Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI (PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN)

A. Masalah Utama
Halusinasi Pendengaran dan Halusinasi Penglihatan
B. Proses Terjadinya Masalah
1.

Definisi
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa

adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn,
1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca
indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal
119). Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.
Menurut Tim MPKP RSMM dan FK UI (2009), Halusinasi adalah gangguan
persepsi di mana individu merasakan adanya stimulus melalui panca indera tanpa
adanya rangsang nyata.
2.

Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress (Yosep,
2011).
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya stress (Yosep, 2011).
c. Faktor biokimia

Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh


akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak (Yosep, 2011).
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal
(Yosep, 2011).
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini (Yosep, 2011).
3.

Faktor presipitasi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien

dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium,


demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan
substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi
sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek
samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti
inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat
terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada
individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya
pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi
pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor
pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber
koping dan mekanisme koping (Yosep, 2011).
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, persaan
tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak

mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan
tidak nyata (Yosep, 2011).
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko menciderai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Kelliat, BA, 1998: 27). Menurut Townsend,
M.C, 1998: suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik diri sendiri dan orang lain.
4.

Klasifikasi Halusinasi
Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,

diantaranya (Stuart, 2007) :


a.

Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %


Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa

b.

yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.


Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas

c.

dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.


Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

d.

Halusinasi peraba (tactile)


Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.

e.

Halusinasi pengecap (gustatory)


Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

f.

Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

g.

Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

5.

Manifestasi Klinis
Klien dengan halusinasi sering menunjukan adanya (carpenito, L.J, 1998:

363, Townsend, M.C, 1998, Stuart and Sunden 1998: 328-329):


Data Subjektif
a. Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat.
b. Tidak mampu memecahkan masalah halusinasi (misalnya: mendengar suarasuara atau melihat bayangan)
c. Mengeluh cemas dan khawatir
Data Objektif
a. Mudah tersinggung
b. Apatis dan cenderung menarik diri
c. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi kadang berhenti
d.
e.
f.
g.
h.
i.

bicara seolah-olah mendengar sesuatu


Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara
Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
Gerakan mata yang cepat
Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah
Kadang tampak ketakutan
Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk
yang komplek)

6.
a.

Fase Halusinasi
Fase pertama (fase comporting/fase menyenangkan)
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien
mengalami stress, cemas perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian, yang
memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang

b.

asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.


Fase kedua (fase condemming)
Fase ini yaitu halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik
ringan. Karakteristik: pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan
ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda

system saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.
c.

Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.


Fase ketiga (fase controlling)
Fase ini yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam
gangguan psikotik. Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien: kemauan dikendalikan
halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda

d.

fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
Fase keempat (fase conquering)
Pada fase ini pasien merasa panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan
orang lain di lingkungan. Perilaku klien: perilaku teror akibat panik, potensi
bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak
mampu merespons terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berepons
lebih dari satu orang.

7.

Rentang Respon
Rentang respon halusinasi ( berdasarkan Stuart dan Laria, 2001).

Adaptif
Pikiran logis
Persepsi kuat
Emosi konsisten
Perilaku sesuai
Berhub. Sosial

Maladaptif
Distorsi pikir
Ilusi
Reaksi emosi meningkat
Perilaku aneh/tidak biasa
Menarik diri

C. Masalah Dan Data Yang Harus Dikaji


1.

Halusinasi
Data Subjektif

Gangguan pikiran
Halusinasi
Sulit berespon emosi
Perilaku disorganisasi
Isolasi social

Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan


stimulus nyata
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
Klien merasa makan sesuatu
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif
Klien berbicar dan tertawa sendiri
Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
Disorientasi
2.

Risiko perilaku kekerasan


Data Subyektif :

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

Klien suka membentak dan menyerang orang yang


mengusiknya jika

sedang kesal atau marah.

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Objektif :
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
3.

Isolasi sosial
Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat tidak, ya.
9

Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang lain,
berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam),
kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan
diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur)
D. Pohon Masalah
Akibat

Risiko Perilaku Kekerasan

Core Problem

Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan

Penyebab
Isolasi sosial
Mekanisme koping tidak efektif
(Pohon masalah Keliat, 1998: 6)

E. Diagnosa Keperawatan Yang Lazim


Diagnosa yang mungkin muncul sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Risiko perilaku kekerasan


Halusinasi
Isolasi sosial
Harga diri rendah

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1.

Menciptakan lingkungan yang terapeutik


Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh
atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan
pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu.
Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu
hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
10

mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,


gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2.

Melaksanakan program terapi dokter


Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia
yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun
penyakit.
Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan
psikomotorik yang meningkat.

KELAS KIMIA
Fenotiazin

NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN


Asetofenazin (Tidal) Klopromazin 60-120 mg
(Thorazine) Flufenazine (Prolixine, 30-800 mg
Permiti)
Mesoridazin (Serentil) Perfenazin 1-40 mg
(Trilafon) Proklorperazin
(Compazine)
30-400 mg
Promazin (Sparine) Tiodazin
12-64 mg
(Mellaril) Trifluoperazin (Stelazine) 15-150 mg
Trifluopromazine (Vesprin)
40-1200 mg
150-800 mg
2-40 mg

Tioksanten
Butirofenon

Kloprotiksen (Tarctan) Tiotiksen


(Navane)
Haloperidol (Haldol)

60-150 mg
75-600 mg
8-30 mg
1-100 mg

Dibenzondiazepin

Klozapin (Clorazil)

300-900 mg

Dibenzokasazepin

Loksapin (Loxitane)

20-150 mg

Dihidroindolon

Molindone (Moban)

15-225 mg

3.

Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang


ada

11

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat


menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
4.

Memberi aktivitas pada pasien


Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan
dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih
kegiatan yang sesuai.

5.

Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan


Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang
sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang
lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan
agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran
yang di berikan tidak bertentangan.

G. Tindakan Keperawatan Pasien Halusinasi


1.

Tindakan Keperawatan untuk Pasien


Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:

1.

Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya

2.

Pasien dapat mengontrol halusinasinya

3.

Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

Tindakan Keperawatan
1.

Membantu pasien mengenali halusinasi.


Untuk membantu pasien mengenali halusinasi Saudara dapat melakukannya
dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang

12

didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,


situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi
muncul.
2.

Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien


agar mampu mengontrol halusinasi Saudara dapat melatih pasien empat cara
yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut
meliputi:
a.

Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk
mengatakan

tidak

terhadap

halusinasi

yang

muncul

atau

tidak

mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan


mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Memperagakan cara menghardik
Meminta pasien memperagakan ulang
Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien
b.

Bercakap-cakap dengan orang lain


Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi
distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah
satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain.

c.

Melakukan aktivitas yang terjadwal


Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas
secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri
yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami
13

halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara


beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari
dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut:
Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
Melatih pasien melakukan aktivitas
Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah
dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai
tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif.

d.

Menggunakan obat secara teratur


Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan
jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga
akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka
untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien
perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
Jelaskan guna obat
Jelaskan akibat bila putus obat
Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,
benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)

3. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


Tujuan:
14

Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit


maupun di rumah

Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.

Tindakan Keperawatan
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama
pasien di rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi
untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit
(dirawat di rumah).
Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien
mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun
demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh
bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus
memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu
menjadi pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di
rumah sakit maupun di rumah.
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien
halusinasi adalah:
1.

Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien

2.

Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis


halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.

3.

Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara


merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien

4.

Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan


pasien

H. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Halusinasi
Diagnosa Keperawatan
Halusinasi

Pasien
SP I

Keluarga
SP I

15

1.

Mengidentifikasi

1.

jenis halusinasi pasien


2.

masalah yang dirasakan

Mengidentifikasi isi

keluarga dalam merawat

halusinasi pasien
3.

Mengidentifikasi

pasien
2.

waktu halusinasi pasien


4.

halusinasi, dan jenis halusinasi

frekuensi halusinasi pasien

yang dialami pasien beserta

Mengidentifikasi
situasi yang menimbulkan

proses terjadinya
3.

halusinasi
6.

Menjelaskan
pengertian, tanda dan gejala

Mengidentifikasi

5.

Mendiskusikan

Menjelaskan caracara merawat pasien halusinasi

Mengidentifikasi
respons pasien terhadap
halusinasi

7.

Melatih pasien cara


kontrol halusinasi dengan
menghardik

8.

Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

SP II
1.

SP II
Memvalidasi masalah

1.

dan latihan sebelumnya.


2.

3.

mempraktekkan cara merawat

Melatih pasien cara


kontrol halusinasi dengan

Melatih keluarga
pasien dengan halusinasi

2.

Melatih keluarga

berbincang dengan orang

melakukan cara merawat

lain

langsung kepada pasien


Membimbing pasien

halusinasi

memasukkan dalam jadwal


kegiatan harian.
SP III

SP III

1.

1.

Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.

2.

Melatih pasien cara


kontrol halusinasi dengan

16

Membantu keluarga
membuat jadual aktivitas di
rumah termasuk minum obat
(discharge planning)

kegiatan (yang biasa


dilakukan pasien).
3.

Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian.
SP IV
1.

Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.

2.

Menjelaskan cara
kontrol halusinasi dengan
teratur minum obat (prinsip
5 benar minum obat).

3.

Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

17

2.

Menjelaskan follow
up pasien setelah pulang

Vous aimerez peut-être aussi