Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB I

PENDAHULUAN

Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ
genitalia eksterna. (1 ) Kedua bagian besar organ ini sering mengalami
gangguan, salah satunya adalah infeksi. (1 , 2 ) Infeksi dapat mengenai organ
genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan
akibatnya, tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau dikenal
dengan kelenjar bartolini. (1 )
Kelenjar Bartolini pertama kali ditemukan oleh Caspar Bartholin.
Seorang ahli anatomi dari Belanda, pada tahun 1677.(3) Kelenjar ini kira-kira
berdiameter 0,5 cm dan berada pada labium minor arah jam 4 dan 8.
Umumnya, kelenjar ini tidak teraba karena berada dalam jaringan lunak
(labia). Setiap kelenjar ini menghasilkan mukus ke dalam duktus yang
panjangnya kurang lebih 2,5 cm. Kedua duktus ini, muncul di bagian depan
dinding

vagina,

di

sebelah

bawah

himen.

Fungsinya

untuk

mempertahankan kelembaban dari permukaan mukosa vagina.(4, 5)


Abses Bartolini merupakan suatu penyakit infeksi pada kelenjar
bartolini, dimana pada awalnya abses berkembang sebagai komplikasi dari
bartolinitis yang tidak diberikan pengobatan.(5)Kelenjar Bartolini terletak bilateral
pada introitus posterior dan mengalir melalui saluran-saluran yang
kosong.Kelenjar bartolini berukuran seperti kacang yang teraba hanya jika
duktus bartolini menjadi kistik atau berkembang menjadi abses.(5)
Infeksi dari kelenjar bartolini dapat menjadi abses kelenjar bartolini. Abses
akan berkembang cepat dalam waktu 3-4 hari. Hal ini dapat menyebabkan
seseorang sulit untuk berjalan, duduk atau beraktivitas lainnya yang memberikan
tekanan pada vulva.(4, 6) Abses bartolini merupakan masalah yang paling banyak
ditemukan pada wanita usia reproduksi. Diagnosis banding dari kista dan abses

bartolini ini meliputi lesi kistik dan padat pada daerah vulva, seperti hidradenoma
papilliferum dan lipoma.(3, 5)
Tujuan dari penatalaksanaan abses bartolini yaitu untuk mempertahankan
fungsi dari kelenjar bartolini. Penatalaksanaan yang tepat untuk abses bartolini
adalah word cathether yang juga digunakan pada penderita kista bartolini. (4)
Selain itu metode sizt bath (rendam air hangat) dapat diberikan.Pemberian
antibiotik spektrum luas juga diberikan jika terdapat tanda-tanda selulitis. (3) Biopsi
eksisi juga dapat dilakukan untuk mengetahui adanya adenokarsinoma pada
wanita menopause atau perimenopause yang terdapat massa irregular pada
kelenjar bartolini.(5)
Kelenjar bartolini berkembang dari tunas dalam epitel daerah posterior
dari vestibulum. Kelenjar ini terletak bilateral di dasar labia minora, dan
mengalirkan hasil sekresinya melalui duktus sepanjang 2 2,5 cm, yang bermuara
ke dalam vestibulum pada arah jam 4 dan jam 8. Kelenjar ini biasanya berukuran
sebesar kacang dan ukurannya jarang melebihi 1 cm. Kelenjar ini tidak teraba
kecuali pada keadaan penyakit atau infeksi.(1, 3)
Kelenjar bartolini (greater vestibular glands) merupakanhomolog
dari kelenjar Cowper (kelenjar bulbourethral pada laki-laki). Pada masa
pubertas, kelenjar ini mulai berfungsi, memberikan kelembaban bagi vestibulum.
(5)

Gambar Anatomi Kelenjar Bartolini


(Dikutip dari kepustakaan no.3)

Hasil penelitian tahun 2005 di Jepang pada pemeriksaan mikrobiologidari


224 kasus menunjukkan hasil positif pada organisme aerobik dan anaerobik
penyebab abses bartolini

yaitu sebanyak 219 kasus dan hasil negatif dalam

5 kasus.(7)Escherechia coli merupakan organisme aerobik terbanyak penyebab


abses bartolini, sedangkan pada organisme anaerobik penyebab terbanyak yaitu
Bacteroides fragilis.(7) Satu dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau
abses di dalam hidup mereka. Frekuensi tersering timbulnya abses bartolini
terutama pada usia 20-30 tahun.(3, 5)Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih
banyak daripada kista. Involusi bertahap dari kelenjar bartolini dapat terjadi pada
saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun.(5)
Banyak bakteri yang terisolasi menjadi bakteri yang patogen.Jenis bakteri
yang paling banyak adalah Escherichia coli, bakteri patogen yang menyebar
secara seksual Neisseria gonorrhoeae dan C. trachomatis.(3, 7, 8)
Dalam beberapa studi kasus bakteri Escherichia co1i didapatkan
sebagai bakteri penyebab utama dari beberapa penyakit infeksi traktus gentalia
wanita termasuk bartolinitis.(9,

10)

Neisseria gonorrhoeae jugamerupakan salah

satu organisme penyebab utama dari abses kelenjar bartolin.(5)


Bakteri penyebab abses bartolini :(5)

Organisme aerobic

Organisme anaerobic

Staphylococcus aureus

Bacteroides fragilis

Neisseria gonorrhoeae

Clostridium perftingens

Escherichia coli

Peptostreptococcus species

Streptococcusfaecalis
Pseudomonas aeruginosa
Chlamydia trachomatis

Fusobacterium species

Kelenjar bartolini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina.


Cairan ini mengalir ke dalam duktus sepanjang 2,5 cm yang tersusun atas epitel
transisional. Duktus ini bermuara pada bagian luar himen dan labium, dimana
duktus pada bagian ini tersusun atas epitel skuamosa.(3)
Pada masa pubertas kelenjar ini memulai fungsinya untuk memberikan
kelembaban vestibula.Ukuran kelenjar bartolini seperti kacang polong dan jarang
melebihi 1 cm.(1, 3, 5)
Adanya peradangan pada kelenjar bartolini disebabkan oleh bakteri
Gonococcus atau bakteri lainnya yang menyebabkan terjadinya infeksi pada
kelenjar bartolini. Ada kalanya bartolinitis menjadi abses karena duktus kelenjar
tertutup dan terjadi proses pernahanan di dalam kelenjar tersebut. Kista bartolini
terjadi karena adanya sumbatan pada salah satu duktus sehingga mukus yang di
hasilkan tidak dapat di sekresi. Sumbatan dapat disebabkan oleh mukus yang
mengental, infeksi, inflamasi kronik, trauma, atau gangguan kongenital.Jika
terjadi infeksi pada kista bartolini maka kista ini dapat berubah dapat menjadi
abses, yang ukurannya dapat meningkat setiap hari dan sangat nyeri.Namun kista
tidak harus selalu ada mendahului terbentuknya abses.(3, 5)

BAB II
DIAGNOSIS
2.1.

ANAMNESIS

Sebagian besar pasien akan merasa demam, walaupun tidak spesifik


karena bergantung daya tahan tubuh pasien. Pasien akan mengeluh nyeri
pada perineum hebat yang terutama dirasakan saat berjalan, duduk, dan koitus.
Nyeri kemudian menghilang yang diikuti dengan munculnya duh.(2, 4, 5)
2.2.

PEMERIKSAAN FISIS
Abses dapat didiagnosis melalui pemeriksaan fisik khususnya

dengan pemeriksaan ginekologis pelvik.Pemeriksaan fisik dengan posisi


litotomi. Adapun hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan
terhadap abses bartolini adalah sebagai berikut:(2, 4)
Pada inspeksi, terlihat massa unilateral di daerah labium, biasanya
pada labium minor arah jam 4 dan 8 atau posisi jam 5 atau 7 dengan
daerah sekitar yang eritema dan edema.
Dalam beberapa kasus didapatkan daerah selulitis disekitar abses
Pada perabaan teraba massa yang lunak, berbatas tegas, berfluktuasi,
sferis, dan sangat nyeri tekan.
Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat duh yang purulen.
2.3.

GAMBARAN KLINIS
Gejala kista bartolini berbeda dengan abses bartolini. Adapun gejala dari

abses bartolini, yaitu :(3, 4, 11)

Akut, pembengkakan labia unilateral disertai nyeri. Abses bartolini


biasanya berkembang selama dua sampai empat hari dan dapat menjadi
lebih besar dari 8 cm. Cenderung pecah dan mengering setelah empat
sampai lima hari

Dispareunia

Kesulitan dalam berjalan atau duduk.

Vaginal discharge mungkin ada, terutama jika infeksi disebabkan oleh


organisme menular seksual

Pada beberapa kasus, dapat ditemukan selulitis

Demam tidak khas untuk abses bartolini,tetapi bisa terjadi

Kista atau abses bartolini didapatkan melalui pemeriksaan fisik, khususnya


dengan pemeriksaan ginekologi pelvis. Pada pemeriksaan fisik dengan posisi
litotomi, kista terdapat dibagian unilateral, nyeri, eritema, edema, fluktuasi dan
terjadi pembengkakan yang eritema pada posisi jam 5 atau 7 pada labium minus
posterior.(2, 5)

Gambar Abses Bartolini


(Dikutip dari kepustakaan no. 3)

2.4.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan gram dan biakan materi purulen membantu identifikasi


bakteri patogen.(1)
2. Pemeriksaan darah rutin untuk melihat adanya tidaknya leukositosis.
Namun apabila

pasien

afebris,

laboratorium

darah

tidak

diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi.(2, 12)


3. Mengambil sampel sekresi dari vagina atau serviks untuk mengetahui
adanya infeksi menular seksual, gonore, sifilis atau infeksi menular seksual
lainnya. Kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasi jenis
bakteri penyebab infeksi Gonorrhea dan Chlamidia. Untuk kultur, di
ambil swab dari abses atau daerah lain seperti serviks. Basil tes ini
baru dapat dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak menunda

pengobatan. Dari basil tes ini dapat diketahui apakah antibiotik perlu
diberikan.(7, 13)
4. Biopsi dari massa untuk mengetahui adanya sel-sel kanker, bagi pasien:(12)
a) Perimenopause, menopause atau usia lebih dari 40 tahun
b) Kegagalan penyembuhan dengan pengobatan yang teratur
c) Ada riwayat menderita keganasan labial
d) Kronik dan atau tidak nyeri sama sekali
2.5.

DIAGNOSIS BANDING
1. Kista Bartolini
Klinis kista bartolini menyerupai warna kulit, mengalami pembengkakan

yang biasanya unilateral pada bagian posterior vulva, terjadi di depan dan di
antaralabia minora dan mayora di tepi fosa navikularis. Kista bartolini sering agak
besar dan biasanya asimtomatik.Terkadang merah dan lunak bila ada trauma atau
infeksi, kadang-kadang disertai dengan gonore.(3, 12, 14)

Gambar Kista Bartolini


(dikutip dari kepustaan no.12)

2. Lipoma
Lipoma termasuk tumor jinak yang berasal dari jaringan lemak.Lipoma
dapat terjadi akibat dari iritasi kronik.Benjolan lunak, berwarna kuning terang dan
dikelilingi oleh kapsul yang tipis.Dapat digerakkan dari dasar dan tidak disertai
rasa nyeri, (nyeri timbul jika lipoma ditekan dan dipijat).Pertumbuhannya lambat
dan tidak pernah mengalami perubahan menjadi ganas (meskipun tipe tumor

ganas liposarkoma juga berasal dari jaringan lemak). Kebanyakan berukuran kecil
meskipun dapat membesar dengan diameter lebih dari 6 cm.(12)
3. Fibroma
Fibroma adalah tumor jinak yang paling banyak ditemukan pada vulva,
menyerupai polip fibroepithelial dan lambat berkembang.Indikasi eksisi jika ada
rasa sakit, pertumbuhan yang cepat dan pertimbangan kosmetik.(12)
4. Vulva Maligna
Karsinoma vulva sel basal jarang ditemukan.Dapat timbul sebagai plak
yang mungkin berpigmen.Tumor bisa membentuk nodul atau ulkus.Paling sering
pada labia mayora.Adenokarsinoma primer tidak terkait dengan kelenjar adneksa,
sangat jarang.Biasanya lesi muncul sebagai nodul subkutan yang tidak nyeri.Jika
meluas dapat menjadi nyeri.Tumor dapat menyerang lemak, otot atau tulang dan
mungkin terkait dengan abses kelenjar bartolini.(12)

Gambar Vulva Maligna


(Dikutip dari kepustakaan no.12)

BAB III
PENATALAKSANAAN
Pemberian terapi pada abses bartolini hampir sama dengan kista bartolini
simptomatik. Adapun terapi yang dapat diberikan pada abses bartolini, yakni :

Sitz bath
Jika suatu abses timbul, penanganan konservatif dengan Sitz bath. Caranya

yaitu dengan duduk di dalam bak mandi yang di isi dengan air hangat dimana

bokong dan genital harus terendam air selama 10-15 menit pada satu waktu, 3-4
kali sehari.(4, 5)

Pemberian antibiotik sistemik, topikal dan analgetik.


Antibiotik spektrum luas seperti ceftriaxone 125 mg IM dosis tunggal

sangat efektif untuk N.Gonorrhoea dan mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi
terhadap resisten organisme.Ciprofloxacin 250 mg satu kali pemberian merupakan
alternatif pengobatan antibiotik selain ceftriaxon.Doxycycline 100 mg selama 7
hari diindikasikan untuk Chlamydia trachomatis.Azithromycin 1 gram peroral
dalam satu kali pemberian di gunakan juga untuk Chlamydia trachomatis.Jika
kista terinfeksi menjadi abses, diperlukan obat-obatan baik topikal maupun
anastesi lokal, untuk infeksi lokal, yang sering digunakan adalah antibiotik seperti
mupirocin. Sedangkan golongan anastesi digunakan topikal pada mukosa vagina
secara injeksi pada submukosa yaitu lidokain topikal 3-5mg/kgBB, injeksi 35mg/kgBB, bupivakain dengan dosis maksimal 225 mg dengan epinefrin, 175 mg
tanpa epinefrin di injeksikan ke dalam submukosa dan triamcinolon-acetonide 5
mg/i.c injeksi untuk mengurangi inflamasi pada kista secara cepat dan mudah.
Antibiotik biasanya diberikan segera setelah insisi dan drainase dilakukan.(3)

Word catheter
Word catheter pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960-an. Kateter

word merupakan kateter kecil dengan balon yang dapat dikembangkan dengan
salin pada ujung distalnya. Prosedur ini harus dilakukan dalam teknik steril.
Penting untuk menarik dinding kista sebelum insisi dilakukan, jika tidak demikian
maka kemungkinan dapat mengakibatkan kolaps kista. Insisi tidak boleh
dilakukan diluar labium karena dapat terbentuk fistel yang permanent. Dengan
menggunakan scalpel no.11 dilakukan insisi 0,5 cm pada abses di permukaan
mukosa labia minora. Kateter ini dimasukkan ke dalam luka insisi setelah
dilakukan drainase cairan.Sebelum dimasukkan, ujung kateter diolesi dengan gel
untuk membantu lubrikasi. Jika insisi terlalu lebar kateter word akan terjatuh.
Ujung dari kateter dimasukkan dalam lubang, dan balon dikembangkan dengan 4

ml salin. Sementara ujung kateter lain dimasukkan kedalam vagina demi


kenyamanan pasien. Agar terjadi epitalisasi pada daerah insisi, kateter word di
pasang selama 4-6 minggu, hal ini juga bertujuan untuk memperkecil rekurensi.
Pasien dinasehati untuk mandi duduk sebanyak 2-3 kali selama 2 hari dan tidak
melakukan hubungan seksual sampai kateter di lepaskan. Kesederhanaan teknik
ini merupakan keuntungan utamanya. Tidak terlalu mengganggu pasien dan
mengembalikan fungsi kelenjar. Kateter word aman dan efektif untuk mengobati
abses bartolini. Kegagalan untuk menjaga kista terbuka dapat meningkatkan
faktor resiko rekurensi.(3-5)

Gambar word catheter


(Dikutip dari kepustakaan no.5)

Eksisi
Eksisi dapat dilakukan pada kista yang cenderung berulang beberapa kali.

Prosedur ini tidak dapat dilakukan di tempat praktek, melainkan dikamar operasi
karena dapat terjadi perdarahan dari vena-vena sekitarnya. Prosedur ini
menggunakan anastesi umum dan dapat menimbulkan hemoragik, hematom,
infeksi sekunder dan dispareunia akibat pembentukan jaringan parut.Eksisi
kelenjar bartolini dilakukan jika tidak ada infeksi aktif. Jika sebelumnya telah
dilakukan beberapa tindakan untuk drainase kista atau abses maka kemungkinan
ada perlengketan yang dapat mempersulit eksisi dan dapat menimbulkan jaringan
parut yang disertai nyeri kronis pasca operasi. Beberapa peneliti menyarankan
eksisi pada kelenjar bartolini untuk mencegah adenomakarsinoma jika kista atau
10

abses menyerang diatas 40 tahun, meskipun adenokarsinoma pada kelenjar


bartolini termasuk dalam kasus yang jarang terjadi.(3, 5)

Marsupialisasi
Marsupialisasi dari kelenjar bartolin umumnya ditunjukkan bila ada abses

yang besar yang membuat bedah eksisi kelenjar menjadi sulit. Pada operasi ini,
ahli bedah akan membuka lebar dinding abses sehingga memungkinkan untuk
mengeluarkan eksudat purulen. Membran abses kemudian dijahit ke mukosa
vagina dan kulit pada introitus vagina untuk efek granulasi dan reepitelisasi
kelenjar bartolin adalah untuk menghilangkan abses sedemikian rupa sehingga
akan terjadi epitelisasi pada bagian dasar.(3, 5, 15)
Alternatif selain pemasangan kateter word adalah marsupialisasi dari kista
bartolini.Marsupialisasi

dapat dilakukan disebuah kamar bedah rawat jalan.

Setelah persiapan steril dan dilakukan anastesi local, dinding kista dijepit dengan
2 hemostat kecil. Kemudian insisi vertikal dibuat di ruang depan di tengah
tengah kista dan diluar cincin hymenal dengan sayatan sekitar 1,5-3 cm,
tergantung pada ukuran kista. Setelah kista dipotong secara vertikal, pada rongga
dilakukan irigasi dengan larutan garam dan jika perlu lokulasi dapat dipecah
dengan hemostat. Dinding kista kemudian diangkat dan diperkirakan ke tepi
vestibular mukosa dengan jahitan interuptus 2-0 yang dapat diserap.Sekitar 5 15
% dari kista bartolin dapat kambuh setelah marsupilisasi. Komplikasi yang
berkaitan dengan prosedur ini termasuk dispareunia, hematom, dan infeksi.(16)

11

Gambar Marsupialisasi
( Dikutip dari kepustakaan No.16 )

KOMPLIKASI

Dapat ditemukan nekrotik setelah drainase abses,namun jarang(3)


Toxic Shock Syndrome
Perdarahan, khususnya pada pasien dengan koagulopati(5)
Dapat terjadi skar kosmetik

PROGNOSIS
Kesempatan sembuh baik sekali(3)
Angka rekuren umumnya dilaporkan kurang dari 20%.(3)
PENCEGAHAN

Jika kista bartolini berkembang, pengobatan yang tepat dengan sitz bath
dapat mencegah perkembangan abses. Praktek seks aman dapat menurunkan

12

penyebaran penyakit menular seksual dan karenanya mencegah pembentukan


abses yang disebabkan oleh organisme.(3, 5)

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Murtiastutik D. Infeksi Menular Seksual. 2 ed. Barakbah J, Lumintang H,


Martodihardjo S, editors. Surabaya: Airlangga University Press; 2008. p.1828,45-55,92-100.
Daili SF, Indriatmi W, Zubier F. Infeksi Menular Seksual. 4 ed. Jakarta:
FKUI; 2009. p.17-25.
Schecter JC. Bartholin Gland Disease. 2010 [updated 6 Desember 2010;
cited 2011 10 Desember]; Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/777112-overview.
Anonym. Bartholin's Cyst and Abscess. 2010 [updated 18 Januari 2010;
cited 2011 10 Desember]; Available from:
http://www.patient.co.uk/health/Bartholin's-Cyst-and-Abscess.htm.
Omole F, Barbara JS, Hacker Y. American Family Physician : Management
of Bartholin's Duct Cyst and Gland Abscess. 2011:p.135-40.
J.Vorvick L, Storck S. Bartholin's Abscess. USA: MedlinePlus; 2010
[updated 5 Juni 2010; cited 2011 10 Desember]; Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001489.htm.
Tanaka K, Mikamo H, et.all. Microbiology of Bartholin's Gland Abscess in
Japan. Journal of Clinical Microbiology. 2005:p.4258-61.

13

8.
9.
10.
11.

12.
13.
14.

15.

16.

R.J.Hay, Adriaans BM. Virus Infection. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,


Griffiths C, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 7 ed. USA: Blackwell
Publishing; 2004. p. 27.1-.12.
Halpern AV, Heymann WR. Infection, Infestation and Bites. In: Bolognia J,
L.Jorizzo J, P.Rapini R, editors. Dermatology. 2 ed. USA: Clara Toombs;
2008.
A.Pinsky B, J.Baron E, Janda JM, Banaei N. Bartholin's abscess caused by
hypermucoviscous Klebsiella pnuemoniae. USA: Department of
Pathology,Stanford University School of Medicine; 2009. p.671-3.
R R, Torgerson, Edwards L. Disease and Disorder of Female Genitalia. In:
Wolff K, A.Goldsmith L, I.Katz S, A.Gilhrest B, editors. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. 7 ed. London: The MacGraw-Hill; 2008.
p.682.
Micali G. Benign Vulvar Lesions. 2011 [updated 14 July 2011; cited 2011
10 Desember]; Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/264648-overview.
Adler M, Cowan F, French P, et.all. ABC of Sexually Transmitted Infections
: Other Conditions that Affect The Female Genital Tract. 5 ed. London:
BMJ; 2005.p. 39.
Parvathi S, S.Imara A, Thoduka TG. Bartholinitis caused by Streptococcus
pneumoniae : Case report and review of literature. 2009 [cited 2011 10
Desember]; Available from: http://www.ijpmonline.org/article.asp?
issn=03774929;year=2009;volume=52;issue=2;spage=265;epage=266;aulast=Parvathi
.
Wechter.ME, WU.JM, Marzano.D, Haefner.H. Management of Bartholin
duct cyst and abscesses. Florida: Department of Gynecology; 2009 [updated
Juni 2009; cited 2011 10 Desember]; Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19445813.
R.Wheeless.JR C, L.Roenneburg M. Atlas of Pelvic Suregery : Bartholin's
Gland Cyst Marsupialization. [cited 2011 10 Desember]; Available from:
http://www.atlasofpelvicsurgery.com/1VulvaandIntroitus/3bartholinsglandcy
st/chap1sec3.html.

14

Vous aimerez peut-être aussi