Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien
: Muhammad Ilyas
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 15 Bulan
Berat badan
: 11 kg
Alamat
: Mojotengah
Tanggal masuk RS : 19 November 2013
Tanggal keluar RS : 23 November 2013
B. ANAMNESA
1. Keluhan
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Demam, batuk, dan pilek
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak datang dengan keluhan kejang. Kejang terjadi 2 kali.
Kejang pertama terjadi dirumah pada jam 09.30, kejang terjadi seluruh
tubuh dengan lama kejang 5 menit, kejang didahului demam tinggi.
Kejang kedua terjadi saat perjalanan ke RS pada jam 21.30 lama
kejang 5 menit, kejang hanya pada tangan dan kaki saja. Pasien juga
mengalami pilek sejak 4 hari, batuk sejak kemarin pagi. Riwayat
kejang sebelumnya disangkal. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Tidak ada keluhan muntah, BAB cair, kurang makan maupun minum.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak penah dirawat di RS dan tidak ada riwayat kejang sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kejang atau epilepsy pada anggota keluarga disangkal.
5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a. Antenatal
Saat hamil ibu tidak pernah menderita sakit. Ibu memeriksakan
kehamilanya secara rutin.
b. Natal/ Persalinan
Ibu melahirkan bayi secara normal, spontan dengan usia kehamilan
9 bulan dengan BBL 2700 gram di Rumah Sakit, tidak ada
kelainan kongenital
c. Post Natal
Bayi dalam keadaan sehat.
baik
g. Sistem musculoskeletal: tidak ada kelemahan anggota gerak
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Kesadaran : CM
Keadaan Umum : tampak lemah
2. Vital Sign :
t : 39oC
Nadi : frek 98, simetri kanan kiri, isi cukup kuat
RR : 28 kpm
TD : tidak diukur
3. Status Gizi
BB : 11 kg, Umur : 15 bulan
4) Auskultasi
SI-SII reguler, tidak terdapat bising jantung, murmur maupun
gallop.
7. Abdomen
1) Inspeksi
: flat, dinding perut sejajar dengan dinding dada.
2) Auskultasi : terdengar bising usus.
3) Perkusi
: Timpani, tidak ada suara pekak beralih.
8. Palpasi
: Supel, hepar dan lien tidak teraba
9. Pemeriksaan ekstremitas
Superior : tidak ada deformitas, tidak tedapat nyeri gerak aktif dan
pasif. Akral hangat dan tidak udem.
Inferior : tidak terlihat adanya deformitas, gerakan terbatas nyeri ketika
digerakkan. Akral hangat dan tidak udem.
10. Tanda Rangsang Meningeal
Tidak ada kaku kuduk, tanda bruzinski I dan II negatif, tak ada tanda
kernique maupun lasique.
11. Pemeriksaan Nervus Cranial
Fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap dalam
batas normal.
D. Pemeriksaan Laboratorium
1. Laboratorium darah
Hemoglobin
: 13,0
Lekosit
: 18,0
Eusinofil
: 0,30
Basofil
: 0,10
Netrofil
: 65,20
Limfosit
: 26,70
Monosit
: 7,40
Hematokrit
: 39
Eritrosit
: 4,9
Trombosit
: 450
MCV
: 79
MCH
: 26
MCHC
: 34
Kimia Klinik
GDS (20/11/2013)
( 70 150 ) mg/dL
E. Usulan Pemeriksaan
Pemeriksaan elektrolit, EEG dan saturasi oksigen
F. Permasalahan
Post kejang 2 kali, demam, batuk, pilek, status gizi baik.
G. Hipotesis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium maka
dapat dibuat diagnosis kerja:
Kejang Demam Kompleks
Rhynopharingitis
Status gizi baik
H. Penatalaksanaan
1. Rawat inap di Rumah Sakit, perawatan di ruang isolasi.
2. Terapi supportif:
- Infus KAEN 4B 1000cc/24jam
- Oksigenasi dengan nasal canul 1L/menit
3. Terapi symtomatik batuk dan pilek
4. Terapi kejang dengan Luminal 2xpulv 1
5. Menstabilkan dan mempertahankan suhu badan agar tetap normal
Paracetamol syr 3x1 sendok takar (bila perlu)
6. Profilaksis
Cefixime syr 2x1/5 sendok takar
Cefotaxim 2x350mg/IV
7. Tirah baring
8. ASI dan MPASI
9. Edukasi (apabila pasien pulang atau rawat jalan)
- Apabila anak demam segera diberikan obat penurun panas atau
-
I. Prognosis
Quo Ad Sanam, Vitam dan fungsionam: Dubia ad Bonam; jika
penatalaksaan baik dan tidak terjadi komplikasi
J. Follow Up
Tanggal
Status Pasien
Terapi
20-11-13
t: 39
RR: 36
HR: 120
21-11-13
t: 38
RR: 28
HR: 98
22-11-13
t : 37
RR : 28
HR : 98
23-11-13
t : 36,5
HR : 104
RR : 28
O2 nasal
Inf KAEN 4B 1100cc/24
Inj cefotaxim 3x350mg
Oxopect 3xcth 1/5
Luminal
PCT
Tx Lanjut
O2 off
Tx ganti PO
Periksa status gizi
BLPL
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang berhubungan
dengan demam (suhu rektal lebih dari 38oC) tanpa adanya infeksi sistem
saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit akut. Biasanya terjadi pada
anak umur 6 bulan sampai 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
B. ETIOLOGI
Kejang demam dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Anak dengan kejang demam, 24% memiliki riwayat keluarga
kejang demam dan 4% memiliki riwayat keluarga epilepsy. Kejang demam
diwariskan secara autosomal dominan. Apabila salah satu orang tua
penderita dengan riwayat kejang demam sebesar 20%-22% dan apabila ke
dua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah menderita
kejang demam maka risiko terjadi kejang demam meningkat menjadi 5964%, tetapi sebaliknya apabila kedua orang tua tidak mempunyai riwayat
kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%. Pewarisan
kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah, yaitu 27%
berbanding 7%.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya kejang demam
yaitu kejadian demam ektrakranial, usia, faktor prenatal (usia saat ibu
hamil, riwayat pre-eklamsi pada ibu, hamil primi/ multipara, pemakaian
bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia
kehamilan, partus lama, cara lahir), dan faktor postnatal (kejang akibat
toksik, trauma kepala).
C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energy otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keaadaan
normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainya,
kecuali ion klorida (Cl-)
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keaadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membrane dari sel
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan
energy dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit
atau keturunan.
Pada keaadaan demam kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkatkan 20%.
Pada seseorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi difusi dari ion Kalium
maupun Natrium melalui membrane tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehinggan dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membrane sel tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnyaambang kejang seseotang anak menderita kejang pada
kenaikkan suhu tertentu. Anak dengan ambang kejang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38oCsedangkan pada anak dengan ambang kejang yang
lebih tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Terulangnya kejang emam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulanya perlu diperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita kejang. Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan
mengenai patofisiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu:
1.
2.
3.
4.
Klinis
Durasi
Tipe kejang
Berulang dalam 1 periode (24
jam)
Defisit neurologis
Riwayat keluarga kejang
demam
Riwayat keluarga kejang tanpa
demam
Abnormalitas neurologis
sebelumnya
KD
sederhana
< 15 menit
umum
1 kali
KD
kompleks
15 menit
fokal > umum
>1 kali
4. Radiologi
Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika
ada indikasi misalnya:
a. Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi structural di otak (mikrosefali,
spastisitas)
b. Terdapat tanda peningkatan tekanan intracranial (kesadaran
menurun, muntah berulang, UUB menonjol, paresis nervus VI,
edema papilla)
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:
a.
b.
c.
d.
bulan.
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam 4 kali per tahun.
H. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan atau kelainan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospekktif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau
kejang berulang baik umum maupun fokal. Kematian karena kejang
demam tidak pernah dilaporkan.
KEJANG
KEJANG
Diazepam rectal
Di Rumah Sakit
KEJANG
Diazepam IV
Kecepatan 0,5-1mg/menit (3-5 menit)
Depresi pernafasan dapat
terjadi
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit
KEJANG
Transfer ke Ruang Intensif
1. Diazepam rectal
0,5-0,75mg/kgBB atau
Berat badan <10kg: 5mg
Berat badan >10kg: 10mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kg
PENJELASAN:
1. Bila kejang berhenti, tetapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
berdasarkan apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
bagaiman a faktor resikonya
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena (20 menit)
dicampur dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping
aritmia dan hipotensi.
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus kejang demam pada anak An. MI/ 15 bulan merupakan kejang
demam kompleks, sesuai temuan anamnesa yaitu anak kejang 2x dalam satu
periode atau 24 jam. Penyebab dari demam dimungkinkan karena infeksi pada
saluran pernafasan anak yang menimbulkan gejala batuk dan pilek. Pemeriksaan
fisik tidak didapatkan kelainan neurologi maupun tanda-tanda meningitis.
Status gizi pada anak baik. Diet pilihan untuk pasien ini adalah ASI dan
MPASI.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin ditemukan angka leukosit yang
meningkat atau leukositosis. Hal ini memberikan kesan bahwa pasien terkena
infeksi yaitu pasien mengalami batuk dan pilek yang bisa jadi merupakan et causa
kejang demam pada pasien ini.
Penatalaksanaan kejang kasus ini adalah memberikan obat profilaksis anti
konvulsi rumatan yaitu luminal 2x30mg yang bertujuan mencegah berulangnya
kejang demam. Pengobatan profilaksis ini diberikan karena pasien mengalami
kejang 2x dalam 1 periode/24 jam, sehingga pemberian dosis rumatan
direkomendasikan. Pemberian antibiotik cefotaxim 2x350mg/IV berguna untuk
BAB IV
KESIMPULAN
1. Kejang demam pada pasien merupakan kejang demam kompleks karena
terjadi 2x dalam 24 jam.
2. Penyebab dari demam dimungkinkan karena infeksi pada saluran
pernafasan anak yang menimbulkan gejala batuk dan pilek
3. Status gizi pasien termasuk kategori gizi kurang berdasarkan pengukuran
antropometri.
4. Pemberian obat profilaksis antikonvulsi rumatan bertujuan mencegah
berulangnya kejang demam. Diberikan terus menerus sampai 1 tahun
bebas kejang dan diturunkan dosisnya 1-2 bulan berikutnya.
5. Pemberian obat-obatan untuk penatalaksanaan kejang demam pada anak,
harus dipertimbangkan antara khasiat terapeutik obat dan efek
sampingnya.
6. Jenis antibiotic yang diberikan pada pasien ini adalah antibiotic
berspektrum luas yaitu golongan sefalosporin generasi ketiga.
7. Diet ASI dan MPASI disesuaikan dengan jumlah kebutuhan kalori pasien
dan kondisi penyakitnya.
8. Edukasi pada orang tua sangat penting untuk membantu keberhasilan
terapi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Antonius H, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jilid 1.
2. Deliana, M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, vol 4,
No. 2, September 2002: 59-62
3. IDAI.2005.Konsensus Penanganan
Kejang
Demam:
Unit
Kerja