Vous êtes sur la page 1sur 24

PORTOFOLIO INTERNSHIP KASUS ANAK

Nama Peserta
dr. Arini Dyah Setyowati
Nama Wahana
RS PKU Muhammadiyah Temanggung
Topik
Kejang Demam
Tanggal (kasus)
Pasien datang ke UGD pada 22 Agustus 2014 pukul 23.16 WIB
Nama Pasien
An. B
No. RM
0186946
Tanggal Presentasi Pendamping dr. Wiwik Dewi S
Tempat Presentasi Objektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi
Seorang anak berusia 8 bulan datang dengan kejang disertai demam
Tujuan
Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan kejang demam
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Cara Membahas Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Data Pasien
An. B
No. Registrasi: 0186946
Nama Klinik
Telp.
Terdaftar sejak: 2014
Data Utama untuk Bahan Diskusi: Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada
tanggal 22 Agustus 2014 pukul 23.16 WIB. Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis
dengan keluarga pasien
1. 2 jam SMRS anak kejang, kelojotan seluruh tubuh (+), kejang selama 2 menit, berhenti
sendiri. Saat kejang anak tidak sadar, setelah kejang anak sadar. Demam (+), sudah 3 hari
ini, batuk (+), grok-grok, pilek (-). Pasien kejang lagi kemudian dibawa ke UGD RS PKU
Tmg.
2. Riwayat Pengobatan: Pasien sudah pernah memeriksakan penyakitnya ke bidan namun
tidak ada perbaikan
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
- Pasien sudah pernah mondok sebelumnya dengan keluhan kejang disertai demam
4. Riwayat Keluarga:
-

Riwayat orang tua kejang disertai demam tidak tahu.

- Riwayat penyakit epilepsi pada keluarga disangkal


5. Riwayat Pekerjaan: tidak bekerja
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: Merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Kakak
pasien tidak pernah kejang disertai demam
7. Riwayat Imunisasi : lengkap sesuai umur
8. Lain-lain : -

Daftar Pustaka:
1. Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Badan Penerbit IDAI. Jakarta : 2006.
2. Nia Kania, dr., SpA., Mkes. Kejang Pada Anak. Disampaikan pada acara Siang Klinik
Penanganan Kejang Pada Anak di AMC Hospital. Bandung, 12 Februari 2007.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2010.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI : 2009.
5. Theresia, Sri Rezeki S. Hadinegoro, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Terapi Asiklovir
pada Anak dengan Varisela Tanpa Penyulit. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010.
6. Lubis, Ramona Dumasari, dr., SpKK. Varicella Dan Herpes Zoster. Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara :
2008.

Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis kejang demam
2. Etiologi kejang demam
3. Diagnosis kejang demam
4. Tata laksana kejang demam
5. Komplikasi kejang demam
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif : Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2014 pukul
23.16 WIB secara alloanamnesis dengan keluarga pasien
2 jam SMRS anak kejang, kelojotan seluruh tubuh (+), kejang selama 2
menit. Saat kejang anak tidak sadar, setelah kejang anak sadar. Demam (+),
sudah 3 hari ini, batuk (+), grok-grok, pilek (-). Pasien kejang lagi kemudian
dibawa ke UGD RS PKU Tmg.

Pasien sudah pernah memeriksakan penyakitnya ke bidan namun tidak ada


perbaikan

Riwayat orang tua kejang disertai demam tidak tahu.

Riwayat penyakit epilepsi pada keluarga disangkal.

Kondisi lingkungan sosial dan fisik: merupakan anak kedua dari 2


bersaudara. Kakak pasien tidak pernah kejang disertai demam

Riwayat imunisasi : lengkap sesuai umur


2. Objektif: pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2014
pukul 23.20 WIB di IGD
a. Vital sign

KU: kejang

Frekuensi nadi: 120 x/menit

Frekuensi nafas: 28 x /menit

Suhu: 38,50 C

BB : 8,5 kg

b. Pemeriksaan sistemik

Kulit:
Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.

Kepala:
Mesosefal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.

Mata:
Konjungtiva tidak anemis, tidak hiperemis, sklera tidak ikterik, mata
cekung (-/-)

THT:
Discharge (-)
Faring hiperemis (-)
Tonsil : T1-1, hiperemis (-)

Mulut:
Mukosa mulut dan bibir tidak kering.

Leher :
Tidak ada kelainan.

KGB:

Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla, dan inguinal.


Thoraks:

Jantung dan paru dalam batas normal.


Abdomen:

Inspeksi

: Perut datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi

: Perut teraba supel

Perkusi

: Timpani

Punggung:

Dalam batas normal, tidak tampak kelainan.


Alat kelamin:

Dalam batas normal


Anus:

Inspeksi : Dalam batas normal, tidak tampak kelainan.


Ekstremitas:

Ekstremitas
Akral dingin
Edema
Sianosis

Superior
-/-/-/-

Inferior
-/-/-/-

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah lengkap: pada tanggal 23 Agustus 2014
-

RBC 4,64x106/mm3 (3,50-5,50x106 mm3)

MCV 68.1 fl (75,0-100,0 fl)

HCT 31,6% (35-55,0%)

PLT 317x103/mm3 (100-400x103/mm3)

WBC 25,5x103/mm3 (3,5-10,0x103/mm3) H

HGB 11,2 gr/dl (11,5-16,5 gr/dl)

MCH 24,1 pq (25,0-35,0 pq)

MCHC 35,4 gr/dl (31,0-38,0 gr/dl)

Limfosit 7,6 x103/mm3 (0,5 5x103/mm3)

Granulosit 16,5 x103/mm3 (1,2 8x103/mm3)

Mid 1,4 x103/mm3 (0,1 1,5x103/mm3)

3. Assessment (penalaran klinis):

Penegakan

diagnosis

kejang

demam

kompleks

dapat

dilakukan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.


Dari anamnesis didapatkan anak kejang 2x, kelojotan seluruh tubuh <15
menit. Saat kejang anak tidak sadar, setelah kejang anak sadar. Demam
(+), batuk (+). Terdapat riwayat anak kejang disertai demam sebelumnya,
dan tidak ada riwayat epilepsi pada keluarga.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan anak masih dalam kondisi kejang,


kemudian pemeriksaan tanda vital, didapatkan: nadi 120x/menit,
RR:24x/menit, suhu: 38,5oC, BB 8,5 kg. Pada pemeriksan fisik tidak
didapatkan kelainan yang bermakna.

Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah didapatkan hitung


leukosit sebanyak 25,5 x 103/mm3, hal ini menunjukan adanya proses
peradangan akibat infeksi. Jumlah limfosit dan granulosit yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi virus dan bakteri.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang tersebut
dapat ditegakkan diagnosis kejang demam kompleks dan infeksi saluran
nafas akut.

Penatalaksanaan kejang demam adalah yaitu pemberian obat-obatan untuk


memutus kejang dan mengatasi penyebab demamnya. Diberikan
antipiretik dan antibiotik karena didapatkan adanya demam yang
disebabkan infeksi bakteri.

Penatalaksaan awal pasien diberikan diazepan 5mg per rektal untuk


memutus kejang, ibuprofen per rektal untuk menurunkan demam.
Kemudian diipasang iv line untuk memudahkan pemberian obat dan
pemberian cairan yaitu KaEN 3A 8 tpm. Obat yang diberikan yaitu inj
cefotaxim 2x200 mg, paratusin 3x1 cth, dan diazepam 5mg per rektal bila
kejang.

4. Plan:
Diagnosis klinis:
1. Kejang demam kompleks
2. Infeksi saluran napas akut
Pengobatan:
1. Promotif:

Diberikan penyuluhan mengenai kejang demam dan ispa mulai dari


pengertian, penyebab, gejala penyakit, pencegahan, pengobatan,
komplikasi dan prognosis.

2. Preventif:

Jika terjadi demam segera diturunkan dengan penurun demam

Jika ada anggota keluarga yang menderita sakit serupa disarankan untuk
periksa ke RS atau ke Puskesmas.

3. Kuratif:

Dilakukan terapi medikamentosa.


Pendidikan:
Kepada keluarga dijelaskan mengenai penyakit mulai dari pengertian,
penyebab, gejala penyakit, pencegahan, pengobatan, komplikasi dan
prognosis.
Konsultasi:
Dilakukan konsultasi kepada dokter spesialis anestesi apabila akan dilakukan
kejang tidak berhenti dengan pemberian pemutus kejang.

FOLLOW UP
Tanggal Follow up
23-8-14 S : demam (-), kejang (-), batuk (+)
O : anak tertidur

Terapi
Ambroxol syr 3xcthI
Lain-lain tetap

t : 37C

24-8-14

Pulmo : SDV (+/+), ST(-/-)


S : demam (-), kejang (-), muncul plenting
berisi cairan di leher, badan, kaki
O : t : 36,8C

Ambroxol stop
Acyclovir tab 3x57mg
Acyclovir zalf s.u.e

Mata : cekung (-/-)

Lain-lain tetap

Kulit : vesikel (+) di seluruh badan


Thorax, abdomen dalam batas normal
25-8-14

A : Varicella
S : demam (-), kejang (-), batuk (-), plenting

Acyclovir tab stop

(+)

Paratusin stop

O : t : 36,7C

Stimunos syr 1xcthI

A : varicella

Sanmol syr 3xcthI


Inj cefotaxim 2x250mg

26-8-14

Cefadroxyl syr 2xcthI


BLPL

S : demam (-), kejang (-)


O : t : 37C
A : varicella

TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang
gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya
pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu
tanda adanya gangguan neurologis . Keadaan tersebut merupakan keadaan
darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit
memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit
berat,

atau cenderung menjadi status epileptikus. Langkah

awal

dalam

menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau
bukan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten
dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik,
dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron otak.
Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atau kejang
berulang lebih dari30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran.Mekanisme dasar
terjadinya kejang adalah peningkatan

aktifitas listrik yang berlebihan pada

neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara
bersama -sama melepaskan muatan listriknya.

Tab
el 1. Perbedaan kejang dan keadaan yang menyerupai kejang
Penyebab tersering kejang pada anak yaitu :
-

Kejang demam

Infeksi: meningitis, ensefalitis

Gangguan

metabolik :

hipoglikemia, hiponatremia,

hipoksemia,

hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal,


gagal hati, gangguan metabolik bawaan
-

Trauma kepala

Keracunan: alkohol, teofilin

Penghentian obat anti epilepsi

Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial,


idiopatik
Anamnesis

dan

pemeriksaan

fisis

yang

baik

diperlukan

untuk

memilih pemeriksaan penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya.


Anamnesis dimulai
kejang,

dari

riwayat

kemudian mencari

perjalanan

kemungkinan

penyakit

adanya

sampai

faktor

terjadinya

pencetus

atau

penyebab kejang. Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang


berhubungan,

obatobatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurol ogis,

nyeri atau cedera akibat kejang. Pemeriksaan fisis dimulai deng an tanda-tanda

vital, mencari tanda -tanda trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik,
terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis fokal. Bila
terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari
faktor penyebab.
Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada
anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi
lumbal, elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan
penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada
pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit,dan hitung
jenis.
Tatalaksana Kejang
Status epileptikus pada anak merupakan suatu kegawatan yang
mengancam jiwa dengan resiko terjadinya gejala sisa neurologis. Makin
lama kejang berlangsung makin sulit menghentikannya, oleh karena itu
tatalaksana kejang umum yang lebih dari 5 menit adalah menghentikan kejang
dan mencegah terjadinya status epileptikus.
Penghentian kejang:
0 -5 menit:
-

Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik

Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan


oksigen

Bila keadaan pasien stabil,lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum


dan neurologi secara cepat

Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

5 10 menit:
-

Pemasangan akses intarvena

Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit

Pemberian diazepam 0,2 0,5 mg/kgbb secara intravena,atau diazepam rektal


0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg).

10

Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu dua kali setelah 5
10 menit.
-

Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kg bb.

10 15 menit
-

Cenderung menjadi status konvulsivus

Berikan fenitoin 15 20 mg/kgbb intravena diencerkan denganNaCl 0,9%

Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 10 mg/kgbb sampai maksimum


dosis 30 mg/kgbb.

30 menit
-

Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10


mg/kg dengan interval 10 15menit.

Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah,


elektrolit, gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi
tanda-tanda depresi pernafasan.

Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan
intensif.

11

Gambar 1. Algoritma penanganan kejang secara umum.

B. KEJANG DEMAM
Definisi

12

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Anak yang
pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau
lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan
lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
-

Kejang lama > 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan
di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam, di antara 2 bangkitan


kejang anak sadar.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis, bila yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan. Pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CTscan) atau magnetic resonance imaging (MRI) dikerjakan atas indikasi seperti

13

terdapat kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI,
atau papiledema.
Faktor risiko berulangnya kejang demam antara lain riwayat kejang demam
dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang,
dan cepatnya kejang setelah demam. Kejang demam berisiko menjadi epilepsi bila
terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama, kejang demam kompleks, dan ada riwayat epilepsi pada orang
tua atau saudara kandung
Penatalaksanaan
Obat yang dapat diberikan oleh di rumah adalah diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih
dari 10 kg. Bila kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis
yang sama dengan interval 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit, maksimal 20 mg. Bila kejang belum berhenti diberikan fenitoin intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang
dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila kejang belum berhenti maka harus dirawat
di ruang rawat intensif.
Pemberian Obat Pada Saat Demam
Antipiretik
Dapat digunakan parasetamol dengan dosis 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
Asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, sehingga tidak dianjurkan.
Antikonvulsan

14

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg atau diazepam rektal dosis 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C menurunkan risiko berulangnya kejang.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam. Pengobatan rumat diberikan bila terdapat kejang lama
> 15 menit, adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
atau terjadi kejang fokal. Dapat dipertimbangkan bila: kejang berulang dalam 24
jam, atau terjadi pada bayi kurang dari 12bulan, kejang demam >4 kali per tahun.
Karena kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat
menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus selektif dan dalam jangka pendek. Obat pilihan saat ini adalah asam
valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, sedangkan fenobarbital
dapat menyebabkan kesulitan belajar. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari
dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.
Edukasi Pada Orang Tua
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
3. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.
4. Memberitahukan hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:
-

Tetap tenang dan tidak panik

Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.

Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu


kedalam mulut.

Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

Tetap bersama pasien selama kejang

15

Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah


berhenti.

Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih

Vaksinasi
Tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang.
Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak
terutama

setelah

vaksinasi

DPT

atau

demam,

MMR. Beberapa dokter anak

merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.

C. INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT


Hingga saat ini Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kematian pada Balita (berdasarkan
Survei Kematian Balita tahun 2005) sebagian besar disebabkan karena pneumonia
23,6%. Selama ini digunakan estimasi bahwa insidens pneumonia pada kelompok
umur Balita di Indonesia sekitar 10-20%.
Definisi
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran
napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga
tengah, pleura). Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli).

16

Gambar 2. Gejala Klinis ISPA


Diagnosis
Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernapasan dapat berupa:
batuk, kesukaran bernapas, sakit tenggorok, pilek, sakit telinga dan demam. Pada
saat anamnesis perlu ditanyakan umur anak, keluhan batuk, pilek, atau sesak,
demam, kemampuan minum atau menetek, dan kejang.
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa kesadaran anak, adanya demam, nafas
cepat, tarikan dinding dada, dan adanya suara tambahan pada paru (ronkhi,
wheezing, stridor).
Pada usia dua tahun pertama, wheezing pada umumnya disebabkan oleh
infeksi respiratorik akut akibat virus, seperti bronkiolitis atau batuk dan pilek.
Setelah usia dua tahun, hampir semua wheezing disebabkan oleh asma. Kadangkadang anak dengan pneumonia disertai dengan wheezing. Diagnosis pneumonia
harus selalu dipertimbangkan terutama pada usia dua tahun pertama.
Mengantuk/letargis atau tidak sadar merupakan salah satu tanda adanya infeksi
berat pada bayi muda.

17

Klasifikasi dan Tindakan

Tabel 2. Batasan Nafas Cepat Pada Anak


1. Anak Umur 2 Bulan 5 Tahun
Tanda

Tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun atau sukar

Bahaya
Tindakan

dibangunkan, stridor pada waktu anak tenang, dan gizi buruk


Harus dirujuk segera ke rumah sakit
Umur 2 Bulan 5 Tahun
Retraksi dinding
Nafas cepat tanpa
Nafas cepat (-),

Tanda
Klasifikasi

Tindakan

dada

retraksi dinding

retraksi dinding

Pneumonia Berat

dada
Pneumonia

dada (-)
Non Pneumonia

Harus dirujuk

Edukasi orang tua

Bisa dirawat di

segera ke rumah

Beri antibiotik 3

rumah tanpa

sakit

hari

antibiotik

Beri pengobatan

Kontrol dalam 2

Edukasi perawatan

sebelum dirujuk

hari atau bila

di rumah

termasuk 1 dosis

bertambah parah

Rujuk bila batuk

antibiotik

>3 minggu

Tabel 3. Klasifikasi dan Tindakan Anak Umur 2 Bulan 5 Tahun

2. Anak Umur < 2 Bulan


Tanda

Tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun atau sukar

18

Bahaya
Tindakan

Tanda
Klasifikas

dibangunkan, stridor, wheezing, teraba demam, atau dingin


Harus dirujuk segera ke rumah sakit
Umur 2 Bulan
Retraksi dinding dada
Nafas cepat (-)
ATAU

DAN

Nafas cepat
Pneumonia Berat

Retraksi dinding dada (-)


Non Pneumonia

Harus dirujuk segera ke

Edukasi orang tua, jaga kehangatan

rumah sakit

Beri ASI lebih sering

Beri pengobatan sebelum

Bersihkan lubang hidung

dirujuk termasuk 1 dosis

Kontrol bila :

antibiotik

Nafas cepat

Edukasi untuk tetap

Malas minum

memberi ASI

Bertambah parah

Tindakan

Pengobatan
1. Antibiotik
Pilihan

pertama :

kotrimoksazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan

sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) tiap 12 jam


Pilihan kedua : amoksisilin 20-40 mg/kgBB/hari tiap 8 jam.
Rekomendasi IDAI : amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik
oral pada anak <5 tahun. Alternatifnya adalah co-amoxiclav, ceflacor,
eritromisin, claritromisin, dan azitromisin.
Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat. Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan
kloramfenikol, co-a moxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime.

2. Antipiretik
Dapat diberikan paracetamol 10-15 mg/kgBB tiap 6-8 jam, atau ibuprofen 510 mg/kgBB tiap 8 jam.

19

3. Bronkhodilator
Bronkhodilator kerja cepat diberikan bila terdapat wheezing dengan distress
pernapasan (gelisah, kesulitan bicara), berupa inhalasi salbutamol 0,25 mg
dengan nebulisasi atau menggunakan spacer. Bila tidak tersedia, beri suntikan
Epinefrin (Adrenalin) subkutan dosis 0,01 ml/kg dalam larutan perbandingan
1:1000 (dosis maksimum: 0,3 ml). Bila tidak terdapat distress dapat diberikan
salbutamol per oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
4. Oksigen
Pemberian oksigen dapat mempertahankan agar pasien tetap hidup sehingga
daya tahan tubuh dan antibiotik mendapatkan cukup waktu untuk membunuh
kuman penyebab penyakit.
Indikasi pengobatan dengan oksigen:
- Sianosis sentral (kebiruan pada wajah di sekitar mulut dan hidung)
- Tidak dapat minum
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat
- Frekuensi napas lebih dari 70 kali/menit pada anak 2 bulan - <5 tahun
- Merintih/grunting pada bayi berumur <2 bulan
- Kegelisahan (yang membaik dengan pemberian oksigen)

D. VARICELLA
Definisi
Varisela atau chickenpox atau yang dikenal dengan cacar air adalah infeksi primer
virus varicella-zoster (VZV) yang umumnya menyerang anak dan merupakan
penyakit yang sangat menular. Sedangkan herpes zoster atau shingles adalah
reaktivasi infeksi endogen pada periode laten virus varicella-zoster yang pada
umumnya menyerang orang dewasa atau anak dengan defisiensi imun. Herpes
zoster dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita
herpes zoster pada masa kehamilan. Varisela dapat mengenai semua kelompok
umur termasuk neonatus, tetapi hampir sembilan puluh persen kasus mengenai
anak dibawah umur 10 tahun dan terbanyak pada umur 5-9 tahun.

20

Patogenesis
VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi
pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet
infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi
dikulit.VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan
bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Replikasi virus pertama di limfonodi
regional menyebabkan viremia primer. Replikasi dapat berlanjut di hati dan limpa
dan mengakibatkan viremia sekunder. Virus menyebar ke seluruh tubuh, mencapai
epidermis dan mengakibatkan timbulnya lesi varicella di kulit. Seorang anak yang
menderita varicella akan dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum
hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.
Selama terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan
permukaan mukosa ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten
(dorman),virus tidak menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi berubah menjadi
infeksius apabila terjadi reaktivasi bila imunitas menurun. Pada saat reaktivasi,
virus akan bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion
sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sampai kekulit dan kemudian akan
timbul gejala klinis herpes zoster.
Gejala Klinis
1. Diawali gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan
anoreksia, 1 - 2 hari sebelum timbulnya lesi kulit.
2. Penyebaran lesi diawali pada daerah wajah dan kulit kepala, meluas ke dada
(penyebaran secara sentripetal) dan meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat
dijumpai pada mukosa mulut dan genital.
3. Terasa sangat gatal
4. Terdapat semua stadium lesi secara bersamaan.
5. Pada awalnya timbul makula eritematosa papul vesikel yang
mengandung cairan yang jernih dengan dasar eritematosa, letaknya
superfisial dan berdinding tipis sehingga terlihat seperti tetesan air (tear drop)

21

atau seperti embun diatas bunga mawar (dew drop on a rose petal),
berdiameter 2-3 mm pustul krusta
6. Jarang terbentuk parut (scar) apabila tidak disertai dengan infeksi bakterial
sekunder.
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa
test yaitu :
1. Tzanck smear
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas,Wrights,
toluidine blue ataupun Papanicolaous. Dengan mikroskop cahaya akan
dijumpai multinucleated giant cells. Test ini tidak dapat membedakan antara
virus varicella zoster dengan herpes simpleks virus.
2. Direct fluorescent assay (DFA) : membutuhkan mikroskop fluorescence.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
4. Biopsi kulit : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal
dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic
infiltrate.
Penatalaksanaan
Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik
dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu :
1. Lesi masih berbentuk vesikel dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah.
2. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta diberikan salap
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
3. Diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat
(aspirin) untuk menghindari terjadinya terjadi sindroma Reye.
4. Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan kompres dingin, mandi secara
teratur atau pemberian antihistamin

22

5. Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder
akibat garukan.
Obat antivirus
Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu
penyembuhan akan lebih singkat, namun tidak mengurangi komplikasi.
Pemberian antivirus paling baik dalam jangka waktu kurang dari 48 - 72 jam
setelah erupsi dikulit muncul. Dosis anti virus untuk pengobatan varicella :
-

Neonatus : Asiklovir 500 mg/m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari.

Anak( 2 -12 tahun) : Asiklovir oral 4x20 mg/kgBB selama 5 hari.

Remaja dan dewasa :


o Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari.
o Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari.
o Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari.

Komplikasi
Komplikasi varicella meliputi otitis media, infeksi bakteri pada kulit, faringitis
streptokokus, pneumonia, dan meningoensefalitis.

KESIMPULAN

23

Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang


gawat darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit
memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit
berat, atau cenderung menjadi status epileptikus. Kejang demam ialah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penatalaksanaan kejang demam yang
utama adalah memutus kejang dan mengatasi penyebab kejang.
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran
napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga
tengah, pleura). Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Penatalaksanaan ISPA tergantung dari umur, jenis dan derajat keparahan
ISPA yang diderita. Pengobatan meliputi pemberian antipiretik, antibiotik, dan
bronkhodilator sesuai indikasi.
Varisela atau chickenpox atau yang dikenal dengan cacar air adalah infeksi
primer virus varicella-zoster (VZV) yang umumnya menyerang anak dan
merupakan penyakit yang sangat menular. Penularannya dengan cara inhalasi dari
sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit.
Reaktivasi dari VZV akan menimbulkan herpes zoster. Varicella dapat dikenali
dari karakteristik lesi kulit yang khas. Pada anak imunokompeten, tidak
diperlukan pengobatan yang spesifik dan pengobatan yang diberikan bersifat
simtomatis. Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan
waktu penyembuhan akan lebih singkat, namun tidak mengurangi komplikasi.

24

Vous aimerez peut-être aussi