Vous êtes sur la page 1sur 5

Syarat Jamban Sehat

munif
Guide

April 19, 2013 Syarat Jamban Sehat2013-04-17T10:27:23+00:00

Sanitarian

No Comment

Pengertian dan
Stndar Jamban Keluarga Sehat
Jamban adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang
tinja/kotoran manusia yang sering disebut WC (Depkes RI, 2002). Sementara
menurut Soemardji (1985), pembuangan kotoran adalah pengumpulan
kotoran manusia pada suatu tempat tertentu dengan maksud agar kotoran
tersebut tersimpan sedemikian rupa, sehingga tidak memungkinkan kumankuman atau bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia sampai kepada
orang lain serta mengganggu estetika.
Secara nasional terdapat 16,4% rumah tangga masih
melakukan pembuangan tinja di sungai/danau, dan (11,7%) di lubang tanah
(Riskesdas 2010). Diperkirakan akibat limbah yang tidak dikelola secara baik,
menghasilkan lebih dari 6 juta ton kotoran manusia per tahun yang dibuang
ke badan air. Kondisi ini menyumbang dampak polusi serius pada sumber air
bersih, dan menyebabkan komoditas-air bersih menjadi produk yang semakin
berharga. (WSP, 2007).
Fungsi jamban dari aspek kesehatan lingkungan antara lain dapat mencegah
berkembangnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia.
Sementara dampak serius membuang kotoran di sembarang tempat
menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara karena menimbulkan bau.
Pembuangan tinja yang tidak dikelola dengan baik berdampak
mengkawatirkan terutama pada kesehatan dan kualitas air untuk rumah
tangga maupun keperluan komersial.
Menurut Wibowo et, al. (2004) terdapat hubungan antara tempat
pembuangan kotoran dengan kejadian diare, tempat pembuangan tinja yang
tidak memenuhi syarat kesehatan akan memperpendek rantai penularan
penyakit diare, sehingga tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi
syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadi diare berdarah pada anak
balita 2,55 kali lipat bila dibandingkan dengan keluarga yang membuang tinja
yang memenuhi syarat kesehatan.

Selanjutnya keluarga yang tidak memiliki sendiri fasilitas pembuangan tinja


akan meningkatkan risiko kejadian diare berdarah pada anak balita sebesar
2,51 kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai fasilitas
pembuangan tinja milik sendiri. Jarak sumber air minum dengan tempat
pembuangan tinja kurang dari 10 meter akan meningkatkan terjadinya diare
berdarah pada balita sebesar 3 kali lipat dibandingkan dengan jarak sumber
air minum ketempat pembuangan tinja 10 meter.
Beberapa ciri pemanfaatan jamban yang baik menyatakan ciri-ciri jamban
atau kakus yang digunakan dengan baik antara lain (Wise et,al. 2003) :
1. Semua anggota rumah tangga mengunakan,
2. Kebersihan selalu dijaga yaitu lantai dan penutup jamban selalu
dibersihkan setiap kali dipakai
3. Lubang jamban selalu ditutup bila tidak digunakan
4. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membersihkan diri selalu tersedia
setiap saat, seperti air, sabun, dan gayung pengambil air dan
5. Tandon jamban dapat dikosongkan bila tinja di dalam sudah penuh
Menurut Soemardji (1985), untuk mencegah penularan dan penyebaran
penyakit perut, kotoran manusia harus dibuang menurut aturan-aturan
tertentu. Beberapa syarat pembuangan kotoran manusia antara lain :
1. Tidak menjadi sumber penularan penyakit
2. Tidak menjadi makanan dan sarang vector
3. Tidak menimbulkan bau busuk
4. Tidak merusak estetika
5. Tidak menimbulkan pencemaran pada sumber air minum
Sedangkan syarat jamban menurut Ehler & Steel (cit, Djabu et, al, 1991)
antara lain sebagai berikut :
1. Tidak terjadi kontaminasi pada tanah permukaan
2. Tidak terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin masuk ke mata
air atau sumur
3. Tidak terjadi kontaminasi pada air permukaan

4. Excreta tidak dapat terjangkau oleh lalat atau kuman


5. Tidak terjadi penanganan terhadap excreta segar
6. Metode yang digunakan harus sederhana serta murah dalam
pembangunan dan penyelenggaraannya.
Menurut Umar (1985), pola pembangunan jamban keluarga yang baik dan
tepat untuk suatu masyarakat baik di daerah perkotaan maupun pedesaan
merupakan masalah rumit. Hal ini disebabkan oleh masalah pemilihan
tersebut perlu mempertimbangan beberapa faktor yang satu dengan yang
lainnya saling terkait, antara iklim dan geologi, pendidikan, tingkat sosial
ekonomi, tersedianya tenaga terampil setempat, adanya bahan-bahan baku
didaerah untuk bangunan dan sebagainya. Berdasarkan hal ini, menurut
Depkes (2005a), pola pembangunan jamban keluarga yang baik dan tepat
serta memenuhi syarat kesehatan adalah apabila: (a) Tidak mengakibatkan
terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang berbahaya bagi manusia,
(b) Dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebarkan penyakit pada
pemakai dan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa pilihan teknis bangunan jamban
yang saniter untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang bisa
dilaksanakan sebagai pola pembangunan jamban yang efektif dan efisien.
Beberapa pilihan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Lubang galian ini tujuannya adalah peningkatan dari biasaan BAB
(buang air besar) di sembarang, status bukan sarana sanitasi.
2. Cubluk dilengkapi lobang jongkok tanpa leher angsa dengan rumah
jamban sederhana, status sarana sanitasi dengan kondisi peningkatan
dari lubang/galian.
3. Cubluk dilengkapi lubang jongkok leher angsa dengan rumah jamban
semi permanen, status sarana sanitasi dengan kondisi peningkatan
kualitas cubluk dan kualitas jamban.
4. Tangki septik dilengkapi lubang jongkok leher angsa dengan rumah
jamban permanen, status sarana sanitasi serta kondisi peningkatan
dari penggunaan cubluk untuk menampung kotoran.
5. Tangki septik komunal dilengkapi lubang jongkok leher angsa dengan
jamban keluarga dari beberapa rumah disekitarnya dan ini bisa
dilakukan pada lingkungan padat.

Selain pembagian jamban berdasarkan katagori jamban sehat dan jamban


tidak sehat, terdapat berbagai jenis jamban keluarga. Menurut Azwar (1990),
terdapat beberapa jenis jamban, antara lain :
1. Jamban cubluk (Pit Privy): adalah jamban yang tempat penampungan
tinjanya dibangun dibawah tempat injakan atau dibawah bangunan
jamban. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa
sehingga tidak dimungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung
ke pejamu yang baru. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk ke
jamban dan tidak terlalu dalam karena akan mengotori air tanah,
kedalamannya sekitar 1,5-3 meter (Mashuri cit. Azwar, 1990).
2. Jamban Empang (Overhung Latrine): Adalah jamban yang dibangun
diatas empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang
kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya dipakai untuk makanan
ikan, ayam.
3. Jamban Kimia (Chemical Toilet): Jamban model ini biasanya dibangun
pada tempat-tempat rekreasi, pada transportasi seperti kereta api dan
pesawat terbang dan lain-lain. Disini tinja disenfeksi dengan zat-zat
kimia seperti caustic soda dan pembersihnya dipakai kertas tissue
(toilet paper). Sedangkan jamban kimia ada dua macam, yaitu tipe
lemari (commode type), dan tipe tangki (tank type). Jamban kimia
sifatnya sementara, karena kotoran yang telah terkumpul perlu di
buang lagi.
4. Jamban Leher Angsa (Angsa Trine): Jamban leher angsa merupakan
jamban leher lubang closet berbentuk lengkungan, dengan demikian
akan terisi air gunanya sebagai sumbat sehingga dapat mencegah bau
busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban model ini
adalah model yang terbaik yang dianjurkan dalam kesehatan
lingkungan.
Sementara menurut Kusnoputranto (1997), terkait dengan pengolahan
ekskreta manusia dan aspek kesehatan masyarakat, terdapat dua sistem
pengolahan yang digunakan, yaitu: a). Sistem kering (night soil) seperti Pit
Latrine, composting toilets, cartage systems, composting; b). Sistem basah
(sewage), seperti aquaprivy dan septick tank.
Refference, antara lain :
Kusnoputranto, H. 1997. Air Limbah dan Ekskreta Manusia, Aspek Kesehatan
masyarakat dan Pengelolaannya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta; Djabu, U. dkk. 1991.


Pedoman Bidang Studi Pembuangan Tinja dan Air Limbah. Pusdiknakes
Depkes RI. 2005. Modul Panduan Praktek CLTS di Lapangan; Soemardji, J.
1985. Pembuangan Kotoran dan Air Limbah. Pusdiknakes Depkes RI; Umar,
M.A. 1985. Tinja dan Kesehatan. Artikel Majalah Kesehatan Masyarakat
Indonesia; Wise, P. dkk. 2003. Panduan Kesehatan Masyarakat untuk Kader
Kesehatan.

Vous aimerez peut-être aussi