Vous êtes sur la page 1sur 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HIRSCHPRUNG / MEGA COLON


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Keperawatan Anak pada Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
SHERLY MARSELLA

220112140084

NOVI LISNAWATI

2201121400

JULAEHA

2201121400

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXVIII


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


HIRSCHPRUNG
1. Pengertian
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi
usus spontan (Cecily Betz & Sowden : 2002).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm
dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki laki dari pada perempuan.
(Arief Mansjoeer : 2000 ).
Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel sel ganglion di dalam usus
yang terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu. (Behrman &
vaughan,1992:426)
Hirschprung adalah aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya neuron
mienterikus dalam sengmen kolon distal tepat disebelah proksimal sfingter ani
(Isselbacher,dkk,1999:255)
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah,2005:219)
2. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1)

Penyakit hirschprung segmen pendek


Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus
penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki- laki dibanding
anak perempuan.

2)

Penyakit hirschprung segmen panjang


Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus
halus. Ditemukan sama banyak baik laki laki maupun perempuan.
3. Etiologi

Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi Hirschsprung atau
Mega Colon diduga terjadi karena :
o Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down syndrom.
o Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio
kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
B. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Cecily Betz & Sowden,
2002:196).
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson,
1995 : 141 ).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya
ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan
pada satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik
usus abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami
distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak
berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat. Penumpukan
sisa pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri.

Iskemia saluran cerna berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah


infeksi kuman ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani
anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh Dona
L.Wong,1999:2000)
C. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 28 jam pertama
setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan
empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total
saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium.
Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan
demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang
khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare
berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily & Sowden, 2002 : 197)
1. Masa neonatal
a.

Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir

b.

Muntah berisi empedu

c.

Enggan minum

d.

Distensi abdomen

2. Masa bayi dan anak anak


a Konstipasi
b Diare berulang
c Tinja seperti pita dan berbau busuk
d Distenssi abdomen
e Adanya masa difecal dapat dipalpasi
f Gagal tumbuh
g Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi
D. Komplikasi

Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu gangguan


elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
Menurut Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit hirschprung
adalah:
a.

Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.

b.

Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.

c.

Abses peri kolon


Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.

d.

Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.

e.

Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin karena iskemia
kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.

Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:


a.

Gawat pernafasan (akut)


Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru paru sehingga
mengganggu ekspansi paru.

b.

Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.

c.

Stenosis striktura ani


Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi dan
relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun penyempitan.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan:
a

Daerah transisi

Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit

Entrokolitis padasegmen yang melebar

Terdapat retensi barium setelah 24 48 jam

Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan gambaran
yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai sel ganglion. Hal ini
terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam setelah pemeriksaan
diagnostik.
2. Biopsi isap rektum
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk menghindari
daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi ini dilakukan untuk
memperlihatkan tidak adanya sel sel ganglion di sub mukosa atau pleksus saraf
intermuskular.
3. Biopsi rektum
Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2 cm diatas
garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel sel ganglion di sub mukosa atau
pleksus saraf intermuskular.
4.

Biopsi otot rektum


Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan aganglionosis
otot rektum.

5. Manometri anorektal
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum. Balon akan
mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna pada pasien yang normal.
Sedangkan pada pasien yang megacolon akan mengalami tekanan yang luar biasa.
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
7. Foto rontgen abdomen
Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang melebar
normal dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih kecil karena usus besar
yang tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada pemeriksaan foto polos abdomen akan
ditemukan usus melebar / gambaran obstruksi usus letak rendah.
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar

sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.


Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a

Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk


melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar
untuk mengembalikan ukuran normalnya.

Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,

Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling
sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana
mukosa aganglionik telah diubah.
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a

Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini

Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak

Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )

Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang


( FKUI, 2000 : 1135 )

1. PATHWAYS
Aganglionik
saluran cerna
Peristaltik menurun

Perubahan pola eliminasi


(konstipasi)
Akumulasi isi usus

Proliferasi bakteri

Dilatasi usus

Pengeluaran endotoksin
inflamasi

Enterokolitis

Prosedur operasi

Nyeri akut

diare

Feses membusuk produks gas meningkat

Mual & muntah

Anoreksia

Drainase gaster

Ketidakseimba
ngan nutrisi <
dari kebutuhan
tubuh

Resiko
kekurangan
volume cairan

Distensi abdomen
Penekanan pada diafragma
Ekspansi paru
menurun

Pola nafas tidak efektif

Imunitas menurun

Perubahan
tumbuh kembang

Resiko tinggi
infeksi

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KASUS HIRSCHPRUNG / MEGA COLON

A. PENGKAJIAN
Menurut Suriadi (2001:242) fokus pengkajian yang dilakukan pada penyakit
hischprung adalah :
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah lahir, biasanya ada
keterlambatan
2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
3. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.
a. Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret
b. Keadaan turgor kulit biasanya menurun
c. Peningkatan atau penurunan berat badan.
d. Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral
4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada bagian
proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik usus.
5. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan
a. Anak : Kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping yang
digunakan.
b. Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga,
penyesuaian keluarga terhadap stress menghadapi penyakit anaknya.
7. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan albumin juga perlu
dilakukan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia, infeksi dan kurangnya
asupan protein.

Menurut Wong (2004:507) mengungkapkan pengkajian pada penyakit hischprung


yang perlu ditambahkan selain uraian diatas yaitu :
1. Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas, keluhan utama,
pengkajian pola fungsional dan keluhan tambahan.
2. Monitor bowel elimination pattern : adanya konstipasi, pengeluaran mekonium
yang terlambat lebih dari 24 jam, pengeluaran feses yang berbentuk pita dan
berbau busuk.
3. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkar abdomen
semakin besar seiring dengan pertambahan besarnya distensi abdomen.
4. Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi keadaan umum
klien.

5. Observasi manifestasi penyakit hirschprung


a. Periode bayi baru lahir
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 -48 jam setelah lahir
2. Menolak untuk minum air
3. Muntah berwarna empedu
4. Distensi abdomen
b. Masa bayi
1. Ketidakadekuatan penembahan berta badan
2. Konstipasi
3. Distensi abdomen
4. Episode diare dan muntah
5. Tanda tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis : diare
berdarah, letargi berat)
c. Masa kanak kanak
1. Konstipasi
2. Feses berbau menyengat dan seperti karbon
3. Distensi abdomen
4. Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan yang
buruk
6. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian
a) Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan gambaran obstruksi usus
letak rendah
b) Biopsi rektal : menunjukan aganglionosis otot rektum
c) Manometri anorectal : ada kenaikan tekanan paradoks karena rektum
dikembangkan / tekanan gagal menurun.
Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat terutama
yang berhubungan dengan pola defekasi
Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
-

Monitor bowel elimination pattern

Ukur lingkar abdomen

Observasi manifestasi penyakit hischprung

Periode bayi baru lahir


-

Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 48 jam setelah lahir

Menolak untuk minum air

Muntah berwarna empedu / hijau

Distensi abdomen

Masa bayi
-

Ketidakadekuatan penambahan berat badan

Konstipasi

Distensi abdomen

Episode diare dan muntah

Tanda tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis)

Diare berdarah

Demam

Letargi berat

Masa kanak kanak (gejala lebih kronis)


-

Konstipasi

Feses berbau menyengat seperti karbon

Distensi abdomen

Masa fekal dapat teraba

Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan & pertumbuhan yang buruk

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
2. Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak
adekuat dan rangsangan muntah.
4. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion usus.
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena
mual.
6. Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit
C. INTERVENSI
1.

Dx 1
Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
NOC : Respiratory status

Kriteria Hasil :
1.

Frekuensi pernafasan dalam batas normal

2.

Irama nafas sesuai yang diharapkan

3.

Ekspansi dada simetris

4.

Bernafas mudah

5.

Keadaan inspirasi

NIC :
Respiratory monitoring
1. Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan.
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.
3. Monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.
4. Palpasi ekspansi paru
5. Auskultasi suara pernafasan
Oxygen therapy
1. Atur peralatan oksigenasi
2. Monitor aliran oksigen
3. Pertahankan jalan nafas yang paten
4. Pertahankan posisi pasien
2. Dx 2
Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan
NOC : Pain level
Kriteria hasil :
1.

Mengenali faktor penyebab

2.

Menggunakan metode pencegahan

3.

Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk


mengurangi nyeri.

4.

Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan

5.

Mengenali gejala gejala nyeri

NIC :
Pain management
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi , karakteristik dan onset,

durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor faktor
presipitasi
2. Observasi isyarat isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
4. Kontrol faktor faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan , penyinaran)
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi, guided imagery,
distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas)
Analgetik administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Pilih analgetik yang diperlukan / kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih
dari satu.
4. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
3. Dx 3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak
adekuat dan rangsangan muntah.
NOC : Status nutrisi
Kriteria hasil :
1. Stamina
2. Tenaga
3. Kekuatan menggenggam
4. Penyembuhan jaringan
5. Daya tahan tubuh
6. Pertumbuhan
NIC :
Manajemen nutrisi
1. Timbang Berat badan
2. Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C
4. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien.
Monitoring nutrisi
1. Monitor turgor kulit
2. Monitor mual dan muntah
3. Monitor intake nutrisi
4. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
4. Dx 4
Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion usus
NOC : Bowel elimination
Kriteria hasil :
1. Pola eliminasi dalam batas normal
2. Warna feses dalam batas normal
3. Feses lunak / lembut dan berbentuk
4. Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat)
5. Konstipasi tidak terjadi
NIC : Bowel irigation
1. Tetapkan alasan dilakukan tindakan pembersihan sistem pencernaan.
2. Pilih pemberian enema yang tepat
3. Jelaskan prosedur pada pasien
4. Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral
5. Catat keuntungan dari pemberian enema laxatif
6. Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau keinginan untuk
defekasi.
5. Dx 5
Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena
mual.
NOC : Fluid balance
Kriteria hasil :
1. Keseimbangan intake dan output 24 jam
2. Berat badan stabil
3. Tidak ada mata cekung

4. Kelembaban kulit dalam batas normal


5. Membran mukosa lembab
NIC :
Fluid management
1. Timbang popok jika diperlukan
2. Pertahankan intake dan output yang akurat
3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah)
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
6. Dorong masukan oral
7. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
6. Dx 6
Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit
NOC :Imune status
Kriteria hasil :
1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menjelaskan proses penularan penyakit
3. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
4. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
5. Menunjukan perilaku hidup sehat
NIC :
Infection protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
4. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
5. Dorong masukan nutrisi yang cukup
6. Dorong istirahat
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, buku 2. Jakarta : Salemba
Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta : EGC
Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar Interpratama
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGC

Vous aimerez peut-être aussi