Vous êtes sur la page 1sur 5

ANALISIS STUDI KASUS

CASE STUDY: THE TYLENOL TALE


Oleh: Laily Indah SejatiUniversitas Brawijaya
Ilmu Komunikasi Public Relations (125120200111071)
Isu adalah sebuah titik awal yang berpotensi memunculkan konflik
antara organisasi dan publiknya (Gaunt & Ollenburger, dalam Kriyantono
2012, h. 152). Isu yang dialami oleh Johnson adalah isu mengenai isu
kesehatan dan keamanan produk. Tylenol produksi Johnson dianggap sebagai
produk berbahaya karena telah terkontaminasi sianida dan menyebabkan
kematian di daerah Chicago pada bulan September 1982.
Sumber isu yang dialami Johnson menurut (Gaunt & Ollenburger,
dalam Kriyantono, 2012 h. 157) merupakan isu eksternal, isu berkembang di
luar organisasi yang berpengaruh secara langsung maupun tak langsung
pada aktivitas organisasi. Menyebarnya informasi terkontaminasinya Tylenol
secara luas menyebabkan sebanyak 250 kematian dan penyakit di berbagai
bagian Amerika Serikat dicurigai sebagai bagian dari isu yang tersebar luas
ini, padahal awalnya hanya tiga kematian akibat keracunan sianida dikaitkan
dengan kapsul. Juga merupakan isu internal, karena memang terbukti
terdapat produk Tylenol yang terkontaminasi Sianida dan menyebabkan
kematian.
Implikasi yang didapatkan oleh perusahaan Johnson tergolong isu
defensive, karena isu yang berkembang cenderung sebagai ancaman bagi
perusahaan tersebut (Harrison, dalam Kriyantono h. 158). Survei
menunjukkan kemudian bahwa 94 persen konsumen menyadari Tylenol
dikaitkan dengan keracunan, dan jelas isu ini merugikan bagi pihak Johnson.
Berdasarkan luas masalah yang terjadi menurut klasifikasi Harrison, (dalam
Kriyantono 2012, h. 158), isu yang terjadi merupakan isu universal, karena
isu mempengaruhi banyak orang secara langsung, bersifat umum, dan
berpotensi mempengaruhi secara personal. Isu berkaitan dengan kesehatan
dan keamanan produk, serta kekhawatiran masyarakat terkait beredarnya
Tylenol yang telah terkontaminasi sianida yang dapat membahayakan dan
menyebabkan kematian. Apalagi setelah alarm (isu) telah menyebar luas,
Survei menunjukkan bahwa 94 persen konsumen menyadari Tylenol
dikaitkan dengan keracunan.
Perusahaan Johnson mengalami beberapa tahapan isu berdasarkan
tahapan dalam Kriyantono (2012, h. 159), yaitu:
a.
Tahapan Origin (potential stage). Pada tahap ini, seseorang atau
kelompok mengekpresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini.
Tahap ini terjadi saat Tylenol terkontaminasi sianida dan menyebabkan
kematian di daerah Chicago pada bulan September 1982.

b.
Tahapan Mediation and Amplification (Imminent stage/emerging).
Pada tahap ini, isu berkembang karena isu-isu tersebut telah mempunyai
dukungan publik, yaitu ada kelompok-kelompok yang lain saling mendukung
dan memberikan perhatian. Menyebarnya informasi terkontaminasinya
Tylenol secara luas menyebabkan sebanyak 250 kematian dan penyakit di
berbagai bagian Amerika Serikat dicurigai sebagai bagian dari isu yang
tersebar luas ini, padahal awalnya hanya tiga kematian akibat keracunan
sianida dikaitkan dengan kapsul.
c.
Tahapan Organization. Terdapat dua tahapan yaitu: Current
stage, isu berkembang menjadi lebih populer karena media massa
memberitakannya berulang kali dalam skala besar, dan Critical stage dimana
ada pihak setuju dan menentang yang mana mereka saling mempengaruhi
kebijakan untuk semakin terlibat. Current stage terjadi saat banyak sekali
pertanyaan media yang masuk pada Johnson, yaitu hingga mencapai lebih
dari 2.500 login. Critical stage ditunjukkan saat setelah pengujian 8 juta
tablet, Johnson & Johnson menemukan tidak lebih dari 75 tablet yang
terkontaminasi, semua dari satu kumpulan. Korban tewas terakhir adalah
tujuh, semua di daerah Chicago, tapi alarm telah menyebar secara nasional.
Survei menunjukkan bahwa 94 persen konsumen menyadari Tylenol
dikaitkan dengan keracunan, sedangkan sisanya yaitu hanya 6 persen
menganggap sebaliknya.
d.
Tahapan resolution (dormant stage). Pada tahap ini, pada
dasarnya organisasi mampu mengelola masalah dengan baik (setidaknya,
masyarakat puas karena mendapatkan "jawaban untuk pertanyaan mereka"
berhubungan dengan masalah); paparan media menurun, perhatian publik
turun; waktu berlalu, solusi dari organisasi atau pemerintah sehingga
masalah ini diasumsikan berakhir. Johnson segera mengambil keputusannya
untuk mengantisipasi yang terburuk, menerapkan crisis plan yang
mempercayai bahwa yang menjadi perhatian pertama harus untuk publik
dan pelanggan, paham yang akhirnya menyelamatkan reputasinya.
Perusahaan dikabarkan menghabiskan setengah juta dolar peringatan
dokter, rumah sakit dan distributor dari kemungkinan terajadinya bahaya.
Johnson memilih momen yang sangat tepat untuk meluncurkan produknya
kembali, yaitu saat pemerintah AS, pemerintah lokal di Chicago dan tempat
lain yang mendorong undang-undang keamanan obat baru. Johnson &
Johnson melihat peluang pemasaran dan membawanya dengan merayap
keluar pesaingnya dalam $ 1,2 miliar pasar analgesik. Ini adalah yang
pertama di industri, setelah recall, untuk menanggapi 'mandat nasional
untuk kemasan tamper-resistant dan peraturan baru yang diberlakukan oleh
US Food and Drug Administration. Johnson & Johnson kemudian melanjutkan
untuk meluncurkan produk.
Kriyantono (2012) pun mengungkapkan beberapa tahapan krisis yang
akan langsung menjelaskan kronologi krisis yang dialami oleh Johnson:

1. Pra Krisis, merupakan tahapan yang terdapat istilah prodomal yang


merupakan gejala yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Jika gejala ini
diabaikan, krisis akan memburuk. Manajemen isu dibutuhkan pada tahap ini
sebagai bagian dari perencanaan krisis (crisis plan). Hal ini terjadi saat
Tylenol
terkontaminasi sianida dan menyebabkan kematian di daerah
Chicago pada bulan September 1982.
2. Krisis, perusahaan tidak dapat menangani situasi. Tahap ini masuk
pada tahap critical dalam tahapan isu (issue life cycle). Menyebarnya
informasi terkontaminasinya Tylenol secara luas menyebabkan sebanyak 250
kematian dan penyakit di berbagai bagian Amerika Serikat dicurigai sebagai
bagian dari isu yang tersebar luas ini, padahal awalnya hanya tiga kematian
akibat keracunan sianida dikaitkan dengan kapsul. Adanya survey yang
menunjukkan bahwa 94 persen konsumen menyadari Tylenol dikaitkan
dengan keracunan, hal ini berarti terdapat kekhawatiran dan ketakutan
masyarakat yang besar terhadap beredarnya produk Tylenol.
3. Pasca Krisis, ini merupakan tahapan pemulihan, dimana krisis telah
terjadi dan saat penentuan apakah perusahaan mampu mempertahankan
reputasi atau kehilangannya, apakah mereka gagal atau berhasil dalam
memanajemen
isu yang
menimpa,
dan
menjadikannya
sebagai
pembelajaran di kemudian hari. Johnson segera mengambil keputusannya
untuk mengantisipasi yang terburuk, menerapkan crisis plan yang
mempercayai bahwa yang menjadi perhatian pertama harus untuk publik
dan pelanggan, paham yang akhirnya menyelamatkan reputasinya.
Perusahaan dikabarkan menghabiskan setengah juta dolar peringatan
dokter, rumah sakit dan distributor dari kemungkinan terajadinya bahaya.
Johnson memilih momen yang sangat tepat untuk meluncurkan produknya
kembali, yaitu saat pemerintah AS, pemerintah lokal di Chicago dan tempat
lain yang mendorong undang-undang keamanan obat baru. Johnson &
Johnson melihat peluang pemasaran dan membawanya dengan merayap
keluar pesaingnya dalam $ 1,2 miliar pasar analgesik. Ini adalah yang
pertama di industri, setelah recall, untuk menanggapi 'mandat nasional
untuk kemasan tamper-resistant dan peraturan baru yang diberlakukan oleh
US Food and Drug Administration. Johnson & Johnson kemudian melanjutkan
untuk meluncurkan produk dan memenangkan Silver Anvil Award dari Public
Relations Society of America untuk penanganan krisis. Dalam lima bulan
bencana, perusahaan telah pulih 70 persen dari yang saham sepertiga dari
pasar yang besar ini.
Dari kasus di atas, perusahaan terbukti telah menerapkan prinsip
worst case/possibility scenario yang menjadi kunci keberhasilan kasus
Tylenol ini dapat ditangani. Perusahaan telah memberi respon cepat dengan
segera menarik dan melakukan pengujian serentak terhadap 8 juta
produknya dan hanya menemukan sebanyak 75 yang terkontaminasi.
Johnson juga terbukti telah memprioritaskan kepentingan publik dan
pelanggannya sebagai perhatian utama. Hingga Wall Street Jurnal menulis
'perusahaan memilih untuk mengambil kerugian besar daripada mengekspos

siapa pun untuk risiko lebih lanjut, yang artinya perusahaan meletakkan
prioritas utama pada keselamatan publiknya, upaya mencari penyebab krisis
dilakukan segera mungkin setelah itu. Dengan demikian Johnson telah
memenuhi harapan publiknya, melakukan tindakan tepat dengan mampu
meminimalisir efek dari krisis yang terjadi.
Johnson memiliki rencana komunikasi krisis yang baik, sesuai dengan
prinsip pertama dalam manajemen krisis yaitu mengacu pada keselamatan
publik (Kriyantono 2012, h. 189), beberapa diantaranya:
1. Mengurangi risiko muncul kepanikan publik dan spekulasi-spekulasi
khususnya yang muncul di awal krisis, dengan segera setelah Tylenol
diketahui terkontaminasi sianida dan menyebabkan kematian di
Chicago, Johnson menarik dan melakukan pengujian serentak terhadap
8 juta produknya.
2. Mengurangi risiko kekhawatiran publik, dengan rela mengeluarkan
biaya besar untuk meminimalisir adanya korban lanjutan, perusahaan
dikabarkan menghabiskan setengah juta dolar untuk peringatan
dokter, rumah sakit dan distributor dari bahaya yang mungkin bisa
terjadi. Perusahaan juga menahan untuk tidak meluncurkan
produknya, hingga saat momen yang tepat dengan jaminan adanya
undang-undang keamanan obat baru.
3. Menjalin komunikasi dan kerjasama dengan publik dan pihak terkait,
seperti pemerintah dan media. Aksi Johnson dalam menangani krisis
sempat disorot. i oleh Wall Street Journal, dan segera setalah
pemerintah mengeluarkan undang-undang keamanan obat baru,
Johnson meluncurkan produk Tylenol kemasan anti racun
4. Perusahaan menghidari untuk menyalahkan pihak-pihak tertentu,
langsung melakukan tindakan meneliti dengan cermat penyebab
terjadinya krisis dan meletakkan keselamatan serta kepentingan publik
sebagai prioritas utama.
Perusahaan dianggap telah bijaksana dalam pendekatan komunikasi
dan hukum, seperti banyak dijelaskan di atas, perusahaan mengambil sikap
tepat menempatkan publik sebagai prioritas utama penanganan krisis,
meminimalisir adanya korban lanjutan, dan dengan segera menanggapi
peraturan baru yang diberlakukan oleh US Food and Drug Administration
dengan meluncurkan produk Tylenol kembali, dengan kemasan anti racun.
Langkah yang diambil oleh perusahaan Johnson sangat tepat, terbukti
dengan diperolehnya Silver Anvil Award dari Public Relations Society of
America untuk penanganan krisis. Dalam lima bulan bencana, perusahaan
juga berhasil pulih hingga 70 persen.

Vous aimerez peut-être aussi