Vous êtes sur la page 1sur 87

Asuhan Keperawatan

Pada Anak dengan Gangguan Integumen

oleh: Anna Yuniar B.Sc, S.Pd

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan

Impetigo

Pengertian Impetigo

Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang


menyerang lapisan epidermis kulit
(Djuanda, 56:2005).

Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial


dengan robekan kulit dan paling sering merupakan
penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis,
Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites.
(Beheshti, 2:2007)

Etiologi

Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik


Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen
primer pada impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007).
Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 m,
berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus
tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan.
Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya
mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui
produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah
enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim.
Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase,
eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan
enterotoksin. (Brooks, 317:2005).
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai
karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya.
Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A,
(Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase,
hyaluronidase, eksotoksin pirogenik, disphosphopyridine nucleotidase, dan
hemolisin (Brooks, 332:2005).

Epidemiologi

Impetigo terjadi di seluruh Negara di dunia dan angka kejadiannya


selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo
merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak
dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada
daerah tenggara Amerika (Provider synergies, 2:2007). Di Inggris
kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8%
pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70%
merupakan impetigo krustosa (Cole, 1:2007).

Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain
setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat
pada sekolah atau tempat penitipan anak atau juga pada tempat
dengan hygiene buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk
(Cole, 1:2007).

Faktor Predisposisi

Kontak langsung dengan pasien impetigo

Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau


pakaian pasien impetigo

Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab

Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit


seperti gulat

Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik


(Sumber: Beheshta, 2:2007).

Manifestasi Klinik

Impetigo Krustosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah
di wajah, terutama sekitar lubang hidung dan mulut,
karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut.
Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak
(kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi
umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat
terjadi (Boediardja, 2005; Djuanda, 2005).
Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan
rasa tidak nyaman dapat terjadi, tetapi tidak disertai gejala
konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih sering
disebabkan oleh Streptococcus.

Manifestasi Klinik
Impetigo Krustosa

Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil,


sekitar 1-2 mm. Kemudian segera terbentuk vesikel atau
pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi.
Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal
berwarna kekuningan yang memberi gambaran
karakteristik seperti madu (honey colour).

Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit


disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk
daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah
menyebar secara autoinokulasi
(Boediardja, 2005).

Manifestasi Klinik
Impetigo Bulosa

Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di


ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama dengan
miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit
berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter
0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit
sekitar normal atau kemerahan.

Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang


berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan
meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya.
Krusta varnishlike terbentuk pada bagian tengah yang jika
disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah.
Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh
(Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).

Manifestasi Klinik
Impetigo Bulosa

Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka,


kelainan itu dapat menyertai dermatitis atopi, varisela,
gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau
tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti
tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan
leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di
dekat lesi.

Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala


demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan
radang paru, infeksi sendi atau tulang.
(Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).

Pemeriksaan Penunjang

Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan


pengecatan gram untuk menyingkirkan diagnosis
banding dengan gangguan infeksi gram negative.

Bisa dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase


untuk membedakan antara Staphylococcus dan
Streptococcus.
(Brooks, 332:2005).

Diagnosis Banding
1. Dermatitis atopi: keluhan gatal yang berulang atau
berlangsung lama (kronik) dan kulit kering; penebalan
pada lipatan kulit terutama pada dewasa (likenifikasi);
pada anak seringkali melibatkan daerah wajah atau
tangan bagian dalam.
2. Candidiasis (infeksi jamur candida): papul merah,
basah; umumnya di daerah selaput lender atau daerah
lipatan.
3. Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitive yang
kontak dengan zat-zat yang mengiritasi.
4. Diskoid lupus eritematus: lesi datar(plak), batas tegas
yang mengenai sampai folikel rambut.
5. Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka
dengan dasar dan dinding) dapat menetap selama
beberapa minggu dan sembuh dengan jaringan parut
bila infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis).

Diagnosis Banding
6. Herpes simpleks: vesikel berkelompok dengan dasar
kemerahan yang pecah menjadi lecet tertutupi oleh
krusta, biasanya pada bibir dan kulit.
7. Gigitan serangga: Terdapat papul pada daerah gigitan,
dapat nyeri.
8. Skabies: Papula yang kecil dan menyebar, terdapat
terowongan pada sela-sela jari, gatal pada malam hari.
9. Varisela: Vesikel pada dasar kemerahan bermula di
badan dan menyebar ke tangan, kaki, dan wajah; vesikel
pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada
beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama
(Cole, 3:2007).

Komplikasi

Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2


minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa
radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 15% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak
dipengaruhi oleh pengobatan antibiotic.
Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah,
pada sepertiga terdapat urine seperti warna the.
Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan
walaupun gejala-gejala tadi muncul.
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi
tulang (osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia),
selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin
syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah
bening
(Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).

Penatalaksanaan
1. Terapi nonmedikamentosa
Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30
menit, disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah
Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan
menutup daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong
kuku anak
Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh
Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan
jarum suntik untuk mencegah penyebaran local
Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9%
pada impetigo krustosa.
Lakukan pencegahan seperti yang disebutkan pada point XI di
bawah

Penatalaksanaan
2.

Terapi medikamentosa

a. Terapi topikal
Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik
sebaiknya krusta sedikit dilepaskan baru kemudian diberi
salep antibiotik. Pada pengobatan topikal impetigo
bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau
salap antibiotik (mupirocin, fusidic acid, ratapamulin, dan
dicloxacilin).
(Djuanda, 57:2005).

Penatalaksanaan
2.

Terapi medikamentosa

b. Terapi sistemik
1. Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu)
2. Eritromisin (bila alergi penisilin)
3. Clindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna)
4. Penggunaan terapi antibiotik sistemik lainnya

Pencegahan Impetigo
1. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak
dengan pasien, terutama apabila terkena luka.
2. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita
3. Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa
menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien
4. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan,
namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
5. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap
pendek dan bersih
6. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
7. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang
lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau
pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
8. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang
terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Impetigo

Pengkajian

Identitas Penderita dan Orangtua


Mencakup: Nama, Jenis Kelamin, Umur, Suku, Agama, Pekerjaan,
dan Alamat.

Keluhan Utama
Misalnya: luka garukan di regio lumbal posterior dekstra.

Riwayat Penyakit Sekarang


Misalnya: menurut ibu pasien, mulai 10 hari yang lalu pasien
mengeluhkan gatal pada regio lumbal posterior dekstra, tanpa adanya
keluhan gatal di daerah lain. Awalnya muncul vesikel, karena gatal lalu
digaruk oleh pasien kemudian vesikel pecah dan menimbulkan kerak.
Vesikel semakin lama semakin bertambah banyak dan menyebar.
Pasien sudah dibawa berobat ke dokter, diberi salep dan tablet namun
keluhannya tidak berkurang. Akhirnya pasien berobat ke RSUD.

Pengkajian

Riwayat Penyakit Dahulu


Misalnya: pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ada atau tidak keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.

Riwayat Pengobatan
Tanyakan, apakah pernah berobat ke dokter umum? Apakah keluhan
berkurang setelah diberi obat?

Riwayat Alergi
Kaji apakah pada riwayat alergi makanan atau obat atau jenis alergi
lainnya.

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Kesadaran

: komposmentis

Keadaan Umum

: baik

Kepala/Leher

: dalam batas normal

Thorak cor

: S1S2 tunggal, lain-lain dalam batas normal

Pulmo

: Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-,


lain-lain dalam batas normal

Abdomen

: Soepel, bising usus (+),


lain-lain dalam bts normal

Ekstremitas

: dalam batas normal

Genitalia

: dalam batas normal

Pemeriksaan Fisik

Status Lokalis
Lokasi

: regio lumbal dekstra bagian posterior

Efloresensi : Pada pemeriksaan didapatkan lesi kulit berupa papula


berisi cairan keruh, tidak dikelilingi daerah eritematus,
selain itu juga ditemukan bekas bula yang pecah
berupa kulit yang eritematus dengan krusta tipis
kecoklatan pada bagian tepi.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat:

1. Kerusakan integritas kulit b/d lesi dan cedera mekanik


(garukan pada kulit yang gatal)
2. Resiko penyebaran infeksi b/d daya tahan tubuh menurun,
malnutrisi, proses inflamasi, dan prosedur infasif
3. Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder
4. Cemas b/d perubahan status kesehatan
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan

Intervensi
Diagnosa 1
Kerusakan integritas kulit b/d lesi dan cedera mekanik
(garukan pada kulit yang gatal)

Intervensi:
1. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
2. Potong kuku dan jaga kebersihan tangan klien
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
5. Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun (antiseptik)
6. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik topikal pada klien
7. Beri pengetahuan pada klien agar jangan menggaruk lukanya

Intervensi
Diagnosa 2
Resiko penyebaran infeksi b/d daya tahan tubuh menurun, malnutrisi,
proses inflamasi, dan prosedur infasif

Intervensi:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pengunjung untuk cuci tangan saat berkunjung dan
saat meninggalkan pasien
5. Pertahankan lingkungan aseptic selama pengobatan berlangsung
6. Berikan perawatan kulit pada area epidema
7. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas
8. Inspeksi kondisi luka
9. Berikan terapi antibiotik bila perlu
10.Ajarkan cara menghindari infeksi

Intervensi
Diagnosa 3
Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder

Intervensi:
1.

Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan khususnya


mengenai pikiran dan pandangan dirinya.

2.

Dorong individu untuk bertanya mengenai masa penanganan,


perkembangan kesehatan

Intervensi
Diagnosa 4
Cemas b/d perubahan status kesehatan

Intervensi:

1. Identifikasi kecemasan
2. Gunakan pendekatan yang menenangkan
3. Temani pasien untuk memberi keamanan dan mengurangi takut
4. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
5. Berikan informasi faktual tentang diagnosis, tindakan prognosis
6. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

Intervensi
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

Intervensi: Ajarkan tentang proses penyakit


1. Tentukan tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit
2. Jelaskan patofisiologi penyakit, hubungkan dengan anatomi dan fisiologi
3. Jelaskan penyebab, tanda, gejala, dan proses penyakit
4. Sediakan informasi tentang kondisi pasien dan tindakan diagnostik
5. Gambarkan rasionalitas dari perawatan yang diberikan
6. Gambarkan komplikasi
7. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin pasien butuhkan
8. Diskusikan tentang pilihan perawatan
9. Sediakan waktu mengeksplorasi pendapat kedua
10. Gali sumber daya pendukung
11. Anjurkan pasien dan keluarga mengenali tanda gejala dan melaporkannya
12. Klarifikasi informasi yg diberikan tim kesehatan lain sebelum informasi diberikan

Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil
akhir yang ditetapkan yaitu meliputi:
Kesejahteraan fisik pasien dipertahankan.
Pasien akan mengembangkan koping yang efektif.
Setiap anggota keluarga akan melanjutkan pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat.
Perawat dapat yakin bahwa perawatan berlangsung efektif jika
kesejahteraan fisik pasien dipertahankan.
Pasien dan keluarganya dapat mengatasi masalahnya secara efektif,
dan setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan
dan perkembangan yang sehat

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan

Diaper Rash / Ruam Popok

Pengertian Ruam Popok


Iritasi pada kulit bayi Ibu di daerah pantat. Bisa terjadi
jika ia popok basahnya telat diganti, popoknya terlalu
kasar dan tidak menyerap keringat, infeksi jamur atau
bakteri atau bahkan eksema.
Masalah kulit pada daerah genital bayi yang ditandai
dengan timbulnya bercak-bercak merah dikulit, biasanya
terjadi pada bayi yang memiliki kulit sensitif dan mudah
terkena iritasi. Bercak-bercak ini akan hilang dalam
beberapa hari jika dibasuh dengan air hangat, dan
diolesi lotion atau cream khusus ruam popok, atau
dengan melepaskan popok beberapa waktu.
Gangguan yang lazim ditemukan pada bayi. Gangguan
ini banyak mengenai bayi berumur kurang dari 15 bulan,
terutama pada kisaran usia 8 10 bulan.

Etiologi
Ruam disebabkan oleh roseola dan erythema infectiosum
(penyakit fith) adalah tidak berbahaya dan biasanya mereda tanpa
pengobatan. Ruam disebabkan campak, rubella, dan cacar air
menjadi tidak umum karena anak mendapatkan vaksin.
Beberapa faktor penyebab terjadinya ruam popok ( diaper rash,
diaper dermatitis, napkin dermatitis ), antara lain:

Iritasi atau gesekan antara popok dengan kulit.

Faktor kelembaban.

Kurangnya menjaga hygiene. popok jarang diganti atau


terlalu lama tidak segera diganti setelah pipis atau BAB
(feces).

Infeksi mikro-organisme (terutama infeksi jamur dan bakteri)

Alergi bahan popok.

Gangguan pada kelenjar keringat di area yang tertutup


popok.

Gejala Klinis

Gejalanya antara lain ruam kemerahan atau lecet pada


kulit di daerah yang ditutupi popok.

Selain itu, bayi biasanya terlihat rewel, terutama saat


penggantian popok. Bayi juga mungkin menangis saat
kulit di daerah yang ditutupi popok dicuci atau disentuh.

Terdapat bercak-bercak kemerahan pada daerah pantat


karena iritasi popok.

Patofisiologi

Hampir semua bayi pernah mengalami ruam atau lecet


karena pemakaian popok.

Lokasi yang sering terkena adalah bagian pantat, sekitar


kemaluan, maupun paha.

Bahkan, jika bakteri yang terdapat dalam urine bayi


Anda terurai menjadi amonia, ruam ini bisa bertambah
parah. Tentu saja keadaan ini sangat tidak
menyenangkan buat si kecil.

Penatalaksanaan

Sering-seringlah mengganti popok. Jangan biarkan popok yang sudah


basah karena menampung banyak urin berlama-lama dipakai bayi. Kontak
lama antara urin / tinja dengan kulit bayi bisa menimbulkan ruam popok.
Saat membersihkan bayi, tepuk daerah yang biasa ditutupi popok (bokong,
paha, selangkangan, daerah genital bayi) secara perlahan dengan handuk
bersih. Hindari menggosok-gosok dengan keras daerah tersebut.
Sesekali biarkan bokong bayi terbuka (tidak memasang popok) selama
beberapa saat. Hal ini bisa menjaga daerah popok tetap kering dan bersih.
Hati-hati dalam memilih popok, beberapa jenis bahan popok dapat
merangsang ruam popok. Jika terjadi, ganti popok merk lain yg lebih cocok.
Jika bayi anda memakai popok kain yang digunakan berulang kali, cucilah
popok kain tersebut dengan deterjen yang formulanya tidak terlalu keras.
Hindari memakai pelembut, karena pewangi dalam pelembut tersebut dapat
mengiritasi kulit bayi. Pastikan bilas popok dengan baik agar deterjen tidak
tertinggal di dalam popok.
Jangan memasang popok terlalu kuat. Usahakan ada ruang antara popok
dengan kulit bayi.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Diaper Rash / Ruam


Popok

Pengkajian

Identitas pasien dan keluarga

Pola sensori

Pemeriksaan fisik
(status kesehatan umum, pemeriksaan head to toe,
pemeriksaan penunjang)

Pemeriksaan tanda-tanda vital

Riwayat penggunaan obat-obatan.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d kerusakan kulit /
jaringan
2. Gangguan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit
karena destruksi jaringan
3. Gangguan mobilitas fisik, kerusakan

Intervensi
Diagnosa 1
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d kerusakan kulit / jaringan
Intervensi:

Pastikan ibu mengganti popoknya secara rutin.


Rasional: supaya permukaan tidak dalam keadaan
lembab/ basah.

Berikan tempat tidur ayunan secara indikasi


Rasional: peninggian linen dari luka membantu
menurunkan nyeri

Membasuh pantat bayi dan mengeringkanya


Rasional: Untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit bayi

Melepas ppopok dan membiarkan kulitnya terkena angin


Rasional: Mempercepat penyembuhan ruam popok

Intervensi
Diagnosa 2
Gangguan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit karena
destruksi jaringan.

Intervensi:

Berikan perawatan ruam popok dengan tepat dan tindakan kontrol


infeksi.
Rasional: menyiapkan jaringan baru dan menurunkan infeksi.

Tinggikan area graft bila mungkin


Rasional: menurunkan pembengkakan / mengatasiresiko
pemisahan graft

Pantau kondisi luka yang terjadi akibat ruam popok.


Rasional: memberikan informasi dasar tentang keb penanaman
kulit

Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci dan minyai dengan krim.
Rasional: kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh
memerlukan perawatan khusus

Intervensi
Diagnosa 3

Gangguan mobilitas fisik, kerusakan.


Intervensi:

Pertahankan posisi tubuh tepat dan dukungan


Rasional: meningkatkan fungsional pada ekstremitas.

Lakukan rehabilitasi pada penerima.


Rasional: akan lebih mudah membuat partisipasi

Berikan obat sebelum aktivitas/ latihan


Rasional: menurunkan kekuatan otot/ jaringan.

Bersihkan daerah luka dengan cepat.


Rasional: eksisi dinidiket untuk menurunkan jaringan parut
serta resiko infeksi.

Evaluasi

Keefektifan tindakan.

Peran anggota keluarga untuk membantu mobilisasi


pasien.

Kepatuhan pengobatan dan mengefaluasi masalah baru


yang kemungkinan muncul.

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan

Morbili

Pengertian Morbili

Morbili penyakit virus akut, menular yang ditandai


dengan 3 stadium, yaitu stadium prodormal
(kataral), stadium erupsi dan stadium konvalisensi,
yang dimanifestasikan dengan demam,
konjungtivitis dan bercak kopli.

Morbili penyakit anak menular yang lazim


biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama
ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau
demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi.

Etiologi

Penyebabnya adalah virus morbili yang


terdapat dalam sekret nasofaring dan darah
sealma masa prodormal sampai 24 jam
setelah timbul bercak-bercak.

Virus ini berupa virus RNA yang termasuk


famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus.

Cara penularan dengan droplet infeksi.

Epidemiologi

Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan


kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup.

Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita


morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui
plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur
tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi
dapat menderita morbili.

Bila seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil


1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan
mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada
trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin
melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan
atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau
anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.

Patofisiologi
Secara sederhana dan dengan pembuatan pohon masalah,
patofisiologi morbili dapat dijelaskan sebagai berikut :

Patologi Anatomi
Pada organ limfoid dijumpai
Hiperplasia folikuler yang nyata
Sentrum germinativum yang besar
Sel Warthin-Finkeldey
Sel datia berinti banyak yang tersebar secara acak
Sel ini memiliki nukleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam
Sitoplasma
Sel ini merupakan tanda patognomonik campa
Pada bercak Koplik dijumpai:
Nekrosis
Neutrofil
Neovaskularisasi

Manifestasi Klinik

Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari


dan kemidian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium

Stadium kataral (prodormal)


Stadium prodormal berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh demam
ringa hingga sedang, batuk kering ringan, coryza, fotofobia dan
konjungtivitis.
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema,
timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang
dijumpai.
Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi
oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapandengan molar
dibawah, tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh
permukaan pipi.
Meski jarang, mereka dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir
bawah, langit-langit dan karankula lakrimalis. Bercak tersebut muncul dan
menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam. Kadang-kadang
stadium prodormal bersifat berat karena diiringi demam tinggi mendadak
disertai kejang-kejang dan pneumoni.
Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia.

Manifestasi Klinik

Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema / titik merah
dipalatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk
makula papula disertai dengan menaiknya suhu tubuh. Eritema timbul
dibelakang telinga dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan
bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan primer pada
kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar getah
bening disudut mandibula dan didaerah leher belakang. Juga terdapat
sedikit splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari
morbili yang biasa ini adalah Black Measles yaitu morbili yang disertai
perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri.
Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit
yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk
morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam
kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi.
Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi

Komplikasi

Otitis media akut


Pneumonia / bronkopneumoni
Encefalitis
Bronkiolitis
Laringitis obstruksi dan laringotrakkhetis

Pencegahan
1. Imunusasi aktif

Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah
dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston
B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersbut membawa
perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin
tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang
berlangsung lama.

Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang


8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat
dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan
diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih
ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas dimana campak terdapat secara
endemis, imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12 bulan.
2. Imunusasi pasif

Imunusasi pasif dengan serum oarng dewasa yang dikumpulkan, serum stadium
penyembuhan yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang
dikumpulkan dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau
melemahkan campak. Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin
dengan dosis 0,25 ml/kg BB secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah
pemaparan atau sesegera mungkin.

Pengobatan
Terdapat indikasi pemberian obat sedatif, antipiretik untuk
mengatasi demam tinggi. Istirahat ditempat tidur dan
pemasukan cairan yang adekuat. Mungkin diperlukan
humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk
mengganggu dan lebih baik mempertahanakan suhu ruangan
yang hangat.
Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Darah
Penetalaksanaan Teraupetik

Pemberian vitamin A

Istirahat baring selama suhu meningkat, pemberian antipiretik

Pemberian antibiotik pada anak-anak yang beresiko tinggi

Pemberian obat batuk dan sedativum

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Morbili

Pengkajian
A. Identitas diri :
B. Riwayat Imunisasi
C. Kontak dengan orang yang terinfeksi
D. Pemeriksaan Fisik :
1) Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2) Kepala : sakit kepala
3) Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung
(pada stad eripsi ).
4) Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
5) Kulit : Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada
leher, muka, lengan dan kaki (pada stad. Konvalensi), evitema, panas (demam).
6) Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi, sputum
7) Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9) Status Nutrisi : intake output makanan, nafsu makanan
E. Keadaan Umum : Kesadaran, TTV

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1.

Resiko penyebaran infeksi b/d organisme virulen

2.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d adanya batuk

3.

Gangguan integritas kulit b/d adanya rash

4.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh b/d intake yang tidak memadai

5.

Gangguan aktivitas diversional b/d isolasi dari


kelompok sebaya

Intervensi
Diagnosa 1
Resiko penyebaran infeksi bd/ organisme virulen
Intervensi:

Tempatkan anak pada ruangan khusus

Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit

Gunakan prosedur perlindugan infeksi jika melakukan


kontak dengan anak

Mempertahankan istirahat selama periode prodromal


(kataral)

Berikan antibiotik sesuai dengan order

Intervensi
Diagnosa 2
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d adanya batuk

Intervensi:

Mengkaji ulang status pernafasan (irama, edalaman, suara nafas,


penggunaan otot bantu pernafasan, bernafas melalui mulut)
Mengkaji ulang tanda-tanda vital (denyut nadi, irama, dan frekuensi)
Memberikan posisi tempat tidur semi fowler / fowler
Membantu klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan
kemampaunnya
Menganjurkan anak untuk banyak minum
Memberikan oksigen sesuai dengan indikasi
Memberikan obat-obatan yang dapat meningkatkan efektifnya jalan
nafas (seperti Bronkodilator, antikolenergik, dan anti peradangan)

Intervensi
Diagnosa 3
Gangguan integritas kulit b/d adanya rash
Intervensi:

Mempertahankan kuku anak tetap pendek, menjelaskan


kepada anak untuk tidak menggaruk rash
Memberikan obat antipruritus topikal, dan anestesi
topikal
Memberikan antihistamin sesuai order dan memonitor
efek sampingnya
Memandikan klien dengan menggunakan sabun yang
lembut untuk mencegah infeksi
Jika terdapat fotofobia, gunakan bola lampu yang tidak
terlalu terang di kamar klien
Memeriksa kornea mata terhadap kemungkinan ulserasi

Intervensi
Diagnosa 4
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak memadai
Intervensi:

Kaji ketidakmampuan anak untuk makan


Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan memperbaiki status gizi saat selera makan anak meningkat.
Berikan makanan yang disertai dengan supleman nutrisi untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi
Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral jika kebutuhan nutrisi melalui
oral tidak mencukupi kebutuhan gizi anak
Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar lengan,
membran mukosa)
Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik
porsi kecil tapi sering
Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan
skala yang sama
Mempertahankan kebersihan mulut anak
Menjelaskan pentingya intake nutrisi yang memadai untuk penyembuhan
penyakit

Intervensi
Diagnosa 5
Gangguan aktivitas diversional b/d isolasi dari kelompok sebaya
Intervensi:

Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak


(permainan, keterampilan tangan, nonton televisi)

Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan


stimulasi yang bervariasi bagi anak

Melibatkan anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih


aktivitas yang diinginkan

Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di


rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan
teman melalui telepon jika memungkinkan

Evaluasi
1.

Perluasan infeksi tidak terjadi

2.

Anak menunjukkan tanda-tanda pola nafas efektif

3.

Anak dapat mempertahankan integritas kulit

4.

Anak menunjukan tanda-tanda terpenuhinya


kebutuhan nutrisi

5.

Anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan usia


dan tugas perkembangan selama menjalani isolasi
dari teman sebaya atau anggota keluarga.

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan

Rubella

Pengertian Rubella

Rubella (campak Jerman) Infeksi yang menyerang,


terutama, kulit dan kelenjar getah bening.

Disebabkan oleh virus rubella (berbeda dari virus yang


menyebabkan campak), yang biasanya ditularkan melalui
cairan yang keluar dari hidung atau tenggorokan.

Dapat ditularkan melalui aliran darah seorang wanita yang


sedang hamil kepada janin yang dikandungnya. Karena
penyakit ini tergolong penyakit ringan pada anak-anak,
bahaya medis yang utama dari penyakit ini adalah infeksi
pada wanita hamil, yang dapat menyebabkan sindrom cacat
bawaan pada janin tersebut.

Rubella dan Anak-Anak

Sebelum vaksin untuk melawan Rubella tersedia pada tahun


1969, epidemi rubella terjadi setiap 6 s.d. 9 tahun. Anak-anak
dengan usia 5 - 9 menjadi korban utama dan muncul banyak
kasus rubella bawaan. Sekarang, dengan adanya program
imunisasi pada anak-anak dan remaja usia dini, hanya
muncul sedikit kasus rubella bawaan.

Saat ini, sebagian besar infeksi rubella terjadi pada priawanita dewasa usia muda dan bukan pada anak-anak. Hal ini
memicu bahaya laten yang mungkin akan berdampak pada
anak-anak yang akan mereka miliki di masa datang.

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala Infeksi rubella dimulai dengan demam ringan


selama 1 atau 2 hari (99 - 100 Derajat Fajrenheit atau 37.2 - 37.8
derajat celcius) dan kelenjar getah bening yang membengkak dan
perih, biasanya di bagian belakang leher atau di belakang telinga.
Pada hari kedua atau ketiga, bintik-bintik (ruam) muncul di wajah
dan menjalar ke arah bawah. Di saat bintik ini menjalar ke bawah,
wajah kembali bersih dari bintik-bintik. Bintik-bintik ini biasanya
menjadi tanda pertama yang dikenali oleh para orang tua.

Ruam rubella dapat terlihat seperti kebanyakan ruam yang


diakibatkan oleh virus lain. Terlihat sebagai titik merah atau merah
muda, yang dapat berbaur menyatu menjadi sehingga terbentuk
tambalan berwarna yang merata. Bintik ini dapat terasa gatal dan
terjadi hingga tiga hari. Dengan berlalunya bintik-bintik ini, kulit
yang terkena kadangkala megelupas halus.

Tanda dan Gejala

Gejala lain dari rubella, yang sering ditemui pada remaja dan
orang dewasa, termasuk: sakit kepala, kurang nafsu makan,
conjunctivitis ringan (pembengkakan pada kelopak mata dan
bola mata), hidung yang sesak dan basah, kelenjar getah
bening yang membengkak di bagian lain tubuh, serta adanya
rasa sakit dan bengkak pada persendian (terutama pada wanita
muda). Banyak orang yang terkena rubella tanpa menunjukkan
adanya gejala apa-apa.

Ketika rubella terjadi pada wanita hamil, dapat terjadi sindrom


rubella bawaan, yang potensial menimbulkan kerusakan pada
janin yang sedang tumbuh. Anak yang terkena rubella sebelum
dilahirkan beresiko tinggi mengalami keterlambatan
pertumbuhan, keterlambatan mental, kesalahan bentuk jantung
dan mata, tuli, dan problematika hati, limpa dan sumsum tulang

Tanda dan Gejala

Penularan Virus rubella menular dari satu orang ke orang lain


melalui sejumlah kecil cairan hidung dan tenggorokan. Orang
yang mengidap rubella sangat berpotensi menularkan virus
tersebut dalam periode satu minggu sebelum sampai satu
minggu sesudah ruam muncul. Seseorang yang terinfeksi
tetapi tidak menunjukkan gejala rubella tetap dapat
menularkan virus tersebut.

Balita yang memiliki rubella bawaan dapat melepaskan virus


tersebut melalui urin dan cairan hidung dan tenggorokan
selama satu tahun atau lebih dan dapat menularkan virus
terhadap orang yang belum terimunisasi.

Pencegahan

Pencegahan Rubella dapat dicegah dengan vaksin rubella. Imunisasi rubella


secara luas dan merata sangat penting untuk mengendalikan penyebaran
penyakit ini, yang pada akhirnya dapat mencegah cacat bawaan/lahir akibat
sindrom rubella bawaan.

Vaksin ini biasanya diberikan kepada anak-anak berusia 12 - 15 bulan dan


menjadi bagian dari imunisasi MMR yang telah terjadwal. Dosis kedua MMR
biasanya diberikan pada usia 4 - 6 tahun, dan tidak boleh lebih dari 11 - 12
tahun. Sebagaimana dengan imunisasi lainnya, selalu ada pengecualian
tertentu dan kasus-kasus khusus. Dokter anak akan memiliki informasi yang
tepat.

Vaksin rubella tidak boelh diberikan kepada wanita hamil atau wanita yang
akan hamil dalam jangka waktu satu bulan sesudah pemberian vaksin.
Wanita hamil yang tidak kebal terhadap rubella harus menghindari orang
yang mengidap penyakit ini harus diberikan vaksinasi setelah melahirkan
sehingga dia akan kebal terhadap penyakit ini di kehamilan berikutnya

Masa Inkubasi

Periode inkubasi rubella adalah 14 - 23 hari, dengan


rata-rata inkubasi adalah 16 - 18 hari.
Jangka waktu

Ruam rubella biasanya berlangsung selama 3 hari.


Pembengkakan kelenjar akan berlangsung selama
satu minggu atau lebih dan sakit persendian akan
berlangsung selama lebih dari dua minggu. Anak-anak
yang terkena rubella akan pulih dalam jangka waktu
satu minggu sementara pada orang dewasa
membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih.

Penanganan
Rubella tidak dapat ditangani dengan antibiotik karena AB tidak
dapat digunakan untuk mengatasi infeksi virus Wanita hamil yang
terkena rubella harus segera menghubungi dokter spesialis.
Penanganan di rumah

Rubella biasanya penyakit yang ringan, terutama pada anak-anak


dan hanya membutuhkan penanganan kecil di rumah. Awasi
suhu badan anak dan hubungi dokter jika demamnya meninggi.

Untuk mengurangi keyidaknyamanan, balita dapat diberikan


acetaminophen atau ibuprofen. Cegah penggunaan aspirin
kepada anak-anak yang terkena infeksi virus karena penggunaan
aspirin pada kasus tersebut dicurigai menyebabkan terjadinya
sindrom Reye, yang dapat menyebabkan kegagalan hati dan
kematian

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan

Varisela

Pengertian Varisela

Penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (V-Z


virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya
menganai anak, yang ditandai oleh demam yang
mendadak, malese, dan erupsi kulit berupa makulopapular
untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi
vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng
(Thomson, 1986, p. 1483).

Varisela (cacar air) atau chickenpox adalah infeksi akut


primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa yang secara klinis terdapat gejala konstitusi,
kelainan kulit polimorfi terutama dibagian sentral tubuh
(Djuanda, 1993).

Etiologi

Penyebab dari varisela adalah virus varisela-zoster.

Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi


primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit
varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah
sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster.

Manifestasi Klinis

Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14-21 hari. Gejala


klinis mulai dari gejala prodromal, yakni demam yang tidak
terlalu tinggi, malese dan nyeri kepala, kemudian disusul
timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam
waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel
khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan
berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta.
Sementara proses ini berlangsung timbul lagi vesikel-vesikel
yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
Penyebarannya terutama didaerah badan dan kemudian
menyebar secara sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta
dapat menyerang selaput lendir mata, mulut dan saluran nafas
bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terjadi pembesaran
kelenjar getah bening regional (lymphadenopathy regional).
Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.

Patofisiologi

Varicella primer disebabkan oleh infeksi Varicella Zooster Virus, suatu


Herpes Virus. Penularan melalui inhalasi (droplet) atau kontak langsung
dengan lesi di kulit penderita.

Infeksi biasanya terjadi dengan menembus selaput konjungtiva atau


lapisan mukosa saluran napas atas penderita. Kemudian terjadi replikasi
virus di limfonodi setelah dua sampai empat hari sesudahnya, dan diikuti
viremia primer yang terjadi setelah empat sampai enam hari setelah
inokulasi awal. Virus kemudian menggandakan diri di liver, spleen, dan
organ lain yang memungkinkan.

Viremia kedua, ditandai dengan adanya partikel partikel virus yang


menyebar di kulit 14 sampai 16 hari sejak paparan awal, menyebabkan
typical vesicular rash. Ensefalitis, hepatitis, atau pneumonia dapat terjadi
pada saat itu.

Periode inkubasi biasanya berlangsung antara 10 sampai 21 hari.


Pasien mampu menularkan penyakitnya sejak satu sampai dua hari
sebelum muncul rash sampai muncul lesi yang mengeras, biasanya lima
sampai enam hari setelah muncul rash pertama kali.

Patofisiologi

Meskipun kebanyakan infeksi varicella menimbulkan kekebalan


seumur hidup, pernah dilaporkan infeksi ulangan pada anak yang
sehat.

Hal lain yang harus dijelaskan, setelah infeksi primer VZV bertahan
hidup dengan cara menjadi dormant di system saraf sensorik,
terutama Geniculatum, Trigeminal, atau akar Ganglia Dorsalis dan
dormant. Mekanisme imunologi host gagal menekan replikasi virus,
namun VZV diaktifkan kembali jika mekanisme host gagal
menampilkan virus. Kadang kadang terjadi setelah ada trauma
langsung. Viremia VZV sering terjadi bersama dengan herpes
zoster. Virus bermigrasi dari akar saraf sensoris dan menimbulkan
kehilangan sensoris pada dermatom dan rash yang nyeri dan khas.

Penatalaksanaan

Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan


analgesik, untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan
sedativ. Secara lokal diberikan bedak yang ditambah dengan
zat anti gatal (antipruritus) seperti menthol, kamfor dll, untuk
mencegah pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan
rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan
antibiotika berupa salep dan oral.
Dapat pula diberikan obat-obat anti virus seperti asiklovir
dengan dosisi 5 x 400 mg sehari selama 7 hari dengan hasil
yang cukup baik. Selain itu dapat pula diberikan imunotimulator
seperti isoprinosin. Satu tablet 500 mg. Dosisnya 50 mg/kg
berat badan sehari, dengan dosisi maksimum 3000 mg sehari.
Umumnya dosis untuk orang dewasa 6 x 1 tablet atau 4 x 1
tablet sehari. Lama pengobatan sampai penyakit membaik.
Obat ini diberikan jika lama penyakitnya telah lebih 3 hari

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Ensefalitis

Pengkajian

Gejala subyektif berupa keluhan nyeri kepala, anorexia


dan malese.

Pada kulit dan membran mukosa :


Lesi dalam berbagai tahap perkembangannya : mulai
dari makula eritematosa yang muncul selama 4-5 hari
kemudian berkembang dengan cepat menjadi vesikel
dan krusta yang dimulai pada badan dan menyebar
secara sentrifubal kemuka dan ekstremitas. Lesi dapat
pula terjadi pada mukosa, palatum dan konjunctiva.

Suhu : dapat terjadi demam antara 38-39 C

Diagnosa Keperawatan
1.

Gangguan integritas kulit b/d Trauma

2.

Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d kerusakan kulit /


jaringan

3.

Potensial penularan infeksi b/d kerusakan perlindungan


kulit

4.

Kurang pengetahuan b/d salah interpretasi informasi

Intervensi
Diagnosa 1
Gangguan integritas kulit b/d Trauma

Intervensi:
Anjurkan mandi secara teratur
Hindari menggaruk lesi
Gunakan pakaian yang halus/lembut

Intervensi
Diagnosa 2
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d kerusakan kulit /
jaringan

Intervensi:

Gunakan analgetik dan bedak antipruritus.


Pertahankan suhu ruangan tetap sejuk dengan
kelembaban yang adekuat.

Intervensi

Diagnosa 3
Potensial penularan infeksi b/d kerusakan perlindungan kulit
Intervensi:
Lakukan isolasi (strict isolation) :
Prosedur strict isolation :
a. Ruangan tersendiri; pintu harus selalu tertutup. Klien yang terinfeksi
karena organisme yang sama dapat ditempatkan dalam ruangan yang
sama.
b. Gunakan masker, pakaian khusus, dan sarung tangan bagi semua orang
yang masuk kedalam ruangan.
c. Selalu cuci tangan setelah menyentuh klien atau benda-benda yang
kemungkinan terkontaminasi serta sebelum memberikan tindakan
kepada klien lain.
d. Semua benda-benda yang terkontaminasi dibuang atau dimasukan
kedalam tempat khusus dan diberi label sebelum dilakukan
dekontaminasi atau diproses ulang kembali

Intervensi
Diagnosa 4
Kurang pengetahuan b/d salah interpretasi informasi

Intervensi:
Ajarkan pada orang tua dalam melakukan perawatan
terhadap anaknya di ruamah tentang hal-hal di atas.

Jelaskan bahwa demam dapat diatasi dengan


melakukan tepid sponge bath.

Jealskan bahwa penggunaan medikasi harus sesuai


dengan petunjuk dikter

Evaluasi
Masalah gangguan intebritas kulit dikatakan teratasi apabila :

Fungsi kulit dan membran mukosa baik dengan parut minimal.

Krusta berkurang

Suhu kulit, kelembaban dan warna kulit serta membran


mukosa normal alami

Tidak terjadi komplikasi dan infeksi sekunder

Tidak terdapat kelainan neurologik

Tidak terjadi kelainan respiratorik.

Suhu tubuh normal.

SEKIAN
Terimakasih

Vous aimerez peut-être aussi