Vous êtes sur la page 1sur 5

ASKEP LANSIA DENGAN OSTEOPOOROSIS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama bidang kesehatan dibeberapa
negara termasuk Indonesia

sangat mempengaruhi kualitas kesehatan penduduk serta

meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya, jumlah penduduk lanjut usia (Lansia)
menjadi meningkat dan cenderung bertambah. Jumlah penduduk lansia mengalami
peningkatan diseluruh dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang.
Berdasarkan data dari (National Centre of Health Statistics (NCHS), angka penduduk
lansia di Amerika Serikat mencapai lebih dari 35 juta jiwa atau sebesar 12% dan diperkirakan
pada tahun 2050, meningkat menjadi 20%. Begitu juga di negara-negara maju lainnya
diseluruh dunia seperti: Italia, Swedia, Norwegia, Belgia, Spanyol, Bulgaria, Jepang, Jerman,
Inggris, serta Prancis juga mempunyai penduduk lansia cukup tinggi, yaitu mencapai 16%
1

[1].
Pertumbuhan penduduk lansia di negara-negara maju, juga diikuti oleh negara

berkembang, diantaranya adalah Indonesia. Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2011
sekitar 24 juta jiwa atau hampir 10% jumlah penduduk. Padahal, sekitar tahun 1970 baru ada
2 juta orang. Selama 40 tahun, pertambahan jumlah lansia 10 kali lipat, sedangkan jumlah
penduduk hanya bertambah 2 kali lipat2[2]. Para ahli memproyeksikan pada tahun 2020
mendatang usia harapan hidup lansia menjadi 71,7 tahun dengan perkiraan jumlah lansia 28,8
juta jiwa atau 11,34%.
Peningkatan jumlah lansia tersebut akan menimbulkan masalah pada usia lanjut
terutama masalah degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang semakin tinggi angka
prevalensinya dan perlu diwaspadai adalah osteoporosis.
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2009 osteoporosis
menduduki peringkat kedua dibawah penyakit jantung sebagai masalah kesehatan utama
1[1] Muda,Iskandar,dkk.2012. Gambaran Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan
Osteoporosis Pada Lansia.
2[2] Widya,Febri. 2010. Penelitian Hubungan Faktor-Faktor Resiko Osteoporosis
Dengan Tingkat Resiko Osteoporosis Pada Lansia Di Pstw Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman Tahun 2010.

dunia. Menurut data Internasional Osteoporosis Foundation (IOF) lebih dari 30% wanita
diseluruh dunia mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang akibat osteoporosis,
bahkan mendekati 40%, sedangkan pada pria, resikonya berada pada angka 13% (WHO,
2009).
Angka ini yang semakin menunjukkan bahwa lansia jelas memiliki resiko yang besar
terhadap kejadian kanker atau bahkan osteoporosis.
1.2.
1.
2.
3.

Rumusan Masalah
Apa itu osteoporosis?
Bagaimana menangani pasien oosteoporosis?
Apa dampak yang sering timbul pada penderita osteoporosis?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Osteoporosis
Osteoporosis adaah suatu penyakit dengan tanda utama berupa berkurangnya
kepadatan massa tulang, yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan meningkatnya
resiko patah tulang (WHO, International Consensus Development Conference, Roma, 1992) 3
[3].
Massa tulang laki laki dan perempuan akan berkurang seiring bertambahnya usia.
Massa tulang pada perempuan berkurang lebih cepat dibanding dengan laki laki. Hal ini
terjadi karena pada masa menopause, fungsi ovarium menurun drastis dan berdampak pada
produksi hormon estrogen dan progesteron. Saat hormon estrogen turun kadarnya karena
lansia, maka terjadilah penurunan kerja sel osteoblas ( pembentukan tulang baru) dan terjadi
peningkatan kerja sel osteoklas ( penghancur tulang).
2.2. Penyebab Osteoporosis
Penyebab osteoporosis secara garis besar dikelompokkan dalam dua kategori:
1. Penyebab primer
Penyebab primer ini dapat terjadi karena menopause, usia lanjut dan penyebab penyebab
lain yang belum diketahui secara pasti.
2. Penyebab skunder
Penyebab skunder dari penyakit ini adalah karena adanya penggunaan obat koryikosteroid,
gangguan metabolisme, gizi buruk, penyakit tulang sumsum, gangguan fungsi ginjal,
penyakit hepar, penyakit paru kronis, cedera urat saraf tulang belakang, rematik, transplantasi
organ.

2.3. Patofisiologi Osteoporosis


Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara seimbang
yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling). Setiap ada perubahan
dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan, maka
akan terjadi penurunan massa tulang.

3[3] Junaidi,Iskandar.2007.Osteoporosis.Jakarta:Gramedia.

Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang
bagian korteks dan lebih dini pada bagian trabekula. Pada usia 40-45 tahun,wanita akan
mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 % / tahun dan bagian trabekula
pada usia lebih muda. Pada wanita 40-50 % , penurunan massa tulang lebih cepat pada
bagian-bagian tubuh seperti metakarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra. Bagian-bagian
tubuh yang sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian distal4[4].
2.4. Klasiffikasi Osteoporosis
Berdasarkan penyebabnya, osteoporosis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Osteoporosis postmenopausal
Osteoporosis jenis ini terjadi karena kurangnya hormon estrogen yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada perempuan. Biasanya gejalanya timbul pada usia
57 75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat.
2. Osteoporosis senilis
Osteoporosis inimerupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia
dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang dengan pembentukan tulang baru.
Penyakit ini hanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih mungkin menyerang
perempuan.
3. Osteoporosis skunder
Osteoporosis jenis ini terjadi karena penyakit medis lainnya. Biasanya, gagal ginjal kronik,
kelainan hormonal ( tiroid, paratiroid dan adrenal). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan
merokok dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik
Osteoporosis ini belum diketahui penyebabnya. Biasanya terjadi pada anak anak dan
dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormonal yang normal, vitamin yang normal
dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
2.5. Faktor Resiko
Faktor resiko yang sering tampak pada orang dengan:
a. Menopause dini / amenore
b. Kurang olahraga
c. Merokok
d. Minum alkohol
e. Badan kurus
f. Tidak punya anak
g. Asupan kalsium rendah
h. Kontak dengan sinar matahari sedikit
i. Pemakaian kortikosterooid
j. Memiliki riwayat osteoporosis5[5]
4[4] Iwan Sain.2011. Askep Klien Gangguan Metabolisme Tulang

2.6. Manifestasi Klinis


Pada awalnya penderita osteoporosis tidak mengetahui mereka menderita osteoporosis.
a.
b.
c.
d.
e.
2.7.
a.
b.
c.
d.

Namun, seiring berjalannya waktu muncullah gejala gejala berikut:


Nyeri terus menerus
Tubuh memendek
Mudah menderita patah tulang, terutama tulang pinggul
Disertai gejala menopause, panas, banyak keringat, keputihan dan susah tidur
Pasca menopause, pelupa dan nyeri tulang belakang.
Penegak Diagnosa
Pengukuran massa tulang
Radiologi ; sinar X
Tes darah dan urine
Skrining osteoporosis

2.8. Penatalaksanaan
Pada osteoporosis biasanya tidak dapat disembuhkan seperti sediakala namun,prinsip
pengobatan yang selalu digunakan adalah:
a. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan
b.

adalah Na-fluorida dan steroid anabolik


Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah
kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat
Pada osteoporosis yang telah mengalami patah tulang panggul, biasanya diatasi dengan
pembedahan, patah tulang pergelangan biasanya di gips, jika terjadi penipisan tulang disertai
dengan nyeri hebat, maka diberikan pereda nyeri, dipasangi support baxk brace dan dilakukan
terapi fisik dengan melakukan kompres nyeri selama 10 20 menit.

5[5] Dian Rakyat. 2002. Osteoporosis

Vous aimerez peut-être aussi