Vous êtes sur la page 1sur 4

Memangkas Perilaku Koruptif

http://hariansib.com/?p=138860

Posted in Opini by Redaksi on Agustus 31st, 2010


Oleh : Oscar Siagian
Rasa-rasanya, tak salah bila banyak orang yang menyatakan bahwa negeri ini menjadi tempat
yang subur bagi tumbuh mekarnya korupsi. Bak jamur di musim hujan, korupsi menjalar dan
beranak pinak. Saban hari, berita tentang korupsi, ramai diwartakan, mulai dari kasus ikan teri
hingga kelas kakap. Uang rakyat digerogoti dengan seksama tanpa memedulikan apa
konsekuensinya.
Bahkan ada pernyataan dari seorang rekan, bila semua koruptor di negeri ini ditangkap, diadili
dan kemudian diberi hukuman, tak cukup penjara dan lembaga pemasyarakatan untuk
menampungnya. Entah karena alasan dari pada harus membangun penjara baru, yang memakai
uang rakyat dan cenderung dikorupsikan lagi, maka ada kesan membiarkan sebahagian koruptor
bebas berkeliaran. Pola seperti ini akrab disebut model tebang pilih. Memilih siapa yang duluan,
dan kasus mana yang ditangani. Benarkah ?
Mentalitas Pemimpin
Di negeri tercinta ini perilaku koruptif terjaga dengan baik. Orang yang anti terhadap korupsi
justru mendapat perlakuan aneh. Misalnya, dalam suatu kantor pemerintahan, ada seseorang
yang tidak mau terlibat korupsi, seperti menandatangani SPPD fiktif, sering dicap sebagai orang
bodoh dan gila. Yang suka korupsi menjadi orang waras. Mereka-mereka yang tidak suka
korupsi, sangat jarang mendapatkan jabatan, apalagi jabatan basah. Sehingga ada adagium buruk
yang membahana dalam lingkup pemerintahan, untuk mendapatkan jabatan harus terampil atau
berhasil dulu melakukan korupsi.
Meski hal ini terkesan terlalu kasar, tetapi rasanya sulit untuk dibantah. Tidak saja di pusat,
namun juga di daerah, meski teriakan reformasi birokrasi selalu saja membayangi, utamanya
dalam setiap suksesi kepemimpinan. Komersialisasi jabatan menjadi hal yang biasa. Sehingga
kita menganggap bahwa yang biasa itu berarti baik. Padahal salah. Yang baik dan benar itulah
yang perlu dibiasakan.
Para pemimpin kita masih sangat mencintai perilaku koruptif. Buktinya, mesti korupsi disebut
sebagai penyakit bangsa, nyatanya masih banyak terjadi. Banyaknya kasus-kasus korupsi, yang
sudah terungkap, apalagi yang belum terungkap, membuktikan bahwa koruptor atau si pelaku
korupsi, banyak berkeliaran di negeri tercinta ini untuk mengeruk harta karun rakyat dalam
bentuk APBN dan APBD. Hal itu sekaligus juga membuktikan bahwa tradisi buruk masih tetap
terpelihara, meski pada prinsipnya tidak disenangi rakyat. Ketidaksenangan rakyat seolah bisa

diatasi, dengan tampilnya sipelaku korupsi sebagai sinterklas, suka menolong sesama.
Bukti doyannya pemimpin melakukan korupsi tergambar dari data yang dikeluarkan
Kementerian Dalam Negeri. Bahwa dalam lima tahun terakhir ini setidaknya ada 9 gubernur dan
wakil gubernur yang terjerat kasus korupsi. Sementara di tingkat kabupaten/kota ada 32
bupati/wakil bupati, walikota dan wakil walikota yang divonis bersalah karena kasus korupsi.
Bahkan oleh Mendagri, Gamawan Fauzi, presiden telah mengeluarkan izin pemeriksaan terhadap
150 kepala daerah yang diduga tersangkut masalah korupsi. Belum lagi, mantan menteri dan
pimpinan lembaga negara yang sudah dinyatakan sebagai tersangka juga karena kasus korupsi.
Maka, ketika saat ini di berbagai daerah sedang melakukan pemilu kepala daerah dan wakil
kepala daerah, bahkan ada juga yang menunggu pelantikan, itu menjadi arena peperangan apakah
melanjutkan tradisi buruk atau ada semangat pembaharuan. Karena itu, ketika seseorang dilantik
menjadi kepala daerah, di hadapannya pintu korupsi terbuka lebar. Dan saat yang sama pintu
penjara sedang menanti. Berkaitan dengan itu, ucapan yang paling pas disampaikan pada mereka
yang hendak atau sudah dilantik adalah selamat untuk menjaga diri dari kuburan penjara.
Di sisi lain, dengan berbagai model, masyarakat sudah secara tegas dan jelas menyatakan
harapannya akan pemberantasan korupsi di bumi tercinta ini. Tetapi nyatanya, beragam praktik
korupsi dalam beragam modus pun masih terjadi. Di bahagian lain, pemerintah dengan gagah
berani tak henti menyatakan niatnya untuk memberantas korupsi. Demikian juga dengan aparat
penegak hukum. Namun, lagi-lagi manisnya ucapan tak semanis kenyataan. Kasus-kasus korupsi
tetap saja menggejala. Dan tak jarang, konspirasi dari jejaring praktik korupsi melibatkan aparat
penegak hukum. Maka tak salah bila ada anggapan yang menegaskan, bahwa niat untuk
memberantas korupsi belum menemui titik sasaran.
Harapan Rakyat
Jelas, impian akan hadirnya Bangsa Indonesia yang merupakan akumulasi dari daerah-daerah,
sebagai sebuah bangsa yang terbebas dari jeratan budaya korupsi, kelihatannya tidak surut dari
keinginan dan cita-cita kita. Karena itu, kata tekad dan upaya pemberantasan korupsi terus
didengungkan. Panggung-panggung politik, ruang-ruang publik, selalu dihiasi dengan untaian
kata korupsi.
Singkatnya, isu korupsi hampir tak pernah alpa ruang tebar jala politik. Namun, dalam
kenyataannya, masalah korupsi begitu sulit diusir dari tubuh bangsa ini, termasuk di daerahdaerah. Kalau kita lebih jeli melihat, bahwa korupsi di negeri ini telah begitu menggurita dan
tumbuh dimana-mana. Hampir tidak ada kesempatan, tempat, dan atau lembaga pelayanan publik
yang tanpa dihadiri korupsi, dalam jenis dan modus yang beranekaragam. Apakah itu korupsi
waktu bagi penyelenggara pelayanan publik, korupsi dana publik, dan jenis korupsi yang lain.
Salah satu lembaga publik yang seharusnya diperuntukkan untuk mengontrol penyelenggaraan
negara, dalam arti mencegah terjadinya korupsi, akan tetapi dalam perkembangannya ternyata

justru melakukan korupsi adalah lembaga legislatif (DPR dan DPRD). Artinya, korupsi telah
tumbuh dan berkembang di tubuh lembaga legislatif.
Harus kita akui, sebagaimana yang ditemukan oleh berbagai lembaga internasional dan lokal,
bahwa korupsi masih menjadi bagian penting dari perjalanan bangsa. Artinya, dalam sejarah
perjalanan Bangsa Indonesia, kelihatannya (juga kenyataannya) ada sebuah penyakit bernama
korupsi, yang sudah kronis dan belum ditemukan obat penanggulangannya hingga sekarang
ini. Sebagai sebuah penyakit yang sudah akut seperti kanker, tentu perlu upaya-upaya untuk
mengatasinya, jika dampak lanjutan tidak diharapkan terjadi. Untuk itu, langkah nyata dan
progresif harus dimulai sejak dini.
Sialnya, harapan mulia itu tak kunjung datang. Karena itu, penyakit tersebut semakin hari
semakin menggelembung dan telah menyentuh ke semua lini kehidupan. Bentuk dan wujudnya
pun berobah dalam berbagai macam bentuk. Hal ini bisa diakibatkan oleh luas dan tersedianya
lahan bagi persemaiannya. Perilaku buruk itu menjalar hingga ke jantung pelayanan publik.
Sebagaimana anatomi penyakit kronis, tentu perilaku koruptif, tidak serta merta dapat
dihapuskan. Perlu ada upaya sistematis, struktural, dan kultural dan terencana. Maka, kata yang
tepat dipakai adalah memangkas. Mengurangi secara perlahan. Untuk itu diperlukan gunting
pangkas yang tajam dan tak mudah patah. Dan bila sudah tiba waktunya, barulah dicabut dan
ditanami perilaku baru ; yaitu rasa kecintaan kepada visi negara kesejahteraan. (Penulis adalah
analis politik KDAS Medan/f)

Materi Tugas I ini mencakup materi Modul 1, 2, 3, 4, dan 5.


Tujuan tugas ini adalah
a. Anda mampu mengenali aplikasi konsep dasar organisasi, perilaku individu,
dan kepemimpinan dalam pekerjaan Anda sehari-hari.
b. Anda mampu melakukan analisis atas perilaku individu dalam bekerja.
c. Anda mampu menganalisis proses dalam organisasi dan kaitannya dengan
perubahan organsasi.
d. Anda mampu menganalisis perilaku individu dikaitkan dengan perubahan
organisasi.
Petunjuk
a. Silakan dibaca bacaan di atas secara seksama.
b. Setelah itu berikan analisis Anda mengapa perilaku koruptif sangat subur di
Indonesia, bahkan dilakukan oleh pejabat yang seharusnya melindungi rakyat.
Silakan analisis dengan menggunakan konsep-konsep perilaku individu,
perubahan organisasi, dan proses organisasi.

c. Anda dianjurkan membaca pustaka lain selain bahan ajar. Dalam melakukan
analisis pergunakan konsep-konsep yang diambil dari berbagai buku dan
literature lain. Buku dan literature lain yang digunakan dicatat dalam daftar
pustaka dengan teknik penulisan daftar pustaka yang benar.
Format
a. Sistematika Tulisan
1) Pendahuluan
2) Tujuan pengamatan
3) Konsep yang digunakan
4) Hasil Observasi
5) Analisis Hasil
6) Kesimpulan
7) Daftar Pustaka
b. Diketik rapi, huruf times new roman 12 pitch 1,5 spasi
c. Panjang tulisan maksimal 10 halaman
Selamat bekerja.

Vous aimerez peut-être aussi