Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Nama Peserta
dr. Arini Dyah Setyowati
Nama Wahana
RS PKU Muhammadiyah Temanggung
Topik
Kejang Demam
Tanggal (kasus)
Pasien datang ke UGD pada 22 Agustus 2014 pukul 23.16 WIB
Nama Pasien
An. B
No. RM
0186946
Tanggal Presentasi Pendamping dr. Wiwik Dewi S
Tempat Presentasi Objektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi
Seorang anak berusia 8 bulan datang dengan kejang disertai demam
Tujuan
Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan kejang demam
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Cara Membahas Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Data Pasien
An. B
No. Registrasi: 0186946
Nama Klinik
Telp.
Terdaftar sejak: 2014
Data Utama untuk Bahan Diskusi: Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada
tanggal 22 Agustus 2014 pukul 23.16 WIB. Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis
dengan keluarga pasien
1. 2 jam SMRS anak kejang, kelojotan seluruh tubuh (+), kejang selama 2 menit, berhenti
sendiri. Saat kejang anak tidak sadar, setelah kejang anak sadar. Demam (+), sudah 3 hari
ini, batuk (+), grok-grok, pilek (-). Pasien kejang lagi kemudian dibawa ke UGD RS PKU
Tmg.
2. Riwayat Pengobatan: Pasien sudah pernah memeriksakan penyakitnya ke bidan namun
tidak ada perbaikan
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
- Pasien sudah pernah mondok sebelumnya dengan keluhan kejang disertai demam
4. Riwayat Keluarga:
-
Daftar Pustaka:
1. Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Badan Penerbit IDAI. Jakarta : 2006.
2. Nia Kania, dr., SpA., Mkes. Kejang Pada Anak. Disampaikan pada acara Siang Klinik
Penanganan Kejang Pada Anak di AMC Hospital. Bandung, 12 Februari 2007.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2010.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI : 2009.
5. Theresia, Sri Rezeki S. Hadinegoro, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Terapi Asiklovir
pada Anak dengan Varisela Tanpa Penyulit. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010.
6. Lubis, Ramona Dumasari, dr., SpKK. Varicella Dan Herpes Zoster. Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara :
2008.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis kejang demam
2. Etiologi kejang demam
3. Diagnosis kejang demam
4. Tata laksana kejang demam
5. Komplikasi kejang demam
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif : Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2014 pukul
23.16 WIB secara alloanamnesis dengan keluarga pasien
2 jam SMRS anak kejang, kelojotan seluruh tubuh (+), kejang selama 2
menit. Saat kejang anak tidak sadar, setelah kejang anak sadar. Demam (+),
sudah 3 hari ini, batuk (+), grok-grok, pilek (-). Pasien kejang lagi kemudian
dibawa ke UGD RS PKU Tmg.
KU: kejang
Suhu: 38,50 C
BB : 8,5 kg
b. Pemeriksaan sistemik
Kulit:
Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.
Kepala:
Mesosefal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata:
Konjungtiva tidak anemis, tidak hiperemis, sklera tidak ikterik, mata
cekung (-/-)
THT:
Discharge (-)
Faring hiperemis (-)
Tonsil : T1-1, hiperemis (-)
Mulut:
Mukosa mulut dan bibir tidak kering.
Leher :
Tidak ada kelainan.
KGB:
Inspeksi
: Perut datar
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Punggung:
Ekstremitas
Akral dingin
Edema
Sianosis
Superior
-/-/-/-
Inferior
-/-/-/-
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah lengkap: pada tanggal 23 Agustus 2014
-
Penegakan
diagnosis
kejang
demam
kompleks
dapat
dilakukan
4. Plan:
Diagnosis klinis:
1. Kejang demam kompleks
2. Infeksi saluran napas akut
Pengobatan:
1. Promotif:
2. Preventif:
Jika ada anggota keluarga yang menderita sakit serupa disarankan untuk
periksa ke RS atau ke Puskesmas.
3. Kuratif:
FOLLOW UP
Tanggal Follow up
23-8-14 S : demam (-), kejang (-), batuk (+)
O : anak tertidur
Terapi
Ambroxol syr 3xcthI
Lain-lain tetap
t : 37C
24-8-14
Ambroxol stop
Acyclovir tab 3x57mg
Acyclovir zalf s.u.e
Lain-lain tetap
A : Varicella
S : demam (-), kejang (-), batuk (-), plenting
(+)
Paratusin stop
O : t : 36,7C
A : varicella
26-8-14
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang
gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya
pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu
tanda adanya gangguan neurologis . Keadaan tersebut merupakan keadaan
darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit
memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit
berat,
awal
dalam
menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau
bukan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten
dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik,
dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron otak.
Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atau kejang
berulang lebih dari30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran.Mekanisme dasar
terjadinya kejang adalah peningkatan
neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara
bersama -sama melepaskan muatan listriknya.
Tab
el 1. Perbedaan kejang dan keadaan yang menyerupai kejang
Penyebab tersering kejang pada anak yaitu :
-
Kejang demam
Gangguan
metabolik :
hipoglikemia, hiponatremia,
hipoksemia,
Trauma kepala
dan
pemeriksaan
fisis
yang
baik
diperlukan
untuk
dari
riwayat
kemudian mencari
perjalanan
kemungkinan
penyakit
adanya
sampai
faktor
terjadinya
pencetus
atau
nyeri atau cedera akibat kejang. Pemeriksaan fisis dimulai deng an tanda-tanda
vital, mencari tanda -tanda trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik,
terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis fokal. Bila
terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari
faktor penyebab.
Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada
anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi
lumbal, elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan
penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada
pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit,dan hitung
jenis.
Tatalaksana Kejang
Status epileptikus pada anak merupakan suatu kegawatan yang
mengancam jiwa dengan resiko terjadinya gejala sisa neurologis. Makin
lama kejang berlangsung makin sulit menghentikannya, oleh karena itu
tatalaksana kejang umum yang lebih dari 5 menit adalah menghentikan kejang
dan mencegah terjadinya status epileptikus.
Penghentian kejang:
0 -5 menit:
-
5 10 menit:
-
10
Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu dua kali setelah 5
10 menit.
-
10 15 menit
-
30 menit
-
Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan
intensif.
11
B. KEJANG DEMAM
Definisi
12
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Anak yang
pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau
lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan
lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
-
Kejang lama > 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan
di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis, bila yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan. Pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CTscan) atau magnetic resonance imaging (MRI) dikerjakan atas indikasi seperti
13
terdapat kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI,
atau papiledema.
Faktor risiko berulangnya kejang demam antara lain riwayat kejang demam
dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang,
dan cepatnya kejang setelah demam. Kejang demam berisiko menjadi epilepsi bila
terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama, kejang demam kompleks, dan ada riwayat epilepsi pada orang
tua atau saudara kandung
Penatalaksanaan
Obat yang dapat diberikan oleh di rumah adalah diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih
dari 10 kg. Bila kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis
yang sama dengan interval 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit, maksimal 20 mg. Bila kejang belum berhenti diberikan fenitoin intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang
dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila kejang belum berhenti maka harus dirawat
di ruang rawat intensif.
Pemberian Obat Pada Saat Demam
Antipiretik
Dapat digunakan parasetamol dengan dosis 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
Asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, sehingga tidak dianjurkan.
Antikonvulsan
14
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg atau diazepam rektal dosis 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C menurunkan risiko berulangnya kejang.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam. Pengobatan rumat diberikan bila terdapat kejang lama
> 15 menit, adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
atau terjadi kejang fokal. Dapat dipertimbangkan bila: kejang berulang dalam 24
jam, atau terjadi pada bayi kurang dari 12bulan, kejang demam >4 kali per tahun.
Karena kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat
menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus selektif dan dalam jangka pendek. Obat pilihan saat ini adalah asam
valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, sedangkan fenobarbital
dapat menyebabkan kesulitan belajar. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari
dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.
Edukasi Pada Orang Tua
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
3. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.
4. Memberitahukan hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:
-
15
Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih
Vaksinasi
Tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang.
Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak
terutama
setelah
vaksinasi
DPT
atau
demam,
16
17
Bahaya
Tindakan
Tanda
Klasifikasi
Tindakan
dada
retraksi dinding
retraksi dinding
Pneumonia Berat
dada
Pneumonia
dada (-)
Non Pneumonia
Harus dirujuk
Bisa dirawat di
segera ke rumah
Beri antibiotik 3
rumah tanpa
sakit
hari
antibiotik
Beri pengobatan
Kontrol dalam 2
Edukasi perawatan
sebelum dirujuk
di rumah
termasuk 1 dosis
bertambah parah
antibiotik
>3 minggu
18
Bahaya
Tindakan
Tanda
Klasifikas
DAN
Nafas cepat
Pneumonia Berat
rumah sakit
Kontrol bila :
antibiotik
Nafas cepat
Malas minum
memberi ASI
Bertambah parah
Tindakan
Pengobatan
1. Antibiotik
Pilihan
pertama :
2. Antipiretik
Dapat diberikan paracetamol 10-15 mg/kgBB tiap 6-8 jam, atau ibuprofen 510 mg/kgBB tiap 8 jam.
19
3. Bronkhodilator
Bronkhodilator kerja cepat diberikan bila terdapat wheezing dengan distress
pernapasan (gelisah, kesulitan bicara), berupa inhalasi salbutamol 0,25 mg
dengan nebulisasi atau menggunakan spacer. Bila tidak tersedia, beri suntikan
Epinefrin (Adrenalin) subkutan dosis 0,01 ml/kg dalam larutan perbandingan
1:1000 (dosis maksimum: 0,3 ml). Bila tidak terdapat distress dapat diberikan
salbutamol per oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
4. Oksigen
Pemberian oksigen dapat mempertahankan agar pasien tetap hidup sehingga
daya tahan tubuh dan antibiotik mendapatkan cukup waktu untuk membunuh
kuman penyebab penyakit.
Indikasi pengobatan dengan oksigen:
- Sianosis sentral (kebiruan pada wajah di sekitar mulut dan hidung)
- Tidak dapat minum
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat
- Frekuensi napas lebih dari 70 kali/menit pada anak 2 bulan - <5 tahun
- Merintih/grunting pada bayi berumur <2 bulan
- Kegelisahan (yang membaik dengan pemberian oksigen)
D. VARICELLA
Definisi
Varisela atau chickenpox atau yang dikenal dengan cacar air adalah infeksi primer
virus varicella-zoster (VZV) yang umumnya menyerang anak dan merupakan
penyakit yang sangat menular. Sedangkan herpes zoster atau shingles adalah
reaktivasi infeksi endogen pada periode laten virus varicella-zoster yang pada
umumnya menyerang orang dewasa atau anak dengan defisiensi imun. Herpes
zoster dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita
herpes zoster pada masa kehamilan. Varisela dapat mengenai semua kelompok
umur termasuk neonatus, tetapi hampir sembilan puluh persen kasus mengenai
anak dibawah umur 10 tahun dan terbanyak pada umur 5-9 tahun.
20
Patogenesis
VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi
pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet
infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi
dikulit.VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan
bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Replikasi virus pertama di limfonodi
regional menyebabkan viremia primer. Replikasi dapat berlanjut di hati dan limpa
dan mengakibatkan viremia sekunder. Virus menyebar ke seluruh tubuh, mencapai
epidermis dan mengakibatkan timbulnya lesi varicella di kulit. Seorang anak yang
menderita varicella akan dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum
hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.
Selama terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan
permukaan mukosa ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten
(dorman),virus tidak menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi berubah menjadi
infeksius apabila terjadi reaktivasi bila imunitas menurun. Pada saat reaktivasi,
virus akan bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion
sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sampai kekulit dan kemudian akan
timbul gejala klinis herpes zoster.
Gejala Klinis
1. Diawali gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan
anoreksia, 1 - 2 hari sebelum timbulnya lesi kulit.
2. Penyebaran lesi diawali pada daerah wajah dan kulit kepala, meluas ke dada
(penyebaran secara sentripetal) dan meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat
dijumpai pada mukosa mulut dan genital.
3. Terasa sangat gatal
4. Terdapat semua stadium lesi secara bersamaan.
5. Pada awalnya timbul makula eritematosa papul vesikel yang
mengandung cairan yang jernih dengan dasar eritematosa, letaknya
superfisial dan berdinding tipis sehingga terlihat seperti tetesan air (tear drop)
21
atau seperti embun diatas bunga mawar (dew drop on a rose petal),
berdiameter 2-3 mm pustul krusta
6. Jarang terbentuk parut (scar) apabila tidak disertai dengan infeksi bakterial
sekunder.
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa
test yaitu :
1. Tzanck smear
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas,Wrights,
toluidine blue ataupun Papanicolaous. Dengan mikroskop cahaya akan
dijumpai multinucleated giant cells. Test ini tidak dapat membedakan antara
virus varicella zoster dengan herpes simpleks virus.
2. Direct fluorescent assay (DFA) : membutuhkan mikroskop fluorescence.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
4. Biopsi kulit : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal
dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic
infiltrate.
Penatalaksanaan
Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik
dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu :
1. Lesi masih berbentuk vesikel dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah.
2. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta diberikan salap
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
3. Diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat
(aspirin) untuk menghindari terjadinya terjadi sindroma Reye.
4. Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan kompres dingin, mandi secara
teratur atau pemberian antihistamin
22
5. Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder
akibat garukan.
Obat antivirus
Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu
penyembuhan akan lebih singkat, namun tidak mengurangi komplikasi.
Pemberian antivirus paling baik dalam jangka waktu kurang dari 48 - 72 jam
setelah erupsi dikulit muncul. Dosis anti virus untuk pengobatan varicella :
-
Komplikasi
Komplikasi varicella meliputi otitis media, infeksi bakteri pada kulit, faringitis
streptokokus, pneumonia, dan meningoensefalitis.
KESIMPULAN
23
24