Vous êtes sur la page 1sur 7

Tragedi Dira

Nama saya Dimas. Saya adalah seorang anak SMA swasta di daerah Jakarta. Umur saya
masih 17 tahun. Kalau kata orang umur 17 tahun adalah umur paling membahagiakan dalam
hidup. Namun itu tak terjadi padaku. Saya hanya seorang yang biasa saja, tidak pintar dan
tidak bodoh pula. Pergaulan saya biasa saja, karena tidak banyak orang mengenal saya di
sekolah. Saya hanya menjalankan hidup saya apa adanya, tanpa visi maupun misi. Saya
memang memiliki beberapa teman yang selalu akrab dengan saya. Namun itu tak berarti apaapa karena mereka pun tidak berbeda jauh dengan saya. Orang tua saya cukup berpenghasilan.
Ayah saya seorang wirausahawan, dan ibu saya seorang wanita karir. Walau begitu di sekolah
saya tidak terkenal sebagai orang kaya. Di sekolah saya masih lebih banyak yang lebih kaya,
bahkan ada anak seorang milyarder dan pejabat negara.
Di sekolah saya hanya bermain dan bercanda dengan anak laki-laki. Saya sangat jarang
bersenda gurau dengan anak perempuan di sekolah saya, bahkan di kelas sekali pun. Beberapa
sahabat saya sudah memiliki pacar. Saya terkadang iri dengan mereka yang memiliki pacar.
Namun saya sedang tidak peduli dengan itu. Sampai suatu hari teman saya Hendra bertanya
Eh Dim, kok lu nggak mau punya pacar sih?.
Emang kenapa kalo nggak punya? tanyaku kembali membalasnya.
Kan kita udah kelas 11, sayang kalau nggak nyari cewek dari sekarang balas Hendra.
Emang kenapa kalau kelas 11? tanyaku polos.
Ah lu, SMA kan masa-masa paling tepat buat nyari cewek balas Hendra.
Saya pun mulai berpikir bahwa perkataan Hendra tidak ada gunanya. Hendra memang baru
mendapat pacar. Pacarnya pun seorang yang sangat terkenal di lingkungan sekolah karena
wajahnya yang cantik. Namun saya tidak suka dengan pacarnya Hendra, karena pergaulannya
yang terlalu bebas dan banyak terkena kasus di sekolah. Saya lebih suka perempuan yang
tidak terlalu terkenal di sekolah namun memiliki sikap yang baik dan terbuka. Namun saya
sering kesulitan untuk mendekati seorang perempuan karena saya adalah seorang anak bungsu
dari 2 bersaudara. Kakak saya pun adalah laki-laki. Ia sudah melanjutkan pendidikan ke
jenjang kuliah.
Namun saya akhir-akhir ini dekat dengan seorang perempuan dari kelas lain. Namanya Dira.
Tidak banyak yang kenal dengan Dira di kelas saya. Kami saling kenal karena kami saling
bertetangga. Rumah kami masih satu RW. Kami cukup sering bertemu ketika hendak pergi ke
sekolah. Saya dan Dira ke sekolah menggunakan sepeda, jadi kami terkadang saling menyapa
ketika berpapasan di jalan. Parasnya tidak begitu cantik, ya paling tidak dia langsing. Namun
di kelas dia orangnya pendiam dan tidak memiliki banyak teman.
Dia memang tidak pintar dalam pelajaran yang saya pintar, seperti matematika dan kimia.
Maka dari itu dia sering bertanya kepada saya melalui pesan singkat di komputer atahu
handphone kami. Dia memang seorang yang periang. Namun tak jarang dia mengajak saya
untuk membicarakan sesuatu, apa saja yang dia ingin katakan dia katakan. Dan akhir-akhir ini
dia makin dekat saja dengan saya.
Saya tidak begitu tahu kehidupan Dira di kelasnya. Saya pun sering bertanya kepada anakanak di kelas Dira. Kata beberapa anak Dira benar-benar anak yang pendiam. Saya cukup
heran dengan komentar itu, karena kami sudah sering saling bercanda. Kalau kata anak-anak
Rizqi Zufar Rizaldy/ Tragedi Dira

sekelasnya keluarga Dira sedang bermasalah. Saya cukup kaget karena Dira tak pernah cerita
ke saya. Dan memang akhir-akhir ini dia jarang berbicara kepadaku. Saya baru sadar ada hal
yang aneh yang dialami oleh Dira. Dia juga tak pernah cerita padaku.
Saya pun mulai bertanya padanya
Ada apa Dir? Kok kamu jadi pendiam?. Dia pun menjawab
Ah enggak kok Dim.
Menurutku itu bukanlah sebuah jawaban. Mungkin dia sedang ingin sendiri. Jadi saya biarkan
saja dia menjadi pendiam untuk beberapa saat.
Sampai suatu ketika Dira mengirimkan pesan lewatSMS. Dia bertanya
Dim, orang tuamu baik nggak ke kamu?.Saya heran dengan pertanyaannya.
Baik kok jawab saya.
Enak ya... jawabnya.
Saya pun bertanya Dira, emang ada apa sih?.
Dia hanya menjawab Enggak kok, nggak ada apa-apa. Saya mulai penasaran dengan
keadaannya.
Saya kembali bertanya dan berterus terang Dira, akhir-akhir ini kamu jadi pendiam. Kata
teman sekelasmu kamu jadi pendiam, aku pun merasakannya. Ada apa sih?.Akhirnya Dira
pun jujur.
Begini Dim, sebenernya keluargaku lagi ada masalah. Ayah dan Ibuku jarang pulang. Dan
setiap setiap mereka pulang, mereka tak pernah menyapaku dan muka mereka terlihat takut.
Mereka sering membahas pekerjaan mereka dengan nada terburu-buru. Dan sekarang aku
merasa kesepian.
Saya akhirnya sadar mengapa dia kesepian. Tapi bagaimana saya membantunya? Ah mungkin
nanti Dira akan meminta bantuan. Tapi ia benar-benar terlihat murung. Paling tidak dia tidak
sampai masuk pergaulan bebas. Saya juga heran mengapa tidak ada yang khawatir dengan
Dira. Mungkin saya terlalu perhatian dengan Dira. Ah biarlah.
Suatu hari saya diajak untuk main kerumah Dira. Saya sedikit canggung waktu masuk
kerumah Dira. Disana ternyata sedang ada orang tuanya yang sedang sibuk mengurusi
pekerjaan mereka. Terlihat benar-benar sibuk. Saya hanya belajar bersama waktu itu. Lalu
ayahnya Dira pun keluar dari ruang kerjanya.
Eh ini siapa? katanya.
Saya pun menjawab Saya Dimas om, temannya Dira.
Ini lagi apa? tanya ayahnya.
Lagi belajar bareng om jawabku.
Iya pah sela Dira.
Ini berdua aja? tanya ayahnya.
Iya nih pah, kalo rame-rame aku nggak konsen kata Dira.
Oh yaudah terusin aja kata ayahnya. Lalu kami melanjutkan belajar kami.
Disela kami belajar, Dira beberapa kali menceritakan tentang keadaan keluarga kami dan
membanding-bandingkannya. Dira benar-benar sedih dengan keluarganya. Saya tidak tahu
harus bagaimana. Ia seakan tidak memiliki teman lagi di rumah. Tapi mengapa ia hanya
mengatakan kepadaku? Ah biarlah. Itu urusan dia. Tapi saya harus menolong dia.
Rizqi Zufar Rizaldy/ Tragedi Dira

Beberapa hari kemudian, Dira berkata kepada Saya.


Eh Dim, gue dapet SMS aneh nih.
Hah? jawabku. Lalu Dira menunjukkan SMS tersebut. Saya agak aneh dengan SMS
tersebut. SMS tersebut berbunyi Dira, kamu sedang kami incar. Kami selalu tahu kamu
berada Dimana. Orang tua mu berhutang banyak kepada kami. Kamu tidak usah takut. Kami
masih orang baik. Orang baik tak akan mencari masalah kecuali ada yang mencari masalah
kepada orang baik. Kami bisa menghampirimu jika keluargamu mencari masalah kepada
kami. Dan jika kami telah berbuat, kalian tidak akan bisa berbuat apapun.
Dan ternyata Dira sudah mendapat SMS yang sama persis dari beberapa nomor. Ini memang
cukup membuat takut. Apalagi banyak SMS yang persis menghampiri. Berarti musuh dari
orang tuaDira banyak. Ini juga menjadi sebuah pertanda yang aneh pula. Tapi selama tidak
ada pemberitahuan lagi saya dan Dira tidak berbuat apa-apa.
Suatu hari Dira pernah menanyakan tentang SMS ini ke kedua orang tuanya. Mereka hanya
berkata bahwa itu hanya penipuan. Tapi Dira terus bertanya tentang SMS itu karena terus
menghampiri. Tapi orang tuaDira terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Menurut Dira
orang tuanya seakan tahu dengan keadaan ini. Mereka juga seperti telah mempersiapkan
sesuatu, tapi mereka terlihat tak yakin akan persiapan mereka entah apa itu.ini juga tentu
membuat Dira tak mengerti akan masalah yang dihadapi oleh orang tuanya.
Suatu hari Dira tidak masuk sekolah. Dira tidak masuk sekolah dengan alasan izin dari orang
tuanya. Ini mungkin pertama kalinya Dira tidak masuk karena Dira cukup rajin dan sehat
untuk masuk setiap hari. Dan alasan izin dari orang tua ini membuat saya cukup khawatir.
Saya punya firasat buruk dengan absennya Dira. Bukankah orang tuaDira sangat sibuk akhirakhir ini, dan mengapa Dira pergi dengan orang tuanya sekarang? Ah sudahlah. Pikiran ini
membuat saya tidak fokus sepanjang pelajaran di sekolah.
Hari itu saya pulang cukup sore karena ada ekstra kulikuler. Saya pulang sekitar jam 15.30.
Ketika saya pulang, saya mencoba untuk menanyakan kabar Dira lewat SMS. Dira tidak
menjawab beberapa SMS saya. Saya biarkan saja beberapa saat, mungkin dia sedang sibuk.
Atahu mungkin saja hp nya sedang dimatikan. Saya pun sempat tidur siang karena SMS
tersebut tidak kunjung dibalas oleh Dira.
Sekitar jam 18.30 Dira membalas SMS saya. SMS nya berbunyi Dimas! Tolong aku! Aku
terperangkap disini. Aku diculik oleh pengirim SMS teror itu. Orang tuaku juga ditangkap
disini! Cepatlah! Ini satu-satunya kesempatanku untuk SMS. Mungkin aku tidak akan selamat
disini. Aku bahkan tidak tahu ini Dimana. Tapi tolong aku, aku tidak bisa berbuat apa-apa
disini.
SMS tersebut membuatku panik. Saya sebenarnya ingin menelpon polisi, tapi bahkan saya
tidak tahu Dira Dimana. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Sampai beberapa menit saya dapat
SMS dari Dira. SMS tersebut berbunyi Kamu temannya Dira ya? Dira sedang kami tahan.
Kami tahu kamu adalah temannya. Kami masih baik. Kami hanya menjadikan Dira sebagai
sandera atas orang tuamu. Lokasi kami? Itu mudah. Bacalah pesan yang terdapat pada
gambar ini. Orang tersebut mengirim gambar. Mudah bukan? Jika orang tuaDira tidak
menyepakati kesepakatan kami pada jam 20.30, Dira akan habis ditangan kami hari ini.
Rizqi Zufar Rizaldy/ Tragedi Dira

SMS ini membuatku tambah panik. Saya mencoba membaca apa yang dimaksud oleh
penculik Dira. Dia mengirim sebuah gambar abstrak. Saya pikir ini sebuah omong kosong.
Namun penculiknya berkata bahwa gambar tersebut mempunai pesan. Mungkin memang ada
sesuatu dari gambar aneh ini, tapi apa? Jam menunjukkan pukul 18.45. Waktuku 105 menit
sebelum Dira habis. Waktu yang sangat sebentar, bahkan ujian nasional diberi waktu 120
menit. Saya masih ragu untuk menelpon polisi, karena petunjuk ini masih tidak jelas.
Saya mencoba untuk mengirim SMSlagi ke Dira, namun tidak dibalas. Tentu saja karena Dira
memang sedng disandera. Saya mencoba mencari pesan dari gambar tempat dimana Dira
disandera. Setelah saya mencoba fokus, ternyata itu adalah sebuah gambar tiga dimensi yang
harus dilihat dengan trik ilusi mata. Di gambar tersebut ternyata muncul sebuah tulisan.
Cukup sulit dibaca. Dan ternyata tulisan tersebut adalah Kota Tua. Saya akhirnya menelpon
polisi. Polisi tersebut berkata bahwa mereka akan segera kesana secepatnya. Saya pun
langsung bergegas untuk pergi ke Kota Tua.
Saya langsung mengambil sepeda gunung saya untuk pergi menolong Dira. Jam menunjukkan
pukul 19.00 ketika saya akan mengambil sepeda. Wah tinggal 1 jam 30 menit lagi. Saya
langsung mengayuh sepeda saya sekuat tenaga tanpa mengenal lelah. Mungkin ini
membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk sampai disana.
Saya sampai di Kota Tua. Namun gedung yang mana? Tidak ada tanda apapun disini. Disini
sangat sepi. Tapi saya terus dikejar waktu. Saya mencoba memasuki salah satu gedung disana.
Saya masuk gedung sepi tersebut. Tapi tidak ada tanda-tanda penjahat bahkan tidak ada tandatanda orang disini. Saya mencoba masuk ke gedung yang lainnya. Tapi tetap saja tidak ada
tanda-tanda kehidupan. Namun tiba-tiba saya mendengar suara tangisan Dira yang sangat
kukenal. Dan terdengar suara bentakkan dari seorang laki-laki. Saya langsung lari kesana.
Saya mendobrak pintu gedung tersebut. Banyak orang disana memegang senjata mereka. Ada
yang memegang tongkat besi. Ada pula yang tangan kosong. Mereka mulai menyerang saya.
Secara reflekssaya pun menyerang duluan ke mereka. Yang pertama saya tahan pukulannya
dan saya pukul perutnya. Dia kesakitan. Lalu ada yang hampir memgang saya. Saya langsung
merunduk, memegang kakinya, lalu mematahkannya agar dia tidak bergerak. Lalu saya
sempat terpukul dengan tongkat besi. Namun saya langsung bangkit dan menendang
tangannya hingga tongkat besinya terlepas dari tangannya. saya mngambil tongkat besinya
dan memukul oran tersebut sekuat tenaga dengan tongkat besi tersebut hingga tidak bisa
bergerak.
Saya bertanya kepada orang tersebut dimana keberadaan Dira dan orang tuanya. Kata orang
tersebut mereka berada di ruang paling atas. Pasti akan ada banyak musuh yang
menghalangiku. Tapi saya tidak boleh gentar. Saya pun naik tangga. Di tangga pun masih
banyak yang menyerang saya. Saya hanya menghindar dan menjatuhkan mereka dari atas
tangga. Ketika saya menghadap belakang, saya terpukul di daerah pipi saya. Namun secara
refleks saya memukul balik orang tersebut dan menendang secara membabi-buta. Saya juga
sempat ditarik dari belakang dan tangan saya di pegang erat. Saya pun menendangnya dan
pegangannya terlepas. Saya memukul kepalanya dari bawah. Dia pun terlempar keatas. Lalu
datang seorang yang memegang golok menyerang saya. Saya hampir terkena goloknya. Saya
Rizqi Zufar Rizaldy/ Tragedi Dira

terus menghindar dari serangan goloknya. Ketika dia lengah, saya langsung menendang
tangannya dan menghajar orang tersebut dan mematahkan tangan dan kakinya.
Jam menunjukkan pukul 19.45, itu berarti 45 menit lagi sebelum Dira habis. Saya terus naik
ke lantai selanjutnya. Di lantai ketiga lebih banyak lagi musuh. Saya masih terkena beberapa
luka memar yang menurut saya tidak begitu berarti. Sekarang musuhnya memegang pistol dan
shotgun. Tapi saya tidak takut. saya sempat ditembaki oleh mereka. Saya menghindar dibalik
sofa di dekat saya. Saya tidak sempat menyerang karena peluru yang mereka tembaki. Saya
menunggu peluru mereka habis. Sofa tempat saya bersembunyi telah hancur. Saya sempat
tertembak di bagian pundak. Ini sakit sekali. Setelah itu peluru mereka akhirnya habis. Saya
langsung berlari menyerang mereka. Kekuatanku sudah tidak optimal. Saya sudah beberapa
kali terpukul dan satu peluru menancap pundak saya. Namun karena niat saya untuk
menolong, saya memukul mereka tanpa henti. Saya benar-benar diserbu kali ini. Saya mulai
memukul salah satu dari mereka. Dan itu membuat saya lolos dari serbuan mereka. Saya
memegang salah satu kepala orang yang mengejar saya. Saya mematahkan lehernya agar dia
tidak bisa bergerak bahkan tidak sadar. Saya menendang beberapa orang dalam sekali
tendang. Namun salah satu dari mereka ada yang bangkit. Dia mencoba memukul saya. Tapi
saya tendang kakinya dan dia terjatuh. Lalu saya tendang kepalanya dan dia tak sadarkan Diri.
Ini sudah lantai teratas. Jam menunjukkan pukul 20.15. Itu berarti 15 menit lagi. Mungkin
pemimpin dari orang jahat ini masih menungguku dan mengetahui bahwa saya sudah masuk
gedung ini. Saya pun mulaai mencari keberadaan Dira. Saya membuka satu per satu pintu.
Hingga akhirnya saya membuka pintu ruangan Dira berada. Di dalam ruangan tersebut Dira
sudah diikat diatas kursi kayu. Dia terlihat sendirian disana. Saya langsung masuk kedalam
ruangan tersebut. Lalu Dira berteriak Awas di belakangmu!. Saya langsung menoleh ke
belakang. Ternyata masih ada satu orang. Saya terpukul di bagian muka cukup parah. Saya
sempat terjatuh. Saya pun bangkit kembali.
Saya pikir dia adalah yang paling kuat disini.
Wah hebat juga kamu bisa lolos sampai ruangan ini kata orang tersebut. Saya hanya diam
saja.
Kalau kamu mau nyelametinDira, lawan gua dulu kata orang tersebut. Orang tersebut
langsung menyiapkan kuda-kuda untuk bertarung satu lawan satu. Saya yang sebetulnya tidak
memiliki latar belakang bela diri hanya mempersiapkan mental. Orang tersebut
mengisyaratkan saya untuk menyerang duluan. Saya pun memulai pukulan ke wajahnya.
Sungguh awalan yang bodoh. Pukulan saya langsung ditangkisnya dan saya dibantingnya.
Saya berdiri lagi. Saya memulai dengan mengecohnya terlebih dahulu lalu saya menendang
badannya dan mukanya bergantian. Dia tidak sempat membalas. Tapi dia langsung
menendangku dari bawah. Saya menangkisnya dan saya balas tendang ke dia. Tapi dia pun
menangkisnya dan memukul kaki saya hingga saya terjatuh. Dia bangkit dan mengangkatku.
Saya terus ditendang dari belakang. Namun dengan hebatnya saya melompat ke belakang
dengan bantuan tembok dan menendangnya balik dari belakang. Kepalanya terbentur oleh
tembok. Dia sempat kesakitan beberapa saat. Di kesempatan tersebut saya langsung
membenturkan kepalanya ke tembok sekali lagi. Dia benar-benar kesakitan.
Lalu saya mulai membukakan ikatan Dira. Dira langsung memelukku. Namun saya berusaha
melepasnya karena musuh saya yang tadi bangkit. Saya menyuruh Dira menelpon polisi. Dira
Rizqi Zufar Rizaldy/ Tragedi Dira

pun lari keluar ruangan tersebut. Saya dan orang jahat tersebut memulai duel kami kembali.
Luka di pundak saya mulai terasa sakit lagi. Namun dia juga sudah tidak bisa fokus karena
benturan di kepalanya. Dia memulai pukulannya duluan. Saya hanya dapat menghindar.
Ketika saya ingin membalas pukulannya, tangan saya terasa sangat sakit. Saya pun terkena
pukulan keduanya. Lalu saya bangkit kembali. Lalu saya mencoba mengambil tangannya dan
membantingnya sekuat tenaga. Ketika dia terjatuh, saya langsung lompat dan memukul
perutnya dengan siku tanganku. Saya yakin dia tidak dapat bangkit lagi.
Saya pergi keluar ruangan tersebut mencari Dira. Dira baru selesai menelpon polisi. Saya pun
bertanya ke Dira
Dir, orang tuamu mana?.
Di ruang itu, tapi terkunci jawabnya sambil menunjukkan ruangan di pojok gedung.
Kalau begitu kita dobrak saja jawabku. Kami berdua pun mendobrak pintu tersebut. Di
dalam ruang tesebut kedua orang tua Dira sedang disandera oleh bos dari musuh kami. Dia
adalah orang yang mempunyai masalah dengan orang tua Dira. Saya dan Dira terdiam ketika
melihat keadaan tersebut. Orang tersebut terlihat sangat marah. Dia teriak kepadaku dan Dira
Kalian tidak punya urusan dengan kami, lebih baik kalian berhenti disana sekalian saya
menyelesaikan urusan saya!.
Saya dan Dira tak bisa berbuat apa-apa. Orang tersebut benar-benar hampir membunuhnya.
Pisau tajam yang dipegangnya mengarah ke ayahnya Dira dengan cepat. Saya dengan sigap
langsung berlari dan menendang tangannya agar pisaunya terlepas. Dia sempat tersentak
kaget. Lalu dia mengambil pisau itu kembali. Dia kali ini mengarahkan pisau itu
kehadapanku. Ketika pisau itu akan mengenai saya, tepat sekali ada yang mendobrak pintu.
Dan ternyata itu polisi.
Sesaat polisi mendobrak pintu, orang tersebut menghentikan serangan pisaunya. Polisi
langsung menangkap orang tersebut. Saya benar-benar selamat saat itu. Kami langsung
dibawa keluar oleh polisi. Polisi langsung bergegas untuk datang kesini semenjak saya telpon.
Tapi mereka terkendala perjalanan yang macetdan pas jam pulang kantor. Saya langsung
dibawa ke rumah sakit terdekat. Saya tidak tahu apa-apa semenjak saya dari persitiwa tersebut
karena pingsan.
Ketika saya tersadar, Dira terlihat tertidur menyandar diatas kaki saya. Saya tidak tahu ini
dimana. Ternyata saya berada di rumah sakit. Pundak saya telah diperban tebal sekali. Jam
menunjukkan pukul 19.30. Dan saya tidak tahu hari apa ini. Dira tiba-tiba terbangun. Saya
pun menyapanya. Dira tiba-tiba memelukku dengan erat. Saya kaget melihat ini. Dira
menangis dan berterima kasih atas apa yang saya perbuat. Saya bingung, tapi saya biarkan hal
ini. Lalu dokter datang masuk ke ruang kami. Dia menceritakan tentang luka saya. Dokter
tersebut berkata bahwa luka saya ternyata parah. Terdapat beberapa patah tulang ringan di
sebagian badan saya. Tapi kemarin saya telah dioperasi dan tinggal menunggu penyembuhan
luka. Saya heran, tapi biarlah.
Setelah itu saya diceritakan peristiwa selanjutnya oleh Dira. Ternyata semua penjahat itu
adalah pengedar narkoba jenis heroin yang sangat besar. Dan orang tua Dira bekerja di BNN.
Ketika orang tua Dira menemukan peredaran narkoba ini, mereka mencoba neyelinap masuk
dalam pengedar tersebut. Pengedar tersebut tidak tahu bahwa orang tua Dira bekerja di BNN.
Dan setelah orang tua Dira mendapat berbagai informasi, mereka keluar dari organisasi
Rizqi Zufar Rizaldy/ Tragedi Dira

pengedar tersebut. Merasa dikhianati, organisasi tersebut mengincar kedua orang tua Dira
hingga terjadilah kejadian kami.
Saya sejenak berpikir, kenapa saya harus bersusah payah menolong Dira hingga seperti ini?
Ketika saya melihat Dira, saya tahu sebabnya. Karena saya setia untuk menolongnya. Menjadi
seseorang harus setia, dan juga tidak boleh ragu menolong. Tiba-tiba, Dira menyatakan
cintanya padaku dengan perasaan malu. Saya pun menerimanya. Kami berpacaran hingga
sekarang dan karir orang tua Dira sudah seimbang.
SELESAI

Rizqi Zufar Rizaldy/ Tragedi Dira

Vous aimerez peut-être aussi