Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
: Rina Novitriani
NIM
: 04121401092
Analisis Masalah
1. Apa makna klinis dari BAB cair tidak ada lendir dan tidak ada darah ?
Jawab :
Berdasarkan etiologi atau penyebab diare bisa dibedakan menjadi :
- Diare akut et causa Rotavirus
Penyebab utama diare pada anak-anak terutama usia < 2 tahun,
dipengaruhi musim, diduga faktor kelembaban yang rendah menaikkan
survival virus.
Gambaran Klinis :
1. Inkubasi: 1-4 hari.
2. Respon terhadap infeksi rotavirus bervariasi: mulai dari subklinis, diare
ringan s/d berat bahkan dapat mengakibatkan kematian.
3. Gambaran utama:
Demam (>380C).
Konsistensi feses cair.
Dehidrasi.
Muntah.
4. Biasanya: berat pada infant & anak balita, tetapi kurang berat pada
neonatus dan dewasa.
5. Lama gejala: 4-5 hari.
6. Virus shedding: 6-10 hari.
-
Intoleransi laktosa
Ketidakmampuan sistem pencernaan tubuh untuk mencerna laktosa karena
kurangnya enzim pencernaan yaitu laktase dalam usus. Klasifikasi:
Gejala klinik :
diare
kram perut
flatulensi
muntah (anak-anak)
perut tidak nyaman
Berdasarkan gejala klinik kita bisa membedakan diare menjadi :
Diare akut
-
Kolera adalah penyakit diare akut, yang disebabkan oleh infeksi usus
akibat terkena bakteria Vibrio Cholerae. Bakteri ini masuk kedalam tubuh
seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi serta tinja
orang yang telah terinfeksi. Gejala dimulai dalam 1-3 hari setelah
kemungkinan terjadi risiko infeksi meningkat, dimana pada usus yang immature,
system pelindung tubuh masih lemah dan gagal berfungsi.
Maka hal ini sesuai dengan pernyataan Soraya (2005) bahwa pemberian makanan
tambahan yang ditinjau dari jenis, frekuensi dan jumlah yang tidak disesuaikan
dengan perkembangan usia anak akan menimbulkan efek yang negative misalnya
gangguan pada pencernaan dan berbagai penyakit infeksi yang dapat mengakibatkan
kekurangan zat gizi sehingga bisa mempengaruhi gangguan pertambahan berat dan
panjang badan bayi dan disamping itu pula dengan pemberian makanan tambahan
tersebut bayi akan kenyang dengan makan dan kurang asupan ASI eksklusif maka
senada dengan hal tersebut bisa memicu tingginya gangguan pada saluran pencernaan
bayi. Menurut Pudjiadi (2005), menunda pemberian makanan padat memberikan
kesempatan pada sistem pencernaan bayi untuk berkembang lebih matang. Karena
sebenarnya bayi siap untuk makan makanan padat, baik secara pertumbuhan maupun
secara psikologis, pada usia 6-9 bulan. Bila makanan padat sudah mulai diberikan
sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya, maka makanan tersebut
tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak
menyenangkan (gangguan pencernaan, timbulnya gas, konstipasi). Pencernaan protein
belum sempurna pada bayi. Asam lambung dan pepsin disekresi pada saat lahir dan
baru dalam 3 sampai 4 bulan terakhir jumlahnya meningkat mendekati jumlah untuk
orang dewasa. Amylase, enzim yang diproduksi oleh pancreas belum mencapai
jumlah yang cukup untuk mencernakan makanan kasar sampai usia sekitar 6 bulan.
Dan enzim pencernaan karbohidrat seperti maltase, isomaltase dan sukrase belum
mencapai level orang dewasa sebelum 7 bulan. Bayi juga memiliki jumlah lipase dan
bile salts dalam jumlah yang sedikit, sehingga pencernaan lemak belum mencapai
level orang dewasa sebelum usia 6-9 bulan. Dari data tersebut mendukung pada hasil
penelitian ini yang didapatkan bahwa sebagian besar mengalami diare sebanyak 20
bayi (40%) dan sebanyak 17 bayi (34%) yang mempunyai frekuensi sering. Sehingga
bisa disimpulkan bahwa kemungkinan efek yang ditimbulkan akibat dari pemberian
makanan tambahan ini terlihat secara langsung, memang dari awal bila bayi diberikan
makanan tambahan justru akan memberikan efek yang tidak baik pada kesehatannya,
berdasarkan uraian yang dijelaskan di atas bahwa sistem pencernaan bayi belum
sempurna sehingga harus bekerja lebih keras lagi untuk mengolah dan memecah
makanan dan kemungkinan masih berlanjut pada interval umur selanjutnya.
Bayi yang diberi susu formula akan mengalami growth faltering melalui 2 faktor
yaitu tidak mendapatkan cukup energi dan zat gizi lain serta lebih mudah terkena
infeksi ( King& Burges, 1996). Bayi tidak mendapat cukup energi, terutama pada
bayi-bayi yang masih menyusui ASI dengan ditambah susu formula. Penelitian yang
dilakukan oleh Giovanni M, et al (2004) di Italia menunjukkan bahwa pemberian susu
formula akan menurunkan durasi menyusu ASI pada bayi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya adalah karena bayi sudah merasa kenyang, produksi
ASI yang kurang dan kesulitan adaptasi peralihan gaya menyusu dari menyusu botol
kepada menyusu payudara ibu, atau biasa disebut dengan bingung puting susu
(Fernandez et al , 1993).
Bayi yang diberi ASI dengan ditambah susu formula akan kesulitan untuk beralih
gaya menyusu pada saat menyusu ASI. Bayi akan cenderung menerapkan gaya
menyusu botolnya pada saat menyusu ASI, akibatnya aliran ASI akan tidak lancar
dan berkurang karena sedotan yang tidak maksimal, sementara bayi juga sudah
terbiasa menyusu secara cepat. Hal ini membuat bayi kemungkinan hanya akan
mendapatkan Foremilk, yaitu ASI yang keluar pada menit pertama, dengan komposisi
lebih banyak mengandung air daripada lemak, sementara Hindmilk yaitu ASI yang
keluar pada menit berikutnya, dengan komposisi tinggi lemak, tidak sempat diisap
oleh bayi, padahal Hindmilk akan lebih dapat mengenyangkan dan memberi energi
yang cukup untuk pertumbuhan bayi (Fernandez et al 1993), akibatnya bayi tersebut
akan kekurangan energi dari sumber ASI, di lain pihak, pemberian susu formula
belum sesuai dengan kebutuhan bayi, sehingga bayi akan mengalami kekurangan zatzat gizi untuk pertumbuhannya.
Memberikan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir dalam waktu 1 jam pertama.
Memberikan hanya ASI saja atau ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai umur 6 bulan.
Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi mulai umur 6 bulan.
Tetap memberikan ASI sampai anak umur 2 tahun atau lebih.
Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama
pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu.
ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh
gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.
Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena
mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi,
perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi,
akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat.
Dalam situasi darurat
o Menyusui menjadi lebih penting karena sangat terbatasnya sarana untuk
penyiapan susu formula, seperti air bersih, bahan bakar dan kesinambungan
ketersediaan susu formula dalam jumlah yang memadai.
o Pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare,
kekurangan gizi dan kematian bayi.
Apabila jumlah makanan yang dikonsumsi oleh anak sedikit, maka frekuensi makan
dapat ditingkatkan.
Pada usia 8 bulan anak sudah dapat diberikan makanan yang dipotong kecil-kecil
( finger food )
Pada usia 12 bulan sebagian anak sudah bisa makan makanan keluarga ( namun,
dari WHO menganjurkannya pada usia 2 tahun )
Syarat MPASI :
1. Timely MPASI diberikan ketika dibutuhkan energy dan nutrisi yang lebih
adekuat selain ASI.
2. Adequate Hasrus mengandung energy, protein yang micronutrient yang cukup.
3. Properly Fed diberikan sesuai dengan sinyal-anaknya untuk apetite dan kenyang
dan bahwa frekuensi makan dan metode makan nya sesuai dengan usianya.
4. Safe MPASI harus bersih dan higienis, mulai dari tempat penyimpanan, hingga
digunakan.
MPASI yang baik adalah:
Kaya akan kalori, protein dan mikronutrien (terutama zat besi, zink, calcium,
Orang tua masih dapat memberikan MPASI yang dibuat sendiri, asal makanan
tersebut mengandung mikronutrien zat besi, zink, calcium, tiamin, asam folat, vitamin
C, vitamin A dan lemak. Jenis makanan yang dapat dipilih adalah:
Makanan pokok : mengandung karbohidrat, protein dan vitamin. Contoh:
sereal (beras, gandum, tepung jagung), tanaman menjalar (singkong, ubi &
kentang), buah yang mengandung tepung (sukun)
Sumber hewani : mengandung protein tinggi, zat besi, zink dan vitamin.
Contoh: hati, daging merah, ayam, ikan, telur (putih telur sebaiknya pada
anak > 1 tahun)
Produk Susu: mengandung protein, vitamin A & folat, calcium. Contoh:
ASI /susu formula, keju, yogurt
Sayur berdaun hijau dan berwarna oranye: mengandung vitamin A,C, folat
dan calcium. Contoh: bayam, brokoli, wortel, labu, kentang. Tunda
pemberian sawi pada anak > 1 tahun, karena mineralnya sangat tinggi,
membuat berat kerja ginjal anak.
Kacang-kacangan: mengandung protein dan zat besi. Contoh: kacang polong,
kacang merah, kedelai hitam
Minyak dan Lemak: mengandung energy dan asam lemak esensial, Contoh:
minyak kelapa, margarine, minyak zaitun, butter. Berbeda dg orang dewasa,
makanan sumber kolesterol sangat baik pada anak (kuning telur, lemak
hewan) untuk membentuk otak anak agar cerdas.
Biji-bijian: menghasilkan energi. Contoh: selai kacang, biji bunga matahari,
wijen
Makanan yang kaya akan Zat besi
Makanan yang kaya akan Vitamin A
telur
: Susu atau produk susu, ikan
: Buah segar, tomat, paprika, sayursayuran yang berwarna hijau
4. Segera tutup kemasan dengan rapat untuk menghindari paparan udara luar terlalu
lama. Simpanlah susu di tempat yang kering dan bersih, jangan di tempat yang
lembab, karena selain disukai oleh bakteri juga mudah disergap oleh semut.
5. Sisa susu yang telah dilarutkan harus dibuang setelah 2 jam.
6. Selalu perhatikan batas kadaluwarsa kemasan susu formula untuk menghindari
keracunan dan kontaminasi.
Cara pembuatan bubur bayi rumahan:
Di minggu-minggu pertama pemberian MPASI, berikan bubur beras dengan 1
macam sayuran atau 1 macam buah. Kenalkan satu persatu. Jangan dicampuraduk
menjadi satu. Biarkan ia belajar mengenal rasa tiap jenis makanan yang masuk ke
dalam mulutnya.
o Sayuran pertama: Wortel, kentang, lobak, labu parang, ubi merah, segala macam
ubi-ubian, kacang polong, brokoli, kembang kol.
o Buah-buahan pertama: Apel, pear, pisang, pepaya, alpukat.
o Tepung beras (baby rice): Campurkan tepung beras dengan air/ASI/susu
formula. Tepung beras sangat mudah dicerna dan rasa susu membuat masa
transisi ke makanan padat menjadi lebih mudah. Tepung beras dapat diberikan
bersamaan dengan buah atau sayur.
o Daging: Daging giling yang dimasak matang dapat
diperkenalkan sebagai
makanan pertama bayi. Meski demikian, secara umum, kebutuhan utama protein
dan zat besi anak usia 6 bl didapatkan dari ASI / susu formula.
Makanan yang perlu dihindari di awal pengenalan MPASI:
Susu sapi/kambing, dairy products (seperti yogurt, keju, dsbnya), telur, makanan
yang mengandung gluten seperti gandum, rye, barley dan oat, madu, kerangkerangan dan ikan, makanan pedas, kacang-kacangan (kacang tanah, almond,
dsbnya), daging/ikan asap, garam, gula, buah beraroma tajam / citrus fruits
menjadi 3 kali sehari (makan pagi, makan siang dan makan malam).
Hal penting dalam menyiapkan dan mengatur makanan bayi, jangan pernah
menambahkan bumbu penyedap atau MSG, tapi makanan bayi tetap harus
memperhatikanan cita rasa bagi bayi. Bahan ini bisa menimbulkan kerusakan
fungsi otak. Setelah matang, biarkan panas makanan hilang lalu cicipi terlebih
dahulu. Pastikan makanan yang masuk nyaman ditelan olehnya. Sedangkan jika
Anda memilih makanan bayi instan, selalu periksa kemasan dan tanggal
kadaluarsanya. Jangan memilih produk dengan kemasan rusak dan mendekati
tanggal kadaluarsa. Jika Anda menyimpan makanan bayi yang sudah dimasak
untuk diberikan lagi nanti, simpan di tempat yang bersih dan jauh dari bau
menyengat. Jauhkan makanan bayi dari bau durian atau kopi yang bisa
mempengaruhi aroma makanan.
sumur gali denga jarak sumur hanya 6 meter dari mck juga merupakan risiko
tercemarnya sumber air keluarga dengan mikroorganisme yang berbahaya. Jarak
sumur gali dengan mck seharusnya minimal
mendekati jamban. Jika MCK terletak dalam satu pemikimana, Lokasi MCK jenis ini
idealnya harus ditengah para penggunanya/ pemanfaatnya dengan radius 50 100m
dari rumah penduduk dan luas daerah pelayanan maksimum untuk 1 MCK adalah 3
ha. Kawasan yang padat penduduknya, umumnya luas rumah di bawah luas hunian
baku per jiwa. Hal ini mengakibatkan sulitnya mencari ruang untuk lokasi sumur
maupun kakus. Kawasan tersebut terutama dihuni oleh warga masyarakat yang
berpenghasilan rendah, yang cenderung tidak dapat menyisihkan sebagian
pendapatannya untuk membangun kakus atau kamar mandi sendiri. Apalagi jika
mereka belum mendapatkan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan, yang
mempunyai kaitan erat dengan kualitas air tanah.
lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari
lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber air.
Pada kasus, jarak MCK dengan sumber air keluarga Reygen hanya sekitar 6
meter. Maka tidak bisa dipungkiri bawah telah terjadi Kontaminasi dan pencemaran
pada air permukaan dan badan-badan air yang digunakan oleh keluarga. Penyakit
menular seperti polio, kolera, hepatitis A dan lainnya merupakan penyakit yang
disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar seperti penyediaan jamban. Bakteri E.Coli
dijadaikan sebagai indikator tercemarnya air, dan seperti kita ketahui bahwa bakteri
ini hidup dalam saluran pencernaan manusia sebagai flora normal. Proses pemindahan
kuman penyakit dari tinja yang dikeluarkan manusia sebagai pusat infeksi sampai
inang baru dapat melalui berbagai perantara, antara lain air, tangan, serangga, tanah,
makanan, susu serta sayuran. Menurut Anderson dan Arnstein (dalam Wagner dan
Lanoix, 1958) dalam buku M.Soeparman dan Suparmin, 2002, terjadi proses
penularan penyakit diperlukan faktor sebagai berikut :
1. Kuman penyebab penyakit,
2. Sumber infeksi (reservoir) dari kuman penyebab,
3. Cara keluar dari sumber,
4. Cara berpindah dari sumber ke inang (host) baru potensial,
Pada kasus :
Lingkungan rumah menyewa 3m x 7m
Ventilas cukup
Lantai semen
tidak
sesuai
dengan
norma-norma
baik,
maka
akan
menyebabkan
Bentuk dan berat badan anak. Anak dengan kaki yang pendek biasanya lebih cepat
berjalan daripada yang berkaki panjang. Semakin panjang kaki anak, biasanya jadi
lebih sulit menyeimbangkan badan.
Pengalaman buruk waktu belajar berjalan. Kecelakaan yang mungkin terjadi saat
belajar berjalan seperti tersandung hingga membentur meja bahkan berdarah, bisa
mengakibatkan anak trauma dan malas berlatih lagi. Terlebih lagi jika ditambah
dengan respon orangtua yang terlalu mengkhawatirkannya.
Bayi yang tidak dikelilingi anak-anak lain. Hal ini biasanya mengakibatkan anak
jadi lebih lambat berjalan karena tidak ada yang memberinya contoh (meski tidak
selalu).
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
tulang
sehingga
terjadi
perkembangan
motorik
anak.
Refleks
anak
terhadap
Intek gizi yang tidak cukup dan infeksi merupakan penyebab langsung gizi kurang
pada bayi dan anak (UNICEF, 1999). Hal ini berdampak tidak saja terhadap
kekurangan gizi makro tetapi juga gizi mikro yang sangat perlu untuk pertumbuhan
dan perkembangan anak usia dini .
Jellife (1990) dalam Hasriani (2004) dalam penelitian Rahmah (2010) mengemukakan
bahwa penyakit infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk semua umur, tetapi
lebih nyata pada kelompok anak. Kebutuhan energi pada saat infeksi biasa mencapai
dua kali kebutuhan normal karena meningkatnya metabolisme dalam tubuh. Penyakit
infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai akibat
menurunnya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan
atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Masa bayi dan balita
sangat rentan terhadap penyakit. Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna
dalam upaya membentuk pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya
penyakit yang menyerang anak bersifat akut artinya penyakit menyerang secara
mendadak dan gejala timbul dengan cepat.
Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu
memengaruhi nafsu makan sehingga kebutuhan zat gizinya tidak terpenuhi. Secara
umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem
kekebalan. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan
timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan
keadaan gizi yang kurang dapat mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi.
Pada kasus diare yang dialami Wili menyebabkan ia tidak mempunyai nafsu makan
sehingga kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya, yang
dapat berakibat kurang gizi. Serangan diare berulang atau diare akut yang berat pada
anak berakibat kurang gizi dan mengarah ke KEP merupakan resiko kematian.
Anak yang menderita diare mengalami penurunan cairan serta gangguan
keseimbangan zat gizi dan elektrolit. Zat gizi tidak dicerna, diserap usus dan hilang
larut begitu saja bersama tinja, contohnya zat mikro zink yang akan banyak hilang
ketika anak diare, begitupan dengan natrium dan elektrolit lainnya.
Banyak faktor yang menimbulkan diare ini antara lain faktor lingkungan, faktor balita,
faktor ibu, dan faktor sosiodemografis. Dari beberapa faktor tersebut, pada kasus ini
faktor lingkungan cukup memberikan peran. Segala aspek harus dibahas mulai dari
Sarana Air Bersih (SAB), jamban, Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), keadaan
rumah, tempat pembuangan sampah, kualitas bakteriologis air bersih dan kepadatan
hunian.
Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan
ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare
pada bayi dan balita. Salah satu perilaku hidup bersih yang umum dilakukan ibu
adalah mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya. Pada aspek
pengetahuan ibu, rendahnya pengetahuan ibu mengenai hidup sehat merupakan faktor
risiko yang menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita (Adisasmito, 2007).
Dari faktor pengetahuan didapatkan jenjang pendidikan yang dimiliki oleh ibu dalam
menerima/menyerap informasi karena pada umumnya semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin baik pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003). Dari
hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar 40% ibu mempunyai jenjang
pendidikan terakhir SMA, yang kemungkinan ibu kurang mendapat informasi
mengenai kesakitan bayi dan cara menjaga bayinya. Adapun faktor-faktor lainnya
yang dapat mempengaruhi gangguan pada saluran pencernaan bayi yaitu kurangnya
konsul ibu ke pelayanan kesehatan terdekat, memberikan imunisasi yang teratur,
kurangnya kebersihan lingkungan didalam rumah maupun diluar rumah, kurangnya
memperhatikan kebersihan bayi seperti makanan, mainan, baju, botol susu.
Gordon dan taylor nengatakan adannya hubungan timbal balik antara infeksi dan
nutrisi. Infeksi akan menyebabkan gangguan nutrisi dimana terjadi berkurangnya
intake kalori dan absorbsi intestinal, meningkatnya katabolisme dan kebutuhan
nutrient untuk pertumbuhan dan sintesa sel. Sebaliknya kekurangan nutrisi akan
menyebabkan meningkatnya risiko infeksi oleh karena berkurangnya kemampuan
proteksi kulit dan mukosa disamping terganggunya fungsi imun dari host.
Pengukuran
Hasil
Normal
BB
7000 g
BB
ideal
Interpretasi
(menurut BB/U = below -3 severely
BB/U) = 11 kg
underweight
BB ideal (menurut
BB/PB) = 9,4 kg
PB
74 cm
PB
ideal
PB/U) = 82 cm
(sangat pendek)
46 cm
Pemeriksaan Fisik
Hasil Pemeriksaan
Kelihatan gemuk
Kulit mengkilat
Bercak-bercak putih
Normal
Interpretasi
Tidak kelihatan gemuk
Kulit tidak mengkilat
atau Tidak ada crazy pavement
di
daerah
tekanan
yang
(crazy
pavement dermatosis)
Kesadaran : kompos mentis
Normal
Denyut nadi : 140x/menit, isi
dan tegangan cukup
Pernapasan 30x/menit
Suhu 35C
Pemeriksaan antropometri
Hasil pemeriksaan
Wajah membulat
Normal
Tidak ada
Interpretasi
Edema. Tanda-tanda
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
kwashiorkor.
Normal
Tanda dari kwashiorkor.
Tanda dari kwashiorkor.
Tanda dari marasmus.
sign
Perut membuncit
Lengan dan tungkai edema
Baggy pants
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Edema.
Tanda dari kwashiorkor.
Tanda dari marasmus.
dari
Template
1. Epidemiologi
Gangguan Perkembangan Anak
kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah Anak di
bawah Lima Tahun (BALITA). Sebagian dari penderita (1- 2%) akan jatuh ke dalam
dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50 - 60% di antaranya dapat meninggal.
Kelompok ini setiap tahunnya mengalami kejadian lebih dari satu kejadian diare.
Prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8%) dibandingkan
dengan anak perempuan (12,5%) dan lebih tinggi pada balita di perdesaan (14,9%)
dibandingkan dengan perkotaan (12,0%).
proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 11
bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%,
kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada
kelompok umur 54 59 bulan yaitu 2,06%.
Daftar pustaka : Morbiditas dan Mortalitas diare pada balita di Indonesia, tahun 20002007 oleh Dr.Drg. Magdarina Destri Agtini, MPH dalam Buletin Diare 2011.
2. Preventif
Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
kebersihan perorangan
Pemberian imunisasi.
Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
Learning Issue
GIZI BURUK
I. Definisi
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya
( marasmus-kwashiokor ). Gizi buruk ini biasany terjadi pada naka balita ( bawah
lima tahun ) dan ditampakkan oleh membusungnya perut. Gizi buruk adalah suatu
kondisi dimana seseorang dinayatakan kekurangan gizi, atau dengan ungkapan lain
status gizinya berada dibawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud dapat berupa
protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah
teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi
buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency,
2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila
pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar
organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut
bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi
buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat
atau akut (Pardede, J, 2006).
II. Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus ,kwashiokor,dan marasmuskwashiokor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.
Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena
masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a) Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya,
b)
c)
d)
e)
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh .
a) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c) Wajah membulat dan sembab
d) Pandangan mata anak sayu
e) Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal
pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas
3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran
klinis
beberapa
gejala klinik
nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja
terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel
kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang
atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang
mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul
lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh
waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi
rhodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika
terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini
membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak
yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan
lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.
Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi
dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga
defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah
sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya
terjadipada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan
onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan
makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena
kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir
dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor
lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir,
diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab
marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari
ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang
terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
kongenital
Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus.
Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian
ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup
Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan
Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang
kurang akan menimbulkan marasmus
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu
yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi
berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus
DAFTAR PUSTAKA
American Academic of Pediatrics. Committee on Nutrition. Pediatric Nutrition Handbook.
Kleinman RE.2008
Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC
Guiding principles for complementary feeding of the breastfed child, World Health
Organization, 2002.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Edisi pertama.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI
Nelson, Waldo, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15, vol.1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
: percetakan Infomedika
Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu.
Unknown. Gizi Buruk. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20564/3/Chapter
%20II.pdf diakses tanggal 23 Maret 2015.
Unknown. Diare. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3118884/ diakses tanggal
23 Maret 2015.
Unknown. Cara Pemberian Makan. http://sari pediatri.idai.or.id diakses tanggal 23 Maret
2015.