Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Namun, obat-obat anestesi tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan
tetapi juga menghilangkan kesadaran. Selain itu, juga dibutuhkan relaksasi otot yang
optimal agar operasi dapat berjalan lancer.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen
anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.
Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasanpemantauan fungsifungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup induksi,
maintenance, dan pemulihan.
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memahami anestesi umum,
penggunaan anestesi umum, teknik anestesi umum, jenis-jenis anestesi umum dan
obat-obatan yang digunakan untuk anestesi umum.
BAB II
ANESTESI UMUM
A. Anestesi Umum
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Srpada tahun 1846.
Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral
disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.
Anestesi memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan
menimbulkan sakit yang tak tertahankan,mempotensiasi eksaserbasi fisiologis
yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka
Umur
2
o Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum
endotrakeal.
Posisi pembedahan
o Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan
anestesis umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama
1. Faktor respirasi
Pada setiap inspirasi sejumlah zat anestesika akan masuk ke dalam paruparu (alveolus). Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu.
Kemudian zat anestesika akan berdifusi melalui membrane alveolus. Epitel
alveolus bukan penghambat disfusi zat anestesika, sehingga tekanan parsial
dalam alveolus sama dengan tekanan parsial dalam arteri pulmonarsi. Hal- hal
yang mempengaruhi hal tersebut adalah:
alveolus.
Ventilasi alveolus; makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat
meningginya tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada
hipoventilasi.
2. Faktor sirkulasi
Terdiri dari sirkulasi arterial dan sirkulasi vena
Factor-faktor yang mempengaruhi:
a. Perubahan tekanan parsial zat anestesika yang jenuh dalam alveolus dan
darah vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesika diserap jaringan dan
sebagian kembali melalui vena.
b. Koefisien partisi darah/ gas yaitu rasio konsentrasi zat anestesika dalam
darah terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan
seimbang.
c. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Makin banyak aliran
darah yang melalui paru makin banyak zat anestesika yang diambil dari
alveolus, konsentrasi alveolus turun sehingga induksi lambat dan makin lama
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat anesthesia yang adekuat.
3. Faktor jaringan
a. Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan jaringan.
b. Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat
anestesika, kecuali halotan.
Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:
o Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar, ginjal.
Organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga tekanan parsial
zat anestesika ini meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini. Otak
menerima 14% curah jantung.
o Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.
o Lemak : jaringan lemak
o Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada aliran darah :
ligament dan tendon.
4. Faktor zat anestesika
Bermacam-macam zat anestesika mempunyai potensi yang berbeda-beda.
Untuk menentukan derajata potensi ini dikenal adanya MAC (minimal alveolar
concentration atau konsentrasi alveolar minimal) yaitu konsentrasi terendah zat
anestesika dalam udara alveolus yang mampu mencegah terjadinya tanggapan
(respon) terhadap rangsang rasa sakit. Makin rendah nilai MAC, makin tinggi
potensi zat anestesika tersebut.
D. Tahapan Tindakan Anestesi
1. Penilaian dan persiapan pra anesthesia
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya
kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan
kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien
dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi
angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
c. Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan
dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan
meliputi pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan
masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada
anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
E. Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
adalah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping
anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Kelas I
Kelas II
:Pasien
dengan
penyakit
sistemik
ringan
atau
Kelas IV
Kelas V
hidupnya
tidak
akan
lebih
dari
24
keperluan minumobat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum
induksi anestesia.
Menurut ASA Fasting Guidlines
Jenis Makanan
Minuman ringan
Asi
Susu Formula bayi
Non human milk
Makanan ringan
Defisit cairan dan elektrolit pra bedah dapat timbul akibat dipuasakannya
penderita terutama pada penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan
cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan,
muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan
trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi,
demam dan berkeringat banyak. 5
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang
umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif.5
Faktor-faktor preoperatif: 5
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh
stres akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena
dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal
karena efek diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air
dan elektrolit
4. Preparasi bedah
10
Enema atau
Eropa
(European
Society
of
11
Makanan Padat
Makanan padat tidak boleh diberikan sejak 6 jam sebelum
tindakan bedah berlangsung, baik pada dewasa maupun anak-anak.
Susu secara umum, bila diminum dalam jumlah yang banyak akan
mengental di dalam lambung, dan bersifat sama dengan makanan
padat (mengurangi kecepatan pengosongan lambung), tetapi konsumsi
dalam jumlah kecil tidak bermakna dan bersifat sama seperti minuman
bening.
Penambahan susu dalam teh maupun kopi masih dikelompokkan
ke dalam minuman bening dengan catatan jumlah susu yang
ditambahkan tidak lebih dari seperlima total volume teh/kopi sebelum
3.
diberi susu.
Permen Karet, Gula-Gula, dan Rokok
Konsumsi permen karet, gula-gula, dan rokok segera sebelum
tindakan bedah dinilai aman. Pada beberapa penelitian yang telah
dilakukan, terdapat penelitian yang mengatakan bahwa volume cairan
dan PH lambung tidak berbeda secara bermakna baik sebelum maupun
sesudah
mengkonsumsi
jenis-jenis
makanan
tersebut.
Sedang
berbeda
bermakna
secara
statistikal,
tetapi
tidak
12
Makanan Padat
Makanan padat tidak boleh diberikan sejak 6 jam sebelum tindakan
bedah berlangsung, baik pada dewasa maupun anak-anak. Susu secara
umum, bila diminum dalam jumlah yang banyak akan mengental di
13
14
15
Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara
intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat
dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan
secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan
belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi
intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan
secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin.
Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.
Obat-obat yang sering digunakan:
1. Analgesik narkotik
a. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3gr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
a. Ponstan
b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5. Anti emetic
a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis 0,001
mg/kgBB
b. DBP
c. Narfoz, rantin, primperan.
I. Induksi Anestesi
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi
16
Stadium Anestesi
17
Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa
analgesia sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur,
stadium 3 dan stdium 4 sampai henti napas dan henti jantung.
Stadium I
Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat
anestetik sampai hilangnya kesadaran.Pada stadium ini pasien masih dapat
mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).Tindakan
pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan
pada stadium ini.Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflekss
bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).
Stadium II
Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai
dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+),
pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri
dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata.
Stadium III
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga
hilangnya pernapasan spontan.Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan
spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri
dan kekanan dengan mudah.
Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera
diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien
18
sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi
yang berlebihan.
K.
4. Induksi
5. Pemeliharaan
2. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan
Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET=
endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi; operasi lama,
sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala)
Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil
dgn durasi singkat)
2. Intubasi setelah induksi dan suksinil
3. Pemeliharaan
Teknik Intubasi
1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap
2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin fasikulasi (+)
3. Bila fasikulasi (-) ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
19
Klasifikasi Mallampati :
Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :
12-20 x
20
dosis
dan
kecepatan
suntikan
tiopental
akan
21
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia
intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan
intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%.
Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.
c. Ketamin (ketalar)
Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi,
hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mualmuntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian
sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam
(valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi
salvias diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.
Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin
dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml =
50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).
d. Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)
Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga
banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung.
Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg
dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
5. Induksi intramuscular
22
6. Induksi inhalasi
a.
N2O
Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya
cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot
lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis,
terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor,
depresi miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi
lemah, anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga
mininggikan kadar gula darah.
c.
23
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif
disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding
halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap
otot lurik lebih baik disbanding halotan.
d.
e.
Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat
simpatomimetik takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti
isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan
untuk induksi anestesi
f.
Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya
tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari
24
8. Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa
hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita
berikan jarak beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka
kita tempelkan.
Pelumpuh otot nondepolarisasi Tracurium 20 mg (Antracurium)
1. Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkna
depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga
asetilkolin tidak dapat bekerja.
2. Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama
20-45 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit
a. Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:
i. Cegukan (hiccup)
ii. Dinding perut kaku
iii. Ada tahanan pada inflasi paru
L.
25
a.
26
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas,
sehingga gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau
mulut.
1. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan
napas mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan
napas lewat hidung (naso-pharyngeal airway).
2. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system
anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa
sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan
tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat
mulut atau hidung.
3. Sungkup laring (Laryngeal mask)
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar
berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat
dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA
dapat berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral
untuk menjaga supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
a. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
b. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar
dan lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan
dengan esophagus.
4. Pipa trakea (endotracheal tube)
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya
dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat
dimasukan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung
(nasotracheal tube).
27
N.
Intubasi Trakea
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea
melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan
trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan
umumnya digolongkan sebagai berikut:
Menjaga potensi jalan napas oleh sebab apapun. Kelainan anatomi, bedah
kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas, dan lain-
lainnya.
Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi. Misalnya saat resusitasi,
memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka
panjang.
Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
a. Kesulitan intubasi
1. Leher pendek berotot
2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
28
b. Komplikasi intubasi
1. Selama intubasi
Trauma gigi geligi
Laserasi bibir, gusi, laring
Merangsang saraf simpatis
Intubasi bronkus
Intubasi esophagus
Aspirasi
Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
Spasme laring
Aspirasi
Gangguan fonasi
Edema glottis-subglotis
Infeksi laring, faring, trakea
O.
Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan
catatan tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan
cairan lainnya.
29
ii.
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan
iii.
iv.
Kesadaran
v.
30
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh.Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai
anestetik, dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal.
Anestesi umum (General Anesthesia) disebut pula dengan nama Narkose
Umum (NU).Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko
yang tidak diinginkan dari pasien.
Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 2 cara, yaitu ;
1. Anastetik Inhalasi
2. Anastetik Intravena
Terlepas dari cara penggunaanya suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus
memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai Trias Anestesia, yaitu efek
hipnotik (menidurkan), efek analgesia, danefek relaksasi otot. Akan lebih baik lagi
31
kalau terjadi juga penekanan reflex otonom dan sensoris, seperti yang diperlihatkan
oleh eter.
Puasa bertujuan mengurangi resiko terjadinya reflux dan aspirasi cairan
lambung ke paru-paru pada penderita yang sedang menjalani pembedahan. Cairan
lambung yang sifatnya asam dapat menyebabkan lisisnya alveolus jika sampai
teraspirasi ke dalam paru paru.
36
Sebelum dilakukan anestesi umum, harus dilakukan penilaian pada psien yang
mencakup beberapa hal yaitu status kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium serta menentukan klasifikasi status fisik menurut The American Society
of Anaesthesiologist (ASA).
Berbagai teknik Anestesi Umum
a)
b)
c)
tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan perdarahan. Jika terdapat kesulitan selama
32
melaksanakan anestesi umum, seperti jalan nafas dan intubasi, harus ditangani
dengan benar.