Vous êtes sur la page 1sur 26

SISTEMIC LUPUS

ERITEMATOSUS

PENDAHULUAN
Istilah lupus eritematosus pertama kali digunakan
oleh Cazenave pada tahun 1851. SLE merupakan
penyakit yang timbul karena berkembangnya
autoantibodi ke komponen sel nuklear yang akan
mencetus penyakit inflamasi autoimun kronik.
Jenis penyakit Lupus terbagi tiga macam bentuk,
yaitu Cutaneus Lupus, seringkali disebut discoid
yang mempengaruhi kulit. Systemic Lupus
Erythematosus (SLE) yang menyerang organ
tubuh seperti kulit, persendian, paru-paru, darah,
pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak, dan
syaraf. Dan Drug Induced Lupus(DIL), timbul
karena menggunakan obat-obatan tertentu.

EPIDEMIOLOGI
Penyakit SLE cenderung mengenai
wanita, dimana perbandingannya dg
pria adalah 10 : 1. Dari studi, dilihat
bahwa SLE lebih banyak dijumpai
pada orang di usia 15 - 45 tahun,
dan lebih jarang terjadi pada orang
kulit putih.

MANIFESTASI KLINIK

Arthritis (peradangan sendi) dan arthralgia (nyeri sendi)


Lelah
Demam
BB menurun
Ruam wajah seperti bentuk kupu2 di pipi dan hidung
Photosensitivity
Discoid lesions

SSP
Psychosis
Seizures
Pulmonary
Pleuritis
Efusi pleural

Cardiovascular
Pericarditis
Myocarditis
Hypertension
Renal
Gangguan / kerusakan ginjal
Gastrointestinal
Mual
Nyeri perut
Hematologic
Anemia
Leukopenia
Thrombocytopenia
Lymphadenopathy

KONTROVERSI KLINIK
Beberapa riset menunjukkan terapi kortikosteroid jangka
panjang menyebabkan meningkatnya penyakit jantung, namun
dari data yang telah ada, tidak ada 1 pun yang menunjukkan
adanya efek terhadap arterosklerosis.
Gejala neuropsikiatrik dari pasien SLE beragam, termasuk
psikosis, depresi, anxiety, seizure, stroke, neuropati
peripeal, dan lain lain. Disfungsi kognitif tampak sekitar 12
87 % pada pasien SLE.
Depresi dan anxiety terjadi pada beberapa pasien, namun
tidak ada teori yang jelas apakah ini berhubungan langsung
dengan gangguan pada CNS atau distress karena penyakit
kronik lain.
Gejala pada gastrointestinal sering nonspesifik untuk lupus,
termasuk dyspepsia, nyeri perut, mual, dan susah menelan.
Hepatitis dan pancreasitis juga gejala pada pasien Lupus dan
dapat juga dikarenakan obat2 yang digunakan untuk
mengobati SLE.

ETIOLOGI
Secara pasti belum diketahui.
Genetik, lingkungan, dan factor hormone
kemungkinan menjadi penyebab hilangnya
toleransi imun terhadap diri sendiri. Teori
yang paling popular adalah penyakit genetic
yang kemungkinan dicetus oleh lingkungan.
Pada orang yang kembar identik mempuyai
kecenderungan terkena SLE sebesar 24
58 %, dibandingkan dengan kembar non
identik yaitu sekitar 3 10 %.

MHC, terutama HLA sangat berperan penting


pada lupus.
Lingkungan mungkin menginduksi SLE, seperti
paparan sinar matahari (UV), obat, zat kimia
seperti Hydrazin (dijumpai di tembakau) dan
amin aromatic, diet, infeksi virus dan bakteri.
Androgen kemungkinan menghambat dan
estrogen mempengaruhi ekspresi autoimunitas
tubuh, dan kadar prolaktin dalam tubuh
kemungkinan menjadi salah satu penyebab
pencetus lupus pada wanita dan pria
Hydralazine, quinidine, procainamide, phenytoin,
isoniazid) adalah obat yang dikenal untuk
merangsang sistem kekebalan dan menyebabkan
SLE.

PATOFISIOLOGI

DIAGNOSA
Karakteristik epidemiologi, gejala klinis, dan
pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosa SLE.
Jika telah dicurigai adanya penyakit SLE, tes
serologic dapat membantu unuk mendiagnosa lebih
lanjut. Tes serologic digunakan untuk mendukung
diagnosa SLE, caranya adalah tes fluoresensi antibody
antinuclear (ANA). Namun, dalam hal ini tidak hanya
penyakit Lupus yang menghasilkan angka positif pada
tes ANA fluorosensi.
Mendeteksi antibody untuk nuklear yang spesifik
dapat membantu diagnosa. Antibodi native DNA
(dsDNA) dan antigen Sm merupakan diagnosa yang
paling baik dalam diagnosa SLE.

Pemeriksaan kompleks imun


Pemeriksaan komplemen dalam serum dimaksudkan untuk mengukur
fungsi komplemen dan menentukan sifat antigenik komplemen
Pemeriksaan jaringan biopsi, dapat digunakan untuk pemeriksaan
imunoglobulin, komplemen, dan kadang2 antigen. Biasanya jaringan
yang diuji adalah kulit, injal, dan sum sum tulang belakang.
Protein di urin menendakan terjadinya kerusakan pada ginjal, yg
kemungkinan disebabkan oleh SLE

PROGNOSA
Pada tahun2 sebelumnya, SLE memiliki prognosa yang
buruk. Sebagai contoh, seorang pasien yang didiagnosa
antara tahun 1949 1053 menunjukkan ketahanan
hidupnya menurun hingga 50% selama 5 tahun.
Sekarang, dengan pengembangan pengobatan dan
teknik diagnosa yang lebih cepat untuk mendeteksi,
ketahanan hidup pasien meningkat menjadi 96% selama
5 tahun dan rata2 70% selama 20 tahun. Meningkatnya
ketahanan hidup pasien SLE sejak tahun 1970, tidak
hanya karena berkembangnya pengobatan, namun juga
karena kemampuan pasien sendiri dalam mengatur
infeksi dan penyakit ginjal yang dideritanya (seperti
dialisis).

PENATALAKSANAAN

TERAPI NONFARMAKOLOGI
1. istirahat
2. hindari rokok
3. kuragi paparan matahari


1.

TERAPI FARMAKOLOGI

TERAPI GLUKOKORTIKOID
Glukokortikoid bersifat antiinflamasi serta
imunosupresif. Dapat mengobati keluhan seperti
glomerulonefritis, trombositopenia, anemia
hemolitic, myositis, serositis parah, myocarditis,
vasculitis, dan kelainan sistemik parah lainnya
yang tidak responsif terhadap regimen konservatif.
2. ANTIMALARIA spt chloroquine dan
hydroxychloroquine
Fungsi utama dari antmalaria adalah mengontrol
exacerbasi, spt cutaneus, antralgia, pleuritis,
inflamasi pericardial, kelelahan, dan leucopenia.

3. NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY
DRUGS
Gejala seperti demam, arthritis, dan serosis
dapat diobati dengan obat antiinflamasi non
steroid (NSAID). NSAID cyclooksigenase yang
non selektif dapat meningkatkan risiko iritasi
lambung dan peptic ulcer, gangguan ginjal,
dimana terjadi penurunan laju darah ke ginjal
dan filtrasi glomerulus. Efek samping lainnya
adalah hepatotoksisitas.

ALTERNATIF LAIN

KOMPLIKASI
Gagal ginjal (penyebab tersering kematian pada
pengidap LES)
Perikarditis (peradangan kantung perikardium yang
mengelilingi jantung)
Perandangan membran pleura yang mengelilingi paru
dapat membatasi pernapasan. Sering terjadi bronkitis
Vaskulitis di semua pembuluh otak & perifer
Komplikasi SSP termasuk stroke & kejang. Perubahan
kepribadian, termasuk psikosis & depresi, dapat
terjadi. Perubahan kepribadian mungkin berkaitan
dengan terapi obat atau penyakitnya.

SPECIAL POPULATIONS
KEHAMILAN AND SLE
Kehamilan pada pasien SLE, dapat meningkatkan exaserbasi
penyakit selama kehamilan, exasrebasi selama peroade awal
melahirkan dapat menyebabkan abortus spontan, dan mempunyai
peluang besar untuk menyebabkan pereeklamsi atau hipertensi
karena hamil (terutama pada pasien lupus nefritis).
Exaserbasi penyakit dapat diatasi dengan kortikosteroid, jika
diperlukan, dengan konsentrasi yang rendah terhadap fetus. Selain
itu, hydroklorokuin juga dapat digunakan karena bersifat aman
selama kehamilan. Oabt sitotoksik selam kehamilan kurang
digunakan karena bersifat teratogen. Azatriopine merupakan obat
yang paling aman dari golongan ini, jika sitotoksik diperlukan selama
kehamilan.
Antiphospholipid antibodies dapat meningkatkan resiko abortus.
Corticosteroids, intravenous
immuoglobulin, aspirin, dan heparins, baik penggunaan tunggal atau
kombinasi digunakan untuk mengatasinya.

ANTIPHOSPHOLIPID SYNDROME DAN


THROMBOSIS
Terbentuknya antibody antifosfolipid, merupakan gejala
SLE, termasuk trombosis. Penggunaan aspirin dosis
rendah (100 325 mg/hari) digunakan untuk profilaksis.
Walaupun, efikasi belum diketahui secara pasti. Pasien
trombosis akut biasanya diatasi dengan penggunaan
antikoagulan (heparin). Selain itu, warfarin juga sering
digunakan.
KONTROVERSI KLINIK
Walaupun Dosis optimal dari aspirin dan antikoagulan
tidak dilaporkan secara pasti, secara klinik keduanya
digunakan untuk mengurangi gejala yang tampak seperti
adanya antibody antifosfolipid.

PENCEGAHAN
Hindari cahaya dan UV untuk meminimalkan gejala
photosensitivity.
Estrogen dan progesteron harus dihindari. Namun
belum ada sebab yang jelas.
Dari laporan, diketahui bahwa sulfa menyebabkan
hipersensitivitas, sehingga harus dihindari.
Penentuan tekanan darah diperlukan untuk
menghindari gagal ginjal.
Terapi antimalaria (hidrokloroquin) diperlukan untuk
menghindari relaps.
ACE inhibitor diperlukan pada pasien yg mengalami
gagal ginjal.
Kalsium, vitamin D, dan penangkal bisphosphonates
dapat mengurangi risiko osteoporosis yg disebaban
oleh glukokortikoid.

TERIMA KASIH

Vous aimerez peut-être aussi