Vous êtes sur la page 1sur 3

Nomphoboas yang Mengganas

di Mumugu
(Etnik Asmat)

ANALISIS
Di Propinsi Papua, penderita penyakit kusta tersebar di seluruh
kabupaten/kota. Salah satu kabupaten dengan jumlah penyakit penyakit kusta
yang masih cukup tinggi adalah Kabupaten Asmat. Pada tahun 2012, jumlah
penderita penyakit kusta di Kabupaten Asmat mencapai 640 orang. Jumlah ini
dua kali lipat lebih banyak dibanding tahun 2011.

Dari 640 penderita penyakit kusta tersebut, 619 diantaranya berada di


wilayah Distrik Sawa Erma (Bappeda dan BPS, 2013). Salah satu kampung di
Distrik Sawa Erma yang memiliki penderita penyakit kusta cukup banyak adalah
Kampung Mumugu. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Papua, saat ini
terdapat lebih dari 150 penderita penyakit kusta ditemukan di kampung tersebut
(www.Republika.co.id/berita/nasional/14/04/18/n478z8-ratusan-penderita-kustaditemukan-di asmat). Hal ini tentu sangat mengejutkan, karena jumlah penduduk
di kampung tersebut hanya berkisar 300 orang saja. Ini artinya setengah dari
penduduknya (atau bahkan lebih) mengidap penyakit kusta.

HUBUNGAN KEBUDAYAAN DENGAN KESEHATAN


Salah satu penyakit menular yang ada di masyarakat Kampung Mumugu
selain ISPA, Malaria, dan Diare adalah kusta. Kusta oleh masyarakat setempat
biasa disebut juga dengan nama Nomphoboas.

Nomphoboas, begitulah masyarakat Kampung Mumugu menyebut orang


yang mengalami gejala-gejala seperti putihputih pada kulit, benjol-benjol dan
bengkak pada hidung.
Ada cerita yang berkembang dimasyarakat tentang asal mula timbulnya
penyakit ini:
1. Getah lemon. Pada waktu itu, ketika masih di Kampung Mumugu Bawah, ada
seorang yang menanam buah lemon di samping rumahnya. Lemon yang dia
tanam ada 2 jenis yaitu lemon asam yang buahnya kecil-kecil dan lemon
besar. Singkat cerita buah lemon tersebut berbuah yang membuat anak-anak
tertarik untuk memetik-nya. Beramai-ramai mereka memetik buah lemon
tersebut. Ketika buah lemon tersebut dikupas, keluarlah getah yang
menyembur hingga mengenai muka. Inilah awal mula timbulnya
nomphoboas.
2. Pelanggaran pesta. Pada waktu dulu masyarakat sangat patuh untuk
melaksanakan pesta adat. Namun semenjak kedatangan perusahaan,
masyarakat lebih banyak bekerja. Sehingga kayu-kayu untuk membangun
jew akhirnya busuk dengan sendiri. Pesta adat tidak dilaksanakan lagi. Dari
situlah kecurigaan kedua timbulnya nomphoboas.
3. Kebiasaan makan kodok yang biasa keluar dari air sumur.

Pandangan Masyarakat Terhadap Penderita Nomphoboas


Tinggal serumah dengan penderita kusta. Budaya menjauhi dan mengucilkan
penderita kusta tidak ada di Kampung Mumugu. Mereka tidak pernah menjauhi
ataupun mengusir anggota keluarga atau anggota masyarakat yang menderita
nomphoboas. Penderita nomphoboas tetap tinggal bersama dengan istri/suami,
anak-anaknya, maupun keluarga yang lain dalam satu rumah tanpa sekat.
Tidak ada stigma negatif tentang penyakit kusta. Penyakit kusta atau oleh
masyarakat disebut nomphoboas ini, dianggap biasa saja oleh masyarakat.
Mereka tidak terlalu khawatir ataupun takut terhadap penderita nomphobooas.
Masyarakat di sini juga tidak menganggap nomphoboas sebagai penyakit
kutukan.
Dengan tidak adanya stigma negatif terhadap penderita nomphoboas
tersebut, membuat mereka tidak merasa rendah diri ataupun depresi yang dapat
membuat penyakitnya semakin parah. Mereka dapat beraktifitas sehari-hari
sebagaimana layaknya masyarakat Kampung Mumugu yang dalam keadaan
sehat. Bekerja mencari sagu ke hutan, berburu, mencari ikan di sungai maupun
aktifitas yang lain.
Perilaku Masyarakat Untuk Pengobatan Nomphoboas
Pengobatan Secara Tradisional

Tidak ada pengobatan tradisional atau upacaraupaca adat yang dilakukan


masyarakat untuk menghilangkan nomphoboas karena masyarakat menganggap
penyakit nomphoboas merupakan penyakit yang biasa saja dan tidak
menimbulkan rasa sakit ataupun gejala lain selain bercak-bercak putih atau
kemerahan.

DAMPAK
CARA MENGATASI

Vous aimerez peut-être aussi