diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari kemudian.
Untuk pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MED. Yang diberikan intrakutan dalam
bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut tidak
mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang setelah
beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang rendah uji
schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah kecoklatan dalam
24 jam. Uji schick dikatakan negatif bila tidak didapatkan reaksi apapun pada tempat
suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin
yang tinggi. Positif palsu dapat terjadi akibat reaksi alergi terhadap protwin antitoksin
yang akan menghilang dalam 72 jam.
b. Pemeriksaan laboratorium
Komplikasi
1. Gangguan pernapasan
C. Diphtheriae dapat menghasilkan racun yang menginfeksi jaringan di daerah
hidung dan tenggorokan. Infeksi tersebut menghasilkan membaran putih keabu-abuan
(psedomembrane) terdiri dari membran sel-sel mati, bakteri dan zat lainnya. Membran
ini dapat menghambat pernapasan.
2. Kerusakan jantung
Toksin (racun) difteri dapat menyebar melalui aliran darah dan merusak jaringan
lain dalam tubuh Anda, seperti otot jantung, sehingga menyebabkan komplikasi
seperti radang pada otot jantung (miokarditis). Kerusakan jantung akibat miokarditis
muncul sebagai kelainan ringan pada elektrokardiogram yang menyebabkan gagal
jantung kongestif dan kematian mendadak.
3. Kerusakan saraf
Toksin juga dapat menyebabkan kerusakan saraf khususnya pada tenggorokan, di
mana konduksi saraf yang buruk dapat menyebabkan kesulitan menelan. Bahkan saraf
pada lengan dan kaki juga bisa meradang yang menyebabkan otot menjadi lemah. Jika
racun ini merusak otot-otot kontrol yang digunakan untuk bernapas, maka otot-otot ini
dapat menjadi lumpuh. Kalau sudah seperti itu, maka diperlukan alat bantu napas.
2.9
Pencegahan
a. Isolasi penderita
Penderita harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah
pemeriksaan kuman difteri dua kali berturut-turut negatif.
b. Pencegahan terhadap kontak
Terhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama
7 hari. Bila
penderita tersebut harus diobati. Bila tidak ada gejala klinis, maka
diberi imunisasi terhadap difteri.
c.
Imunisasi
didapat
dengan
satu
kali
vaksinasi
tidak
mempunyai
2.
dilakukan
pada
waktu
bayi
dengan
vaksin
yang
cell
pertusis (DTP).
Vaksin
yang
Dosis ke-5 diberikan pada saat usia 4-6 tahun (usia masuk
sekolah); dosis ke-5 ini tidak perlu diberikan jika sudah mendapat
dosis ke-4 pada usia 4 tahun. Bila komponen pertusis dari DTP
merupakan
kontraindikasi,
sebagai
pengganti
dapat
diberikan
vaksin DT.
b) Untuk usia 7 tahun ke atas:
Mengingat efek samping pemberian imunisasi meningkat dengan
bertambahnya usia maka dosis booster untuk anak usia di atas 7
tahun, vaksin yang dipakai adalah vaksin dengan konsentrasi /
kadar diphtheria toxoid (dewasa) yang rendah. Sedangkan untuk
mereka yang sebelumnya belum pernah diimunisasi maka diberikan
imunisasi dasar berupa 3 dosis vaksin serap tetanus dan diphtheria
toxoid (Td).
Dua dosis pertama diberikan dengan interval 4-6 minggu dan
dosis ke-3 diberikan 6 bulan hingga 1 tahun setelah dosis ke-2. data
yang terbatas dari Swedia menunjukkan bahwa jadwal pemberian
imunisasi ini mungkin tidak memberikan tingkat perlindungan yang
memadai pada kebanyakan remaja, oleh karena itu perlu diberikan
dosis tambahan.
Untuk
mempertahankan
tingkat
perlindungan
maka
perlu
5.
a.
b.
discharge
penderita.
Dilakukan
pencucihamaan
menyeluruh.
c.
Karantina:
pekerjaannya
Karantina
dilakukan
berhubungan
terhadap
dengan
dewasa
pengolahan
yang
makanan
yang
belum
diimunisasi.
Mareka
harus
diistirahatkan
diimunisasi,
berikan
mereka
imunisasi
dasar
dengan
vaksinasi: Td, DT, DTP, DtaP atau DTP-Hib tergantung dari usia
mereka.
e.
Dari:http://gameriyawan.blogspot.com/2013/06/asuhankeperawatan
anakpadakasus.html#.Ue_W1lPrbTE
ASUHANKEPERAWATANANAKPADAKASUSDIFTERI
Posted by edy riyawan Posted on Senin, Juni 03, 2013 with No
comments
1. Landasan Teori
1.1
Pengertian
Etiologi
Penyebab penyakit difteri adalah kuman corynebacteriumdifteri
yang bersifat:
membentuk spora, terdiri dari 3 jenis basil yaitu : gravis, mitis, inter
medius, membentuk pseudomembran yang sukar diangkat, mudah
berdarah,
dan
berwarna
putih
keabu-abuan,
mengeluarkan
Patofisiologis
Kuman berkembang biak pada saluran nafas atas dan dapat juga
pada vulva kulit mata walaupun jarang terjadi. Kuman membentuk
pseudomembran
dan
melepaskan
eksotoksin.
Pseudomembran
timbul local dan menjalar dari laring, faring dan saluran nafas atas.
Kelenjar getah bening akan tampak membengkak dan mengandung
toksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan
terjadinya miokarditis dan timbul paralysis otot-otot pernafasan bila
mengenai jaringan syaraf. Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi
akibat dari pseudomembran pada laring dan trachea menyebabkan
kondisi yang fatal.
1.4
Manifestasi Klinik
Tergantung pada:
1.4.1
1.4.2
Imunitas pasien
1.4.3
1.5
Gejala Klinis
Masa tunas antara 1-6 hari.
1.5.1
Gejala umum
1.5.1.1
Demam
1.5.1.2
Pilek
1.5.1.3
Sesak
1.5.1.4
Sakit kepala
1.5.1.5
Batuk
1.5.2
1.5.2.1
Gejala lokal
Difteri hidung/ Difteri ringan
Pseudomembran sampai batas pada hidung/ parsial dengan
gejala
secret
hidung
serosa
inguinosa,
epistaksis,
ada
1.5.2.3
1.6
Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung pada:
1.6.1
1.6.2
1.6.3
1.6.4
1.6.5
1.6.6
1.7
1.7.1
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan
leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar
albumin. Pada urine terdapat albuminuria ringan.
1.7.2
1.8
Komplikasi
1.8.1
1.8.2
Kardiovaskuler: miokarditis
1.8.3
1.8.4
1.8.4.1
1.8.4.2
1.8.4.3
1.9
1.9.1
1.9.1.1
1.9.1.1.1
Pencegahan
Imunisasi
Iminisasi Primer
Anak usia 6 minggu - 6 tahun
Diberikan dosis Td secara IM/ SC dengan interval 4-6 minggu
dimulai ketika anak usia 6 minggu - 2 bulan dan dilanjutkan dengan
pemberian ke-4 selama 1 tahun sesudah pemberian ke-3 preparat
yang digunakan adalah Pediatric Taksoid Dipteria
1.9.1.1.2
1.9.1.2
Imunisasi Boster
1.9.1.2.1
1.9.1.2.2
1.9.2
Isolasi pasien
1.9.3
Dengan tujuan
toksin
untuk
tujuan
ini
maka
0,1
ml
antitoksin
dengan
diberikan
semua
kiri
dan
kanan/
jika
tidak
ikut
menentukan
keberhasilan
trakheostomi
tersebut
2.
2.1
2.1.1
Landasan Askep
Pengkajian
Identitas klien : Biasanya menyerang pada individu yang berusia
kurang dari 15 th ( yang tidak dapat imunisasi lengkap )
2.1.2
Keluhan utama
Batuk, demam
2.1.3
2.1.4
2.1.5
Riwayat Imunisasi
Imunisasi DPT 1, 2, 3 pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan yang
kurang memadai
2.1.6
ADL
2.1.6.1
2.1.6.2
2.1.6.3
2.1.7
2.1.7.1
Pemeriksaan
Pemeriksaan umum
TD: turun
Nadi: cepat
2.1.7.2
Pemeriksaan fisik
Wajah: sianosis
Mulut: bibir kering, mulut terbuka, ada membran putih pada tonsil
dan faring
2.1.7.3
Bakteriologi
Darah
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium
: Hapusan tenggorokan di temukan kuman corinebakterium difteria
: Penurunan kadar HB dan leukosit polimorfonukleus, penurunan
jumlah eritrosit dan kadar albumin.
Skin test
2.1.8
Therapi
Therapi atau penatalaksanaan sesuai dengan konsep dasar:
Pengobatan umum
Pengobatan spesifik
ADS
Anti biotik
PP 500.000 u/kg/BB/hari sampai 3 hari bebas demam.
Pada
pasien
yang
di
lakukan
trakheostomi
ditambahkan
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pre operasi
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan terlepasnya
eksotoksin
2.2.1.2
Gangguan
pemenuhan
nutrisi
(kurang
dari
kebutuhan)
2.2.1.4
2.2.2
2.2.2.1
2.2.2.2
Resiko
tinggi
terjadinya
operasi
berhubungan
dengan
Kerusakan
komunikasi
verbal
berhubungan
dengan
Intervensi
Diagnosa keperawatan I
Tujuan: Klien menunjukan suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria hasil:
2.3.2
Diagnisa keperawatan II
BB meningkat
Intervensi:
2.3.3
Bantu pasien pada posisi yang nyaman, kepala lebih tinggi dari kaki
R/ Diafragma lebih rendah dapat meningkatkan ekspansi dada
Thurasi
membantu
menurunkan
viskositas
secret
dan
mempermudah pengeluaran
-
penting
ventalasi
-
Lakukan suction
untuk
mengeluarkan
secret
dan
memperbaiki
2.3.4
Tujuan
Diagnosa keperawatan IV
: Didapatkan kondisi lingkungan yang dapat mencegah atau
menurunkan resiko terjadinya infeksi
Kriteria hasil :
Berikan
perawatan
secara
teratur:
mandi,
BAB,
BAK,
dan
berpakaian
R/ Kulit yang kotor merupakan media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme
-
2.4
Implementasi
Sesuai dengan intervensi
2.5
Evaluasi
Berdasarkan tujuan
DAFTAR PUSTAKA
Nelson,2000,Ilmu
Kesehatan
Kedokteran EGC : jakarta
Anak,bagian
II,penerbit
buku