Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ISBN 978-602-1099-06-3
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis
dari penerbit.
ii
Buku seri ini merupakan satu dari dua puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di 20 etnik.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan
Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal 3 Januari 2014,
dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina
Penanggung Jawab
iii
Koordinator wilayah
iv
KATA PENGANTAR
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
v
vii
ix
x
BAB 1 PENDAHULUAN
1
9
10
10
11
17
17
20
43
50
60
73
73
77
87
87
89
92
97
97
98
vii
2.9. Bahasa
2.10. Kesenian
2.11. Mata Pencaharian
2.12. Teknologi dan Peralatan
103
105
106
110
113
113
113
114
117
118
125
130
135
136
137
141
143
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
143
144
152
155
159
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi
159
160
INDEKS
DAFTAR PUSTAKA
163
170
viii
DAFTAR TABEL
ix
48
133
DAFTAR GAMBAR
4
5
20
21
22
24
25
30
32
33
34
35
44
48
51
52
53
54
55
57
66
69
xi
71
72
79
80
90
96
107
108
113
115
118
120
121
122
123
125
127
127
138
139
140
152
153
154
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
Gambar 1.1.
Peta Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyuasin.
Gambar 1.2.
Peta Kabupaten Musi Banyuasin
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyuasin
10
11
12
13
14
15
16
BAB 2
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
17
18
19
Gambar 2.1.
Peta Kecamatan Bayung Lencir
Sumber : Kecamatan Bayung Lencir
20
Gambar 2.2.
Speedboat, Transportasi Utama di Desa Muara Bahar
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar 2.3.
Kondisi Jalan Menuju Lokasi Pemukiman Suku Anak Dalam
Sumber : Dokumentasi Peneliti
22
Gambar 2.4.
Perahu Ketek, Sarana Transportasi Di Desa Muara Bahar
Sumber : Dokumentasi Peneliti
23
24
pada waktu itu kayu bahar banyak diberi jampi-jampi oleh para
dukun kampung untuk tujuan tertentu. Begitulah keadaan yang
ada pada sekitar tahun 1950-an sampai tahun 2000-an.
Penduduk Dusun Teluk Beringin sebagian besar bekerja
sebagai petani. Mereka yang mempunyai kebun kelapa sawit dan
karet, akan mengolah kebunnya. Bagi yang tidak punya kebun
sendiri, tidak sedikit yang bekerja sebagai buruh perkebunan
kelapa sawit yang kepemilikannya didominasi para pemegang
modal, baik perseorangan maupun berbentuk badan hukum
seperti Perseroan Terbatas (PT) milik swasta atau pemerintah.
Sebagian lainnya, bekerja di sektor lain seperti menjadi aparat
pemerintah, pedagang, nelayan dan jasa transportasi.
Sebelum masuk program Pemerintah, penduduk hanya
mengandalkan hasil hutan. Untuk bisa hidup, mereka tinggal
memetik dan menikmati apa saja yang ada di sekitarnya. Hutan
dan sungai merupakan nadi bagi kehidupan mereka. Hutan
tempat mereka bertempat hidup dan bergantung mencari apa
yang diperlukan di kehidupan sehari harinya, apakah itu
membuat rumah, makanan dengan buah buahan yang disediakan
di hutan dan ikan yang sudah tersedia di sungai.
Tetapi karena perubahan yang ada, pola hidup mereka
juga berubah. Pohon-pohon yang tumbuh subur di hutan tempat
mereka telah banyak dipotong. Penebangan pohon tersebut
banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan pemukiman
penduduk yang jumlahnya semakin bertambah juga untuk
pembukaan lahan sebagai perkebunan. Ada yang memang dibuka
oleh pemerintah untuk transmigrasi, relokasi masyarakat
terasing, pemekaran karena jumlah penduduk yang semakin
meningkat juga.
25
Gambar 2.5.
Hutan di Muara Bahar
Sumber : Dokumentasi Peneliti
26
27
28
29
Gambar 2.6.
PerkebunanKelapa Sawit Di Desa Muara Bahar
Sumber : Dokumentasi Peneliti
30
31
Gambar 2.7.
Gedung Sekolah Dasar Desa Muara Bahar Sebelum Direnovasi
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 2.8.
Pembangunan Sekolah Dasar (SD) Baru Sebagai Prasarana Pendidikan
Sumber : Dokumentasi Peneliti
33
Gambar 2.9.
Akses Jalan Di Desa Muara Bahar Hasil CSR
Sumber : Dokumentasi Peneliti
34
Gambar 2.10.
Parabola Sebagai Sarana Komunikasi Untuk Mengakses Informasi
Sumber : Dokumentasi Peneliti
37
38
39
40
41
42
Gambar 2.11.
Peta Kabupaten Musi Banyuasin
Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyiasin
44
45
46
punah), ikan gabus, ikan sepat, ikan mujair, dan sejenis ikan air
tawar lainnya.
Akan tetapi dengan banyaknya penebangan dan
pembukaan lahan hutan, maka sangat mempengaruhi
keragaman flora dan fauna yang pada akhirnya timbul
kepunahan. Seperti burung-burung, ular, rusa apalagi macan atau
harimau. Yang masih tersisa tinggal ular jenis kecil yang masih
banyak di kebun kebun sawit dan karet.
Kecamatan Bayung Lencir adalah salah satu kecamatan
terluas di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.
Kota-kota terdekat dari Kecamatan Bayung Lencir adalah :
1) Sekayu, merupakan Ibukota Kabupaten Musi Banyuasin
berjarak tempuh 200 Km.
2) Palembangmerupakan Ibukota Provinsi Sumatera Selatan,
204 Km.
3) Jambi merupakan Ibukota Provinsi Jambi, berjarak tempuh
70 Km.
Kondisi geografis Kecamatan Bayung Lencir merupakan
daratan dengan perbukitan, dataran, lembah dan banyak dilalui
oleh Daerah Aliran Sungai (DAS). Kecamatan yang dibelah oleh
Sungai Lalan ini banyak memiliki sungai-sungai kecil yang
bermuara pada Sungai Lalan. Sungai-sungai tersebut dijadikan
warga sebagai tempat untuk mencari mata pencaharian dan juga
sebagai sarana transportasi, karena sebagian daerah di Bayung
Lencir hanya bisa dilalui dengan melalui air dengan perahu klotok
atau orang setempat menyebutnya ketek. Bayung Lencir
berbatasan dengan desa: Sebelah Selatan Desa Simpang Bayat,
sebelah Barat Desa Muara Bahar, sebelah Timur Mendis dan
sebelah Utara dengan Senawar Jaya.
47
Gambar 2.12.
Peta Kec. Bayung Lencir
Sumber : Kecamatan Bayung Lencir
Desa
Luas (km2)
Jumlah
penddk
Kepadatan
pddk per km
Senawar jaya
168.000
6.943
22,9
Muara bahar
115.000
4.531
39,4
Sukajaya
344.000
5.737
16,7
Lubuk harjo
46.000
1.795
39,0
Pagar desa
98.000
844
8,6
Wonorejo
144.000
1.467
10,2
Pangkalan bayat
115.000
826
7,2
48
49
50
Gambar 2.13.
Bentuk Rumah Panggung di Desa Muara Bahar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 2.14.
Rumah Panggung Memakai Batu Umpak
Sumber : Dokumentasi Peneliti
52
Gambar 2.15.
Rumah Panggung Dengan Tiang Langsung Tancap Ke Tanah
Sumber : Dokumentasi Peneliti
53
Gambar 2.16.
Rumah Rakit di Desa Muara Bahar
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Saat ini hampir semua bagian rumah rakit yang ada masih
berbentuk asli, kecuali atap ijuk atau daun alang-alang yang
sudah diganti dengan seng. Lantainya pun belum berubah, masih
berbahan kayu unglen, kayu yang kuat dan sangat liat. Agar
rumah rakit dapat mengapung di atas air, bagian lantai yang
berbahan kayu harus diikat dijadikan satu dengan bambu
berukuran besar yang tersusun melingkar ke atas. Selain itu
untuk mencegah rumah agar tidak hanyut terbawa arus aliran
sungai, rumah rakit harus ditambatkan pada tiang kayu besar
yang ditanam di pinggir sungai. Sayangnya mayoritas rumah rakit
tidak juga dilengkapi kakus sehingga kotoran manusia langsung
dibuang ke sungai. Tentunya hal ini mencemari air sungai yang
juga dimanfaatkan oleh masyarakat setempat yang tinggal di
aliran sungai.
54
Gambar 2.17.
Bangunan Rumah Permanen
Sumber : Dokumentasi Peneliti
55
56
fungsinya, yaitu kayu keras sebagai tiang utama dan kayu nibung
sebagai bahan bangunan penunjang.
Pada awalnya masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara
Bahar adalah satu kelompok yang bertekad untuk mengikuti gaya
kehidupan yang diturunkan oleh nenek moyang sebaik mungkin.
Tempat pemukiman awal pada masa sebelum Suku Anak Dalam
direlokasi pemerintah adalah terdiri dari beberapa kelompok.
Pemukiman tersebut dibangun beberapa ratus meter dari
bubangan atau rumah pemimpin mereka yang biasa disebut
temenggung. Bubangan yang didiami oleh Temenggung biasanya
berbentuk bangunan panggung, dinding dari kayu, atap dari daun
dan lantainya kira-kira 2 meter tingginya dari tanah. Tempat
kediaman lain yang dikenal dengan nama sampaeon. Tempat
kediaman ini lebih sederhana, dengan lantai kira-kira setengah
meter tingginya dari tanah. Lantai dibuat dari batang kecil kayu
bulat dan atapnya dibuat dari plastik hitam yang didapat dari
pasar mingguan hari Jumat di Pasar Bayung lencir sebagai kota
kecamatan terdekat.
Gambar 2.18.
Rumah Sampaeon
Sumber: Dokumentasi Peneliti
57
58
59
60
61
62
63
64
65
Gambar 2.19.
Dukun Kubu Sedang Melakukan Upacara Besale
Sumber: Dokumentasi Peneliti.
66
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
68
Gambar 2.20.
Upacara Besale Tujuh Sale
Sumber: Dokumentasi Peneliti
69
70
Gambar 2.21.
Jerangau Bunglay dengan Gigi Ikan Tomang
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Hal yang sama juga dialami oleh ibu Atika Amelia yang
baru pertama kali hamil. Untuk menghindarkan diri dari hal-hal
yang berakibat tidak baik, ibu Atika juga memilih untuk memakai
71
Gambar 2.22.
Gelang Tangkal Untuk Anak Anak
Sumber: Dokumentasi Peneliti
72
73
75
78
BPD
Sekdes
Staf
Pelaksana Teknis
Kepala Dusun
Gambar 2.23.
Struktur Jabatan di desa Muara Bahar
Sumber: Visualisasi Peneliti
80
Gambar 2.24.
Sekretaris Desa Muara Bahar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
82
jelas apakah dia sudah janda cerai hidup ataukah belum karena
kebetulan datang dari desa lain dan hanya menikah secara adat
saja. Sementara pihak laki laki dikejar untuk segera menikahinya
dalam waktu dekat. Sehingga akhirnya pihak calon pengantin laki
laki menyerahkan permasalahan tersebut pada para tetua
terlebih dahulu yang pada akhirnya menyerahkan masalah
tersebut untuk dimusyawarahkan di rumah Pak Rahman sebagai
Ketua Dusun. Pak Rahman sebagai Ketua Dusun juga menghargai
pendapat dan masukan dari para tetua yang ada, meskipun
secara formal dialah pemimpin di desa itu, dan lebih
berpendidikan tinggi pula. Tetapi bagaimanapun juga, tetua
tetaplah dianggap lebih tahu dan mengerti secara adat
bagaimana sebaiknya mereka bersikap dan mengambil
keputusan demi kebaikan bersama.
Kepemimpinan lokal di desa sudah mengalami perubahan
tadinya dipimpin oleh para ketua adat menjadi dipimpin oleh
Kepala Desa. Ketua Adat atau dalam istilah Suku Anak Dalam
disebut tumenggung ,dan proses pengangkatannya secara
turun temurun, dalam artian apabila tumenggung yang lama
telah meninggal secara otomatis akan digantikan oleh
penerusnya yaitu anak laki lakinya, dan tidak berlaku untuk
menantunya atau anak sepupunya. Kepemimpinan desa pada
masa kini dilakukan berdasarkan pemilihan kepala desa.
Selama ini, pemilihan Kepala Desa seringkali berakhir
dengan suara bulat dari masyarakat desa. Meskipun tidak
menutup kemungkinan yang menjadi Kepala Desa adalah
keturunan juga dari Kepala Desa sebelumnya. Kepala Desa yang
sekarang ini adalah anak (keturunan) dari Kriyo Said atau kepala
desa yang sebelumnya. Kriyo Said yang memimpin sebelumnya
merupakan kepala desa seumur hidup. Karena pada waktu itu
menjadi kepala desa tidak ada batasan waktu atau periode masa
kepemimpinannya. Sehingga masa kepemimpinan beliau sampai
83
84
85
86
87
88
89
Gambar 2.25.
Acara Basuh Tangan Dukun
Sumber: Dokumentasi Peneliti
90
91
92
93
94
95
Gambar 2.26.
Upacara Pernikahan Adat Palembang
Sumber: Dokumentasi Peneliti
97
98
99
100
101
102
103
104
105
Gambar 2.27.
Petani Karet Di Muara Bahar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
107
Gambar 2.28.
Perkebunan Sawit di Muara Bahar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
109
110
111
112
BAB 3
POTRET KESEHATAN
Gambar 3.1.
Belanja Sayuran di Tukang Sayur
Sumber: Dokumentasi Peneliti
113
Gambar 3.2.
Gendang untuk Pengobatan Besale
Sumber: Dokumentasi Peneliti
115
116
117
Gambar 3.3.
Pamflet PHBS di Puskesmas Kecamatan Bayung Lencir
Sumber: Dokumentasi Peneliti
118
119
Gambar 3.4.
Jamban
Sumber : Dokumentasi Peneliti
120
Gambar 3.5.
Jamban Di Atas Sungai
Sumber : Dokumentasi Peneliti
121
Gambar 3.6.
Merokok Dalam Rumah
Sumber : Dokumentasi Peneliti
122
Gambar 3.7.
Merokok Sambil Memomong Cucu
Sumber: Dokumentasi Peneliti
123
124
Gambar 3.8.
Tuberkulosis di Puskesmas Bayung Lencir
Sumber: Puskesmas Bayung Lencir, Diolah
125
126
Gambar 3.9.
Penderita Tuberkulosis di Dusun Teluk Beringin
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 3.10.
Obat Antituberkulosis (OAT)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
127
obat sisa setiap bulan. Hal ini disebabkan karena adanya faktor
intrinsik dan faktor ektrisik. Faktor intrinsik (faktor yang tidak
perlu rangsangan dari luar, yang berasal dari diri sendiri) berupa
motivasi, keyakinan, sikap dan kepribadian dari masing-masing
responden. Sedangkan faktor ekstrisik (faktor yang perlu
rangsangan dari luar) berupa dukungan sosial dalam bentuk
dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain ataupun
teman. Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh
dalam menentukan keyakinan dan skor kesehatan individu serta
dapat juga menentukan program pengobatan yang dapat mereka
terima.
Adanya pengawasan dari petugas kesehatan merupakan
salah satu faktor ekstrisik lainnya yang dapat mempengaruhi
kepatuhan penderita dalam menjalani terapi anti tuberkulosis.
Kualitas interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien
merupakan bagian yang penting dalam menentukan kepatuhan.
Kurangnya tingkat kepatuhan penderita untuk berobat dan
meminum obat anti tuberkulosis merupakan salah satu faktor
yang
mengakibatkan meningkatnya
jumlah penderita
tuberkulosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
penderita tuberkulosis paru adalah pendidikan, pengetahuan,
sikap, pekerjaan, pendapatan, jarak pelayanan dan dukungan
Pengawas Menelan Obat (PMO).
Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung PMO. Untuk menjamin
keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO. PMO
merupakan faktor pencegah terhadap ketidakteraturan berobat.
PMO yang terbaik adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di
desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi dan lain lain.
Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO
129
130
131
132
Pre-hipertensi
Stadium 1
Stadium 2
Normal
Sumber: WHO
133
134
135
137
Gambar 3.11.
Dukun bayi keturunan Suku Anak Dalam
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Lokasi rumah dukun yang dekat dan akses jalan yang lebih
mudah ditempuh merupakan alasan lainnya melahirkan ke dukun
kampung. Biaya persalinan yang murah dengan tarif yang
terjangkau serta kurang percaya kepada tenaga kesehatan
merupakan faktor lainnya masyarakat suku anak dalam lebih
memilih melahirkan ke dukun kampung. Usia bidan desa yang
relatif masih muda dan belum berpengalaman salah satu faktor
membuat kurang percaya melahirkan ke tenaga kesehatan. Bagi
138
Gambar 3.12.
Jimat Jerangau Bunglai Pada Tangan Bayi
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar 3.13.
Kayu Pelusuh Hutan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
140
142
BAB 4
BENTENG TRADISI KESEHATAN
BUMI SERASAN SEKATE
143
144
145
146
147
148
149
150
151
Gambar 4.1.
Lading untuk Memotong Tali Pusar Bayi
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar 4.2.
Upacara Lepas Tali Pusar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
153
dimandikan ke badan bayi dan tangan ibu agar ibu dan bayi
selamat dunia dan akherat.
Gambar 4.3.
Perlengkapan Acara Basuh Tangan Dukun
Sumber : Dokumentasi Peneliti
154
155
156
157
158
BAB 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Suku Anak Dalam
Kabupaten Musi Banyuasin dapat disimpulkan bahwa dari hasil
pengamatan, informasi dan wawancara dengan masyarakat
keturunan suku anak dalam yang tinggal di desa Muara Bahar
kecamatan Bayung Lencir kabupaten Musi Banyuasin, ternyata
norma dan nilai nilai budaya masih dipegang teguh. Yang
tercermin dari masih sering diadakannya ritual-ritual budaya
seperti pada saat anak dalam kandungan, saat melahirkan
maupun pada saat ada warga masyarakat anak dalam yang
sedang terkena penyakit, yaitu besale meskipun yang
tingkatannya paling rendah karena keterbatasan dana dan
sarananya. Hal itu juga dipengaruhi dengan kurangnya akses
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.Begitu pula dengan
kegiatan gotong royong, adat sopan santun dari kaum muda
kepada yang lebih tua, terutama juga dalam hal gotong royong.
Meskipun masyarakat yang tinggal di desa Muara Bahar telah
majemuk, dengan banyaknya pendatang sesuai dengan
pembukaan lahan hutan menjadi pemukiman dan perkebunan.
Persalinan ke dukun kampung masih cukup tinggi (98 %).
Hampir sebagian besar ibu hamil masyarakat Suku Anak Dalam di
desa Muara Bahar meminta bantuan dukun dalam persalinan.
Faktor-faktor yang menjadi alasan melakukan persalinan ke
159
160
161
162
INDEKS
A
adat sopan santun 73, 76, 157
agama 6, 58, 71, 73, 76, 81,
85, 93
agresi Belanda 15
Alokasi Dana Desa 122
Amilda 146, 147, 168
Amiruddin Inoed 43
Among-among 87
anak 2, 3, 4, 6, 8, 10, 11, 15,
16, 17, 19, 22, 24, 26, 27, 35,
39, 47, 48, 57, 59, 60, 61, 64,
67, 68, 69, 70, 72, 73, 75, 76,
82, 83, 85, 87, 88, 89, 90, 91,
92, 93, 96, 97, 100, 101, 102,
107, 108, 110, 112, 113, 114,
123, 124, 126, 133, 136, 137,
139, 141, 143, 144, 146, 153,
155, 157
analisis 13, 14
angker 58
animisme 57, 58
ante natal care 115, 134
ASEAN 3
Austronesia 54
B
Balai Arkeologi Palembang 53
balay 61
balita 3, 11, 12, 70, 117
basuh tangan dukun 151, 152
Batang Merangin 17
Batang Tembesi 17
Batin Sembilan 18
bayi 2, 3, 57, 87, 88, 89, 90,
117, 121, 134, 136, 137, 141,
142, 144, 145, 146, 147, 148,
149, 150, 151, 152, 153, 154,
155, 168
bencana 3, 84
bersih desa 81
besale 35, 58, 63, 64, 65, 66,
67, 83, 113, 114, 139
bilateral 72, 74
biologis 8, 97
bubangan 54
budaya 1, 2, 9, 10, 11, 12, 14,
34, 35, 36, 37, 38, 46, 54, 71,
101, 103, 107, 133, 134, 141,
145, 147, 149, 157, 159
Budaya Kesehatan 133
Bumi Serasan Sekate 41
163
C
Canang 77
catatan lapangan 13
Corporate Social Responsibility
32
culture-bound 11
curah hujan 43
E
D
Daerah Aliran Sungai 45
data primer 11
data sekunder 9, 11, 12
dataran tinggi 44
Departemen Kesehatan 2, 3,
168, 169
desa Muara Bahar 6, 10, 11,
19, 21, 29, 31, 32, 33, 34, 40,
47, 48, 51, 52, 54, 57, 58, 62,
71, 74, 76, 78, 83, 85, 88, 90,
91, 98, 99, 100, 101, 102,
105, 108, 114, 117, 119, 133,
135, 143, 145, 147, 149, 157,
158
Dewa 57, 60, 61, 62
difusi 36, 37, 47
difusi inovasi 37
dinamisme 57
Dinas Kesehatan 4, 5, 7, 9, 11,
12, 41, 119, 144, 166, 169
Dinas Pariwisata 103
164
Ego 74
eksploratif 10
emerging diseases 8
Emzir 10, 13, 169
etnik 1, 6, 9
etnografi 10, 11, 21
F
fauna 43, 44
flora 43, 44
G
gangguan kesehatan 1, 10, 99
Geografi 41
gizi buruk 3
global emergency 7
gotong royong 34, 35, 85, 157
H
hamil 11, 12, 64, 69, 70, 81,
88, 112, 113, 115, 120, 121,
123, 124, 135, 137, 138, 140,
141, 142, 143, 144, 148, 157,
158, 170
hantu 57
hentew 62
hidrologi 43
high burden countries 7, 8
hipertensi 4, 130, 131, 132,
133, 158
Hipertensi 129, 131, 132, 133
hutan 6, 15, 16, 17, 23, 24, 25,
26, 27, 29, 36, 43, 44, 46, 47,
48, 55, 56, 57, 59, 60, 61, 63,
64, 70, 76, 77, 89, 96, 105,
106, 135, 137, 139, 157, 158
I
ibu 2, 3, 4, 6, 11, 24, 27, 41,
64, 69, 70, 72, 73, 74, 75, 87,
88, 89, 93, 99, 112, 113, 115,
120, 121, 122, 123, 124, 134,
135, 137, 138, 140, 141, 142,
143, 144, 145, 146, 147, 148,
149, 151, 152, 153, 154, 157,
158, 168, 170
Indonesia 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 15,
18, 43, 47, 66, 102, 103, 114,
130, 134, 168, 169, 170
J
jampi jampi 69
jemalang 65
jerango bungle 90
jiwa 7, 41, 47, 59, 61, 85, 135
Johan Weintre 18, 62, 169
Juliwanto 146, 147, 170
K
kakus 52, 53, 110, 117
kardiovaskuler 7
karet 5, 20, 23, 27, 28, 29, 36,
39, 40, 42, 43, 44, 46, 56, 57,
80, 91, 105, 107, 119
kayu unglen 48
Kayu bahar 22
kearifan lokal 1
Kecamatan Bayung Lencir 6,
10, 11, 18, 19, 45, 58, 71,
116, 148, 166
kekuatan ghaib 59, 67, 68
kelahiran hidup 2, 3
165
Kelompok Konservasi 6, 47
keluarga miskin 2
kemandirian 2
kematian ibu 2, 134
Kependudukan 41
kepercayaan 2, 14, 57, 58, 59,
63, 67, 68, 71, 87, 96, 147
Kerajaan Sriwijaya 54
kesehatan masyarakat 1, 3,
117
Kesehatan Reproduksi 112
Kesenian 103
khatam Quran 93
Koentjoroningrat 61, 63
Komoditas utama 43
koncek bawang 93
kosmologi 60
Kota Randik 41
kredibilitas 13
kriyo 77, 78, 83
L
Legenda 15
Lingkaran Hidup 87
lokasi penelitian 9, 10, 13, 115
M
makanan 8, 23, 44, 56, 61, 62,
93, 94, 96, 98, 110, 111, 114,
125, 129, 140, 142, 153, 154,
155
166
malaria 10
Mangku 77
masyarakat 1, 3, 7, 8, 9, 11,
15, 16, 18, 22, 24, 25, 26, 28,
29, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38,
39, 40, 43, 46, 48, 49, 52, 53,
54, 56, 57, 58, 59, 61, 62, 67,
68, 71, 72, 73, 76, 79, 80, 81,
82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 90,
95, 97, 98, 99, 100, 101, 103,
105, 106, 108, 110, 111, 112,
114, 116, 117, 118, 119, 120,
121, 122, 123, 128, 133, 135,
136, 139, 140, 141, 143, 145,
147, 148, 149, 153, 157, 158,
159, 168
Mata Pencaharian 105
matrilineal 72
melangun 55, 62
Melayu 18, 60, 61, 102
menyusui 11, 12, 120, 121,
123, 124, 149, 155, 158
merokok 117, 120, 121, 122,
123, 124, 158, 159
migrasi 43
Millenium Development Goals
(MDGs) 2
Moleong 13, 170
Muara 6, 7, 10, 11, 12, 19, 20,
21, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29,
30, 31, 32, 33, 34, 35, 39, 40,
41, 46, 47, 48, 49, 51, 52, 54,
57, 58, 62, 71, 73, 74, 75, 76,
N
nenek moyang 33, 47, 54, 61,
67, 106, 120, 124, 158
nifas 11, 12, 144, 149
nilai budaya 34, 35, 38
nomaden 24
O
observasi partisipatif 11
orang kubu 6, 16, 27, 61, 64
orang Rimba 60
Organisasi Sosial 71, 169
organosol 43
P
Palembang 6, 43, 45, 53, 94,
102
Panglima Bambu Kuning 15,
16
partisipasi masyarakat 122
patrilineal 72
pedoman wawancara 11
pelayanan kesehatan 3, 8, 9,
133, 134, 143, 144, 145, 146,
148, 157, 170
Pelayanan Kesehatan Modern
134
pelayanan kesehatan
tradisional 133
pelet 67, 68, 69
pembangunan kesehatan 2, 3
pemberdayaan 2, 122
pembukaan ladang 25
pembukaan lahan perkebunan
29, 39, 46
penafsiran data 14
Pencarian pengobatan 1
pendidikan 31, 32, 35, 39, 40,
76, 84, 91, 97, 101, 115, 127,
147
penelitian kualitatif 10
pengetahuan 2, 10, 85, 91,
127, 144, 147, 170
Pengetahuan Tentang Alam
95
penjilat burit 57
167
R
Raja Nyawa 59
Rawas 15, 16, 17, 41
Religi 57
relokasi 24, 25, 26
168
S
sampaeon 54
sanitasi 4, 53, 110, 118, 119
sarana transportasi 21, 46, 48
Sarolangun 6, 24, 47
sawit 5, 20, 23, 27, 28, 29, 32,
36, 39, 40, 42, 43, 44, 57, 91,
101, 105, 107, 115, 117, 119,
142, 154
sedekah desa 81
Sekayu 5, 18, 41, 42, 45
self treatment 1
senggugut 112, 113, 140
senjang 103, 104, 171
sesajian 59, 63, 65
Sistem Kekerabatan 71
sistem plasma inti 43
U
UKBM 122
Undang-Undang 2
usia lanjut 2
usia subur 11, 12
W
Warung Informasi Konservsi 6
wawancara mendalam 11
WHO 7, 8, 131
Wirasaputra 34
T
Taman Nasional Bukit Duabelas
47
169
DAFTAR PUSTAKA
170
171
2010
February
5].
Available
from:http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%2
02/Anwar2_1.pdf.
Johan Weintre, 2003, Organisasi Sosial dan Kebudayaan
Kelompok Minoritas Indonesia (SAD di Sumatra),Tesis
Fakultas Sastra University of New England Australia.
Juliwanto E. 2010, Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
memilih penolong persalinan pada ibu hamil di kecamatan
Babul Rahmah kabupaten Aceh Tenggara tahun 2008.
c2008 [cited 2010 January 9]. Available from
:http://library.usu.ac.id/index.php?
option=com_journal_review&id=13680&task=view
Moleong, JL.2001, Metodologi Penelitian Kualitatif (third edition),
PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mulyanto, dkk,1995, Buletin Manusia dan kebudayaan, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya.
Oktarina H. 2008, Hubungan tingkat pengetahuan tentang infeksi
dan penolong persalinan dengan sikap ibu dalam pemilihan
penolong persalinan di desa Kebun Gulo Boyolali tahun
2008. c2008 [cited 2010 March 15]. Available from:
http://skripsistikes.wordpress.com/2009/05/01/hubungantingkatpengetahuan-tentang-infeksi-dan-penolongpersalinan-dengan-sikap-ibudalam-pemilihan-penolongpersalinan-di-desa-kebon-guloPerhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2002, Tuberkulosis,
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia,
Prapti I. Y.,2003, Studi Kohor Tata Laksana Diagnosa dan
Pengobatan
PrimerKomplek
Tuberkulosis.
Badan
Litbangkes.
172
173
174