Vous êtes sur la page 1sur 6

STRATEGI ALIANSI STRATEJIK

10.1 FAKTOR PENDORONG ALIANSI STRATEJIK


Aliansi stratejik (strategic alliance) merupakan fenomena yang sedang naik daun. Setidaknya,
sebuah jurnal bisnis terkemuka, Harvard Business Review, edisi Juli-Agustus 1994, memuat
beberapa artikel yang secara khusus membahas seni dan praktik aliansi bisnis. Fenomena aliansi
ini memang bukan yang baru, yang barangkali baru adalah skala cakupannya, menjamurnya, dan
fakta bahwa aliansi menjadi strategi central bagi banyak perusahaan dalam era globalisasi
ekonomi. Argumentasinya sederhana.
Salah satu bentuk kerja sama yang dilakukan adalah melalui aliansi stratejik. Kerja sama
dalam bentuk aliansi akan membawa banyak manfaat bagi perusahaan. Salah satu kecenderungan
yang amat mencolok dalam ekonomi global dewasa ini adalah pertumbuhan dan penyebaran
aliansi stratejik dengan berbagai bentuk kolaborasinya, baik antar perusahaan maupun antargrup
dalam skala internasional. Untuk bersaing dalam arena global, siapa pun tidak dapat
menanggung biaya tetap yang sedemikian besar. Biaya dan risiko untuk mendirikan jaringan
distribusi, logistic, manufaktur, penjualan, dan litbang di setiap pasar kunci di seluruh dunia akan
menjadi sangat besar bila ditanggung sendiri.
Menurut Kenichi Ohmae (1989), bahwa syarat yang diperlukan dalam aliansi adalah
bergesernya focus perhatian dari ROI (Return On Inveestment) menjadi ROS (Return On Sale).
Kesimpulan Ohmae ini sejalan dengan pengamatan Sasaki (1993) menganai aktivitas kolaborasi
jepang sejak dasawarsa 1950-an yang berubah dari mula-mula memusatkan diri terutama untuk
mendapatkan technological know-how dari luar negeri menjadi memfokuskan pada pertumbuhan
penjualan pasar di dunia.
Tujuan utama aliansi stratejik adalah memungkinkan suatu perusahaan atau grup untuk
mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai dengan usaha sendiri. Dengan lain , suatu
aliansi selalu membagi risiko sekaligus keuntungan dengan cara menanggung pengambilan
keputusan bersama untuk bidang tertentu. Karena itu, aliansi stratejik tidak sama dengan merger.
Dapat juga dimengerti bahwa alas an rasional ditempunya aliansi stratejik adalah memanfaatkan
keunggulan suatu perusahaan dan mengompensasi kelemahannya dengan keunggulan yang
dimiliki sang mitra bisnis. Asliansi stratejik dapat terjadi dalam bidang litbang, hingga
pengolahan, distribusi, atau pemasaran.
Menyimpulkan bahwa adanya 3 aspek fundamental dari aliansi bisnis :
1. Aliansi harus membawa manfaat bagi mitra kerja yang terlibat, namun aliansi tidak hanya
sekedar perjanjian.
2. Aliansi berarti kolaborasi (menciptakan nilai baru secara bersama-sama) dan tidak hanya sekedar
pertukaran (mendapatkan suatu pengembalian atas apa yang anda berikan).
3. Pelaku aliansi tidak dapat dikontrol oleh system yang formal namun memerlukan jaringan
keterkaitan interpersonal dan infrastruktur internal yang meningkatkan proses belajar.

10.1.1 Faktor-Faktor Eksternal

Dunning (1995) mengatakan bahwa perubahan lingkungan eksternal ini mencerminkan


ketidakmampuan sumber daya internal untuk mencapai keunggulan kompetitif. Oleh karena itu,
dalam rangka memperoleh pemahaman yang lengkap mengenai gerakan dan strategi kompetitif
suatu perusahaan,. Narula dan Dunning (1998) menjelaskan dimensi perubahan lingkungan
eksternal yang mendorong aliansi adalah sebagai berikut :
1. Proses globalisasi menjadi kekuatan utama dibalik pertumbuhan aktivitas nilai tambah lintas
batas Negara, yang pada gilirannya meningkatkan saling ketergantungan ekonomi.
Perkembangan globalisasi membawa serangkaian reaksi, tetapi melalui apa yang telah disebut
alliance capitalism.
2. Meningkatkan internasionalisasi dan persaingan menimbulkan kebutuhan untuk bekerja sama
secara regional. Di samping itu, karena keseluruhan bisnis adalah local.
3. Perkembangan teknologi yang cepat, siklus umur produk yang lebih pendek, dan kenaikan biaya
litbang (R&D) telah mendorong perusahaan-perusahaan untuk mewujudkan riset bersama dan
berbagai sumber daya yang langka.
4. Munculnya banyak pesaing baru dalam bisnis tradisional telah memaksa perusahaan yang ada
untuk membina hubungan dan memperluas jaringan yang erat.
5. Pergeseran produk menuju kompetensi memaksa perusahaan untuk keluar dan mencari
pengetahuan yang saling melengkapi dan kompetensi yang baru.

10.1.2 Faktor-faktor Internal yang Menjadi Motif dan Tujuan Aliansi


Dapat dijelaskan oleh kondisi internal dan eksternal perusahaan. Rangsangan utama untuk
beraliansi adalah kebutuhan untuk bekerja sama untuk mencapai fleksibilitas, kompetensi inti,
dan insetif yang berasal dati otonomi, pada waktu yang sama memanfaatkan sumber daya yang
saling melengkapi bagi pembelanjaan dan efisiensi.
Motif dan Tujuan dibentuknya aliansi stratejik :
1. Teknologi (know-how)
2. Asset financial
3. Persaingan
4. Akses pada segmen pasar
5. Akses terhadap input, output, dan pengalaman manajemen
6. Sumber daya dan kapabilitas yang saling melengkapi

10.2 KELEBIHAN DAN KERUGIAN ALIANSI


dalam beberapa hal, aliansi berhasil melakukannya, namun kebanyakan yang lainnya tidak. Ini
table dari kelebihan dan kelemahan strategi aliansi.
KELEBIHAN
Akses terhadap aset pelengkap

KELEMAHAN
Kurangnya kontrol

Kecepatan

Membantu pesaing potensial


Kelangsungan jangka panjang dipertanyakan
Sukar untuk mengintegrasikan pembelajaran

10.2.1 Kelebihan
Kelebihan dari strategi aliansi bermacam-macam. Terutama difokuskan pada pegabungan sumber
daya untuk dapat berkompetisi di bisnis yang baru. Aliansi biasanya muncul ketika perusahaan
mempunyai sumber daya yang mampu member nilai agar dapat masuk ke bisnis baru. Misalnya
saja perusahaan-perusahaan Jepang pada tahu 1970-an dan 1980-an.

10.2.2 Kelemahan
Dalam kelemahan strategi aliansi ini berkaitan dengan masalah kepemimpinan, kontribusi
dengan rekan aliansi, pengawasan kontribusi, dan strategi dalam bisnis. Aliansi dapat berhasil
apabila di dalam\bekerja sama mempunyai tujuan untuk pemenuhan sumber daya memperoleh
akses terhadap aset dan kemampuan yang tidak dimiliki perusahaan atau pembagian biaya dan
risiko secara umum. Biasanya aliansi didesain sebagai hubungan jangka pendek, karena aliansi
dianggap sebagai bentuk strategi yang lemah apabila diterapkan untuk jangka panjang.

10.3 PETA GLOBAL ALIANSI STRATEJIK


Secara umum aliansi stratejik dalam skala global dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu :
1. Aliansi patungan (alliance joint venture), dengan cirri mitra kerja (partner) tetap sebagai badan
usaha yang terpisah.
2. Aliansi khusus fungsional (funcitional-spesific alliance), dengan cirri tidak terjadi pemisahaan
badan hokum dan aliansi terbatas pada satu atau beberapa fungsi khusus tertentu.
Perbedaan kedua kategori aliansi ini dapat dilihat dibawah ini :
Alliance Joint Ventures

Fungsional-Specifik Competitive Alliances

Badan hokum terpisah dengan, atau kadangkadang tanpa kontribusi ekuitas.

Badan hokum tidak terpisah

Kerja sama dapat terbatas pada suatu fungsi


atau mencakup fungsi yang luas.

Kerja sama terbatas pada satu atau sejumlah


fungsi tertentu, misalnya : (a) dalam litbang
(kerja sama dalam riset produk baru dan
teknologi; (b) persetujuan distribusi silang
(perluasan produk tertentu dengan memasarkan
produk perusahaan lain dalam suatu pasar
terntu; (c) persetujuan lisensi silang, hanya
ditambahkan kemungkinan menciptakan
standar global untuk teknologi tertentu; (d)
persetujuan kerja sama manufaktur (untuk
mencapai skala ekonomis dan mengatasi
kekurangan/kelebihan kapasitas produksi; (e)

joint bidding
Adalah umum bagi partner untuk bekerja
sama dalam suatu produk atau segmen pasar
tertentu, sementara pada saat yang sama tetap
beroperasi sebagai pesaing di pasar yang lain.
Yang paling terpopuler dipraktikan adalah aliansi patungan (joint ventures), yaitu kerja
sama bisnis di mana satu atau lebih perusahaan bergabungan bersama untuk menangi
satu/beberapa jenis operasi . patungan pada dilakukan antara dua perusahaan, suatu perusahaan
dengna pemerintah, atau suatu perusahaan transnasional (TNC) (Kuncoro,1994) dengan pelaku
bisnis local. Contoh actual adalah 65 partner dalam Inmarsat, yaitu suatu konsorsium yang
mengoperasikan suatu satelit komunikasi yang secara simultan berperan sebagai pemilik yang
menginvestasikan modal sebagai pelanggan yang memanfaatkan satelit, sebagai pemasok
teknologi, sebagai regulator yang menetapkan kebijakan, dan sekaligus sebagai pesaing yang
menawarkan jasa seperti Inmarsat.
Patut dicatat, dalam setiap kontrak patungan beberapa cirri sebagai berikut biasanya dianut,
yaitu:
1. Kontribusi oleh partner dalam uang, property, usaha, pengetahuan, skill, atau aset lain adalah
bentuk yang umum.
2. Kerja sama dalam property sering dimasukkan dalam patungan.
3. Hak untuk saling mengontrol manajemen perusahaan.
4. Harapan akan keuntungan (presence of adventure).
5. Hak untuk berbagai keuntungan.
6. Tujuan biasanya dibatasi menjadi satu keterlibatan atau ad hoc enterprise.
Beberapa contoh usaha patungan dan tujuannya
Partner
AT&T/Olivetti

Produk
komputer

Tujuan Stratejik
Pasar internasional

Boeing/Mitsubisi/fuji/Kawasaki Pesawat kecil

Menekan biaya, berbagai teknologi

Corning/Ciba-Geigy

Peralatan lab

Pasar baru

Ford/Measurex

Otomatisasi pabrik

Menekan bioaya

GM/Toyota

Mobil

Menekan biaya

GTE/Fujitsu

Peralatan komunikasi

Menekan biaya, meningkatkan pemasaran

Kodak/Cetus

Diagnostic bioteknologi

Pasar baru, distribusi lebih baik

3M/Harris

Mesin fotokopi

Meningkatkan pemasaran

US,Steel/Pohon Iron&Steel

Baja

Meningkatkan modal, ekspansi pasar

Westinghouse/GE

Semikonduktor power

Menekan biaya, meningkatkan pemasaran

Boleh dikatakan hampir semua produsen mobil eropa terlibat dalam perjanjian aliansi.
Sebagai contoh, fiat dan Peugeot berkolaborasi dalam memproduksi mesin dan komponen : fiat
dan Volvo juga mempunyai hubungan yang erat.
10.4 ALIANSI STRATEJIK ANTARA KLM DAN NORTWEST
Sejarah mencatat, aliansi KLM dan Northwest merupakan aliansi maskapai penerbangan yang pertama didunia yang
amat terintegrasi, saling menguntungkan, namun tetap beroperasi sebagai perusahaan yang terpisah. Kemitraan
antara kedua maskapai penerbangan ini dimulai pada tahun 1989 ktika KLM mengakusisi 19,3% saham Northwest.
Mengapa Aliansi ?
Kemitraan antara KLM dan Northwest dimulai pada tahun 1991. Dua alasan mengapa KLM dan Northwest memilih
patungan tanpa menciptakan perusahaan baru (Wahyuni, 2003: 171-2). Perama, untuk memaksimalkan jaringan dan
memberikan pilihan jalur penerbangan yang paling efisien kepada para pelanggan. Kedua, peraturan industri
penerbangan tidak mendorong kedua perusahaan ini untuk membentukan patungan murni dengan badan hukum
baru.
Dari sisi KLM,alasan aliansi adalah mencari cara untuk memperluas jaringannya dan dapat bertahan dalam
persaingan global.
Northwest adalah perusahaan penerbangan dari Amerika Utara yang memulai operasinya pada tahun 1926.
Perusahaan ini memiliki 48.708 karyawan, memiliki 40 tujuan internasional dengan armada 428 pesawat dan
mengangkut 54,7 juta penumpang pada tahun 2001. Perusahaan AS tertua ini merupakan maskapai penerbangan
terbesar keempat didunia. Ada 3 alasan yang mendasari keputusan manajemen KLM. Pertama dilihat dari cakupan
bisnis,Northwest memiliki kombinasi yang kuat dalam penumpang dan kargo, yang juga merupakan bisnis inti
KLM. Kedua, mengingat potensi pasar pasifik, sangat penting bagi KLM untuk mengombinasikan pasar di AS,
Eropa dan Pasifik. Ketiga, pada waktu itu Northwest merupakan maskapi internasional Amerika yang memiliki
pengalaman yang cukup dibandingkan maskapai Amerika yang lain seperti Delta dan United Airlines.
Fase Operasional
Untuk mengelola dan mengkoordinasi aktivitas aliansi ini, kedua maskapai penerbangan sepakat
mendirikan Alliance Steering committee dan sejumlah tim keja, yang terdiri dari subbisnis penumpang,keuangan,
operasi dan kargo secara teratur mengadakan pertenuan setiap 3 bulan di Amsterdam atau Minneapolis.
Kontribusi Mitra Bisnis
Adanya perbedaan kontribusi kapasitas tidak menyebabkan perbedaan konflik karena mereka secara bersama
memutuskan jadwal penerbangan.
Pengendalian
Settlement control aliansi ini dapat dibagi ke dalam 3 aspek, yaitu:
1.

Pada umumnya,alliance steering committe secara keseluruhan pengawasan aliansi ini.

2.

Kontrol sedikit berbeda saat dihubungkan dengan pasar

3.

Kedua mitra (partner) memiliki keahlian yang berbeda yang menghasilkan pengendalian divisi yang berbeda dan
menciptakan pertukaran keahlian yang berbeda pula diantara kedua perusahaan.
Spill-over of control
Mengenail Spill-over of control,Northwest tidak memiliki masalah karena keterbukaan dengan perusahaan
merupakan unsur yang vital.
Konflik
Ada banyak Perspektif yang berbeda-beda yang berkaitan dengan konflik :

Orientasi Jangka pendek Northwest dan orientasi jangka panjang KLM

Memposisikan aliansi pada pasar kompetitif

Strategi bagaimana menghadapi aliansi pesaing seperti Lufthanaslta/ Air France

Komunikasi
Komunikasi membuat mereka dapat salingberbincang, membangun kepercayaan dan mengurangi ketidakpastian
dalam kemitraannya.
Tahap Evaluasi
Keuntungan dibagi merata, operasi pun melonjak dua kali lipat sejak 1989, dan menawarkan 32 penerbangan setiap
hari yang melayani 32 kota.
Pelajaran yang dapat dipetik
Aliansi antara KLM dan Northwest menunjukkan contoh yang menarik mengenai cara perusahaan mengelola secara
kritis hubungan kerja sama mereka dan mengatasi masalah-masalah persaingan yang muncul diantara mereka.
Fase Formasi
Kedua perusahaan penerbangan mempunyai motivasi yang sama dalam membangn aliansi yang dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori : perluasan jaringan diseluruh dunia, perbaikan dalam pendapatan bisnis dan
mencapai suatu tingkat biaya kompetitif.
Fase Operasi

Kontribusi Mitra Bisnis

Pengandalian Wilayah Rawan Konflik dan Hubungan dengan Kontribusi Mitra Kerja dan pengendalian

Peran Komunikasi dalam aliansi


Fase Evaluasi
Kedua perusahaan penerbangan memandang posotif terhadap aliansi ini, sangat optimis. Kedua belah pihak
menyadari betapa penting aliansi ini untuk bisnis mereka yang memberikan pendapatan 100% di pasar TransAtlantik.

10.5 PETA ALIANSI STRATEJIK GRUP SALIM


Grup salim dipimpin oleh Liem Sie Liong (alias sudono salim), taipan kelahiran Cina, tepatnya dari desa Niuzhai,
kecmatan Kaikou, kabupaten Fuqing, propinsi Fuyjian. Pada awal 1990-an total penjualan grup ini mencapai Rp.20
triliun, yang dihasilkan oleh sekurangnya 427 perusahaan dalam grup, dan mempekerjakan sekitar 135.000
karyawan. Total penjualan grup salim mencpai 39% dari total penjualan 10 konglomerat terbesar Indonesia. Fakta
terakhir ini menyebabkan grup salim dinobatkan sebagai konglomerat terbesar dinegri ini, dn bahkan di Asia
Tenggara , melampaui grup-grup bisnis di Singapura, Taiwan, Hong Kong, dan sedikit dibwah Korea Selatan.

10.6 KESIMPULAN
Tidak Dapat dipungkiri bahwa globalisasi Ekonomi dan persaingan merupakan faktor eksternal utama pendorong
aliansi stratejik. Peta global aliansi stratejik, patungan KLM-Northwest,dan aliansi grup salim merefleksikan betapa
aliansi stratejik telah berperan dalam pertumbuhan perusahaan.

Vous aimerez peut-être aussi