Vous êtes sur la page 1sur 4

Pembuatan Tempe

Tempe adalah makanan yang populer di negara kita. Meskipun merupakan makanan yang sederhana,
tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber protein nabati yang cukup tinggi. Tempe terbuat dari
kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini akan mengubah protein kompleks kacang kedelai
yang sukar dicerna menjadi protein sederhana yang mudah dicerna karena adanya perubahanperubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat.
Selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, akan dihasilkan antibiotika yang akan mencegah
penyakit perut seperti diare.

Cucilah tampah, ayakan, kipas dan cukil yang akan digunakan, kemudian
dikeringkan.
Bersihkan kacang kedelai dari bahan-bahan lain yang tercampur, kemudian cuci
hingga bersih.
Rendam kacang kedelai yang telah dicuci bersih selama 12-18 jam dengan air
dingin biasa (proses hidrasi agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin ).
Lepaskan kulit biji kedelai yang telah lunak, kemudian cuci atau bilas dengan
menggunakan air bersih.
Kukus / rebus biji kedelai tersebut sampai empuk.
Setelah biji kedelai terasa empuk, tuangkan biji-biji tersebut pada tampah yang
telah dibersihkan, lalu diangin-angin dengan kipas/ kipas angin sambil diaduk-aduk
hingga biji-biji tersebut terasa hangat.
Taburkan ragi tempe (RAPRIMA) yang telah disiapkan sedikit demi sedikit sambil
diaduk-aduk supaya merata (1,5 gram ragi tempe untuk 2 kg kedelai). 8. Siapkan
kantong plastik atau daun pisang, atau daun jati untuk pembungkus. Bila kantong
plastik yang digunakan sebagai pembungkus, berilah lubang-lubang kecil pada
kantong tersebut dengan menggunakan lidi atau garpu.
Masukan kedelai yang telah diberi ragi tempe (RAPRIMA) ke dalam pembungkusnya,
atur ketebalannya sesuai dengan selera
Proses fermentasi kacang kedelai ini pada suhu kamar selama satu atau dua hari
atau hingga seluruh permukaan kacang kedelai tertutupi jamur.
Catatan:
1.Perhatikan kebersihan tempat kerja dan kebersihan peralatan kerja akan
meningkatkan kualitas tempe yang dihasilkan.
2. Suhu ruang yang lebih hangat mempercepat proses fermentasi jamur pada
tempe.

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat
proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung

koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat
antibakteri penyebab diare, penurun kolesteroldarah, pencegah penyakit
jantung, hipertensi, dan lain-lain.[11]
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah
dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzimpencernaan yang dihasilkan
oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih
mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu,
tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia),
sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.

II. PENGENALAN METODE PENGAWETAN IKAN SECARA SEHAT DAN EKONOMIS DENGAN
FERMENTASI
Pengolahan maupun pengawetan ikan harus lebih diperhatikan mengingat hal tersebut
berpengaruh pada kesehatan konsumen. Jangan sampai kebutuhan akan protein tinggi
yang diharapkan terpenuhi dari ikan olahan malah justru membahayakan bagi
konsumennya. Fenomena penggunaan bahan kimia berbahaya oleh produsen atau
nelayan khususnya penggunaan formalin harus menjadi bahan kajian bersama bagi
pemerintah maupun praktisi kesehatan dan pemerhati sumberdaya perikanan.
Alasan penggunaan formalin sebagai bahan pengawet ikan di tingkat produsen dipicu
oleh naiknya harga bahan tambahan pada pengolahan ikan, hal ini sangat berpengaruh
terhadap keberlanjutan usaha para pengolah. Seringkali terjadi harga penjualan tidak
dapat menutupi biaya produksi. Sehingga untuk dapat mempertahankan usahanya,
para pengolah lebih memilih menggunakan bahan pengawet formalin sebagai bahan
alternatif pada proses produksi baik pada bahan baku maupun pada proses
pengolahan. Formalin itupun mudah sekali diperoleh, pada waktu penjemuran ikan
tidak dihinggapi lalat dan lebih cepat kering. Tekstur ikan pun menjadi lebih padat,
bersih, putih, mengkilap dan tidak berbau amis. Penampakan produk yang lebih bersih
inilah yang sangat disukai oleh konsumen. Gejala dilematis ini harus disikapi dengan
memilih jenis pengawet yang aman, sehat, namun tetap menguntungkan.
Metode Fermentasi merupakan salah satu metode yang dapat menggantikan metode
pengawetan yang menggunakan formalin. Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai

pengawet bahan makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satunya
fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan
menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan
menyebabkan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Fermentasi Ensiling
Pengawetan dengan fermentasi melibatkan peran mikroorganisme, umumnya dengan
menggunakan bakteri asam laktat karena bakteri asam laktat mampu menghasilkan
asam organik berupa asam laktat dan asam asetat, senyawa asetaldehid
(meningkatkan cita rasa) serta semacam senyawa antimikroba untuk menghambat
pertumbuhan bakteri perusak. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi, antara
lain : asam, penggunaan kultur murni, suhu, oksigen, dan bakteri asam laktat. Ensiling
merupakan suatu proses fermentasi non alkoholik dengan menggunakan kemampuan
bakteri asam laktat, yang dapat berlangsung dalam kondisi anaerobik.
Metode-metode fermentasi ensiling :
1. Sistem Rydin (1973) : digunakan starter asinan sawi (Brassica chinansis).
Diagram alir metode fermentasi ensiling menurut Rydin :
Ikan
dicuci hingga bersih
dipotong-potong
Ikan, starter, gula putih, tepung
diaduk
Campuran
dimasukkan ke dalam kantong plastik
ditutup rapat
disimpan dalam stoples tertutup
(nilai pH dan suhu diukur setiap hari).
2. Sistem Stanto (74) : digunakan starter asinan sawi (Brassica chinansis).
Diagram alir metode fermentasi ensiling menurut Stanto :
Ikan
dicuci hinga bersih
dipotong-potong sepanjang 2-3 cm
Ikan, tepung, starter

diaduk
Campuran
dimasukkan ke dalam kantung plastik
ditutup rapat
disimpan dalam stoples
(nilai pH & suhu dihitung setiap hari selama 2-4 minggu).
Fermentasi ensiling yang telah diakukan tersebut tidak cukup tahan lama. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh keadaan ikan yang kurang steril. Pada tahun 2001 telah
ditemukan suatu cara fermentasi ensiling pindang yang sangat mempertimbangkan
berbagai aspek. Berikut merupakan diagram alir dari proses fermentasi ensiling
tersebut (Rahma Nuraini, 2008) :
Inokulum terpilih
Dimasukkan ke dalam 100 mL larutan gula 1,5 % di dalam botol selai
ukuran 250 mL
dimasukkan sepotong pindang ke dalam larutan yang telah berisi inokulum
tersebut
diinkubasi pada suhu kamar
(dilakukan pengamatan terhadap kadar asam laktat, pH, jumlah mikroba,
dan uji organoleptik tiap 2 hari sekali selama 6 hari)
Potongan pindang terfermentasi
ditaburi garam dapur 10 gr untuk 100 gr ikan
dikeringkan dalam oven pada suhu 110o C selama 5 menit.
Pindang ikan.
Selain metode di atas, ternyata dalam memperoleh asam laktat ada cara yang sangat
sederhana. Berdasarkan penelitian DR. NL. Ida Soeid, MS, praktisi jurusan kimia FMIPA
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Asam laktat dapat dihasilkan dari kubis
untuk dijadikan bahan pengawet ikan. Bahan yang digunakan juga sangat sederhana
dan murah karena hanya menggunakan limbah sayur kubis yang biasa tidak terpakai di
pasar.

Vous aimerez peut-être aussi