Vous êtes sur la page 1sur 9

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

A. DEFINISI
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai
derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. ( Marilynn,
E.D, 2000 : 671 ).
Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat,
kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan kedalam kandung
kemih dan menyumbat aliran keluar urine dapat mengakibatkan hidronefrosis
dan hidroureter. ( Brunner & Suddarth, 2000 )
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran prostat yang mengenai
uretra, gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar
dari bulu-buli. ( Nursalam, 2006 )
Hiperplasia prostat benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar
periuretra mengalami hiperplasia sedangkan jaringan prostat asli terdesak ke
perifer menjadi kapsul bedah.
(http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-3.htm)
Dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar
prostat membesar, memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine sehingga menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius.
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada
hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah
proses penuaan.(Soebandi, 2001)
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplesia prostat. Tetapi beberapa hipotesa menyebutkan hiperplesia prostat
erat kaitanya dengan peningkatan kadar hormon dehidrotestosteron (DHT)
dan proses penuaan.(Mansjoer, 2000)
Perubahan mikroskopis pada prostat telah tejadi pada pria usia 30 40 tahun.
Bila perubahan mikroskopis ini berkembang akan menjadi perubahan
patologis anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dengan jangka kejadian
sekitar 50%. ( Masjoer, 2000)
C. PATOFISIOLOGI
Ketika seorang berusia diatas 50 tahun, maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya gangguan atau kerusakan pada organ-organ
tubuh. Pada pria ketika menginjak usia 50 tahun keatas maka terjadi
penurunan fungsi testis. Akibatnya adalah ketidakseimbangan hormon
testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan atau

pembesaran prostat ( dalam hal ini prostat dapat mencapai 60-100 gram atau
bahkan lebih ).(Masjoer, 2000)
Pembesaran kelenjar prostat dapat meluas ke arah atas (bladder)
sehingga mempersempit saluran uretra yang pada akhirnya akan menyumbat
urine dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan didalam bladder.
Sebagai kompensasi terhadap tekanan uretra prostatika maka otot-otot
destrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan ini.
Kontraksi secara terus menerus menyebabkan perubahan anatomik dari bulibuli. Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian bulibuli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini akan menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau
terjadi refluks vesiko ureter. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus
dapat menyebabkan gagal ginjal. Pada klien benigna prostat hiperplasia urine
yang dikeluarkan tidak tuntas sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat
proses miksi, sehingga seseorang cenderung mengejan untuk mengeluarkan
urine tersebut dan menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen
sehingga dapat menimbulkan hernia dan hemoroid.
Pembesaran prostat ini akan menimbulkan keluhan atau tanda dan
gejala seperti sulit memulai miksi, nokturia (bangun tengah malam untuk
berkemih)sering berkemih anyang-anyangan, abdomen tegang, pancaran
urine menurun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar,
dribling ( urine menetes terus setelah berkemih ), rasa seperti kandung kemih
tidak kosong dengan baik, sakit atau nyeri ketika berkemih, retensi urine akut
( bila lebih dari 60 ml urine tetap berada dalam kandung kemih setelah
berkemih ), anoreksia, mual dan muntah. Apabila tidak segera ditangani,
dapat menimbulkan komplikasi antara lain gagal ginjal, hemoroid dan hernia
bahkan kematian. ( Brunner & Suddarth, 2000 )
D. MANIFESTASI KLINIK
a. Grade 1 (congestic).
a) Mula- mula pasien berbulan atau bertahun-tahun mulai susah
berkemih dan mulai mengejan.
b) Kalau miksi merasa puas.
c) Urin keluar menetes dan pancaran lemah
d) Nokturia.
e) Urine keluar malam hari lebih dari normal.
f) Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
g) Pada cytoscopi kelihatan hyperemia dari orifisium uretra
interna, lambat laun terjadi varises akhirnya bisa terjadi
perdarahan (blooding).
b. Grade 2 (residual).
a) Bila miksi terasa panas.
b) Disuria nocturia bertambah berat.
c) Tidak bisa buang air kecil (kemih tidak puas).
d) Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih.
e) Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
f) Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).
c. Grade 3 (retensi urin).
a) Incontinensia.

d. Grade 4
a) Kandung kemih penuh.p
b) enderita merasa kesakitan.
c) Air kemih menetes secara periodik yang disebut over flow
incontinesia.
d) Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk
meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat.
e) Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas
tinggi 40-41C.
f) Selanjutnya penderita bisa koma.
E. KOMPLIKASI
a. Perdarahan
b. Inkotinensia
c. Batu kandung kemih
d. Retensi urine
e. Impotensi
f. Epididimitis
g. Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h. Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
i. Hydronefrosis
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan fisik.
Dapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher,dimana pada
pembesaran prostat jinak akan teraba adanya massa pada dinding depan
rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum terlalu besar masih
dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari, sedang apabila batas
atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat sudah lebih dari 60
gr.
b. Pemeriksaan sisa kemih.
c. Pemeriksaan ultra sonografi (USG) .Dapat dilakukan dari supra pubic
atau transrectal (Trans Rectal Ultra Sonografi :TRUS). Untuk keperluan
klinik supra pubic cukup untuk memperkirakan besar dan anatomi prostat,
sedangkan TRUS biasanya diperlukan untuk mendeteksikeganasan.
d. Pemeriksaan endoscopy.Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak
terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus sangat jelas atau untuk
mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.
e. Pemeriksaan radiology.Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos
perut dan pyelografi intra vena yang sering disebut IVP (Intra Venous

Pyelografi) dan BNO (Buich Nier Oversich). Pada pemeriksaan lain


pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras pada
dasar kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk
seperti mata kail/pancing (fisa hook appearance)
f. Pemeriksaan CT- Scan dan MRI.Computed Tomography Scanning (CTScan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat,
sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan
gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai
bidang irisan, namun pameriksaan ini jarang dilakukan karena
mahal biayanya.
G. PENATALAKSAAN
Penatalaksanaan pada klien benigna prostat hiperplasia terdiri dari
penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan
diit.
A. Penatalaksanaan medis
a. Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin,
prazosin tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan
pengenduran otot-otot pada kandung kemih sehingga penderita lebih
mudah berkemih. Finasterid, obat ini menyebabkan meningkatnya laju
aliran kemih dan mengurangi gejala. Efek samping dari obat ini
adalah berkurangnya gairah seksual. Untuk prostatitis kronis
diberikan antibiotik.
b. Pembedahan
Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur
pembedahan yang dilakukan melalui endoskopi TUR dilaksanakan
bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yang langsung melingkari
uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang mengalami
reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah dan kebutuhan
waktu untuk bedah tidak terlalu lama. Restoskop sejenis instrumen
hampir serupa dengan cystoscope tapi dilengkapi dengan alat
pemotong dan couter yang disambungkan dengan arus listrik
dimasukan lewat uretra. Kandung kemih dibilas terus menerus selama
prosedur berjalan. Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock
listrik dengan lempeng logam yang diberi pelumas yang ditempatkan
pada bawah paha. Kepingan jaringan yang halus dibuang dengan
irisan dan tempat tempat pendarahan dihentikan dengan couterisasi.
Setelah TUR dipasang folley kateter tiga saluran ( three way cateter )
ukuran 24 Fr yang dilengkapi balon 30-40 ml. Setelah balon kateter
dikembangkan, kateter ditarik kebawah sehingga balon berada pada
fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Kemudian ditraksi pada
kateter folley untuk meningkatkan tekanan pada daerah operasi
sehingga dapat mengendalikan pendarahan. Ukuran kateter yang besar
dipasang untuk memperlancar membuang gumpalan darah dari
kandung kemih.
Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode
mengangkat kelenjar prostat dari uretra melalui kandung kemih..
Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat
melalui suatu insisi dalam perineum yaitu diantara skrotum dan
rektum.

Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati


kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa
memasuki kandung kemih.
Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan
dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra.
Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang
dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat
mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan
mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang
menancap dijaringan prostat.
http://sumbberilmu.blogspot.com/2013/04/askep-bphbenigna-prostat-hiperplasia.html

Penatalaksanaan keperawatan menurut Brunner and Suddart, (2000)


a. Mandi air hangat
b. Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul.
c. Menghindari minuman beralkohol
d. Menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam
hari.
e. Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan
beberapa jam sebelum tidur.
Penatalaksanaan diit menurut Brunner and Suddart, (2000)
Klien dengan benigna prostat hiperplasia dianjurkan untuk
menghindari minuman beralkohol, kopi, teh, coklat, cola, dan
makanan yang terlalu berbumbu serta menghindari asupan cairan
yang berlebihan terutama pada malam hari.
H. KONSEP KEPERAWATAN
Dari seluruh danpak masalah diatas, maka diperlukan suatu askep yang
komperhensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang tepat adalah
melalui pengkajian, dimana yang diambil adalah merupakan respon pasien
biopsikososio maupun spiritual. Kemudian ditetapkan suatu rencana tidakan
keperawatan untuk menentukan tidakan keperawatan.

Pengkajian.
Perawat mengkaji bagaimana hiperplasia prostatik benigna telah
mempengaruhi gaya hidup pasien dalam selama beberapa bulan yang lalu.
Apakah pasien cukup aktif untuk usianya?. Apakah bentuk masalah urinari
pasien (uraian dalam kata-kata pasien) ?. Apakah terjadi penurunan dorongan
aliran urin, penurunan kemampuan untuk dapat berkemin, keinginan untuk
berkemih, sering berkemih, naktruria, disuria retensi urin, hematuria ?.
Apakah pasien melaporkan masalah-masalah yang berkaitan seperti nyeri
pinggang, nyeri punggung, dan rasa tidak nyaman abdomen atau suprapubis?
Apabila pasien melaporkan ketidak nyamanan tersebut, kemungkian
penyebabnya adalah infeksi, retensi dan kemungkinan kolik renalis. Perawat
mengumpulkan informasi lebih lanjut tentang riwayat keluarga pada pasien
mengenai kanker dan penyakit jantung serta ginjal, termasuk hipertensi.
Apakah pasien tampak pucat ? Dapatkah pasien turun dari tempat tidur dan

kembali ke tempat tidur tanpa bantuan ? Informasi tersbut dapat membantu


menentukan seberapa cepat pasien akan kembali ke aktivitas normalnya
setelah prostatektoni.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
diagnosa keperawatan. Menurut Doenges, (1999) dan Tucker, (1998)
sebagai berikut :
Diagnosa pre operasi
1. Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan Obstruksi mekanik;
pembesaran prostat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan Iritasi mukosa; distensi kandung kemih,
kolik ginjal; infeksi urinaria; terapi radiasi.
3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pasca obstuksi diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu
distensi secara kronis.
4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan:
kemungkinan prosedur bedah/malignansi.
5. Potensial terhadap infeksi berhubungan dengan penggunaan kateter
dan/atau retensi urine.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Diagnosa post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, spasme kandung kemih, dan
retensi urine.
2. Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan reseksi pembedahan
dan irigasi kandung kemih.
3. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan adanya kateter
dikandung kemih dan insisi bedah.
4. Potensial kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan
darah berlebihan.
5. Disfungsional seksual yang berhubungan dengan perubahan pola seksual.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang
rutinitas pascaoperasi.
J. INTERVENSI
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan
menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi
prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi
sebagai berikut :
Diagnosa Pre operasi
1. Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan Obstruksi mekanik;
pembesaran prostat.
Tujuan : Berkemih dengan jumlah adekuat tanpa distensi kandung kemih.
Kriteria evaluasi : 1). Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba
distensi kandung kemih. 2).Menunjukkan residu pasca-berkemih kurang dari
50 ml, dengan tak adanya tetesan/kelebihan aliran.

Intervensi :1). Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba
dirasakan. 2). Tanyakan klien tentang inkontinensia stres. 3). Observasi aliran
urine, perhatikan ukuran dan kekuatan. 4). Awasi dan catat waktu dan jumlah
tiap berkemih. 5). Perkusi/palpasi area suprapubik 6). Dorong masukan cairan
sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung, bila diindikasikan. 7). Awasi
tanda vital dengan ketat. 8). Kolaborasi dengan pemberian obat Antiposmadik
(menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh
kateter) sesuai indikasi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan Iritasi mukosa; distensi kandung
kemih, kolik ginjal; infeksi urinaria; terapi radiasi.
Tujuan
: nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria evaluasi
: 1). Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. 2).
Postur dan wajah rileks. 3). Mendemonstrasikan keterampilan relaksasi,
modifikasi perilaku untuk menghilangkan nyeri. 4). Mengekspresikan
perasaan nyaman.
Intervensi :
1). Kaji nyeri, perhatikan lokasi,intensitas ( skala (0-10 ), lamanya. 2). Plester
selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen. 3). Pertahankan tirah
baring bila diindikasikan. 4). Bantu klien dalam melakukan posisi nyaman
dan ajarkan teknik relaksasi napas dalam. 5). kolaborasi dengan pemberian
obat penghilang rasa nyeri sesuai indikasi.
3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pasca obstuksi diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang
terlalu distensi secara kronis.
Tujuan : Kebutuhan volume cairan klien terpenuhi.
Kriteria evaluasi : 1). Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh
tanda vital stabil. 2). Nadi perifer teraba. 3). Pengisian kapiler baik. 4).
Membran mukosa lembab.
Intervensi : 1). Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan.
2). Dorong peningkatan pemasukan oral. 3). Awasi TD, nadi dengan sering.
4). Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi. 5). Awasi elektrolit,
khususnya natrium. 6). Kolaborasi dengan pemberian cairan IV sesuai
kebutuhan.
4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan:
kemungkinan prosedur bedah/malignansi.
Tujuan
: klien menunjukkan ekspresi rileks
Kriteria evaluasi
: 1). Klien tampak rileks dan mengatakan ansitas
berkurang pada tingkat yang dapat diatasi. 2). Mendemontrasikan
keterampilan pemecahan masalah.
Intervensi
: 1). Kaji tingkat ansietas klien. 2). Berikan informasi yang
akurat dan jawab dengan jujur. 3). Berikan kesempatan klien untuk
mengungkapkan masalah yang dihadapi. 4). Kaji adanya masalah sekunder
yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin
menghalangi proses penyembuhannya.
5. Potensial terhadap infeksi berhubungan dengan penggunaan kateter
dan/atau retensi urine.

Tujuan : infeksi tidak terjadi


Kriteria evaluasi : 1). Suhu dalam rentang normal. 2). Urine jernih, warna
kuning, tanpa bau. 3). Tidak terjadi distensi kandung kemih.
Intervensi : 1). Periksa suhu tiap 4 jam. 2) Tuliskan karakter urne; laporkan
bila keruh atau bau busuk. 3). Bila ada kateter uretral, pertahankan sistem
drainase gravitasi tertutup. 4). Gunakan teknik steril untuk kateterisasi
intermiten selama perawatan di rumah sakit. 5). Pantau abdomen atau
kandung kemih terhadap distensi. 6). Pantau dan laporkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih. 7). Gunakan teknik cuci tangan yang baik.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan : mengatakan pengertiannya tentang kondisi dan tindakan medis
yang dilakukan.
Kriteria evaluasi : 1). Klien mengungkapkan pemahaman tentang kondisi,
prognosis dan tindakan. 2). Melakukan kembali perubahan gaya hidup.
Intervensi : 1). Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis serta
pembatasan kegiatan seperti menghindari mengemudikan kendaraan dalam
periode waktu yang cukup lama. 2). Berikan informasi mengenai mekanika
tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat, dan menggunakan sepatu
penyokong. 3). Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya,
seperti halnya beberapa obat yang menyebabkan kantuk yang sangat berat
( analgetik, relaksan otot ). 4). Anjurkan menggunakan papan/matras yang
kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut
difleksikan, hindari posisi telungkup. 5). Diskusikan mengenai kebutuhan
diit. 6). Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama. 7). Anjurkan
untuk melakukan kontrol medis secara teratur.
Diagnosa Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, spasme kandung kemih, dan
retensi urine.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria evaluasi : Nyeri berkurang atau hilang dan ekspresi wajah tampak
rileks
Intervensi : 1). Kaji nyeri, perhatikan lokasi,intensitas ( skala 0-10 ),
lamanya dan faktor pencetus. 2). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
3). Bantu klien dalam melakukan posisi nyaman dan ajarkan teknik relaksasi
napas dalam. 4) kolaborasi dengan pemberian obat penghilang rasa nyeri
sesuai indikasi.
2. Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan reseksi
pembedahan dan irigasi kandung kemih.
Tujuan : Berkemih tanpa aliran berlebihan.
Kriteria evaluasi : keteter berada pada posisi yang tetap dan tidak ada
sumbatan.
Intervensi : 1). Kaji posisi kateter. 2). Kaji warna, karakter dan aliran urine
serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2 jam. 3). Catat jumlah irigan dan
haluaran urine. 4). Kaji kandung kemih terhadap retensi. 5). Kaji dengan

sering lubang aliran keluar urine. 6). Masukkan larutan irigasi melalui lubang
terkecil dari kateter.
3. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan adanya kateter
dikandung kemih dan insisi bedah.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria evaluasi : 1). Suhu dalam rentang normal. 2). Urine jernih, warna
kuning, tanpa bau. 3). Tidak terjadi distensi kandung kemih.
Intervensi : 1). Periksa suhu tiap 4 jam. 2). Tuliskan karakter urine; laporkan
bila keruh atau bau busuk. 3). Bila ada kateter uretral, pertahankan sistem
drainase gravitasi tertutup. 4). Gunakan teknik steril untuk kateterisasi
intermiten selama perawatan di rumah sakit. 5). Pantau abdomen atau
kandung kemih terhadap distensi. 6). Pantau dan laporkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih. 7). Gunakan teknik cuci tangan yang baik.
4. Potensial kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
kehilangan darah berlebihan.
Tujuan : Tidak ada tanda-tanda kemerahan, bengkak dan panas.
Kriteria evaluasi : TTV dalam batas normal, urine berwarna jernih, tidak
ada kemerahan, bengkak dan peningkatan suhu.
Intervensi : 1). Pantau tanda dan gejala hemorragi. 2). Pantau uretra dan
suprapubis terhadap pendarahan yang berlebihan. 3). Pertahankan traksi pada
kateter bila diprogramkan. 4). Pantau Hb dan Ht.
5. Disfungsional seksual yang berhubungan dengan perubahan pola
seksual.
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan perasaannya tentang seksualitas.
Kriteria evaluasi : Klien dapat mengungkapkan perasaannya tentang
seksualitas
Intervensi : 1). Berikan kesempatan untuk diskusi tentang seksualitas antara
pasien dan orang terdekat. 2). Beri informasi tentang harapan kembalinya
fungsi seksual. 3). Berikan informasi tentang konseling seksual.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi
tentang rutinitas pascaoperasi.
Tujuan : Klien mengerti tentang rutinitas pascaoperasi.
Kriteria evaluasi : Klien mengerti tentang rutinitas pascaoperasi, gejala yang
harus dilaporkan kedokter dan perawatan dirumah, serta instruksi evaluasi
dan dapat mendemostrasikan ulang latihan perineum dan perawatan luka
insisi.
Intervensi : 1). Instruksikan pada klien untuk menghindari duduk terlalu
lama 2). Lakukan latihan perineal 10 sampai 20 menit tiap jam setelah kateter
dilepas. 3). Pertahankan diet dan hindari konsumsi kopi, teh dan cola serta
alkohol. 4). Hindari latihan yang membutuhkan kekuatan otot 5). Hindari
aktivitas seksual selama 1 bulan. 6). Instruksikan klien untuk menghindari
konstipasi. 7). Ajarkan cara perawatan dan mengganti balutan.

Vous aimerez peut-être aussi