Vous êtes sur la page 1sur 55

REFERATDIFTERIdari:

http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/referatdifteri_18.html
FAKULTASKEDOKTERAN
2005

BABI
PENDAHULUAN.
Difteri adalah suatupenyakit infeksi akut yangsangat menular, disebabkan olehkarena toxindari
bakteridenganditandaipembentukanpseudomembranpadakulitdanataumukosadanpenyebarannya
melaluiudara.PenyebabpenyakitiniadalahCorynebacteriumDiphteriae,dimanamanusiamerupakan
salahsatureservoirdaribakteriini.(1)
Infeksibiasanyaterdapatpadafaring,laring,hidungdankadangpadakulit,konjugtiva,genitaliadan
telinga. Infeksi ini menyebabkan gejala gejala lokal dan sistemik,efeksistemik terutama karena
eksotoksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme pada tempat infeksi. Masa inkubasi kuman ini
antara25hari,penularanterjadimelaluikontakdenganpenderitamaupuncarrier.(2)
Difterimerupakanpenyakityangharusdidiagnosadanditerapidengansegera.Bayibarulahirbiasanya
membawaantibodysecarapasifdariibunyayangbiasanyaakanhilangpadausia6bulan,olehkarena
itubayibayidiwajibkandivaksinasi,yangmanavaksinasiinitelahterbuktimengurangi insidensi
penyakittersebut.(5)
Walaupun difteri sudahjarang di berbagai tempat di dunia,tetapi kadangkadang masihada yang
terkenaolehpenyakittersebut.DiIndonesiadifteribanyakterdapatdidaerahberpendudukpadatdan
keadaan lingkungan yang buruk dengan angka kematian yang cukup tinggi, 50% penderita difteri
meninggaldengangagaljantung.Kejadianluarbiasainidapatterjaditerutamapadagolonganumur
rentanyaitubayidananak.TapiakhirakhiriniberkatadanyaProgramPengembanganImunisasi(PPI)
makaangkakesakitandankematianmenurunsecaradrastis.(3)

BABII
TINJAUANPUSTAKA

DIFTERI
2.1.Etiologi
SpesiesCorynebacteriumDiphteriaeadalahkumanbatanggrampositif(basilaerob),tidakbergerak,
pleomorfik,tidakberkapsul,tidakmembentukspora,matipadapemanasan60C,tahandalamkeadaan
bekudankering.Denganpewarnaan,kumaninibisaterlihatdalamsusunanpalisade,bentukLatuV,
atau merupakan formasi mirip huruf cina. Kuman tidak bersifat selektif dalam pertumbuhannya,
isolasinya dipermudah dengan media tertentu (yaitu sistin telurit agar darah) yang menghambat
pertumbuhanorganismeyangmenyaingi,danbiladireduksiolehC.diphteheriaeakanmembuatkoloni
menjadi abuabu hitam, atau dapat pula dengan menggunakan media loeffler yaitu medium yang
mengandungserumyangsudahdikoagulasikandenganfosfatkonsentrasitinggimakaterjadigranul
yangberwarnametakromatikdenganmetilenblue,padamediuminikoloniakanberwarnakrem.Pada
membran mukosa manusia C.diphtheriae dapat hidup bersamasama dengan kuman diphtheroid
saprofityangmempunyaimorfologiserupa,sehinggauntukmembedakankadangkadangdiperlukan
pemeriksaankhususdengancarafermentasiglikogen,kanji,glukosa,maltosaatausukrosa.(4)
Secara umum dikenal 3 tipe utama C.diphtheriae yaitu tipe garvis, intermedius dan mistis namun
dipandangdarisudutantigenitassebenarnyabasilinimerupakanspesiesyangbersifatheterogendan
mempunyaibanyaktipeserologik.Halinimungkinbiasmenerangkanmengapapadaseorangpasien
biasa mempunyai kolonisasi lebih dari satu jenis C.diphtheriae. Ciri khas C.diphtheriae adalah
kemampuannyamemproduksieksotoksinbaikinvivomaupuninvitro,toksininidapatdiperagakan
denganujinetralisasi toksininvivopadamarmut(ujikematian)ataudiperagakaninvitrodengan
teknikimunopresipitinagar(ujiElek)yaitusuatuujireaksipolimerasepengamatan.Eksotoksinini
merupakan suatu protein dengan berat molekul 62.000 dalton, tidak tahan panas atau cahaya,
mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen A (aminoterminal) dan fragmen B (karboksiterminal).
Kemampuan suatu strain untuk membentuk atau memproduksi toksin dipengaruhi oleh adanya
bakteriofag,toksinhanyabiasadiproduksiolehC.diphtheriaeyangterinfeksiolehbakteriofagyang
mengandungtoxigene.(1)
2.2.Patogenesisdanpatofisiologis
KumanC.diphtheriaemasukmelaluimukosa/kulit,melekatsertaberkembangbiakpadapermukaan
mukosasalurannafasbagianatasdanmulaimemproduksitoksinyangmerembeskesekelilingserta
selanjutnyamenyebarkeseluruhtubuhmelaluipembuluhlimfedanpembuluhdarah.Efektoksinpada
jaringantubuhmanusiaadalahhambatanpembentukanproteindalamsel.Pembentukanproteindalam
sel dimulai dari penggabungan 2 asam amino yang telah diikat 2 transfer RNA yang mendapati
kedudukanPdanAdariribosom.Bilarangkaianasamaminoiniakanditambahdenganasamamino
lainuntukmembentukpolipeptidasesuaidengancetakan biruRNA,diperlukanprosestranslokasi.

Translokasi ini merupakan pindahnya gabungan transfer RNA + dipeptida dari kedudukan A ke
kedudukanP.Prosestranslokasiinimemerlukanenzimtraslokase(elongationfactor2)yangaktif.
ToksindifteriamulamulamenempelpadamembranseldenganbantuanfragmenBdanselanjutnya
fragmenAakanmasukdanmengakibatkaninaktivitasienzimtranslokasemelaluiprosesNAD+EF2
(aktif) toksin ADPribosilEF2 (inaktif) + H2 + Nikotinamid ADPribosilEF2 yang inaktif ini
menyebabkan proses traslokasi tidak berjalan sehingga tidak terbentuk rangkaian polipeptida yang
diperlukan,denganakibatselakanmati.Nekrosistampakjelasdidaerahkolonisasikuman.Sebagai
responsterjadi inflamasi local,bersamasamadenganjaringannekrotikmembentukbercak eksudat
yang semula mudah dilepas. Produksi toksin semakin banyak, daerah infeksi semakin lebar dan
terbentuklah eksudat fibrin. Terbentuklah suatu membran yang melekat erat berwarna kelabu
kehitaman,tergantungdarijumlahdarahyangterkandung.Selainfibrin,membranjugaterdiridarisel
radang,eritrositdanepitel.Biladipaksamelepaskanmembranakanterjadiperdarahan.Selanjutnya
akanterlepassendiripadamasapenyembuhan.(1)
Pada pseudomembran kadangkadang dapat terjadi infeksi sekunder dengan bakteri (misalnya
Streptococcuspyogenes).Membrandanjaringanedematousdapatmenyumbatjalannafas.Gangguan
pernafasan / sufokasi bias terjadi dengan perluasan penyakit kedalam laring atau cabang trakeo
bronkus. Toksin yang diedarkan dalam tubuh bias mengakibatkan kerusakan pada setiap organ,
terutamajantung,sarafdanginjal.Antitoksindifteriahanyaberpengaruhpadatoksinyangbebasatau
yangterabsorbsipadasel,tetapitidakmenetralisasiapabilatoksintelahmelakukanpenetrasikedalam
sel. Setelah toksin terfiksasi dalam sel, terdapat masa laten yang bervariasi sebelum timbulnya
manifestasi klinis.Miokarditisbiasanyaterjadi dalam1014hari,manifestasi sarafpadaumumnya
terjadisetelah37minggu.Kelainanpatologikyangmencolokadalahnekrosistoksisdandegenerasi
hialinpadabermacammacamorgandanjaringan.Padajantungtampakedema,kongesti,infiltrasisel
mononuclearpadaseratototdansystemkonduksi,.Apabilapasientetaphidupterjadiregenerasiotot
dan fibrosis interstisial. Pada saraf tampak neuritis toksik dengan degenerasi lemak pada selaput
myelin.Nekrosishatibiasadisertaigejalahipoglikemia,kadangkadangtampakperdarahanadrenal
dannekrosistubularakutpadaginjal.(4)
2.3.ManifestasiKlinis
Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bias bervariasi dari tanpa gejala
sampaisuatukeadaan/penyakityanghipertoksiksertafatal.Sebagaifactorprimeradalahimunitas
pejamu terhadap toksin difteria, virulensi serta toksigenitas C. diphtheriae ( kemampuan kuman
membentuktoksin),danlokasipenyakitsecaraanatomis.Faktorlaintermasukumur,penyakitsistemik
penyertadanpenyakitpadadaerahnasofaringyangsudahsebelumnya.Difteriamempunyaimasatunas
2hari.Pasienpadaumumnyadatinguntukberobatsetelahbeberapaharimenderitakeluhansistemik.

Demam jarang melebihi 38,9C dan keluhan serta gejala lain tergantung pada lokalisasi penyakit
difteria.(3)
2.3.1.DifteriSaluranPernapasan
Padauraianklasik1400kasusdifteridariCaliforniayangdipublikasikanpadatahun1954,
focus infeksi primer adalah tonsil atau faring pada 94%, dengan hidung dan laring dua tempat
berikutnyayangpalinglazim.Sesudahsekitarmasainkubasi24hari,terjaditandatandadangejala
gejalaradanglokal.Demamjaranglebihtinggidari39C.
2.3.1.1.DifteriHidung
Difteriahidungpadaawalnyameneyerupaicommoncold,dengangejalapilekringantanpa
ataudisertaigejalasistemikringan.Infeksinaresanterior(lebihseringpadabayi)menyebabkanrhinitis
erosif,purulen,serosanguinisdenganpembentukanmembrane.Ulserasidangkalnaresluardanbibir
sebelah dalam adalah khas. Pada pemeriksaan tampak membrane putih pada daerah septum nasi.
Absorbsitoksinsangatlambatdangejalasistemikyangtimbultidaknyatasehinggadiagnosislambat
dibuat.(4)

2.3.1.2DifteriTonsilFaring
Pada difteri tonsil danfaring, nyeri tenggorokmerupakan gejala awal yang umum,tetapi
hanya setengah penderita menderita disfagia, serak, malaise atau nyeri kepala. Dalam 12 hari
kemudiantimbulmembraneyangmelekatberwarnaputihkelabu,injeksifaringringandisertaidengan
pembentukanmembranetonsilunilateralataubilateral,yangmeluassecaraberbedabedamengenai
uvula, palatum molle, orofaring posterior, hipofaring dan daerah glottis. Edema jaringan lunak
dibawahnyadanpembesaranlimfonodidapatmenyebabkangambaranbullneck.Selanjutnyagejala
tergantungdariderajatpeneterasitoksindanluasmembrane.Padakasusberat,dapatterjadikegagalan
pernafasan atausirkulasi.Dapat terjadi paralisispalatum molle baikuni maupunbilateral, disertai

kesukaranmenelandanregurgitasi.Stupor,koma,kematianbiasterjadidalam1minggusampai10
hari. Pada kasus sedang penyembuhan terjadi secara berangsurangsur dan bias disertai penyulit
miokarditisatauneuritis.Padakasusringanmembraneakanterlepasdalam710haridanbiasanya
terjadipenyembuhansempurna.(6)

2.3.1.3.DifteriLaring
Difteri laring biasanya merupakan perluasan difteri faring. Penderita dengan difteri laring
sangatcenderungtercekikkarenaedemajaringanlunakdanpenyumbatanlepasanepitelpernapasan
tebaldanbekuannekrotik.Padadifteriafaringprimergejalatoksikkurangnyata,olehkarenamukosa
laring mempunyai daya serap toksin yang rendah dibandingkan mukosa faring sehingga gejala
obstruksi saluran nafas atas lebih mencolok. Gejala klinis difteri laring sukar dibedakan dari tipe
infectious croups yang lain, seperti nafas berbunyi, stridor yang progresif, suara parau dan batuk
kering.PadaObstruksilaringyangberatterdapatretraksisuprasternal,interkostaldansupraklavikular.
Bilaterjadipelepasanmembraneyangmenutupjalannafasbiasaterjadikematianmendadak.Pada
kasusberat,membranedapat meluaskepercabangan trakeobronkial. Apabiladifterialaringterjadi
sebagaiperluasandaridifteriafaring,makagejalayangtampakmerupakancampurangejalaobstruksi
dantoksemia.

2.3.2.DifteriKulit

Difterikulitberupatukakdikulit,tepijelasdanterdapatmembranepadadasarnya,kelainan
cenderung menahun. Difteri kulit klasik adalah infeksi nonprogresif lamban yang ditandai dengan
ulkus yang tidak menyembuh, superficial, ektimik dengan membrane coklat keabuabuan. Infeksi
difteri kulittidakselaludapat dibedakandariimpetigostreptokokusataustafilokokus,danmereka
biasanyabersama.Padakebanyakankasus,dermatosisyangmendasari,lukagoresan,lukabakaratau
impetigo yang telah terkontaminasi sekunder. Tungkai lebih sering terkena dari pada badan atau
kepala.Nyeri,sakit,eritema,daneksudatkhas.Hiperestesilokalatauhipestesiatidaklazim.Kolonisasi
saluranpernapasanatauinfeksibergejaladankomplikasitoksikterjadipadasebagiankecilpenderita
dengandifterikulit.

2.3.3.DifteriVulvovaginal,Konjungtiva,danTelinga
C. diphtheriae kadangkadang menimbulkan infeksi mukokutan pada tempattempat lain,
seperti telinga (otitis eksterna), mata (konjungtivitis purulenta dan ulseratif), dan saluran genital
(vulvovginitispurulentadanulseratif).Wujudklinis,ulserasi,pembentukanmembranedanperdarahan
submukosamembantumembedakandifteridaripenyebabbakteridanviruslain.(7)

2.4.Diagnosis
Diagnosisdinidifterisangatpentingkarenaketerlambatanpemberianantitoksinsangatmempengaruhi
prognosapenderita.(3)Diagnosisharusditegakkanberdasarkangejalagejalakliniktanpamenunggu
hasil mikrobiologi. Karena preparat smear kurang dapat dipercaya, sedangkan untuk biakan

membutuhkan waktu beberapa hari. Cara yang lebih akurat adalah dengan identifikasi secara
Flourescent antibody technique, namun untuk ini diperlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan
isolasi C diphtheriae dengan pembiakan padamedia loeffler dilanjutkan dengantes toksinogenitas
secarainvivo(marmot)daninvitro(tesElek).(1)
Adanyamembrantenggoroksebenarnyatidakterlaluspesifikuntukdifteri,karenabeberapapenyakit
lainjugadapatditemuiadanyamembran.Tetapimembranpadadifteriagakberbedadenganmembran
penyakitlain,warnamembranpadadifterilebihgelapdanlebihkeabuabuandisertaidenganlebih
banyakfibrindanmelekatdenganmukosadibawahnya.Biladiangkatterjadiperdarahan.Biasanya
dimulaidaritonsildanmenyebarkeuvula.(4)
2.5.DiagnosisBanding
DifteriaHidung,penyakityangmenyerupaidifteriahidungialahrhinorrhea(commoncold,sinusitis,
adenoiditis),bendaasingdalamhidung,snuffles(luescongenital).
Difteria Faring, harus dibedakan dengan tonsillitis membranosa akut yang disebabkan oleh
streptokokus (tonsillitis akut, septic sore throat), mononucleosis infeksiosa, tonsillitis membranosa
nonbakterial,tonsillitisherpetikaprimer,moniliasis,blooddyscrasia,pascatonsilektomi.
DifteriaLaring,gejaladifterialaringmenyerupailaryngitis,dapatmenyerupaiinfectiouscroupsyang
lainyaituspasmodiccroup,angioneuroticedemapadalaring,danbendaasingdalamlaring.
DifteriaKulit,perludibedakandenganimpetigodaninfeksikulityangdisebabkanolehstreptokokus
ataustafilokokus.(1)
2.6.Komplikasi
Komplikasidifteriadapatterjadisebagaiakibatinflamasilokalatauakibataktivitaseksotoksin,maka
komplikasidifteriadapatdikelompokkandalaminfeksitumpanganolehkumanlain,obstruksijalan
nafas akibat membrane atau adema jalannafas, sistemik; karena efek eksotoksinterutama keotot
jantung,syaraf,danginjal.(3)
Infeksi tumpangan pada anak dengan difteri seringkali mempengaruhi gejala kliniknya sehingga
menimbulkanpermasalahandiagnosismaupunpengobatan.Infeksiinidapatdisebabkanolehkuman
streptokok dan stafilokok. Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi
tumpangan dengan streptokok. Mengingat adanya infeksi tumpanganini,kitaharus lebihwaspada
dalammendiagnosisdanmengobatidifteripadaanak.(7)
Obstruksijalannafas,disebabkanolehtertutupnyajalannafasolehmembranedifteriaatauolehkarena
edemapadatonsil,faring,daerahsubmandibulardanservical.

Kasus septikemi yang jarang dan secara umum mematikan telah diuraikan. Kasus endokarditis
sporadik terjadi, dan kelompokkelompok pengguna obat intravena telah dilaporkan di beberapa
negara; kulit adalah tempat masukyang mungkin,dan hampir semua strain adalah nontoksigenik.
Kasusarthritispiogeniksporadicterutamakarenastrainnontoksigenik,dilaporkanpadaorangdewasa
dananakanak.Difteroidyangdiisolasidaritempattempattubuhsteriltidakbolehdianggapsebagai
kontaminantanpapertimbanganwujudklinisyangteliti.(5)
Miokardiopatitoksik.Terjadipadasekitar1025%penderitadengandifteridanmenyebabkan5060%
kematian. Tandatandamiokarditisyangtidakkentara dapat terdeteksi pada kebanyakan penderita,
terutamapadaanakyanglebihtua,tetapiresikokomplikasiyangberartiberkorelasisecaralangsung
denganluasnyadankeparahanpenyakitorofaringlokaleksudatifdanpenundaanpemberianantitoksin.
Buktiadanyatoksisitasjantungkhasterjadipadamingguke2danke3sakitketikapenyakitfaring
membaik tetapi dapat muncul secara akut seawall 1minggu bila berkemungkinan hasil akhir
meninggal, atau secara tersembunyi lambat sampai sakit minggu ke6. Takikardi diluar proporsi
demamlazimdandapatmerupakanbuktiefektiftoksisitasjantungataudisfungsisystemsarafotonom.
Pemanjangan interval PR dan perubahan pada gelombang STT pada elektrokardiogram relative
merupakantandayanglazim.Disaritmiajantungtunggalataudisaritmiaprogresifdapatterjadi,seperti
blockadejantungderajatI,IIdanIII,dissosiasiatrioventrikule,dantakikardiventrikuler.Gagaljantung
kongestif klinis mungkin mulai secara tersembunyi atau akut. Kenaikan kadar aminotransferase
aspartatserumsangatparalleldengankeparahanmionekrosis.Disaritmiaberatmenramalkankematian.
Penemuan histologikpascamati dapat menunjukkan sedikit mionekrosis atau difus dengan respons
radangakut.Yangbertahanhidupdaridisaritmiayanglebihberatdapatmempunyaidefekhantaran
permanent;untukyanglain,penyembuhandarimiokardiopatitoksikbiasanyasempurna.
Neuropati toksik,komplikasi neurologisparallel denganluasnyainfeksi primerdanpadamulainya
yangmultifasik.Secaraakutatau23minggusesudahmulairadangorofaring,seringterjadihipestesia
danparalisislokalpalatummolle.Kelemahannervusfaringeus,laringeus,danfasialisposteriordapat
menyertai,menyebabkansuarakualitashidung,sukarmenelan,danresikokematiankarenaaspirasi.
Neuropaticranialkhasterjadipadamingguke5danmenyebabkanparalisisokulomotordanparalisis
siliaris,yangnampaksebagaistrabismus,pandangankabur,ataukesukaranakomodasi.Polineuropati
simetrismulainya1harisampai3bulansesudahinfeksiorofaringdanterutamamenyebabkandeficit
motordenganhilangnyareflekstendondalam.Kelemahanototproksimaltungkaimenyebarkedistal
danlebihsering.Tandatandaklinisdancairanserebrospinalpadayangkeduatidakdapatdibedakan
daritandatandaklinisdancairanserebrospinalpolineuropatisindromLandryGuillainBarre.Paralisis
diafragmadapatterjadi.Mungkinterjadipenyembuhansempurna.2atau3minggusesudahmulaisakit
jarangadadisfungsipusatpusatvasomotoryangdapatmenyebabkanhipotensiataugagaljantung.(1)
2.7.PengobatanDanPenatalaksanaan.

Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya,
mencegahdanmengusahakanagarpenyulityangterjadiminimal,mengeliminasiC.diphtheriaeuntuk
mencegahpenularansertamengobatiinfeksipenyertadanpenyulitdifteria.
A. Pengobatanumum
Pasiendiisolasisampaimasaakutterlampauidanbiakanhapusantenggoroknegative2kali
berturutturut.Padaumumnyapasientetapdiisolasiselama23minggu.Istirahattirahbaring
selamakuranglebih23minggu,pemberiancairansertadietyangadekuat,makananlunak
yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori. Penderita diawasi ketat atas
kemungkinanterjadinyakomplikasiantaralaindenganpemeriksaanEKGpadahari0,3,7
dansetiapmingguselama5minggu.Khususpadadifterilaringdijagaagarnafastetapbebas
sertadijagakelembabanudaradenganmenggunakannebulizer.(3)
B.PengobatanKhusus
1.Antitoksin:AntiDiphtheriaSerum(ADS)
Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria. Dengan
pemberian antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada penderita kurang dari 1%.
Namundenganpenundaanlebihdariharike6,angkakematianinibiasameningkatsampai
30%.
DosisADSMenurutLokasiMembrandanLamaSakit
TipeDifteriaDosisADS(KI)Carapemberian
DifteriaHidung20.000Intramuscular
DifteriaTonsil40.000Intramuscular/
Intravena
DifteriaFaring40.000Intramuscular/
Intravena
DifteriaLaring40.000Intramuscular/
Intravena
Kombinasilokasidiatas80.000Intravena
Difteria+penyulit,bullneck80.000100.000Intravena
Terlambatberobat(>72jam)80.000100.000Intravena
SebelumPemberianADSharusdilakukanujikulitatauujimataterlebihdahulu,olehkarena
pada pemberian ADS dapat terjadi reaksi anafilaktik, sehingga harus disediakan larutan
adrenalina:1000dalamsemprit.Ujikulitdilakukandenganpenyuntikan0,1mlADSdalam
larutangaramfisiologis1:1.000secaraintrakutan.Hasilpositifbiladalam20menitterjadi

indurasi>10mm.Ujimatadilakukandenganmeneteskan1teteslarutanserum1:10dalam
garamfisiologis.Padamatayanglainditeteskangaramfisiologis.Hasilpositifbiladalam20
menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi. Bila uji kulit/mata
positif,ADSdiberikandengancaradesentisasi (Besredka). Bilaujihiprsensitivitastersebut
diatasnegative,ADSharusdiberikansekaligussecaraintravena.DosisADSditentukansecara
empirisberdasarkanberatpenyakitdanlamasakit,tidaktergantungpadaberatbadanpasien,
berkisarantara20.000120.000KIsepertiterterapadatabeldiatas.PemberianADSintravena
dalamlarutangaramfisiologisatau100mlglukosa5%dalam12jam.Pengamatanterhadap
kemungkinanefeksampingobatdilakukanselamapemberianantitoksindanselama2jam
berikutnyaDemikianpulaperludimonitorterjadinyareaksihipersensitivitaslambat(serum
sickness)(1)
2.Antibiotik
Antibiotikdiberikanbukansebagaipenggantiantitoksinmelainkanuntukmembunuhbakteri
danmenghentikanproduksitoksindanjugamencegahpenularanorganismepadakontak.C.
diphtheriaebiasanyarentanterhadapberbagaiageninvitro,termasukpenisilin,eritromisin,
klindamisin, rifampisin dan tetrasiklin. Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada
populasiyangpadatjikaobattelahdigunakansecaraluas.Yangdianjurkanhanyapenisilin
atau eritromisin; eritromisin sedikit lebih unggul daripada penisilin untuk pemberantasan
pengidapnasofaring.
Dosis:
Penisilinprokain25.00050.000U/kgBB/harii.m.,tiap2jamselama14hariataubila
hasilbiakan3hariberturutturut().
Eritromisin4050mg/kgBB/hari,maks2g/hari,p.o.,tiap6jamselama14hari.
PenisilinGkristalaqua100.000150.000U/kgBB/hari,i.m.ataui.v.,dibagidalam4
dosis.
Amoksisilin.
Rifampisin.
Klindamisin.

Terapi diberikan selama 14hari.Bebrapapenderita dengandifteri kulit diobati710hari.


Lenyapnyaorganismeharusdidokumentasisekurangkurangnyaduabiakanberturutturutdari
hidungdantenggorok(ataukulit)yangdiambilberjarak24jamsesudahselesaiterapi.(8)
3.Kortikosteroid
Belumterdapatpersamaanpendapatmengenaikegunaanobatinipadadifteria.Dianjurkan
korikosteroiddiberikankepadakasusdifteriayangdisertaidengangejalaobstruksisaluran
nafasbagianatas(dapatdisertaiatautidakbullneck)danbilaterdapatpenyulitmiokarditis.
Pemberiankortikosteroiduntukmencegahmiokarditisternyatatidakterbukti.
Dosis:Prednison1,01,5mg/kgBB/hari,p.o.tiap68jampadakasusberatselama14hari.
C.PengobatanPenyulit
Pengobatanterutamaditujukanuntukmenjagaagarhemodinamikatetapbaik.Penyulityang
disebabkanolehtoksinpadaumumnyareversible.Bilatampakkegelisahan,iritabilitasserta
gangguanpernafasanyangprogresifmerupakanindikasitindakantrakeostomi.
D.PengobatanKarier
Karieradalahmerekayangtidakmenunjukkankeluhan,mempunyaiujiSchicknegativetetapi
mengandung basil difteria dalam nasofaringnya. Pengobatan yang dapat diberikan adalah
penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau eritromisin 40mg/kgBB/hari selama satu
minggu.Mungkindiperlukantindakantonsilektomi/edenoidektomi.(4)
PengobatanTerhadapKontakDifteria
Biakan
()

UjiSchick
()

Tindakan
Bebasisolasi:anakyangtelahmendapatimunisasidasardiberikan

(+)

()

boostertoksoiddifteria
Pengobatankarier:Penisilin100mg/kgBB/harioral/suntikan,atau

(+)

(+)

eritromisin40mg/kgBB/hariselama1minggu
Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan atau eritromisin 40

()

(+)

mg/kgBB+ADS20.000KI
Toksoid difteria ( imunisasi aktif), sesuaikan dengan status
imunisasi

2.8.Prognosis
Umumnyatergantungdariumur,virulensikuman,lokasidanpenyebaranmembran,statusimunisasi,
kecepatanpengobatan,ketepatandiagnosis,danperawatanumum.(8)

PrognosisdifteriasetelahditemukanADSdanantibiotik,lebihbaikdaripadasebelumnya,keadaan
demikiantelahterjadidinegaranegaralain.Kematianterseringpadaanakkurangdari4tahunakibat
membrandifteri.MenurutKrugman,kematianmendadakpadakasusdifteriadapatdisebabkanoleh
karena
(1)Obstruksijalannafasmendadakdiakibatkanolehterlepasnyadifteria,
(2)Adanyamiokarditisdangagaljantung,
(3)Paralisisdifragmasebagaiakibatneuritisnervusnefrikus.
Anakyangpernahmenderitamiokarditisatauneuritissebagaipenyulitdifteria,padaumumnyaakan
sembuh sempurna tanpa gejala sisa; walaupun demikian pernah dilaporkan kelainan jantung yang
menetap. Penyebab straingravisprognosisnyaburuk.Adanyatrombositopeniaamegakariositikdan
leukositosis > 25.000/

prognosisnya buruk. Mortalitas tertinggi pada difteri faringlaring

(56,8%)menyusultipenasofaring(48,4%)danfaring(10,5%)(1).

2.9.Pencegahan
Pencegahansecaraumumdenganmenjagakebersihandanmemberikanpengetahuantentang
bahaya difteria bagi anak. Pada umumnya setelah seseorang anak menderita difteria, kekebalan
terhadappenyakitinisangatrendahsehinggaperluimunisasiDPTdanpengobatankarier.Seorang
anak yangtelahmendapat imunisasi difteria lengkap,mempunyai antibodi terhadap toksindifteria
tetapitidakmempunyaiantibodyterhadaporganismenya.Keadaandemikianmemungkinkanseseorang
menjadipengidapdifteriadalamnasofaringnya(karier)ataumenderitadifteriringan.(5)
Toksoiddifteridipersiapkandenganpengobatanformaldehidtoksin,kekuatannyadibakukan,
dandiserappadagaramalumunium,yangmemperbesarimunogenitas.Duapreparat toksoiddifteri
dirumuskansesuaidengankandunganbatasflokulasi(Bf)suatupengukurankuantitastoksoid.Preparat
pediatric(yaituDPT,DT,DTaP)mengandung6,712,5Bfunittoksoiddifteriperdosis0,5mL;preparat
dewasa(yaituTd)mengandungtidaklebihdari2Bfunittoksoidper0,5mLdosis.Formulasitoksoid
potensiyanglebihtinggi(yaituD)digunakanuntukdosisseriprimerdanboosteruntukanakumur6
tahunkarenaimunogenitasnyasuperiordanreaktogenisitasnyaminimal.Untukindividuumur7tahun
danyanglebihtua,Tddianjurkanuntukseriprimerdandosisbooster,karenakadartoksoiddifteri
yang lebih rendah cukup imunogenik dank arena semakin kadar toksoid difteri makin tinggi
reaktogenitaspadaumuryangsemakintinggi.

Rencana(Jadwal):
Untukanakumur6minggusampai7tahun,beri0,5mLdosisvaksinmengandungdifteri(D).
seripertamaadalahdosispadasekitar2,4,dan6bulan.Dosiskeempatadalahbagianintergral
seripertamadandiberikansekitar612bulansesudahdosisketiga.Dosisboostersiberikan
umur46tahun(kecualikalaudosisprimerkeempatdiberikanpadaumur4tahun).
Untuk anakanak yang berumur 7 tahun atau lebih, gunakan tiga dosis 0,5 mL yang
mengandungvaksin(D).Seriprimermeliputiduadosisyangberjarak48minggudandosis
ketiga612bulansesudahdosiskedua.
UntukanakyangimunisasipertusisnyaterindikasidigunakanDTatauTd.
MerekayangmulaidenganDTPatauDTpadasebelumusia1tahunharusmengalamilima
dosisvaksinyangmengandungdifteri(D)0,5mLpadausia6tahun.Untukmerekayang
mulai pada atau sesudah umur 1 tahun, seri pertama adalah tiga dosis 0,5 mL vaksin
mengandungdifteri,denganboosteryangdiberikanpadausia46tahun,kecualikalaudosis
ketigadiberikansesudahumur4tahun.(4)
BABIII
KESIMPULAN
Difterimerupakanpenyakityangharusdidiagnosadanditherapidengansegera,olehkarenaitubayi
bayi diwajibkandivaksinasi.Daninitelahterbuktidalam mengurangi insidensipenyakit tersebut,
walaupun difteri sudah jarang di berbagai tempat di dunia tetapi kadangkadang masih ada yang
terkenapenyakitini.
PenyebabdaripenyakitdifteriiniadalahCdiphtheriaeyangmerupakankumangram(+),ireguler,tidak
bergerak,tidakberspora, bersifat leomorfikdanmemperlihatkanbentukseperti tulisanChina.Masa
inkubasikumanini25hari,dengangejalaklinisberupasakittenggorokanringan,panasbadan38,9C.
Penyakit ini diklasifikasikan menurut lokasi membran yaitu difteri nasal, difteri tonsil dan faring,
difterilaring,difterikulit,difterivulvovaginal,difterikonjungtiva,dandifteritelinga,akantetapiyang
palingterseringaadalahdifteritonsilfaring.
Diagnosisdinidifterisangatpentingkarenaketerlambatanpemberianantitoksinsangatmempengaruhi
prognosa penderita. Diagnosa pasti dari penyakit ini adalah isolasi C. Diphtheriae dengan bahan
pemeriksaanmembranbagiandalam(kultur).

DasardaritherapiiniadalahmenetralisirtoksinbebasdaneradikasiC.diphtheriaedenganantibiotik.
AntibiotokpenisilindaneritromisinsangatefektifuntukkebanyakanstrainC.diphtheriae.
Prognosisumumnyatergantungdariumur,virulensikuman,lokasidanpenyebaranmembran,status
imunisasi,kecepatanpengobatan,ketepatandiagnosis,danperawatanumum.
Pencegahansecaraumumdilakukandenganmenjagakebersihandanmemberipengetahuantentang
bahayadifteribagianakdanjugadenganpemberianimunisasiDPT0,5mLintramuscularuntukanak
kurangdari7tahundanpemberianDT0,5mLintramuscularuntukanaklebihdari7tahun.
DAFTARPUSTAKA
1. Dr.T.H.Rampengan,Spa(k)danDr.I.R.Laurentz,Spa.1992.PenyakitInfeksiTropikPada
Anak,Difteri,118
2. GarnaHerry,dkk.2000.Difteri.PedomanDiagnosisdanTerapiIlmuKesehatanAnak.Edisi
kedua.Bagian/SMFIlmuKesehatanAnakFKUP/RSHS.173176
3. http://rarediseases.about.com/cs/Diphtheriae/a/090703.htm
4. http://www.cdc.gov/ncbddd/dd/Diphtheri.htm
5. http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=540
6. http://www.ijppediatricsindia.org/article.asp?issn=00195456;year=2005
7. http://jama.amaassn.org/cgi/content/full/286/3/299

dari : http://tomajehari.blogspot.com/2011/05/makalah-difteri.html

DIFTERI
A.

Definisi
Difteri adalah penyakit, berpotensi fatal menular yang biasanya melibatkan
hidung, tenggorokan, dan saluran udara, tetapi juga dapat menginfeksi kulit. Fiturnya
yang paling mencolok adalah pembentukan membran kelabu yang menutupi tonsil
dan bagian atas tenggorokan.

B.

Deskripsi
Seperti banyak penyakit lain saluran pernapasan bagian atas, difteri paling
mungkin untuk keluar selama musim dingin. Pada suatu waktu itu adalah pembunuh
masa kecil besar, tetapi sekarang jarang terjadi di negara-negara maju karena

imunisasi luas. Sejak tahun 1988, semua dikonfirmasi kasus di Amerika Serikat telah
terlibat pengunjung atau imigran. Di negara-negara yang tidak memiliki imunisasi
rutin terhadap infeksi ini, angka kematian bervariasi 1,5-25%.
Orang yang belum diimunisasi mungkin mendapatkan difteri pada usia apapun.
Penyakit ini paling sering menyebar melalui tetesan dari batuk atau bersin dari orang
yang terinfeksi atau carrier. Masa inkubasi 2-7 hari, dengan rata-rata tiga hari. Sangat
penting untuk mencari bantuan medis sekaligus ketika difteri diduga, karena
pengobatan memerlukan tindakan darurat untuk orang dewasa maupun anak-anak.
C.

Penyebab dan gejala


Gejala difteri yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh basil difteri,
Corynebacterium diphtheriae (dari bahasa Yunani untuk "membran karet"). Bahkan,
produksi toksin berkaitan dengan infeksi basil sendiri dengan virus bakteri tertentu
disebut fag (dari bakteriofag, sebuah virus yang menginfeksi bakteri). Keracunan
yang merusak jaringan sehat di daerah atas tenggorokan di sekitar amandel, atau luka
terbuka di kulit. Cairan dari sel-sel mati kemudian menggumpal untuk membentuk
membran tanda hijau abu-abu atau keabu-abuan. Di dalam membran, bakteri
menghasilkan eksotoksin, yang merupakan sekresi beracun yang menyebabkan gejala
mengancam nyawa difteri. Eksotoksin ini dilakukan ke seluruh tubuh dalam aliran
darah, menghancurkan jaringan sehat di bagian lain dari tubuh.
Komplikasi yang paling serius yang disebabkan oleh eksotoksin adalah radang
dari otot jantung (miokarditis) dan kerusakan sistem saraf. Risiko komplikasi serius
meningkat sebagai waktu antara timbulnya gejala dan administrasi meningkat
antitoksin, dan sebagai ukuran membran yang terbentuk meningkat. Miokarditis ini
bisa menyebabkan gangguan pada irama jantung dan bisa berujung pada gagal
jantung. Gejala keterlibatan sistem saraf bisa berupa melihat ganda (diplopia), pidato
menyakitkan atau sulit menelan, dan cadel atau kehilangan suara, yang semuanya
indikasi efek eksotoksin terhadap fungsi saraf. Eksotoksin juga dapat menyebabkan
parah pembengkakan di leher ("bull leher").
Tanda-tanda dan gejala difteri bervariasi sesuai dengan lokasi infeksi:
a.
Sengau
Difteri hidung menghasilkan sedikit gejala selain debit berair atau berdarah.
Pada pemeriksaan, mungkin ada membran terlihat kecil di bagian hidung. Infeksi
hidung jarang menyebabkan komplikasi dengan sendirinya, tetapi merupakan masalah
kesehatan masyarakat karena penyakit menyebar lebih cepat dibandingkan bentukbentuk difteri.
b.
Faring

Difteri faring mendapatkan namanya dari faring, yang merupakan bagian


dari tenggorokan bagian atas yang menghubungkan mulut dan saluran hidung dengan
kotak suara. Ini adalah bentuk paling umum dari difteri, menyebabkan karakteristik
membran tenggorokan. Membran sering berdarah jika tergores atau dipotong. Hal ini
penting untuk tidak mencoba untuk menghapus trauma membran karena dapat
meningkatkan penyerapan tubuh eksotoksin tersebut. Tanda-tanda lain dan gejala
difteri faring ringan termasuk sakit tenggorokan, demam 101-102 F (38,3-38,9 C),
denyut nadi menjadi cepat, dan kelemahan tubuh secara umum.
c.

Berhubung dengan pangkal tenggorokan


Difteri laring, yang melibatkan kotak suara atau laring, adalah bentuk yang

paling mungkin untuk menghasilkan komplikasi serius. Demam biasanya lebih tinggi
dalam bentuk difteri (103-104 F atau 39,4-40 C) dan pasien sangat lemah. Pasien
mungkin memiliki batuk parah, mengalami kesulitan bernapas, atau kehilangan suara
mereka sepenuhnya. Pengembangan "leher banteng" menunjukkan tingkat tinggi
eksotoksin dalam aliran darah. Obstruksi jalan napas dapat menyebabkan kompromi
pernapasan dan kematian.
d.
Kulit
Bentuk difteri, yang kadang-kadang disebut difteri kulit, menyumbang
sekitar 33% kasus difteri. Hal ini ditemukan terutama di antara orang dengan
kebersihan yang buruk. Setiap istirahat di kulit dapat menjadi terinfeksi dengan
difteri. Jaringan yang terinfeksi mengembangkan daerah ulserasi dan membran difteri
bisa terbentuk atas luka namun tidak selalu hadir. Luka atau ulkus lambat untuk
menyembuhkan dan mungkin mati rasa atau tidak sensitif bila disentuh.
D.

Diagnosa
Karena difteri harus diperlakukan secepat mungkin, dokter biasanya membuat
diagnosis berdasarkan gejala terlihat tanpa menunggu hasil tes.
Dalam membuat diagnosis, dokter mata memeriksa pasien, telinga, hidung, dan
tenggorokan dalam rangka untuk menyingkirkan penyakit lain yang dapat
menyebabkan demam dan sakit tenggorokan, seperti mononukleosis menular, infeksi
sinus, atau radang tenggorokan. Gejala yang paling penting yang menunjukkan difteri
adalah membran. Ketika seorang pasien infeksi kulit yang berkembang selama wabah
difteri, dokter akan mempertimbangkan kemungkinan difteri kulit dan mengambil
smear untuk mengkonfirmasikan diagnosis.

E.

Tes laboratorium
Diagnosis difteri dapat dikonfirmasikan oleh hasil budaya yang diperoleh dari
daerah yang terinfeksi. Bahan dari spons diletakkan di slide mikroskop dan
pewarnaan dengan menggunakan prosedur yang disebut Gram stain. Basil difteri
disebut Gram-positif karena memegang dye setelah slide dibilas dengan alkohol. Di
bawah mikroskop, basil difteri terlihat seperti sel-sel batang berbentuk manik-manik,
yang dikelompokkan dalam pola-pola yang menyerupai karakter China. Lain uji
laboratorium melibatkan tumbuh basil difteri pada bahan khusus yang disebut
medium Loeffler's.

F.

Pengobatan
Difteri adalah penyakit serius yang membutuhkan perawatan rumah sakit di unit
perawatan intensif jika pasien telah mengembangkan gejala-gejala pernafasan.
Perawatan termasuk kombinasi obat-obatan dan perawatan suportif:
*
Antitoksin
Langkah yang paling penting adalah administrasi segera antitoksin difteri,
tanpa menunggu hasil laboratorium. antitoksin ini dibuat dari serum kuda dan bekerja
dengan menetralkan setiap eksotoksin beredar. Dokter harus terlebih dahulu menguji
pasien untuk kepekaan terhadap serum hewan. Pasien yang sensitif (sekitar 10%)
harus peka dengan antitoksin diencerkan, karena antitoksin adalah satu-satunya
substansi spesifik yang akan melawan eksotoksin difteri. Tidak antitoksin manusia
yang tersedia untuk pengobatan difteri.
Dosis berkisar antara 20,000-100,000 unit, tergantung pada tingkat
keparahan dan lamanya waktu gejala terjadi sebelum perawatan. Difteri antitoksin
biasanya diberikan infus.
*
Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk melenyapkan bakteri, untuk mencegah
penyebaran penyakit, dan untuk melindungi pasien dari berkembang pneumonia.
Mereka bukan pengganti pengobatan dengan antitoksin. Baik orang dewasa dan anakanak dapat diberikan penisilin, ampisilin, atau eritromisin. Eritromisin tampaknya
lebih efektif daripada penisilin dalam memperlakukan orang-orang yang pembawa
karena penetrasi yang lebih baik ke daerah yang terinfeksi.
Cutaneous difteri biasanya dirawat dengan membersihkan luka secara
menyeluruh dengan sabun dan air, dan memberikan antibiotik pasien selama 10 hari.

G.

Mendukung perawatan

Pasien Difteri perlu istirahat dengan perawatan intensif, termasuk cairan


tambahan, oksigenasi, dan pemantauan untuk masalah jantung mungkin, sumbatan
saluran napas, atau keterlibatan sistem saraf. Pasien dengan difteri laring ini disimpan
dalam sebuah tenda croup atau lingkungan kelembaban tinggi, mereka juga mungkin
perlu pengisapan tenggorokan atau operasi darurat jika saluran napas mereka diblokir.
Pasien pulih dari difteri harus beristirahat di rumah selama minimal dua sampai
tiga minggu, terutama jika mereka mengalami komplikasi jantung. Selain itu, pasien
harus diimunisasi terhadap difteri setelah pemulihan, karena mempunyai penyakit
yang tidak selalu merangsang pembentukan antitoksin dan melindungi mereka dari
reinfeksi.
H.

Pencegahan komplikasi
Pasien difteri yang mengalami miokarditis dapat diobati dengan oksigen dan
dengan obat-obat untuk mencegah irama jantung yang tidak teratur. Sebuah alat pacu
jantung buatan mungkin diperlukan. Pasien dengan kesulitan menelan bisa diberi
makan melalui tabung dimasukkan ke dalam perut melalui hidung. Pasien yang tidak
bisa bernapas biasanya memakai respirator mekanik.

I.

Prognosa
Prognosis tergantung pada ukuran dan lokasi membran dan perawatan dini
dengan antitoksin, semakin lama menunda, semakin tinggi tingkat kematian. Para
pasien yang paling rentan adalah anak-anak di bawah usia 15 dan mereka yang

J.

mengembangkan pneumonia atau miokarditis. Hidung dan difteri kulit jarang fatal.
Pencegahan
Pencegahan difteri memiliki empat aspek:
*
Imunisasi
Universal imunisasi adalah cara paling efektif mencegah difteri. Kursus
standar imunisasi bagi anak-anak yang sehat adalah tiga dosis DPT (difteri-tetanuspertussis) persiapan diberikan antara dua bulan dan enam bulan usia, dengan dosis
penguat diberikan pada 18 bulan dan pada masuk ke sekolah. Orang dewasa harus
diimunisasi pada interval 10 tahun dengan Td (tetanus-difteri) toksoid. toksoid adalah
toksin bakteri yang diperlakukan untuk membuatnya tidak berbahaya tapi masih dapat
menimbulkan kekebalan terhadap penyakit.
*
Isolasi pasien
Pasien difteri harus diisolasi selama satu sampai tujuh hari atau sampai dua
budaya berturut-turut menunjukkan bahwa mereka tidak lagi menular. Anak-anak
ditempatkan dalam isolasi biasanya ditugaskan seorang perawat utama untuk
dukungan emosional.

Identifikasi dan pengobatan kontak


Karena difteri adalah sangat menular dan memiliki masa inkubasi yang

singkat, anggota keluarga dan kontak lainnya pasien difteri harus mengamati gejala
dan diuji untuk melihat apakah mereka adalah pembawa. Mereka biasanya diberikan
antibiotik selama tujuh hari dan suntikan booster imunisasi difteri / tetanus toksoid.
*
Pelaporan kasus kepada pihak berwenang kesehatan masyarakat
Pelaporan diperlukan untuk melacak potensi epidemi, untuk membantu
dokter mengidentifikasi strain spesifik difteri, dan untuk melihat apakah resistensi
terhadap penisilin atau eritromisin telah dikembangkan.

Sumber :
Chambers, Henry F. "Infectious Diseases:. Bakteri & klamidia" Pada saat ini Medis Diagnosa
dan Pengobatan, 1998, diedit oleh Stephen McPhee, et al., 37 ed. Stamford: Appleton
& Lange, 1997.

dari : http://dianalmira.blogspot.com/2013/04/askep-difteri-makalahkelompok.html

ASKEPDIFTERIMAKALAHKELOMPOK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Difteri adalah suatu penyakita infeksi yang bisa menular yang disebabkan oleh
bakteri coryneabacterium diphteria yang berasal dari membran mukosa hidung dan
nasovaring, kulit dan lesi lain dari orang yang terinfeksi (Buku Pegangan Praktek
Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak)
Kuman C. diphtheriae masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berkembang
biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi
toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh
melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah.

Masa inkubasi difteri biasanya 2-5 hari , walaupun dapat sngkat hanya satu
hari dan lama 8 hari bahkan sampai 4 minggu. Biasanya serangan penyakit agak
terselubung, misalnya hanya sakit tenggorokanyang ringan, panas yang tidak tinggi,
berkisar antara 37,8 C 38,9C. Pada mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi
kebanyakan sudah terjadi membrane putih/keabu-abuan.3
Kematian terjadi pada 5%-10% dari kasus pernapasan yang terjadi. Imunisasi
umum dengan toksoid difteri selama hidup untuk memberikan kadar antitoksin
protektif konstan dan untuk mengurangi penghuni C. diphtheriae yang merupakan
satu-satunya cara pengendalian efektif untuk penyakit difteri. Penelitian ini tergolong
jenis penelitian analitik observasional yang bertujuan untuk mengetahui adanya
hubungan antara status imunisasi difteri dengan meningkatnya kasus difteri di
Kabupaten Bangkalan tahun 2010. Status imunisasi difteri yang dimaksudkan dalam
penelitian ini meliputi status imunisasi DPT1, DPT2, DPT3 dan DT booster beserta
cakupan dari imunisasi tersebut. Desain penelitian yang digunakan adalah cross
sectional.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi fisiologi saluran nafas atas ?
1.2.2 Bagaimana definisi difteri ?
1.2.3 Bagaimana etiologi difteri ?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi difteri ?
1.2.5 Bagaimana klasifikasi difteri ?
1.2.6 Bagaimana Manifestasi difteri ?
1.2.7 Bagaimana Penatalaksanaan difteri ?
1.2.8 Bagaimana Pencegahan difteri ?
1.2.9 Bagaimana komplikasi difteri ?
1.2.10 Bagaimana hasil penelitian difteri ?
1.2.11 Bagaimana system pelayanan kesehatan difteri ?
1.2.12 Bagaimana legal etis difteri ?
1.3 Tujuan
1.3.1

Tujuan umum
Untuk mempelajari difteri

1.3.2
a.

Tujuan khusus
Untuk mengetahui Anatomi dan fisiologi traktus respiratorius atas

b. Untuk mengetahui Definisi difteri


c.

Untuk mengetahui etiologi difteri

d. Untuk mengetahui patofisiologi dan WOC difteri


e.

Untuk mengetahui Klasifikasi difteri

f.

Untuk mengetahui Manifestasi difteri

g. Untuk mengetahui Penatalaksanaan difteri


h. Untuk mengetahui Pemeriksaan diagnostic
i.

Untuk mengetahui Pencegahan difteri

j.

Untuk mengetahui komplikasi difteri

k. Untuk mengetahui hasil penelitian difteri


l.

Untuk mengetahui system pelayanan kesehatan difteri

m. Untuk mengetahui legal etis difteri

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Anatomi dan Fisiologi saluran nafas atas

2.1.1 Anatomi
Pada anatomi, tenggorokan bagian dari leher depan sampai kolumna vertebra.
Terdiri dari faring dan laring. Bagian yang terpenting dari tenggorokan adalah
epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan akan menuju
ke esophagus. Tenggorakan jika dipendarahi oleh bermacam-macam pembuluh darah,
otot faring, trakea dan esophagus. Tulang hyoid dan klavikula merupakan salah satu
tulang tenggorokan untuk mamalia.2
a. Rongga mulut
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak
di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Bibir dan
pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh
saraf fasilais. Vermilion berwarna merah karena di tutupi oleh lapisan tipis epitel
skuamosa. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum
oris. Muara duktus kelenjar parotis menghadap gigi molar kedua atas.2

Gigi ditunjang oleh krista alveolar mandibula dibagian bawah dan krista alveolar
maksila di bagian atas. Gigi pada bayi terdiri dari dua gigi seri, satu gigi taring dan
dua gigi geraham. Gigi dewasa terdiri dari dua gigi seri dan satu gigi taring, dua gigi
premolar dan tiga gigi molar. Permukaan oklusal dari gigi seri berbentuk menyerupai
pahat dan gigi taring tajam, sedangkan gigi premolar dan molar mempunyai
permukaan oklusal yang datar. Daerah diantara gigi molar paling belakang atas dan
bawah dikenal dengan trigonum retromolar.2
Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan dan sebagian
besar dari otot palatum mole dibagian belakang. Palatum mole dapat diangkat untuk
faring bagian nasal dari rongga mulut dan orofaring. Ketidakmampuan palatum mole
menutup akan mengakibatkan bicara yang abnormal (rinolalia aperta) dan kesulitan
menelan. Dasar mulut diantara lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian
dari kelenjar submandibula. Muara duktus mandibularis terletak di depan ditepi
frenulum lidah. Kegagalan kelenjar liur untuk mengeluarkan liur menyebabkan mulut
menjadi kering, atau xerostomia. Hal ini merupakan keluhan yang menyulitkan pada
beberapa pasien.2
Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga bagian depan dapat
digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Otot dari lidah dipersarafi oleh saraf
hipoglosus. Dua pertiga lidah bagian depan dipersarafi oleh saraf lingualis dan saraf
glosofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.2
b. Faring
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang dari mulut, cavum nasi,
kranial atau superior sampai esofagus, laring dan trakea. Faring adalah suatu kantong
fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di
bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus
setinggi vertebra servikalis ke-6. ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring,
sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melaui aditus laring dan ke bawah
berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa
kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.
Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler,
pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring,
orofaring dan laringofaring (hipofaring).2

Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,
kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain.
Nasofaring membuka ke arah depan ke hidung melalui koana posterior. Superior,
adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustakhius
kartilaginosa terdapat didepan lekukan yang disebut fosa Rosenmuller. Kedua struktur
ini berada diatas batas bebas otot konstriktor faringis superior. Otot tensor veli
palatini, merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustakhius,
masuk ke faring melalui ruangan ini. Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar
hamulus tulang untuk memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatini dipersarafi
oleh saraf mandibularis melalui ganglion otic.2
Orofaring ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal
dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan
tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan dibelakang dari arkus
faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus otot-otot ini membantu menutupnya
orofaring bagian posterior. Semuanya dipersarafi oleh pleksus faringeus.2
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan
otot:
1. Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring
karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya
torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan
laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan
tidak bersilia.2
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak
dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh
karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.2
2. Palut Lendir (Mucous Blanket)
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di
bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan
bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk
menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini
mengandung enzim Lyzozyme yang penting untuk proteksi.2
3. Otot

Faring merupakan daerah dimana udara melaluinya dari hidung ke laring juga
dilalui oleh makanan dari rongga mulut ke esofagus. Oleh karena itu, kegagalan dari
otot-otot faringeal, terutama yang menyusun ketiga otot konstriktor faringis, akan
menyebabkan kesulitan dalam menelan dan biasanya juga terjadi aspirasi air liur dan
makanan ke dalam cabang trakeobronkial.2
4. Pendarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.
Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan
cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatina superior.2
5. Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari
n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik.
Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring
kecuali m.stilofaring yang dipersarafi lansung oleh cabang n.glosofaring (n.IX).2
6. Kelenjar getah bening
Aliran limfa dari dinding faring dapat melaui 3 saluran yakni superior, media dan
inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan
kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar
getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran
limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.2
Berdasarkan letak, faring dibagi atas:
1. Nasofaring
Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan
limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa
rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis
serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba
eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus
vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian
petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.2
2. Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan
kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah

dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan
posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.2
a.

Dinding posterior faring


Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang
akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut.
Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan
dengan gangguan n.vagus.2
b. Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya
adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper
pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi
jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila
terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia
bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar-benarnya bukan merupakan kapsul yang
sebena-benarnya.2
c.

Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus didalamnya.2
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil
lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.
Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada
kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong
faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.2
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang
disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi
kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang
terlepas, bakteri dan sisa makanan.2
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul
tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan
diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina
ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis
dorsal.2
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum

pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadangkadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan
tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus
tiroglosus.2
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan
dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.2
3. Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula
epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus
makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian
medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan
dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di
antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas
inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah
lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus. 2
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak
langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur
pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua
buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan
ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil
( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan
tersangkut disitu.2
Dibawah valekula terdapta epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil
(bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat
menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak
langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi
(proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.2
Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring
dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.2
2.1.2 Fisiologi
a.Fungsi faring

Terutama untuk pernapasan, menelan, resonansi suara dan artikulasi. Tiga dari fungsifungsi ini adalah jelas. Fungsi penelanan akan dijelaskan terperinci.
1. Penelanan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut
ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap
ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang
sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah.
Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod
berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan
seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian
belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh
kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus
esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus
berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui
esofagus dan masuk ke lambung.2
2. Proses berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum
dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding
belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mulamula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersamasama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli
palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior
faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding
belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring
sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif
m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu
bersamaan.2
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi,
tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat
bersamaan dengan gerakan palatum.2
2.2

Definisi
Difteri adalah suatu penyakita infeksi yang bisa menular yang disebabkan oleh

bakteri coryneabacterium diphteria yang berasal dari membran mukosa hidung dan

nasovaring, kulit dan lesi lain dari orang yang terinfeksi (Buku Pegangan Praktek
Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak)
Difteri adalah penyakit infeksi yang mendadak yang disebabkan oleh kuman
Coryneabacterium diphteria. Mudah menular dan yang diserang terutama traktus
respiratorius bagian atas dengan tanda khas terbentuknya pseudo membran dan
dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal (Ilmu
Kesehatan Anak)
2.3

Etiologi
Disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, bakteri gram positif yang

bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarna sediaan
langsung dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan
sediaan langsung dari lesi. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam susunan
palisade, bentuk L atau V, atau merupakan kelompok dengan formasi mirip huruf
cina. Kuman tumbuh secara aerob, bisa dalam media sederhana, tetapi lebih baik
dalam media yang mengandung K-tellurit atau media Loeffler. Pada membran mukosa
manusia C.diphteriae dapat hidup bersama-sama dengan kuman diphteroid saprofit
yang mempunyai morfologi serupa, sehingga untuk membedakan kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan khusus dengan cara fermentasi glikogen, kanji,glukosa,
maltosa dan sukrosa.
Basil ini hanya tumbuh pada medium tertentu, seperti: medium Loeffler,
medium tellurite, medium fermen glukosa, dan Tindale agar. Pada medium Loeffler,
basil ini tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni yang kecil, glanular,
berwarna hitam, dan dilingkari warna abu-abu coklat.
Menurut bentuk, besar, dan warna koloni yang terbentuk, dapat dibedakan 3
jenis basil yang dapat memproduksi toksin, yaitu:
Gravis, koloninya besar, kasar, irregular, berwarna abu-abu dan tidak
menimbulkan hemolisis eritrosit.
Mitis, koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks, dan dapat menimbulkan
hemolisis eritrosit.
Intermediate, koloninya kecil, halus, mempunyai bintik hitam di tengahnya
dan dapat menimbulkan hemolisis eritrosit.
Jenis gravis dan intermediate lebih virulen dibandingkan dengan jenis mitis.
Karakteristik jenis gravisialah dapat memfermentasikan tepung kanji dan glikogen,

sedangkan dua jenis lainnya tidak. Semua jenis bakteri ini bisa memproduksi
eksotoksin, akan tetapi virulensinya berbeda.
Sebagian besar jenis yang tidak virulen adalah termasuk grup mitis, kadangkadang ada bentuk grafis atauintermediate yang tidak virulen terhadap manusia.
Strain toksigenik ini mungkin berubah menjadi non-toksigenik, setelah dilakukan
subkultur yang berulang-ulang di laboratorium atau karena pengaruh pemberian
bakteriofag. Ciri khas C.diphteriaeadalah kemampuannya memproduksi eksotoksin
baik

in

vivo

maupunin

vitro.

Kemampuan

suatu

strain

untuk

membentuk/memproduksi toksin dipengaruhi oleh adanya bakteriofag, toksin hanya


bisa diproduksi oleh C.diphteriae yang terinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung
toxigene.
Untuk membedakan jenis virulen dan nonvirulen dapat diketahui dengan
pemeriksaan produksi toksin, yaitu dengan cara:
1. Elek precipitin test, telah mulai dilakukan sejak tahun 1949, dan masih dipakai sampai
saat sekarang, walaupun sudah dimodifikasi.
2. Polymerase chain pig inoculation test (PCR)
3. Rapid enzyme immunoassay(EIA), pemeriksaan ini hanya membutuhkan waktu 3
jam, lebih singkat dibandingkan denganElek precipitin test yang membutuhkan waktu
24 jam.
Pada pemeriksaan bakteriologik, basil difteri ini kadang-kadang dikacaukan
dengan adanya basil difteroid yang bentuknya mirip dengan basil difteri. Misalnya
basil Hoffman, danCorynebacterium serosis.
Terdapat 3 jenis basil yaitu bentuk gravis mitis dan intermedius atas dasar
perbedaan bentuk koleni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium terlarut.
Basil dapat membentuk :
o

Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan berwarna putih keabuabuan yang terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan basil.

Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam
diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada
otot jantung, ginjal dan jaringan saraf. Minimum lethal dose (MLD) toksin ini adalah
0,02ml. Satu perlima puluh ml toksin dapat membunuh marmut dan kurang lebih 1/50
dosis ini dipakai untuk uji Schick.
Bakteri ini ditularkan dropplet dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembang biak

pada atau disekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan beberapa jenis bakteri ini menghasilkan teksik yang sangat
kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak. Masa inkubasi 1-7
hari (rata-rata 3 hari). Hasil difteria akan mati pada pemanasan suhu 600C selama 10
menit, tetapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air, susu dan lender yang
telah mengering.
2.4

Pathofisiology dan WOC


Kuman C. diphtheriae masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berkembang

biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi
toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh
melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah. Efek toksin pada jaringan tubuh
manusia adalah hambatan pembentukan protein dalam sel. Pembentukan protein
dalam sel dimulai dari penggabungan 2 asam amino yang telah diikat 2 transfer RNA
yang mendapati kedudukan P dan A dari ribosom. Bila rangkaian asam amino ini akan
ditambah dengan asam amino lain untuk membentuk polipeptida sesuai dengan
cetakan biru RNA, diperlukan proses translokasi. Translokasi ini merupakan
pindahnya gabungan transfer RNA + dipeptida dari kedudukan A ke kedudukan P.
Proses translokasi ini memerlukan enzim traslokase (elongation factor-2) yang aktif.
Toksin difteria mula-mula menempel pada membran sel dengan bantuan
fragmen B dan selanjutnya fragmen A akan masuk dan mengakibatkan inaktivitasi
enzim translokase melalui proses NAD+EF2 (aktif) toksin ADP-ribosil-EF2 (inaktif)
+ H2 + Nikotinamid ADP-ribosil-EF2 yang inaktif ini menyebabkan proses traslokasi
tidak berjalan sehingga tidak terbentuk rangkaian polipeptida yang diperlukan, dengan
akibat sel akan mati. Nekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman. Sebagai
respons terjadi inflamasi local, bersama-sama dengan jaringan nekrotik membentuk
bercak eksudat yang semula mudah dilepas. Produksi toksin semakin banyak, daerah
infeksi semakin lebar dan terbentuklah eksudat fibrin. Terbentuklah suatu membran
yang melekat erat berwarna kelabu kehitaman, tergantung dari jumlah darah yang
terkandung. Selain fibrin, membran juga terdiri dari sel radang, eritrosit dan epitel.
Bila dipaksa melepaskan membran akan terjadi perdarahan. Selanjutnya akan terlepas
sendiri pada masa penyembuhan. (1)
Pada pseudomembran kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder dengan
bakteri (misalnya Streptococcus pyogenes). Membran dan jaringan edematous dapat
menyumbat jalan nafas. Gangguan pernafasan / sufokasi bias terjadi dengan perluasan

penyakit kedalam laring atau cabang trakeo-bronkus. Toksin yang diedarkan dalam
tubuh bias mengakibatkan kerusakan pada setiap organ, terutama jantung, saraf dan
ginjal. Antitoksin difteria hanya berpengaruh pada toksin yang bebas atau yang
terabsorbsi pada sel, tetapi tidak menetralisasi apabila toksin telah melakukan
penetrasi kedalam sel. Setelah toksin terfiksasi dalam sel, terdapat masa laten yang
bervariasi sebelum timbulnya manifestasi klinis. Miokarditis biasanya terjadi dalam
10-14 hari, manifestasi saraf pada umumnya terjadi setelah 3-7 minggu. Kelainan
patologik yang mencolok adalah nekrosis toksis dan degenerasi hialin pada
bermacam-macam organ dan jaringan. Pada jantung tampak edema, kongesti,
infiltrasi sel mononuclear pada serat otot dan system konduksi,. Apabila pasien tetap
hidup terjadi regenerasi otot dan fibrosis interstisial. Pada saraf tampak neuritis toksik
dengan degenerasi lemak pada selaput myelin. Nekrosis hati biasa disertai gejala
hipoglikemia, kadang-kadang tampak perdarahan adrenal dan nekrosis tubular akut
pada ginjal. (4)
2.4

Klasifikasi

Menurut tingkat keparahannya, penyakit difteri dibagi menjadi 3 tingkat yaitu:


a)

Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala
hanya nyeri menelan.

b) Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding


belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
c)

Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala
komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis(kelemahan anggota
gerak) dan nefritis (radang ginjal).
Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan
pasien, yaitu:

a)

Difteri hidung (nasal diphtheria) bila penderita menderita pilek dengan ingus yang
bercampur darah. Prevalesi Difteri ini 2 % dari total kasus difteri. Bila tidak diobati
akan berlangsung mingguan dan merupakan sumber utama penularan.

b) Difteri faring (pharingeal diphtheriae)dan tonsil dengan gejala radang akut


tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat, tampak
lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada difteri jenis ini juga
akan tampak membran berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut
sampai dengan dinding belakang mulut (faring).

c)

Difteri laring ( laryngo tracheal diphtheriae ) dengan gejala tidak bisa bersuara,
sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah,
kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan
difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.

d) Difteri kutaneus (cutaneous diphtheriae) dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip
sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membran diatasnya. Namun
tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi cenderung
tidak terasa apa-apa.
2.5

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala difteri tergantung pada focus infeksi, status kekebalan dan

apakah toksin yang dikeluarkanitu telah memasuki peredaran darah atau belum. Masa
inkubasi difteri biasanya 2-5 hari , walaupun dapat sngkat hanya satu hari dan lama 8
hari bahkan sampai 4 minggu. Biasanya serangan penyakit agak terselubung,
misalnya hanya sakit tenggorokanyang ringan, panas yang tidak tinggi, berkisar antara
37,8 C 38,9C. Pada mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi kebanyakan
sudah terjadi membrane putih/keabu-abuan.3
Dalam 24 jam membrane dapat menjalar dan menutupi tonsil, palatum molle,
uvula. Mula-mula membrane tipis, putih dan berselaput yang segera menjadi tebal,
abu-abu/hitam tergantung jumlah kapiler yang berdilatasi dan masuknya darah ke
dalam eksudat. Membran mempunyai batas-batas jelas dan melekat dengan jaringan
dibawahnya, shingga sukar diangkat sehingga jika diangkat secara paksa
menimbulkan perdarahan. Jaringan yang tidak ada membrane biasanya tidak
membengkak. Pada difteri sedang biasanya proses yang terjadi akan menurun pada
hari-hari 5-6, walaupun antitoksin tidak diberikan.3
Gejala local dan sistemik secara bertahap menghilang dan membrane akan
menghilang dan membrane akan menghilang. Bentuk difteri antara lain bentuk
Bullneck atau malignant difteri. Bentuk ini timbul dengan gejala gejala yang lebih
berat dan membrane secara cepat menutupi faring dan dapat menjalar ke hidung.
Udema tonsil dan uvula dapat timbul, dapat disertai nekrosis. Pembengkakan kelenjar
leher, infiltrate ke dalam sel-sel jaringan leher, dari satu telinga ke telinga yang lain
dan mengisi bagian bawah mandibula sehingga member gambaran bullneck.3
Gambaran klinik dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
Gejala umum, kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu
makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan.

a.

Gejala local, yang tamapak berupa tonsil yang membengkak ditutupi bercak
putihkotor yang makin lama makin meluas, dan dapat menyumbat saluran nafas.
Pseudomembran ini melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah. Pada perkembangan penyakit ini infeksi berjalan terus, kelenjar limfe leher
akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai sapi( bullneck ).
Bila difteria mengenai hidung (hanya 2% dari jumlah pasien difteria) gejala yang
timbul berupa pilek, sekret yang keluar bercampur darah yang berasal dari
pseudomembran dalam hidung. Biasanya penyakit ini akan meluas ke bagian

tenggorak pada tonsil, faring dan laring.


b. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh yaitu miokarditis, mengenai saraf cranial menyebabakan
kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan.4
2.6

Penatalaksanaan

2.6.1 Isolasi dan karantina


Penderita di isolasi sampai biakan negative tiga kali berturut-turut setelah
masa akut terlampoi. Kontak penderita di isolasi sampai tindakan-tindakan berikut
terlaksana:
a)
b)
c)

Biakan hidung dan tenggorok


Seyogyanya dilakukan tes SCHICK (tes kerentanan terhadap diftery)
Diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati.3
Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid diftery.
Bila kultur (-) / SCHICK test - : bebas isolasi.
Bila kultur + / SCHICK test - : pengobatan karier
Bila kultur + / SCHICK test + / gejala - : anti toksin diftery + penisilin
Bila kultur - / SCHICK test + : toksoid (imunisasi aktif).3
2.6.2

Pengobatan

a. Tindakan Umum
1. Tujuan :
a. Mencegah terjadinya komplikasi
b. Mempertahankan/memperbaiki keadaan umum
c. Mengatasi gejala /akibat yang timbul
2. Jenis Tindakan :
a)

Perawatan tirah baring selama 2 minggu dalam ruang isolasi

b)

Jamin intake cairan dan makanan. Bentuk makanan disesuaikan dengan toleransi,
untuk hal ini dapat diberikan makanan lunak, saring/cair, bilaperlu sonde lambung

jika ada kesukaranmenelan (terutama pada paralysisis palatum molle dan otot-otot
faring).
c)

Jamin kemudahan defekasi. Jika perlu berikan obat-obat pembantu defekasi (klisma,
laksansia,

d)

stool softener) untuk mencegah mengedan berlebihan.

e)

Bila anak gelisah beri sedative : diazepam/luminal

f)

Pemberian antitusif untukmengurangi batuk (difteri laring)

g)

Aspirasi sekret secara periodic terutama untuk difteri laring.

h)

Bila ada tanda-tanda obstruksi jalan nafas :

1. Berikan Oksigen
2. Trakeostomi, yang mana disesuaikan dengan tingkat dispneu laryngeal menurut
Jackson :
i) Penderita tenang dengan cekungan ringal suprasternal
j) Retraksi suprasternal lebih dalam + cekungan epigastrium dan penderita gelisah
k) Retraksi supra dan infrasternal, penderita gelisah
l) Penderita sangat gelisah, ketakutan, muka pucat kelabu dan akan kehabisan tenaga,
lalu tampak seolah-olah tenang, tertidur dan akhirnya meninggal karena asfiksia
Trakeostomi hanya diindikasikan pada tingkat II dan III.
b. Tindakan Spesifik
1. Tujuan :
a. Menetralisir Toksin
b. Eradikasi Kuman
c. Menanggulangi infeksi sekunder
2. Jenis Tindakan (Ada 3 jenis pengobatan) :
1. Serum Anti Difteri (SAD)
Dosis diberikan berdasar atas luasnya membrane dan beratnya penyakit.
a) 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas membran menutupi sebagian/seluruh tonsil
secara unilateral/bilateral.
b) 80.000 IU untuk difteri berat, yakni luas membran menutupi hingga melewati tonsil,
meluas ke uvula, palatum molle dan dinding faring.
c) 120.000 IU untuk difteri sangat berat, yakni ada bull neck, kombinasi difteri laring
dan faring,
komplikasi

berupa

miokarditis,

kolaps

sirkulasi

dan

kasus

lanjut.

Tabel 1. Dosis ADS Menurut Lokasi Membran dan Lama Sakit


Tipe difteri

Dosis DS (KI)

Cara Pemberian

Difteri hidung
20.000
Difteri tonsil
40.000
Difteri faring
40.000
Difteri laring
40.000
Kombinasi lokasi di atas
80.000
Difteri + penyulit, bullneck
80.000-120.000
Terlambat berobat (>72 jam),80.000-120.000

IM
IM atau IV
IM atau IV
IM atau IV
IV
IV
IV

lokasi dimana saja


SAD diberikan dalam dosis tunggal melalui drips IV dengan cara
melarutkannya dalam 200 cc NaCl 0,9 %. Pemberian selesai dalam waktu 2 jam
(sekitar 34 tetes/menit). Oleh karena SAD merupakan suatu serum heterolog maka
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik pada pemberiannya. Untuk mencegah rx
anafilaktik ini maka harus dilakukan :
1. Uji Kepekaan
a.

Pengawasan tanda vital dan reaksi lainnya seperti perluasan membran, selama dan
sesudah pemberian SAD terutama sampai 2 jam setelah pemberian serum.

b. Adrenalin 1:1000 dalam dalam semprit harus selalu disediakan ( dosisnya 0,01 cc/kg
BB im,
maksimal diulang 3x dengan interval 5-15 menit ).
c.

Sarana dan penanggulangan reaksi anafilaktik harus tersedia.


Uji Kepekaan yang dilakukan terdiri dari :

a) Tes kulit
a. SAD 0,1 cc pengenceran 1:10 dalam NaCl 0,9% intrakutan. Hasilnya dibaca setelah
15-20 menit.
b. Dianggap positif bila teraba indurasi dengan diameter paling sedikit 10 mm.
b)

Tes Mata

1 tetes pengenceran SAD 1:10 dalam NaCl 0,9% diteteskan pada salah satu kelopak
mata bagian bawah
1 tetes NaCl 0,9% digunakan sebagai kontras pada mata lainnya. Hasilnya dilihat
setelah 15 20 menit kemudian
Dianggap (+) bila ada tanda konjungtivitis ( merah, bengkak, lakrimasi )
Konjungtivitis diobati dengan adrenalin 1:1000
Bila salah satu tes kepekaan (+), maka SAD tidak diberikan secara sekaligus (single
dose) tetapi secara bertahap, yaitu dengan dosis yang ditingkatkan secara perlahan-

lahan (desensibilisasi) dengan interval 20 menit. SAD diencerkan dalam NaCl 0,9%
dengan dosis sebagai berikut:
0,05 cc dari pengenceran 1:20 secara subkutan
0,1 cc dari pengenceran 1:20 secara subkutan
0,1 cc dari pengenceran 1:10 secara subkutan
0,1 cc tanpa pengenceran secara subkutan
0,3 cc tanpa pengenceran secara subkutan
0,5 cc tanpa pengenceran secara subkutan
1 cc tanpa pengenceran secara subkutan
SAD yang sisa diberikan secara drips IV. Bila ada tanda-tanda reaksi anafilaktik
segera berikan
adrenalin 1:1000.
2. Antibiotik
a.

Penicillin prokain 100.000 IU/kgBB selama 10 hari. Maksimal 3 gram/hari

b.

Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/kg BB secara oral 3-4 kali/hari selama 10 hari.
3. Kortikosteroid

a. Indikasi : Difteri berat dan sangat berat (membran luas, komplikasi bull neck)
b. Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu.
c. Dexamethazon 0,5-1 mg/kgBB/hari seca IV (terutama untuk toksemia)
2.7

Pemeriksaan Diagnostik

a. Schick test
Tes kulit ini digunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Tes ini
tidak berguna untuk diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari kemudian.
Untuk pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MED. Yang diberikan intrakutan dalam
bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut tidak
mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang setelah
beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang rendah uji
schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah kecoklatan dalam
24 jam. Uji schick dikatakan negatif bila tidak didapatkan reaksi apapun pada tempat
suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin
yang tinggi. Positif palsu dapat terjadi akibat reaksi alergi terhadap protwin antitoksin
yang akan menghilang dalam 72 jam.
b. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan


leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada
urin terdapat albumin
ringan.
2.8

Komplikasi

1. Gangguan pernapasan
C. Diphtheriae dapat menghasilkan racun yang menginfeksi jaringan di daerah
hidung dan tenggorokan. Infeksi tersebut menghasilkan membaran putih keabu-abuan
(psedomembrane) terdiri dari membran sel-sel mati, bakteri dan zat lainnya. Membran
ini dapat menghambat pernapasan.
2. Kerusakan jantung
Toksin (racun) difteri dapat menyebar melalui aliran darah dan merusak jaringan
lain dalam tubuh Anda, seperti otot jantung, sehingga menyebabkan komplikasi
seperti radang pada otot jantung (miokarditis). Kerusakan jantung akibat miokarditis
muncul sebagai kelainan ringan pada elektrokardiogram yang menyebabkan gagal
jantung kongestif dan kematian mendadak.
3. Kerusakan saraf
Toksin juga dapat menyebabkan kerusakan saraf khususnya pada tenggorokan, di
mana konduksi saraf yang buruk dapat menyebabkan kesulitan menelan. Bahkan saraf
pada lengan dan kaki juga bisa meradang yang menyebabkan otot menjadi lemah. Jika
racun ini merusak otot-otot kontrol yang digunakan untuk bernapas, maka otot-otot ini
dapat menjadi lumpuh. Kalau sudah seperti itu, maka diperlukan alat bantu napas.
2.9

Pencegahan

a. Isolasi penderita
Penderita harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah
pemeriksaan kuman difteri dua kali berturut-turut negatif.
b. Pencegahan terhadap kontak
Terhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama
7 hari. Bila

dalam pengamatan terdapat gejala-gejala maka

penderita tersebut harus diobati. Bila tidak ada gejala klinis, maka
diberi imunisasi terhadap difteri.
c.

Imunisasi

Penurunan drastis morbiditas diftery sejak dilakukan pemberian


imunisasi. Imunisasi DPT diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan.
Sedangkan boster dilakukan pada usia 1 tahun dan 4 sampai 6
tahun. Di indonesia imunisasi sesuai PPI dilakukan pada usaia 2, 3
dan 4 bulan dan boster dilakukan pada usia 1 2 tahun dan
menjelang 5 tahun. Setelah vaksinasi I pada usia 2 bulan harus
dilakukan vaksinasi ulang pada bulan berikutnya karena imunisasi
yang

didapat

dengan

satu

kali

vaksinasi

tidak

mempunyai

kekebalan yang cukup proyektif. Dosis yang diberikan adalah 0,5 ml


tiap kali pemberian.
Cara Pencegahan
1.

Kegiatan penyuluhan sangatlah penting: beri penyuluhan kepada


masyarakat terutama kepada para orang tua tentang bahaya dari
difteria dan perlunya imunisasi aktif diberikan kepada bayi dan
anak-anak.

2.

Tindakan pemberantasan yang efektif adalah dengan melakukan


imunisasi aktif secara luas (missal) dengan Diphtheria Toxoid (DT).
Imunisasi

dilakukan

pada

waktu

bayi

dengan

vaksin

yang

mengandung diphtheria toxoid, tetanus toxoid, antigen acellular


pertussis: (DtaP, yang digunakan di Amerika Serikat) atau vaksin
yang mengandung whole

cell

pertusis (DTP).

Vaksin

yang

mengandung kombinasi diphtheria dan tetanus toxoid antigen


whole cell pertussis, dan tipe b haemophillus influenzae (DTP-Hib)
saat ini juga telah tersedia.
3.

Jadwal imunisasi berikut ini adalah yang direkomendasikan di


Amerika Serikat (Negara lain mungkin menggunakan jadwal lain dan
tidak memberikan 4 dosis sebagai imunisasi dasar).

a) Untuk anak-anak berusia kurang dari 7 tahun.


Imunisasi dasar untuk vaksin DtaP atau DTP-Hib, 3 dosis pertama
diberikan dengan interval 4-8 minggu. Dosis pertama diberikan saat
bayi berusia 6-8 minggu; dosis ke-4 diberikan 6-12 bulan setelah
dosis ke-3 diberikan. Jadwal ini tidak perlu diulang kembali walaupun
terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan jadwal tersebut.

Dosis ke-5 diberikan pada saat usia 4-6 tahun (usia masuk
sekolah); dosis ke-5 ini tidak perlu diberikan jika sudah mendapat
dosis ke-4 pada usia 4 tahun. Bila komponen pertusis dari DTP
merupakan

kontraindikasi,

sebagai

pengganti

dapat

diberikan

vaksin DT.
b) Untuk usia 7 tahun ke atas:
Mengingat efek samping pemberian imunisasi meningkat dengan
bertambahnya usia maka dosis booster untuk anak usia di atas 7
tahun, vaksin yang dipakai adalah vaksin dengan konsentrasi /
kadar diphtheria toxoid (dewasa) yang rendah. Sedangkan untuk
mereka yang sebelumnya belum pernah diimunisasi maka diberikan
imunisasi dasar berupa 3 dosis vaksin serap tetanus dan diphtheria
toxoid (Td).
Dua dosis pertama diberikan dengan interval 4-6 minggu dan
dosis ke-3 diberikan 6 bulan hingga 1 tahun setelah dosis ke-2. data
yang terbatas dari Swedia menunjukkan bahwa jadwal pemberian
imunisasi ini mungkin tidak memberikan tingkat perlindungan yang
memadai pada kebanyakan remaja, oleh karena itu perlu diberikan
dosis tambahan.
Untuk

mempertahankan

tingkat

perlindungan

maka

perlu

dilakukan pemberian dosis Td setiap 10 tahun kemudian.


4.

Upaya khusus perlu dilakukan terhadap mereka yang terpajan


dengan penderita seperti kepada para petugas kesehatan dengan
cara memberikan imunisasi dasar lengkap dan setiap sepuluh tahun
sekali diberikan dosis booster Td kepada mereka.

5.

Bagi anak-anak dan orang dewasa yang mempunyai masalah


dengan sistem kekebalan mereka (immunocompromised) atau
mereka yang terinfeksi HIV diberikan imunisasi dengan vaksin
diphtheria dengan jadwal yang sama bagi orang normal walaupun
ada risiko pada orang-orang ini tidak memberikan respon kekebalan
yang optimal.
Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar

a.

Isolasi: Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita difteria faringeal,


isolasi untuk difteria kulit dilakukan terhadap kontak hingga 2 kultur
dari sampel tenggorokan dan hidung (dan sampel dari lesi kulit pada
difteria kulit hasilnya negatif tidak ditemukan baksil. Jarak 2 kultur
ini harus dibuat tidak kurang dari 24 jam dan tidak kurang dari 24
jam setelah penghentian pemberian antibiotika. Jika kultur tidak
mungkin dilakukan maka tindakan isolasi dapat diakhiri 14 hari
setelah pemberian antibiotika yang tepat (lihat 9B7 di bawah).

b.

Desinfeksi serentak: Dilakukan terhadap semua barang yang


dipakai oleh/untuk penderita dan terhadap barang yang tercemar
dengan

discharge

penderita.

Dilakukan

pencucihamaan

menyeluruh.
c.

Karantina:
pekerjaannya

Karantina

dilakukan

berhubungan

terhadap

dengan

dewasa

pengolahan

yang

makanan

(khususnya susu) atau terhadap mereka yang dekat dengan anakanak

yang

belum

diimunisasi.

Mareka

harus

diistirahatkan

sementara dari pekerjaannya sampai mereka telah diobati dengan


cara seperti yang diuraikan di bawah dan pemeriksaan bakteriologis
menyatakan bahwa mereka bukan carrier.
d.

Manajemen Kontak: Semua kontak dengan penderita harus


dilakukan kultur dari sample hidung dan tenggorokan, diawasi
selama 7 hari. Dosis tunggal Benzathine Penicillin (IM: lihat uraian
dibawah untuk dosis pemberian) atau dengan Erythromycin selama
7-10 hari direkomendasikan untuk diberikan kepada semua orang
yang tinggal serumah dengan penderita difteria tanpa melihat
status imunisasi mereka. Kontak yang menangani makanan atau
menangani anak-anak sekolah harus dibebaskan untuk sementara
dari pekerjaan tersebut hingga hasil pemeriksaan bakteriologis
menyatakan mereka bukan carrier. Kontak yang sebelumnya sudah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap perlu diberikan dosis booster
apabila dosis imunisasi terakhir yang mereka terima sudah lebih
dari lima tahun. Sedangkan bagi kontak yang sebelumnya belum
pernah

diimunisasi,

berikan

mereka

imunisasi

dasar

dengan

vaksinasi: Td, DT, DTP, DtaP atau DTP-Hib tergantung dari usia
mereka.
e.

Investigasi kontak dan sumber infeksi: Pencarian carrier dengan


menggunakan kultur dari sampel yang diambil dari hidung dan
tenggorokan tidak bermanfaat.Pencarian carrier dengan kultur
hanya bermanfaat jika dilakukan terhadap kontak yang sangat
dekat.

Dari:http://gameriyawan.blogspot.com/2013/06/asuhankeperawatan
anakpadakasus.html#.Ue_W1lPrbTE
ASUHANKEPERAWATANANAKPADAKASUSDIFTERI
Posted by edy riyawan Posted on Senin, Juni 03, 2013 with No
comments
1. Landasan Teori
1.1

Pengertian

1.1.1 Difteri adalah toksikoinfeksi yang disebabkan oleh corynobacterium


diphteriae.(Nelson,2000 ; 180)
1.1.2 Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
kuman corynebacteriumdifteri( Arif Mansjoer, Suproharta, Wahyu
Ika Wardani, (2000: 430)
1.2

Etiologi
Penyebab penyakit difteri adalah kuman corynebacteriumdifteri
yang bersifat:

bakteri gram +, polymorf, tidak bergerak, tidak

membentuk spora, terdiri dari 3 jenis basil yaitu : gravis, mitis, inter
medius, membentuk pseudomembran yang sukar diangkat, mudah
berdarah,

dan

berwarna

putih

keabu-abuan,

mengeluarkan

eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan.


Penularan penyakit difteri adalah melalui udara ( droplet infection ),
tetapi juga dapat perantara alat/ benda yang terkontaminasi oleh
kuman difteri.
1.3

Patofisiologis

Kuman berkembang biak pada saluran nafas atas dan dapat juga
pada vulva kulit mata walaupun jarang terjadi. Kuman membentuk
pseudomembran

dan

melepaskan

eksotoksin.

Pseudomembran

timbul local dan menjalar dari laring, faring dan saluran nafas atas.
Kelenjar getah bening akan tampak membengkak dan mengandung
toksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan
terjadinya miokarditis dan timbul paralysis otot-otot pernafasan bila
mengenai jaringan syaraf. Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi
akibat dari pseudomembran pada laring dan trachea menyebabkan
kondisi yang fatal.

1.4

Manifestasi Klinik
Tergantung pada:

1.4.1

Lokasi tempat infeksi

1.4.2

Imunitas pasien

1.4.3

Ada tidaknya toksin pada sirkulasi darah

1.5

Gejala Klinis
Masa tunas antara 1-6 hari.

1.5.1

Gejala umum

1.5.1.1

Demam

1.5.1.2

Pilek

1.5.1.3

Sesak

1.5.1.4

Sakit kepala

1.5.1.5

Batuk

1.5.2
1.5.2.1

Gejala lokal
Difteri hidung/ Difteri ringan
Pseudomembran sampai batas pada hidung/ parsial dengan
gejala

secret

hidung

serosa

inguinosa,

epistaksis,

ada

pseudomembran pada septum nasi.


1.5.2.2

Difteri faring dan tonsil/ Difteri sedang


Pseudomembran menyebar lebih luas sampai dinding posterior
faring dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan
pengobatan konservatif dengan gejala panas tidak tinggi, nyeri
telan ringan, mual, muntah, nafas berbau dan timbul Bullneck.

1.5.2.3

Difteri laring/ berat


Disertai dengan sumbatan jalan nafas yang berat yang hanya
dapat diatasi dengan tracheostomi dengan gejala sesak nafas
hebat, stridor inspirator, sianosis, terdapat retraksi otot supra
sternal dan epigastrium, laring tampak kemerahan, sembab, banyak
secret, dan permukaan tertutup oleh pseudomembran.

1.6

Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung pada:

1.6.1
1.6.2

Umur pasien, makin muda usianya makin jelek prognosisnya


Perjalanan penyakit, makin terlambat ditemukan makin buruk
keadaanya

1.6.3

Letak lesi Difteri, bila dihidung tergolong ringan

1.6.4

Keadaan umum pasien, bila gizi buruk makin buruk keadaannya

1.6.5

Terdapat komplikasi, miokarditis sangat memperburuk prognosis

1.6.6

Pengobatan, terlambat pemberian ADS, prognosis makin buruk

1.7
1.7.1

Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan
leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar
albumin. Pada urine terdapat albuminuria ringan.

1.7.2

Penularan KN watje ( kell dan noise )


Dengan lidi waten dikontaminasikan pada pseudomembran yang
ada pada lokasi yang terkena, kemudian dimasukkan pada tabung
reaksi dengan media agar-agar dan periksa. Apabila pemeriksaan
KN 2x berturut-turut dan bila (-) perubahan positif terjadi.

1.8

Komplikasi

1.8.1

Pada saluran pernafasan: terjadi obstruksi jalan nafas, atelektasis


dan bronchopnomonia.

1.8.2

Kardiovaskuler: miokarditis

1.8.3

Kelainan pada ginjal

1.8.4

Kelainin syaraf kira-kira 10% pasien difteri menjadi komplikasi


yang mengenai susunan syaraf terutama sistem motorik dapat
berupa:

1.8.4.1

Paralisis palatum mole, sehingga terjadi renolaka ( suara sengak )


tersedak/ sukar menelan: dapat terjadi pada minggu ke I sampai ke
II

1.8.4.2

Paralisis otot-otot mata, dapat mengakibatkan strabismus,


gangguan akomodasi, dilatasi pupil/ ptosis yang timbul pada minggu
ke III

1.8.4.3

Paralisis umum, dapat terjadi pada minggu ke IV, kelainan dapat


mengenai otot muka, leher, anggota gerak dan otot pernafasan.

1.9
1.9.1
1.9.1.1
1.9.1.1.1

Pencegahan
Imunisasi
Iminisasi Primer
Anak usia 6 minggu - 6 tahun
Diberikan dosis Td secara IM/ SC dengan interval 4-6 minggu
dimulai ketika anak usia 6 minggu - 2 bulan dan dilanjutkan dengan
pemberian ke-4 selama 1 tahun sesudah pemberian ke-3 preparat
yang digunakan adalah Pediatric Taksoid Dipteria

1.9.1.1.2

Anak usia 7 tahun / lebih


Diberikan Td dengan pemberian ke-2 berselang waktu 4-8 minggu
diberikan dengan pemberian 1 dan pemberian 3 berselang 1 tahun

dengan pemberian ke-2, preparat yang digunakan adalah Adult


Taksoid Dipteria

1.9.1.2

Imunisasi Boster

1.9.1.2.1

Anak usia 6 minggu- 6 bulan apabila pemberian dosis ke-4


imunisasi primer anak belum berumur 4 tahun maka diberikan
boster ketika anak tersebut mulai masuk TK

1.9.1.2.2

Anak usia 7 tahun atau lebih diberikan boster setiap 10 tahun

1.9.2

Isolasi pasien

1.9.3

Pencarian orang carier difteria dengan uji shick dan kemudian


diobati.

Dengan tujuan

: Untuk mengetahui apakah tubuh mengandung anti

toksin

terhadap kuman difteri.


Cara

: Dengan menyuntikan IC 1/50 Minimal Lethal Dose (MLD)


sebanyak 0,02 ml, jika positif akan terlihat merah kecoklatan selama
24 jam
1.10 Penatalaksanaan
1.10.1 Pengobatan Umum
1.10.1.1 Isolasi pasien
1.10.1.2 Istirahat total
1.10.1.3 Makanan yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan
kalori
1.10.1.4 Kontrol EKG 2-3 kali seminggu selama 4-6 minggu, bila terjadi
miokarditis harus istirahat total di tempat tidur
1.10.2 Pengobatan Khusus
1.10.2.1 ADS( Anti Difteri Serum )
Sebelum dilakukan pemberian antitoksin, harus dilakukan test
kepekaan

untuk

tujuan

ini

maka

0,1

ml

antitoksin

dengan

pengenceran 1: 100 dalam larutan garam yang diberikan secara IC


atau pada sakus komjungtifa. Reaksi positif ( eritema 10 mm pada
tempat infeksi dalam waktu 20 menit ) konjungtifa dan pengeluaran
air mata. Bila pasien sensitive lakukan desensitasi cara Bedrestkan
dengan cara :
- 0,05 cc ADS + 1, cc Pz secara SC

- 0,1 cc ADS + 1, cc Pz secara SC


- 0,2 cc ADS + 1, cc Pz secara SC/ im
- 0,5 cc ADS + 1, cc Pz secara SC/ im
- 2 cc ADS + 1, cc Pz secara SC/ im
- 4 cc ADS + 1, cc Pz secara SC/ im
sisanya

diberikan

semua

kiri

dan

kanan/

jika

tidak

memungkinkan, secara bertahap 4 cc dengan jarak 15 menit.


1.10.2.2 Antibiotik, PP 50.000 IU/BB/hari sampai 10 hari bila alergi berikan
eritromicin 40 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis.
1.10.2.3

Kortikosteroid, digunakan untuk mengurangi edema laring dan

mencegah komplikasi miokarditis, diberikan Prednison 2 mg/kg


BB/hari selama 3 minggu yang diberikan secara bertahap.
1.10.2.4 Bila ada komplikasi paralysis otot dapat diberikan striknin mg
dan vitamin B1 100 mg setiap hari, 10 hari berturut-turut.
1.10.2.5 Bila pasien perlu di lakukan Trakheostomi
Trakheostomi dilakukan jika pasien mengalami sumbatan jalan nafas
yabg berat dengan gejala stridor inspirator, gelisah, dispneu,
sianosis, dan terdapat retraksi otot pernafasan. Sumbatan jalan
nafas sering terjadi pada pasien difteria laring dan trachea yang
biasanya sudah disertai Bullneck (leher yang besar). Oleh karena
itu, jika merawat pasien yang difteria dengan Bullneck harus selalu
waspada. Bila terdengar stridor, pasien dibaringkan setengah
duduk, berikan O2 sampai 2 lt dan segera lapor dokter. Sementara
itu dibicarakan dengan orang tuanya kemungkinan tindakan dokter.
Jika keputusan dokter, pasien harus di Trakheostomi mintalah izin
operasi dan yakinkan orang tua bahwa tindakan tersebut adalah
pertolongan yang paling mungkin untuk menolong anaknya. Jika
pasien belum di pasang infus sebelum kekamar bedah harus di
pasang dulu. Jika pasien telah kembali dari kamar operasi, peranan
perawat

ikut

menentukan

keberhasilan

trakheostomi

tersebut

karena bila perawatannya tidak baik, misalnya pengisapan lender


tidak efektif atau kurang memperhatikan steriletas akibatnya
pernafasan pasien tetap tidak lancar dan komplikasi tetap terjadi.

Pengisapan lender pada hari pertama setelah operasi merupakan


hal yang paling penting disamping pengawasan keadaan umum
pasien (tanda vital)

2.
2.1
2.1.1

Landasan Askep
Pengkajian
Identitas klien : Biasanya menyerang pada individu yang berusia
kurang dari 15 th ( yang tidak dapat imunisasi lengkap )

2.1.2

Keluhan utama
Batuk, demam

2.1.3

Riwayat Penyakit Sekarang


Demam, Sakit Kepala, Batuk, lesu/ lemah, sianosis, sesak nafas, dan
pilek.
Difteria Nasal: Sakit jantung serosa inguinosa, epistaksis, ada
membrane putih pada septum nadi
Difteria Tonsil dan Faring: Panas tidak tinggi, nyeri telan ringan,
mual, muntah, nafas berbau, Bullneck.
Difteria Laring dan Trachea: Sesak nafas hebat, stridor inspirator,
terdapat retraksi otot supra sternal dan epigastrium, laring tampak
kemerahan, sembab, banyak secret, permukaan tertutup oleh
pseudomembran.

2.1.4

Riwayat penyakit keluarga


Dimungkinkan ada keluarga/ lingkungan yang menderita penyakit
Difteria

2.1.5

Riwayat Imunisasi
Imunisasi DPT 1, 2, 3 pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan yang
kurang memadai

2.1.6

ADL

2.1.6.1

Nutrisi: kesulitan menelan, anoreksia, sakit tenggorokan,

2.1.6.2

Eliminasi: terjadi konstipasi

2.1.6.3

Istirahat tidur: sukar tidur

2.1.7
2.1.7.1

Pemeriksaan
Pemeriksaan umum

Kesadaran : compos mentis sampai dengan coma

TD: turun

RR: cepat dan dangkal

Nadi: cepat

Suhu : peningkatan suhu tubuh

2.1.7.2

Pemeriksaan fisik

Wajah: sianosis

Hidung : terdapat secret berbau busuk sedikit bercampur darah,


ada membran putih pada septum nasi

Mulut: bibir kering, mulut terbuka, ada membran putih pada tonsil
dan faring

Leher: pembesaran getah bening pada leher, edema pada laring


dan trachea (Bullneck), permukaan laring dan trachea tertutup oleh
pseudomembran

2.1.7.3

Bakteriologi
Darah

Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium
: Hapusan tenggorokan di temukan kuman corinebakterium difteria
: Penurunan kadar HB dan leukosit polimorfonukleus, penurunan
jumlah eritrosit dan kadar albumin.

Skin test

: Test kulit untuk menentukan status imunitas

2.1.8

Therapi
Therapi atau penatalaksanaan sesuai dengan konsep dasar:

Pengobatan umum

Pengobatan spesifik

ADS

Anti biotik
PP 500.000 u/kg/BB/hari sampai 3 hari bebas demam.
Pada

pasien

yang

di

lakukan

trakheostomi

ditambahkan

kloramphenikol 75 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis


2.2
2.2.1
2.2.1.1

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pre operasi
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan terlepasnya
eksotoksin

2.2.1.2

Gangguan

pemenuhan

nutrisi

(kurang

dari

kebutuhan)

berhubungan dengan nyeri telan


2.2.1.3

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pseudomembran

2.2.1.4

Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan orang tua


tentang penyakit anaknya

2.2.2
2.2.2.1

Diagnosa keperawatan post operasi


Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan
seluruh akibat trakheostomi, obstruksi kanula dalam

2.2.2.2

Resiko

tinggi

terjadinya

operasi

berhubungan

dengan

pengumpulan sekresi yang berlebihan dan by passing pertahanan


pernafasan atas
2.2.2.3

Kerusakan

komunikasi

verbal

berhubungan

dengan

ketidakmampuan berbicara sekunder terhadap trakheostomi


2.3
2.3.1

Intervensi
Diagnosa keperawatan I
Tujuan: Klien menunjukan suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria hasil:

Suhu normal ( 36,5- 37,2 c)

Keringat keluar secara wajar


Intervensi :

Pertahankan suhu kamar


R/ Dapat terjadi pertukaran suhu secara konveksi

Berikan baju tipis yang mudah menyerap keringat


R/ Membantu proses penguapan

Berikan minum yang banyak


R/ Minum banyak membantu proses penurunan suhu tubuh

Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti piretik


R/ Menurunkan panas dalam pusat hipotalamus

2.3.2

Diagnisa keperawatan II

Tujuan : - Klien dapat menunjukan dan mempertahankan BB yang normal


- Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
-

Adanya minat dan selera makan

Porsi makan sesuai kebutuhan

BB meningkat
Intervensi:

Monitor intake kalori dan kualitas konsumsi makan


R/ Mengetahui pemasukan makanan

Monitor tanda-tanda kelumpuhan palatum mole dan durum


R/ Makanan dalam porsi kecil mudah dikonsumsi oleh klien dan
menghindari terjadinya anoreksia

Berikan makanan yang merangsang selera


R/ Meningkatkan intake makanan

Timbang BB tiap hari


R/ Memonitor kurangnya BB dan efektifitas nutrisi yang diberikan

Berikan NS bila ada kelumpuhan

2.3.3

Diagnosa keperawatan III


Tujuan : Mempertahankan efektifitas pernafasan
Kriteria hasil :

Tidak terdengar suara nafas tambahan

Tidak ada tarikan otot bantu pernafasan

Tidak ada batuk

Tidak ada sekresi dari saluran pernafasan yang berlebihan

Frekwensi pernafasan dalam batas normal


Intervensi

Auskultasi suara nafas, perhatikan adanya suara nafas tambahan


R/ Adanya obstruksi pada saluran nafas dimanifestasikan pada
saluran nafas

Bantu pasien pada posisi yang nyaman, kepala lebih tinggi dari kaki
R/ Diafragma lebih rendah dapat meningkatkan ekspansi dada

Tingkatkan intake cairan sesuai kebutuhan


R/

Thurasi

membantu

menurunkan

viskositas

secret

dan

mempermudah pengeluaran
-

Bantu melakukan fisioterapi dada


R/ Postural drainare dan perkusi merupakan tindakan pembersihan
yang

penting

ventalasi
-

Lakukan suction

untuk

mengeluarkan

secret

dan

memperbaiki

R/ Bila mekanisme pembersihan jalan nafas atau batuk tidak efektif


dilakukan suction
-

Berikan oksigen sesuai indikasi


R/ Memaksimalkan transport dalam jaringan

2.3.4
Tujuan

Diagnosa keperawatan IV
: Didapatkan kondisi lingkungan yang dapat mencegah atau
menurunkan resiko terjadinya infeksi
Kriteria hasil :

Klien mencapai kesembuhan

Tidak ada drainage yang purulen

Suhu tubuh dalam batas yang normal


Intervensi:

Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan


R/ Mencegah kontaminasi silang

Pertahankan teknik aseptic


R/ Menurunkan resiko kolarisasi bakteri

Batasi pengunjung, berikan isolasi pernafasan


R/ Membatasi infeksi silang kuman difteria pada perawat

Berikan

perawatan

secara

teratur:

mandi,

BAB,

BAK,

dan

berpakaian
R/ Kulit yang kotor merupakan media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme
-

Monotor suhu secara teratur


R/ Efek dari inflamasi adalah panas

Observasi adanya luka-luka drainage purulen


R/ Indikasi adanya infeksi local

Berikan antibiotic sesuai program tim medis


R/ Untuk profilaksis

2.4

Implementasi
Sesuai dengan intervensi

2.5

Evaluasi
Berdasarkan tujuan

DAFTAR PUSTAKA
Nelson,2000,Ilmu
Kesehatan
Kedokteran EGC : jakarta

Anak,bagian

II,penerbit

buku

Arif Manjoer, Suproharto,2000,Ilmu Kesehatan Anak,EGC : Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi